Anda di halaman 1dari 13

PAPER KELOMPOK 6

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK


SISTEM DAN MANAJEMEN PENGUKURAN KINERJA DENGAN SISTEM
PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

Disusun Oleh:

1. Rani 142200050

2. Muhammad Farhan Mufa 142200080

3. Intan Mardikaningsih 142200102

EA-D
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2022
A. Pengertian Anggaran
Anggaran adalah perencanaan keuangan untuk masa depan yang
pada umumnya mencakup jangka waktu satu tahun dan dinyatakan
dalam satuan moneter. Anggaran ini merupakan perencanaan jangka
pendek organisasi yang menerjemahkan berbagai program ke dalam
rencana keuangan tahunan yang lebih konkret. Usulan anggaran pada
umumnya telah di review terlebih dahulu oleh pejabat yang lebih tinggi
untuk bisa dijadikan anggaran formal. Tingkat kesejahteraan masyarakat
dipengaruhi oleh keputusan yang diambil pemerintah melalui anggaran
yang mereka buat. selain itu, anggaran adalah alat ekonomi penting
yang dimiliki pemerintah untuk mengarahkan perkembangan sosial dan
ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat. Jadi anggaran merupakan alat utama kebijakan fiskal
pemerintah.
Penyusunan anggaran pada organisasi sektor publik dapat
membantu mewujudkan akuntabilitas. Hal ini karena anggaran
sebenarnya dapat dijadikan standar atas kegiatan pengukuran kinerja.
Pengukuran kinerja berdasarkan anggaran hanya bermanfaat untuk
menilai ekonomi dan efisiensi, karena hanya memuat rencana-rencana
keuangan. Dalam mengukur efektivitas kegiatan atau program harus
dilihat dari outcome, benefit, dan impact-nya, dimana komponen-
komponen ini tidak bisa hanya diukur dengan menggunakan standar
anggaran.
Anggaran daerah ( dikenal dengan istilah anggaran pendapatan
dan anggaran belanja daerah/APBD) adalah rencana keuangan
pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan kewenangannya
selama satu tahun anggaran.

B. Perencanaan Anggaran
Perencanaan anggaran daerah (APBD) terdiri dari formulasi
kebijakan anggaran dan perencanaan operasional anggaran.
1. Formulasi kebijakan anggaran adalah penyusunan arah dan
kebijakan umum APBD sebagai dasar dalam perencanaan
operasional. Berdasarkan peraturan Pemerintah No. 105 tahun
2000 anggaran APBD disusun berdasarkan pendekatan kinerja
yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi atau
input yang ditetapkan
2. Perencanaan operasional adalah penyusunan rencana kegiatan
dan alokasi sumber daya. Penyusunan APBD harus didasarkan
pada sasaran dan kebijakan tertentu yang menggambarkan
komponen dan tingkat pelayanan yang akan dicapai dalam satu
tahun anggaran. Sasaran dan kebijakan ini dirumuskan dalam
dokumen perencanaan anggaran daerah yang sering disebut
dengan istilah Arah dan Kebijakan Umum APBD.
Dalam sistem anggaran kinerja, arah dan kebijakan umum APBD
mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi perencanaan dan fungsi
pengendalian. Sebagai fungsi perencanaan karena arah dan kebijakan
umum APBD ini merupakan pedoman dalam menyusun rancangan
APBD dan sebagai fungsi pengendalian karena arah dan kebijakan
umum APBD sebagai dasar penilaian kinerja keuangan daerah dalam
satu tahun anggaran.

C. Pelaksanaan Anggaran
Kepala daerah menetapkan anggaran satuan kerja (RASK)
menjadi dokumen anggaran satuan kerja berdasarkan perda APBD.
Dokumen anggaran satuan kerja memuat pendapatan dan belanja setiap
perangkat daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan APBD
oleh pengguna anggaran.
Dalam pelaksanaan anggaran, kemungkinan terjadi perubahan
anggaran (Rebudgeting) pada periode anggaran. Perubahan APBD
dilakukan sehubungan dengan:
1. Kebijakan pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah yang
strategis,
2. Penyesuaian akibat tidak tercapainya target penerimaan daerah
yang ditetapkan,
3. Terjadi kebutuhan yang mendesak.

D. Pengukuran Kinerja Berbasis Analisis Anggaran


Analisis anggaran adalah teknik pengukuran kinerja tradisional
yang membandingkan antara anggaran dengan realisasi tanpa melihat
keberhasilan program. Pengukuran kinerja berbasis anggaran dilakukan
dengan menilai selisih (variance) antara anggaran dengan realisasinya
apakah terjadi selisih underspending atau overspending. Analisis ini
diterapkan pada unit organisasi (entitas) yang mempunyai tanggung
jawab dalam pengelolaan biaya atau belanja (cost centers). Selisih
underspending adalah selisih yang terjadi jika pengeluaran aktual lebih
kecil daripada jumlah pengeluaran yang ditetapkan pada anggaran.
Sebaliknya, selisih overspending adalah selisih yang terjadi jika
pengeluaran aktual lebih besar dari jumlah pengeluaran yang ditetapkan
dalam anggaran
Pengawasan atau pengendalian dapat dilakukan dengan analisis
selisih (variance analysis) antara rencana-rencana keuangan yang
ditetapkan dalam anggaran dengan realisasi kegiatan atau program yang
sesungguhnya. Berdasarkan analisis selisih ini, dapat digunakan sebagai
dasar pengukuran kinerja. Jika selisih underspending maka berarti
kinerja keuangan sebuah Satuan Kerja adalah baik. Sebaliknya, jika
selisih overspending maka berarti kinerja keuangan sebuah Satuan Kerja
adalah jelek. Hasil analisis ini dapat dijadikan umpan balik (feedback)
bagi perencanaan anggaran daerah pada periode anggaran berikutnya.
Sistem Pengukuran Kinerja Berbasis Analisis Anggaran

Perencanaan Pelaksanaan Pengukuran Kinerja

Arah dan Kebijakan Persiapan Mengumpulkan data


umum Anggaran realisasi anggaran
Penjabaran Anggaran
Rencana kegiatan Melakukan analisis
operasional dan Kemungkinan selisih anggaran
alokasi sumber daya Rebudgeting
Menentukan adanya
Menetapkan Standar underspending dan
Analisis Belanja overspending
(SAB), Tolak Ukur
Kinerja dan Standar Feedback atas hasil
Biaya serta Standar pengukuran kinerja
Pelayanan Minimum
(SPM) yang jelas

E. Manfaat Informasi Kinerja Dalam Penganggaran


Penggabungan informasi kinerja dalam proses penganggaran
bermanfaat untuk menyelaraskan potensi tujuan kinerja dengan
pengeluaran. Selain itu manfaat dari informasi dalam penggaran yaitu
sebagai berikut:
1. memberikan perbandingan efektivitas biaya antar program yang
dapat memberikan analisis benchmarking atau praktik terbaik
2. sebagai dasar untuk sistem manajemen kinerja yang
komprehensif
3. menambahkan dimensi informasi ke dalam pembahasan
anggaran
4. memotivasi karyawan dan manajer dengan mencatat kemajuan
menuju tujuan
5. sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik bahwa
penyedia layanan publik tertarik untuk meningkatkan kualitas

F. Penganggaran Berbasis Kinerja


Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, metode
penganggaran yang digunakan adalah metode tradisional atau item line
budget. Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa
rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah
ditentukan, namun lebih dititik beratkan pada kebutuhan untuk
belanja/pengeluaran dan sistem pertanggungjawabannya tidak diperiksa
dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan
efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan
adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja namun
jika anggaran tersebut defisit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran
tersebut gagal. Dalam perkembangannya, muncullah sistematika
anggaran kinerja yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang
sumber-sumbernya dihubungkan dengan hasil dari pelayanan yaitu
Anggaran Berbasis Kinerja.
Menurut Soleh dan Rochmansjah (2009:106) : “Anggaran
berbasis kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan
kepada upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan
alokasi biaya atau Input yang ditetapkan.” Sedangkan menurut Halim
dan Iqbal (2012:173) : “Penganggaran berbasis kinerja merupakan
metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap
pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran
dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil
dari keluaran tersebut.” Dengan pengertian tersebut bahwa setiap
alokasi dana harus dapat diukur dari input yang ditetapkan. Untuk
menghasilkan penyelenggaraan Anggaran Daerah yang efektif dan
efisien, tahap persiapan/perencanaan anggaran merupakan salah satu
faktor penting dan menentukan dalam keseluruhan siklus anggaran.
Adapun prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja menurut Halim
dan Iqbal (2012:174) adalah :
1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran
APBD harus dapat menyajikan informasi yang jelas
mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh
masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan.
Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk
mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan
kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk
menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun
pelaksanaan anggaran tersebut.
2. Disiplin anggaran
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap
pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
Penganggaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak
dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak
tersedia anggarannya dalam APBD/perubahan APBD.
3. Keadilan anggaran
Pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan
anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh
kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian
pelayanan karena pendapatan daerah pada hakikatnya diperoleh
melalui peran serta masyarakat.
4. Efisiensi dan efektifitas anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan
asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan
penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang
tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat
menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal
untuk kepentingan masyarakat.
5. Disusun dengan pendekatan kinerja
APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome)
dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan.
Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau
input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu
menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja
yang terkait.

● Aktivitas utama dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja


Aktivitas utama dalam penyusunan ABK adalah mendapatkan
data kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya. Proses
mendapatkan data kuantitatif bertujuan untuk memperoleh informasi dan
pengertian tentang berbagai program yang menghasilkan output dan
outcome Yang diharapkan. Perolehan dan penyajian data kuantitatif juga
akan menjelaskan bagaimana manfaat setiap program bagi rencana
strategis. Sedangkan proses pengambilan keputusannya melibatkan
setiap level dari manajemen pemerintahan. Pemilihan dan prioritas
program yang akan dianggarkan tersebut akan sangat tergantung pada
data tentang target kinerja yang diharapkan dapat dicapai. Namun
alokasi anggaran setiap program di masing-masing unit kerja pada
akhirnya sangat dipengaruhi oleh kesepakatan antara legislatif dan
eksekutif. Prioritas dan pilihan pengalokasian anggaran pada tiap unit
kerja dihasilkan setelah melalui koordinasi di antara bagian dalam
lembaga eksekutif dan legislatif.

● Penggunaan Analisis Standar Biaya (ASB) dalam penyusunan


Anggaran Berbasis Kinerja
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan
ABK sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 pasal 167 ayat 3 yaitu :
“Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolok ukur
kinerja; dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan” Dalam penetapan alokasi anggaran
pada unit kerja diperlukan ASB. ASB mendorong penetapan biaya dan
pengalokasian anggaran kepada setiap unit kerja menjadi lebih logis dan
mendorong dicapainya efisiensi secara terus menerus karena adanya
perbandingan setiap keluaran (output ) dan diperoleh praktek-praktek
terbaik (best practices) dalam desain aktivitas. Dalam membuat Analisis
Standar Belanja terdapat beberapa pertimbangan yang dapat
dipergunakan menurut Halim dan Iqbal (2012:180) yaitu :
1) Pemulihan biaya (cost recovery) Pemulihan biaya berhubungan
dengan penetapan biaya (fee) kepada pengguna untuk menutupi
sebagian atau seluruh biaya yang timbul dalam menghasilkan suatu
produk atau jasa
2) Keputusan-keputusan pada tingkat penyedia jasa Keputusan ini
adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh manajer pada tingkat
penyedia jasa yang sesuai untuk diberikan kepada pengguna. Biaya-
biaya yang relevan adalah biaya-biaya yang akan berubah ketika
tingkat penyediaan jasa disesuaikan. Sebagai contoh, tingkat
penyediaan jasa yang lebih rendah bisa mengurangi jumlah
penggunaan orang per tahun dan biaya-biaya yang berhubungan.
Hal ini akan mendukung program pemenuhan personil.
3) Keputusan-keputusan berdasarkan benefit / cost Keputusan
manfaat-biaya (benefit / cost) termasuk mengkaji alternatif suatu
tindakan seperti apakah diluncurkan atau tidaknya suatu program.
Biaya-biaya yang relevan untuk keputusan-keputusan ini adalah
biaya yang akan berubah diantara pilihan-pilihan yang bersaing.
4) Keputusan investasi Keputusan ini adalah keputusan yang
menyangkut perolehan aset, yang merupakan salah satu bentuk dari
keputusan benefit/cost. Keputusan ini biasanya didukung oleh siklus
perhitungan biaya (life cycle costing) yang mengambil atau
memprediksi seluruh biaya modal dan operasional dari suatu aset
sesuai umurnya. Hal ini membantu para pembuat keputusan dalam
menetapkan kapan dan dengan apa untuk mengganti aset. Dengan
demikian penggunaan ASB oleh pemerintah daerah akan
meminimalkan penyerapan APBD dan mendorong penetapan biaya
dan pengalokasian anggaran kepada setiap unit kerja menjadi lebih
logis dan pencapaian efisiensi secara terus menerus karena adanya
perbandingan biaya per unit output juga diperoleh praktik-praktik
terbaik dalam desain aktivitas
.
● Siklus Perencanaan Anggaran Daerah
Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang
mencakup penyusunan kebijakan umum APBD sampai dengan
disusunnya rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses
perencanaan anggaran daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 17
Tahun 2003 serta Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan
APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan.
Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses
penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan
melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan
(MUSRENBANG) yang selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan
juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat
terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan
kalangan dunia usaha.
2. DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang
disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
3. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan
DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan
plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
4. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD
tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon
anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah
bersama DPRD.
5. RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
6. Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat
pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan
perda tentang APBD tahun berikutnya.
7. Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah
tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober
tahun sebelumnya.
8. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan peraturan
daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Dengan
demikian dalam perencanaan anggaran daerah harus melewati
beberapa proses sebelum ditetapkannya anggaran yang akan
dilaksanakan.

● Manfaat Anggaran Berbasis Kinerja


Manfaat yang dapat diperoleh dari anggaran berbasis kinerja
menurut Anggaran dan Puranto (2010:104)
1. Bagi Masyarakat
Sebagai pernyataan pembangunan yang dinyatakan pemerintah
daerah untuk menjawab setiap kebutuhan, tuntutan atau aspirasi
masyarakat (public issues) guna mencapai kesejahteraan
masyarakat. Kebutuhan masyarakat tak terbatas sedangkan
sumberdaya yang tersedia terbatas.
2. Bagi Kepala Daerah selaku Manajemen
Sebagai alat manajemen untuk mengendalikan dan mengarahkan
setiap aktivitas dalam pemerintah daerah agar senantiasa mengacu
kepada rencana yang dibuat.
3. Bagi Aparatur dan Satuan Kerja
Sebagai sarana untuk mendorong setiap satuan kerja untuk lebih
selektif dalam merencanakan aktivitas berdasarkan skala prioritas
daerah, tugas pokok dan fungsi, tujuan serta sasaran, serta
terjaminnya sinkronisasi aktivitas dan terhindarnya tumpang tindih
aktivitas
4. Bagi Stakeholder yang diwakili oleh DPRD
Sebagai media komunikasi dan pertanggungjawaban tentang
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi pemerintah daerah
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, serta
menerangkan kinerja yang telah dilaksanakan

G. Pedoman implementasi penganggaran berbasis kinerja


Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penyusunan ABK adalah :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara
2. Undang-Undang Nomor I Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
3. Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah
6. Draft Revisi Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang
Pedoman Penyusunan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan
Perhitungan APBD.
7. Draft Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) per Oktober 2004.
Dengan pedoman ini diharapkan pemda dapat menerapkan ABK dalam
penyusunan APBD. ABK merupakan metode penganggaran bagi
manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam
kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut
dideskripsikan pada seperangkat tujuan dan sasaran yang dituangkan
dalam target kinerja pada setiap unit kerja. ABK yang efektif akan
mengidentifikasikan keterkaitan antara nilai uang dan hasil, serta dapat
menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut dapat terjadi yang
merupakan kunci pengelolaan program secara efektif. Jika terjadi
perbedaan antara rencana dan realisasinya, dapat dilakukan evaluasi
sumber-sumber input dan bagaimana keterkaitannya dengan
output/outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
program.

Anda mungkin juga menyukai