Anda di halaman 1dari 10

Kelas : 2B Akuntansi

Group : 7 (Tujuh)

FIQH MU’AMALAH

“HAWALAH”

DOSEN :Drs. Adi Prasetyo, M.Si., Ak, CA.

Disusun oleh :

1. Handiyah Dwi S 202110170311055


2. Muhammad Gibran R.A 202110170311066
3. Martina Damayanti 202110170311076
4. Martalia Ika Nur Hana 202110170311087
HAWALAH

I. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang berarti saling membutuhkan satu sama lain.
Mereka saling tolong menolong untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Salah satu bagian
dari hal ini adalah hutang piutang. Namun, kebutuhan mereka pun berbeda-beda sehingga
hutang yang mereka miliki jumlahnya pun berbeda.
Pada zaman modern seperti ini, banyak individu yang melakukan akad transaksi keuangan
tanpa memperhatikan kententuan dalam islam. Yang seharusnya hal tersebut perlu di ketahui
antara pihak peminjam dan pemberi hutang serta pihak yang bersedia dalam penagihan
hutang.
Salah satu bentuk kegiatan bermu’amalah adalah hutang piutang. Dalam hutang
piutang, islam megajarkan untuk bersegera melunasinya. Namun, terdapat kemurahan bagi
orang yang berhutang, dapat mengalihkan hutangnya kepada orang lain. Dari permasalahan
tersebut akan kami sajikan makalah dengan suatu materi yaitu “HAWALAH”. Suatu materi
pengalihan hutang.

A. Pengertian Hawalah Secara Bahasa


Menurut Bahasa Arab, hawalah adalah memindahkan hutang dari satu perjanjian
hutang kepada perjanjian hutang yang lain. Abdurrahman al-Jaziri berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan hawalah menurut bahasa ialah :

‫النّقل من مح ّل إلى محل‬


Artinya : “Pemindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain.”

B. Pengertian Hawalah Secara Istilah


Sedangkan pengertian hawalah menurut istilah adalah perpindahan hak membayar hutang
dalam transaksi hutang piutang. Hawalah juga berarti memindahkan tuntutan atas hutang dari
tanggungan yang berutang (mudin) kepada tanggungan multazam. Menurut Sayyid Sabiq
hawalah merupakan pemindakan hutang dari tanggungan orang yang memindahkan (al-
muhil) kepada tanggungan orang yang di pindahiutang (muhal alaih).
C. Dasar Hukum
i. Al - Qur’an

Berdasarkan Q.S. Al-Baqarah [2]: 282 yang berbunyi :

‫ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َدي ٍْن اِ ٰلٓى اَ َج ٍل ُّم َس ًّمى فَا ْكتُبُوْ ۗهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم َكاتِ ۢبٌ بِ ْال َع ْد ۖ ِل‬ 

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.”5 (Q.S. Al-Baqarah [2]: 282)

Surat Al-Baqarah ayat 282 diatas menerangkan bahwa dalam utang-piutang atau
transaksi yang tidak kontan hendaklah dituliskan sehingga ketika ada perselisihan dapat
dibuktikan. Dalam kegiatan ini pula diwajibkan untuk ada dua orang saksi yang adil dan tidak
merugikan pihak manapun, saksi ini adalah orang yang menyaksikan proses utang-piutang
secara langsung dari awal. Dalam prinsip muamalah pun menganjurkan agar saling percaya
dan menjaga kepercayaan semua pihak. Untuk menghilangkan keraguan maka hendaklah
diadakan perjanjian secara tertulis atau jaminan.

ii. Sunnah ( Al Hadits )

Dasar hukum hiwalah dari hadist yaitu Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :

‫ت ُ َذا أ ِ ٌم فَإ ْ ل َغ ِن ِّي ظُ ْ َم ْط ُل ال‬


ْ ‫ت ْ َحُد ُ ْكم َعلَى َم ِل ٍّي فَل َ ِ َع أ ب‬
ْ َ‫ب ْع ي‬
َ

Artinya : “Menunda pembayaran bagi orang mampu adalah suatu kezaliman. Dan jika salah
seorang dari kamu diikutkan (dihiwalahkan) kepada orang yang mampu/kaya, terimalah
hiwalah itu.”

Pada hadis ini tampak bahwa Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan,
jika orang yang berutang menghiwalahkan kepada orang yang kaya atau mampu, hendaklah
ia menerima hiwalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang menghiwalahkan
(Muhal „alaih). Dengan demikan, haknya dapat terpenuhi.

iii. Pendapat Ulama


Kemudian dasar hukum hiwalah tersebut diikuti oleh ijma ulama yang hukumnya
sunnah. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia mengatur
akad hiwalah dengan mengeluarkan fatwa DSN-MUI No. 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Hawalah, Fatwa DSN-MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor
Syariah, dan Fatwa DSN-MUI No. 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil Ujrah.

Penagihan utang menurut sebagian ulama adalah wajib, namun jumhur ulama
berpendapat bahwa hukumnya sunat. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa hiwalah
itu tidak sejalan dengan qias, karena hal itu sama saja jual beli utang dengan utang,
sedangkan jual beli utang dengan utang itu terlarang. Pendapat ini dibantah oleh Ibnul
Qayyim, ia menjelaskan bahwa hiwalah itu sejalan dengan qias, karena termasuk jenis
pemenuhan hak, bukan termasuk jenis jual beli. Ibnul Qayyim mengatakan, “Kalaupun itu
jual beli utang dengan utang, namun syara’ tidak melarangnya, bahkan ka’idahka’idah syara’
menghendaki harus boleh…dst.” Kemudian dalam Ijma’ telah tercapai kesepakatan ulama
tentang kebolehan hiwalah ini. Hal ini sejalan dengan kaidah dasar di bidang muamalah,
bahwa semua bentuk muamalah di perbolehkan kecuali ada dalil yang tegas melarangnya.
Selain itu ulama sepakat membolehkan hiwalah. Hiwalah dibolehkan pada utang yang tidak
32 berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu, harus
pada uang atau kewajiban finansial.
II. PEMBAHASAN

A. Jenis dan Klasifikasi

Madzhab Hanafi membagi hiwalah dalam beberapa bagian. Ditinjau dari segi objek akad,
maka hiwalah dapat dibagi dua, apabila yang dipindahkan itu merupakan hak menuntut
utang, maka pemindahan itu disebut hiwalah alhaqq ( pemindahan hak). Sedangkan jika yang
dipindahkan itu berkewajiban untuk membayar utang, maka pemindahan itu disebut hiwalah
ad-dain (pemindahan utang). Ditinjau dari sisi lain, hiwalah terbagi dua pula, yaitu :

1) Hiwalah Al-Muqayyadah (pemindahan bersyarat) yaitu pemindahan sebagai ganti


dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua. Contoh : Jika A
berpiutang kepada B sebesar satu juta rupiah. Sedangkan B berpiutang kepada C juga
sebesar satu juta rupiah. B kemudian memindahkan atau mengalihkan haknya untuk
menuntut piutangnya yang terdapat pada C kepada A, sebagai ganti pembayaran
utang B kepada A. Dengan demikian, hiwalah al-muqayyadah, pada satu sisi
merupakan hiwalah al-haqq, karena B mengalihkan hak menuntut piutangnya dari C
kepada A. Sedangkan pada posisi lain, sekaligus merupakan hiwalah addain, karena
B mengalihkan kewajibannya membayar utang kepada A menjadi kewajiban C
kepada A.

2) Hiwalah Al-Mutlaqah (pemindahan mutlak) yaitu pemindahan utang yang tidak


ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua.
Contoh : Jika A berutang kepada B sebesar satu juta rupiah. C berutang kepada A
juga sebesar satu juta rupiah. A mengalihkan utangnya kepada C, sehingga C
berkewajiban membayar utang A kepada B, tanpa menyebutkan bahwa pemindahan
utang tersebut sebagai ganti dari pembayaran utang C kepada A. Dengan demikian
hiwalah al-mutlaqah hanya mengandung hiwalah ad-dain, karena yang dipindahkan
hanya utang A terhadap B menjadi utang C terhadap B.
B. Rukun dan Persyaratan

i. Rukun Hawalah

Rukun Hawalah adalah rukun-rukun yang wajib dipenuhi sebelum akad hawalah terjadi.
Apabila tidak terpenuhi salah satunya, maka akad hawalah tidak dapat dilakukan. Rukun-
rukun tersebut antara lain:

1. Muhil
Pertama, rukun hawalah adalah muhil, yaitu orang yang mempunyai hutang. Dalam
hal ini, muhil harus berakal sehat, baligh, dan mempunyai kemampuan melaksanakan
akad hawalah. Selain itu, pemilik hutang atau muhil menjalankannya atas keinginan
pribadi tanpa paksaan dari pihak lain.
2. Muhal
Muhal yaitu orang memberikan hutang atau pihak piutang. Sama seperti syarat muhil,
pihak muhal harus mencapai usia baligh, berakal sehat dan melaksanakan akad ini
secara sukarela tanpa paksaan. Ijab qabul hawalah yang dikatakan oleh muhal harus
berada dalam majelis akad disaksikan pihak terkait, dan dilakukan secara sadar tanpa
paksaan.
3. Muhal'alaih
Rukun hawalah ketiga yakni muhal'alaih sebagai orang pemilik hutang dan
bertanggung jawab melunasi hutang pihak muhil. Pihak ini harus mempunyai akal
sehat, baligh, kemampuan finansial, dan memahami pelaksanaan akad, serta
pengucapan ijab qabul dalam majelis akad dengan kehadiran peserta terkait.
4. Hutang yang Diakadkan
Dalam konsep hawalah, hutang merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan
oleh muhil dari muhal, dan dinyatakan akan dilunasi oleh muhal’alaih. Hutang
tersebut boleh berupa uang, aset, dan benda-benda berharga lainnya.
Meski demikian, sesuai dengan hukum syariah, hutang tersebut tidak boleh berbentuk
benda setengah jadi atau belum ada nilainya (misal bibit tanaman yang belum
berbuah, janji bantuan hibah belum di tangan, dan sebagainya).

ii. Persyaratan Hawalah

Selain rukun hawalah, terdapat syarat hawalah yang harus dipersiapkan dalam menjalaninya.
Adapun syarat hawalah adalah di bawah ini:
1. Pihak berhutang atau muhil rela melaksanakan akad ini.
2. Produk hutang harus dibayarkan sesuai haknya yang sama baik jenis dan jumlah
utang, waktu pelunasan, dan kualitasnya. Misalnya bentuk hutang berupa emas, maka
pelunasannya harus berbentuk emas dengan nilai setara.
3. Pihak muhal’alaih harus bertanggung jawab dalam menanggung hutang setelah
adanya kesepakatan bersama muhil.
4. Pihak muhal atau pemberi hutang harus menyetujui akad hiwalah.
5. Hutang tetap berada dalam jaminan pelunasan.

C. Mekanisme dan Prosedur

i. Mekanisme Hawalah

Pada praktiknya akad hawalah umum mekanismenya diterapkan pada lembaga-


lembaga keuangan yang diantaranya adalah pembiayaan pembiayaan factoring dan
pembiayaan Letter of Credit untuk keperluan impor barang.

a) Penerapan hawalah pada pembiayaan Factoring

Pembiayaan factoring atau anjak piutang merupakan transaksi pembiayaan oleh suatu
lembaga keuangan yang bertindak sebagai (Muhal Alaih) dengan cara mengambil alih
piutang dari penjual/ pemberi jasa (Muhal) atas hutang pembeli / penerima jasa
(Muhil).

1) Kontraktor (Muhil) berhutang kepada supplier material (Muhal) atas pembelian


bahan-bahan bangunan.

2) Muhal mengalihkan piutangnya (atas hutang muhil) kepada lembaga pembiayaan


syariah (Muhal Alaih) atas pengetahuan kontraktor (muhil)

3) Atas pengalihan ini lembaga keuangan syariah membayar sejumlah uang sebesar
hutang muhil setelah dikurangi Ujrah.

4) Pada sa’at jatuh tempo hutang kontraktor (muhil) melakukan pembayaran kepada
lembaga keuangan syariah (Muhal)

b) Penerapan hawalah pada pembiayaan L/C dalam rangka Impor


Pembiayaan dengan akad hawalah pada transaksi L/C dalam rangka impor, diawali
dengan penerbitan L/C dengan akad wakalah atau kafalah dengan skema sebagai
berikut: Akad hawalah dilakukan antara importer (muhil) dan bank syariah (muha
‘alaihl) untuk mengalihkan hutang importer kepada eksportir (muhal) menjadi hutang
importer kepada bank syariah.

ii. Prosedur Hawalah

Hawalah akan berakhir apabila terdapat hal-hal sebagai berikut :


a) Salah satu pihak yang melakukan akan itu memfasakh (membatalkan) akad
hawalah.
b) Pihak ketiga (muhal ‘alaih) melunasi hutang yang dialihkan itu pada pihak kedua
(muhal).
c) Apabila pihak kedua (muhal) wafat, sedangkan pihak ketiga (muhal ‘alaih)
merupakan ahli waris yang mewarisi harta pihak kedua (muhal).
d) Pihak kedua (muhal) menghibahkan atau menyedekahkan harta yang merupakan
hutang dalam akad hawalah itu kepada pihak ketiga (muhal ‘alaih).
e) Pihak kedua (muhal) membebaskan pihak ketiga (muhal ‘alaih) dari kewajibannya
untuk membayar hutang yang dialihkan itu.
f) Hak pihak kedua (muhal) menurut mazhab Hanafi, tidak dapat dipenuhi karena
attawa yaitu pihak ketiga (muhal ‘alaih) mengalami muflis (bangkrut) atau wafat
dalam keadaan muflis atau dalam keadaan tidak ada bukti otentik tentang akad
hawalah, pihak ketiga (muhal ‘alaih) mengingkari itu.
g) mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, selama akad hawalah sudah berlaku tetap,
karena syarat yang ditetapkan sudah dipenuhi maka akad hawalah tidak dapat
berakhir karena at-tawa.

III. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Al hawalah secara etimologi berarti pindah, seperti kita mengatakan pindah dari
perjanjian. Dalam istilah syariah, hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang
berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, hal ini merupakan
pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan
muhal alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.

2. Dalam pelaksanaan, hawalah harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut

a) Orang yang memindahkan tanggungan utang (muhil).

b) Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya dari orang yang
berutang padanya secara langsung (muhal).

c) Orang yang dipindahkan tanggungan utang padanya (muhal alaih).

d) Harta yang diutang yang dialihkan (muhal bih)

e) Shighat.

3. Dalam pelaksanaannya, hawalah ada dua yaitu hawalah muthalaqoh dan muqayyadah,

4. Ditinjau dari segi obyeknya hiwalah dibagi 2, yaitu: Hawalah al-Haqq, Hawalah ad-
Dain.

5. Penerapan hawalah biasanya diterapkan pada hal-hal berikut:

a) Penerapan hawalah pada pembiayaan Factoring.

b) Penerapan hawalah pada pembiayaan L/C dalam rangka Impor.

DAFTAR PUSAKA

Muchtar, H. (2017, November 25). Implementasi Prinsip Hawalah Pada Bank Syariah.
Retrieved March 25, 2022, from Hardiwinoto.
NISP, R. O. (2021, July 15). Hiwalah: Pengertian, Skema, Dasar Hukum, Jenis, &
Contohnya. Retrieved March 25, 2022, from ocbcnisp:
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/07/15/hiwalah-adalah
Tejomukti, R. A. (2021, September 22). Mengenal Hawalah dan Hukumnya. Retrieved
March 25, 2022, from Replubika:
https://www.republika.co.id/berita/qzucb4430/mengenal-hawalah-dan-hukumnya
Unknown. (2014, October 5). Fikih Muamalah - HAWALAH Dan MEKANISMENYA Dalam
PERBANKAN SYARIAH. Retrieved March 25, 2022, from Ashabul Coffee:
http://ashabulcoffee.blogspot.com/2014/10/fikih-muamalah-hawalah-dan-
mekanismenya.html
Harahap, M. A., & Sudiarti, S. (2022). Kontrak Jasa pada Perbankan Syariah: Wakalah,
Kafalah dan Hawalah. Reslaj: Religion Education Social Laa Roiba Journal, 4(1), 42-
53.

Toyyibi, A. M. (2019). Implementasi Hawalah Pada Pembiayaan Bermasalah Studi Kasus


Koperasi Jasa Keuangan Syariah Usaha Gabungan Terpadu Bmt Sidogiri Kcp Omben
Tahun Buku 2018. Profit: Jurnal Kajian Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 3(2), 38-
50.

Zaky, A. (2014). Analisis Alternatif Pembiayaan Take Over Berdasarkan Prinsip Syariah
(Hawalah). Imanensi: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Dan Akuntansi Islam, 1(2), 117-
134.

Anda mungkin juga menyukai