Group : 7 (Tujuh)
FIQH MU’AMALAH
“HAWALAH”
Disusun oleh :
I. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang berarti saling membutuhkan satu sama lain.
Mereka saling tolong menolong untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Salah satu bagian
dari hal ini adalah hutang piutang. Namun, kebutuhan mereka pun berbeda-beda sehingga
hutang yang mereka miliki jumlahnya pun berbeda.
Pada zaman modern seperti ini, banyak individu yang melakukan akad transaksi keuangan
tanpa memperhatikan kententuan dalam islam. Yang seharusnya hal tersebut perlu di ketahui
antara pihak peminjam dan pemberi hutang serta pihak yang bersedia dalam penagihan
hutang.
Salah satu bentuk kegiatan bermu’amalah adalah hutang piutang. Dalam hutang
piutang, islam megajarkan untuk bersegera melunasinya. Namun, terdapat kemurahan bagi
orang yang berhutang, dapat mengalihkan hutangnya kepada orang lain. Dari permasalahan
tersebut akan kami sajikan makalah dengan suatu materi yaitu “HAWALAH”. Suatu materi
pengalihan hutang.
ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َدي ٍْن اِ ٰلٓى اَ َج ٍل ُّم َس ًّمى فَا ْكتُبُوْ ۗهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم َكاتِ ۢبٌ بِ ْال َع ْد ۖ ِل
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.”5 (Q.S. Al-Baqarah [2]: 282)
Surat Al-Baqarah ayat 282 diatas menerangkan bahwa dalam utang-piutang atau
transaksi yang tidak kontan hendaklah dituliskan sehingga ketika ada perselisihan dapat
dibuktikan. Dalam kegiatan ini pula diwajibkan untuk ada dua orang saksi yang adil dan tidak
merugikan pihak manapun, saksi ini adalah orang yang menyaksikan proses utang-piutang
secara langsung dari awal. Dalam prinsip muamalah pun menganjurkan agar saling percaya
dan menjaga kepercayaan semua pihak. Untuk menghilangkan keraguan maka hendaklah
diadakan perjanjian secara tertulis atau jaminan.
Dasar hukum hiwalah dari hadist yaitu Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “Menunda pembayaran bagi orang mampu adalah suatu kezaliman. Dan jika salah
seorang dari kamu diikutkan (dihiwalahkan) kepada orang yang mampu/kaya, terimalah
hiwalah itu.”
Pada hadis ini tampak bahwa Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan,
jika orang yang berutang menghiwalahkan kepada orang yang kaya atau mampu, hendaklah
ia menerima hiwalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang menghiwalahkan
(Muhal „alaih). Dengan demikan, haknya dapat terpenuhi.
Penagihan utang menurut sebagian ulama adalah wajib, namun jumhur ulama
berpendapat bahwa hukumnya sunat. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa hiwalah
itu tidak sejalan dengan qias, karena hal itu sama saja jual beli utang dengan utang,
sedangkan jual beli utang dengan utang itu terlarang. Pendapat ini dibantah oleh Ibnul
Qayyim, ia menjelaskan bahwa hiwalah itu sejalan dengan qias, karena termasuk jenis
pemenuhan hak, bukan termasuk jenis jual beli. Ibnul Qayyim mengatakan, “Kalaupun itu
jual beli utang dengan utang, namun syara’ tidak melarangnya, bahkan ka’idahka’idah syara’
menghendaki harus boleh…dst.” Kemudian dalam Ijma’ telah tercapai kesepakatan ulama
tentang kebolehan hiwalah ini. Hal ini sejalan dengan kaidah dasar di bidang muamalah,
bahwa semua bentuk muamalah di perbolehkan kecuali ada dalil yang tegas melarangnya.
Selain itu ulama sepakat membolehkan hiwalah. Hiwalah dibolehkan pada utang yang tidak
32 berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu, harus
pada uang atau kewajiban finansial.
II. PEMBAHASAN
Madzhab Hanafi membagi hiwalah dalam beberapa bagian. Ditinjau dari segi objek akad,
maka hiwalah dapat dibagi dua, apabila yang dipindahkan itu merupakan hak menuntut
utang, maka pemindahan itu disebut hiwalah alhaqq ( pemindahan hak). Sedangkan jika yang
dipindahkan itu berkewajiban untuk membayar utang, maka pemindahan itu disebut hiwalah
ad-dain (pemindahan utang). Ditinjau dari sisi lain, hiwalah terbagi dua pula, yaitu :
i. Rukun Hawalah
Rukun Hawalah adalah rukun-rukun yang wajib dipenuhi sebelum akad hawalah terjadi.
Apabila tidak terpenuhi salah satunya, maka akad hawalah tidak dapat dilakukan. Rukun-
rukun tersebut antara lain:
1. Muhil
Pertama, rukun hawalah adalah muhil, yaitu orang yang mempunyai hutang. Dalam
hal ini, muhil harus berakal sehat, baligh, dan mempunyai kemampuan melaksanakan
akad hawalah. Selain itu, pemilik hutang atau muhil menjalankannya atas keinginan
pribadi tanpa paksaan dari pihak lain.
2. Muhal
Muhal yaitu orang memberikan hutang atau pihak piutang. Sama seperti syarat muhil,
pihak muhal harus mencapai usia baligh, berakal sehat dan melaksanakan akad ini
secara sukarela tanpa paksaan. Ijab qabul hawalah yang dikatakan oleh muhal harus
berada dalam majelis akad disaksikan pihak terkait, dan dilakukan secara sadar tanpa
paksaan.
3. Muhal'alaih
Rukun hawalah ketiga yakni muhal'alaih sebagai orang pemilik hutang dan
bertanggung jawab melunasi hutang pihak muhil. Pihak ini harus mempunyai akal
sehat, baligh, kemampuan finansial, dan memahami pelaksanaan akad, serta
pengucapan ijab qabul dalam majelis akad dengan kehadiran peserta terkait.
4. Hutang yang Diakadkan
Dalam konsep hawalah, hutang merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan
oleh muhil dari muhal, dan dinyatakan akan dilunasi oleh muhal’alaih. Hutang
tersebut boleh berupa uang, aset, dan benda-benda berharga lainnya.
Meski demikian, sesuai dengan hukum syariah, hutang tersebut tidak boleh berbentuk
benda setengah jadi atau belum ada nilainya (misal bibit tanaman yang belum
berbuah, janji bantuan hibah belum di tangan, dan sebagainya).
Selain rukun hawalah, terdapat syarat hawalah yang harus dipersiapkan dalam menjalaninya.
Adapun syarat hawalah adalah di bawah ini:
1. Pihak berhutang atau muhil rela melaksanakan akad ini.
2. Produk hutang harus dibayarkan sesuai haknya yang sama baik jenis dan jumlah
utang, waktu pelunasan, dan kualitasnya. Misalnya bentuk hutang berupa emas, maka
pelunasannya harus berbentuk emas dengan nilai setara.
3. Pihak muhal’alaih harus bertanggung jawab dalam menanggung hutang setelah
adanya kesepakatan bersama muhil.
4. Pihak muhal atau pemberi hutang harus menyetujui akad hiwalah.
5. Hutang tetap berada dalam jaminan pelunasan.
i. Mekanisme Hawalah
Pembiayaan factoring atau anjak piutang merupakan transaksi pembiayaan oleh suatu
lembaga keuangan yang bertindak sebagai (Muhal Alaih) dengan cara mengambil alih
piutang dari penjual/ pemberi jasa (Muhal) atas hutang pembeli / penerima jasa
(Muhil).
3) Atas pengalihan ini lembaga keuangan syariah membayar sejumlah uang sebesar
hutang muhil setelah dikurangi Ujrah.
4) Pada sa’at jatuh tempo hutang kontraktor (muhil) melakukan pembayaran kepada
lembaga keuangan syariah (Muhal)
III. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Al hawalah secara etimologi berarti pindah, seperti kita mengatakan pindah dari
perjanjian. Dalam istilah syariah, hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang
berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, hal ini merupakan
pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan
muhal alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.
2. Dalam pelaksanaan, hawalah harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut
b) Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya dari orang yang
berutang padanya secara langsung (muhal).
e) Shighat.
3. Dalam pelaksanaannya, hawalah ada dua yaitu hawalah muthalaqoh dan muqayyadah,
4. Ditinjau dari segi obyeknya hiwalah dibagi 2, yaitu: Hawalah al-Haqq, Hawalah ad-
Dain.
DAFTAR PUSAKA
Muchtar, H. (2017, November 25). Implementasi Prinsip Hawalah Pada Bank Syariah.
Retrieved March 25, 2022, from Hardiwinoto.
NISP, R. O. (2021, July 15). Hiwalah: Pengertian, Skema, Dasar Hukum, Jenis, &
Contohnya. Retrieved March 25, 2022, from ocbcnisp:
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/07/15/hiwalah-adalah
Tejomukti, R. A. (2021, September 22). Mengenal Hawalah dan Hukumnya. Retrieved
March 25, 2022, from Replubika:
https://www.republika.co.id/berita/qzucb4430/mengenal-hawalah-dan-hukumnya
Unknown. (2014, October 5). Fikih Muamalah - HAWALAH Dan MEKANISMENYA Dalam
PERBANKAN SYARIAH. Retrieved March 25, 2022, from Ashabul Coffee:
http://ashabulcoffee.blogspot.com/2014/10/fikih-muamalah-hawalah-dan-
mekanismenya.html
Harahap, M. A., & Sudiarti, S. (2022). Kontrak Jasa pada Perbankan Syariah: Wakalah,
Kafalah dan Hawalah. Reslaj: Religion Education Social Laa Roiba Journal, 4(1), 42-
53.
Zaky, A. (2014). Analisis Alternatif Pembiayaan Take Over Berdasarkan Prinsip Syariah
(Hawalah). Imanensi: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Dan Akuntansi Islam, 1(2), 117-
134.