ASUHAN KEPERAWATAN DI
RUMAH SAKIT DARMO SURABAYA
OLEH :
1120022088
3.Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatanke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
4.Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala fraktur Manifestasi klinis fraktur menurut (Smelzter & Bare,2012)
dalam (Noor, 2016) yaitu:
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang
utuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstermitas
yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung padaintegritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cidera.
5.Penatalaksanaan
Penekanan
MK : Pola napas
pembuluh darah
tidak aktif
7. Konsep Asuhan Keperawatan pasien dengan Fraktur Femur
Asuhan keperawatan diawali dengan mencari data dasar yang akurat berupa
A.Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (Pada umumnya fraktur terjadi pada laki-laki dengan
karena saat usia tua tulang tidak bergenerasi lagi. Pekerjaan juga menjadi
2. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan Utama
keluhan utama pada kasus post operative fracture adalah rasa nyeri.
2) Riwayat Penyakit
Pada klien fraktur / patah tulang nyeri dapat disebabkan karena tindakan
pembedahan.
atau menusuk.
pasien,
e. Time : kapan nyeri itu timbul, dan berapa lama nyeri berlangsung,
yaitu, 10 : Nyeri sangat berat, 6-8 : Tipe nyeri berat, 3-6: Tipe nyeri
sedang, 1-3 : Tipe nyeri ringan. Sedangkan skala intesitas nyeri sebagai
berikut, 0 : Tidak ada nyeri, 1 : Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut
atau mules, 4 : Nyeri seperti kram dan kaku, 5 : Nyeri seperti tertekan
atau bergerak, 6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk, 7-9 : Sangat nyeri
tetapi dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas, 10: Sangat dan tidak
Pada klien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma atau
tulang atau tidak sebelumnya dan ada atau tidaknya klien megalami
5) Riwayat Psikososial
dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan Tanda – Tanda Vital Adanya fraktur atau patah
tulang dan kelemahan; suhu tubuh tinggi; nadi cepat, lemah, kecil
2) Sistem Tubuh
a. B1 (Bright / penafasan)
Inspeksi : Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada
Tidak ada nyeri tekan, gerakan vokal fremitus antara kanan dan
b. B2 (Blood / sirkulasi)
lupdup tidak ada suara tambahan seperti mur mur atau gallop
d. B4 (Bladder / perkemihan)
urin jernih, buang air kecil 3-4 x/hari. Palpasi : Tidak ada nyeri
e. B5 (Bowel)
abdomen normal tidak asites. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan atau
masa abnormal
f. B6 (Musculoskeletal)
Nasir, 2016).
2) Pola Aktivitas
banyakdibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
beberapa bentuk
Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indra yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga
metalikment.
8. Diagnosa Keperawatan
tentang masalah pasien yang nyata serta penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah
9.Intervensi Keperawatan
membaik.
intensitas nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, N. S. B. S., Rahmadian, R., & Yulia, D. (2020). Gambaran Kejadian Fraktur
Femur di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016-2018. Jurnal Ilmu Kesehatan
Indonesia, 1(3), 358–363.
Apley, A. ., & Solomon. (2017). System of Orthopaedics and Trauma: Principles of
Fractures (10th ed.). CRS Press.
Asikin, M., & Nasir, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Muskuloskeletal.
Penerbit Erlangga.
Brunner dan Suddarth. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC.
Dinarti & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Dinarti, D., & Mulyanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan, Kem-Kes RI.
15
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSE HAEMORROID
Penyusun :
DWI WORO WIDAYATI
NIM 1120022088
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSE HAEMORROID
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Hemoroid adalah Suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus Hemoroidalis
(Muttaqin, 2011). Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena hemoroidalis
dengan penonjolan membrane mukosa yang melapisi daerah anus dan rectum (Nugroho,
2011). Hemoroid (wasir) merupakan dilatasi karena varises pada pleksus venosus di
submukosa anal dan parianal (Mitchell, 2006).
2. Etiologi
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemorrhoidalis
yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti :
a. Mengedan pada buang air besar (BAB) yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu
lama duduk di jamban sambil membaca, merokok)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor abdomen)
d. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan hormonal)
e. Usia tua
f. Konstipasi kronik
g. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
h. Hubungan seks peranal
i. Kurang minum air dan kurang makan-makanan berserat (sayur dan buah)
j. Kurang olahraga/imobilisasi
3. Manifestasi Klinis
Menurut (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012) tanda dan gejala pada
hemoroid yaitu :
a. Rasa gatal dan nyeri, bersifat nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah
cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan yang berlangsung sangat singkat.
(Andarmoyo, 2013).
b. Pendarahan berwarna merah terang pada saat pada saat BAB.
c. Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang
disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah dalam hemoroid) sehingga dapat
menimbulkan iskemia dan nekrosis pada area tersebut.
17
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan colok dubur : Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum, pada hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena
didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri
b. Anoskop: Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar
c. Proktokoresigmoidoskopi: Untuk memastikan bahwa keluhan bukan di sebabkan
oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Konservatif
a. Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari
obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein
b. Perubahan gaya hidup lainya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari
konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptic dapat mengurangi
gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang
berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen
flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas
serta efek anti inflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya.
(Acheson,A.G)
2. Pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat 1 yang tidak membaik dengan penatalaksanaan
konservatif maka dapat dilakukan Tindakan pembedahan HIST(hemorrhoid institute
of south texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rectum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fissure.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.
Penatalaksanaan luka post operasi hemoroidektomi merupakan Tindakan untuk
merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang
(masuk melalui luka) dan mempercepat penyembuhan luka. Selain itu, perawatan
hemoroidektomi juga dapat dilakukan dengan cara keluhan dikurangi rendam duduk
menggunakan larutan hangat untuk mengurangi nyeri atau gesekan pada waktu
berjalan dan sedasi (Brunner & Suddarth, 2013).
18
WOC HAEMOROID
Sering mengejan, Faktor kongenital dinding
Tumor, Obesitas, duduk/berdiri terlalu lama
Konstipasi pembuluh darah yg lemah
Hemoroid
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Trombosis
Gesekan dengan feces
Ruptur Pembuluh darah Merangsang saraf diameter kecil
Prolaps Vena Hemoroid Vena Hemoroidalis interior robek
Kerusakan jaringan kulit anal Gate control terbuka
Takut Untuk BAB Trombosisi dalam hemoroid
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik d.d
Data mayor :
Subyektif : Mengeluh nyeri
Obyektif :Tampak meringis, Bersikap protektif, Gelisah, Nadi meningkat Sulit
tidur
Data Minor
Subyektif: tidak tersedia
Obyektif :
Tekanan darah meningkat, Pola nafas berubah, Menarik diri, Berfokus pada diri
sendiri, Nafsu makan berubah,Proses berfikir terganggu
Subyektif
Mengejan saat defekasi,
Obyektif
Distensi abdomen, Kelemahan umum, Teraba massa pada rectal
4. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisiologis
1) Manajemen Nyeri
Observasi
Terapeutik
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2) Pemberian Analgetik
Terapeutik
23
Edukasi
Kolaborasi
a) Kolaborasi
b) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
Intervensi Keperawatan:
Manajemen Konstipasi
Observasi
a) Periksa tanda dan gejala konstipasi
b) Periksa pergerakan usus dan karakteristik feses
c) Identifikasi faktor resiko konstipasi
Terapeutik
24
Edukasi
a) Anjurkan diet tinggi serat
b) Lakukan masase abdomen jika perlu
c) Lakukan evakuasi feses secara manual jika perlu
d) Berikan enema atau irigasi jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi penggunaan obat pencahar jika perlu
Edukasi
2) Perawatan Luka
Observasi
a) Monitor karakteristik luka (mis: drainase,warna,ukuran,bau
b) Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik
a) lepaskan balutan dan plester secara perlahan
b) Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
c) Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
d) Bersihkan jaringan nekrotik
e) Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
f) Pasang balutan sesuai jenis luka
g) Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka
h) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
i) Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai kondisi pasien
j) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
k) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
Edukasi
a) Jelaskan tandan dan gejala infeksi
b) Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein
c) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
Referensi
RESUME
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA PASIEN BPH
Penyusun :
DWI WORO WIDAYATI
NIM 1120022088
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSE BPH
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non-kanker. Ini
adalah gangguan urologi yang umum pada pria yang berusia di atas 50 tahun.
Pembesaran prostat ini menyebabkan uretra, saluran yang mengalirkan air kemih keluar
dari penis, terjepit dan menyempit. Ini menyumbat pembuangan air kemih keluar dari
kandung kemih dan diperlukan tekanan lebih besar untuk membuang air kemih.
2. Etiologi
Penyebab BPH tidak diketahui.
a. BHP dapat terjadi akibat penumpukan hormon dihidroksitestoteron (DHT) pria,
yaitu testosteron yang terlibat dalam pertumbuhan prostat. Penyebab level DHT
yang tinggi belum dipahami sepenuhnya.
c. Perubahan hormon lainnya mencakup level estrogen yang rendah (hormon wanita)
dan ketidakseimbangan dalam faktor pertumbuhan lainnya yang mengendalikan
pembagian sel dan kematian sel.
3. Manifestasi Klinis
Gejala umum BPH mencakup:
a. Darah dalam air kemih
b. Perlu lebih menekan dan mengejan untuk memulai pembuangan air kemih
c. Pembuangan air kemih tersendat dan terganggu
d. Merasa seakan kantung kemih belum sepenuhnya dikosongkan setelah membuang
air kemih.
e. Secara tiba-tiba tidak mampu untuk mengeluarkan air kemih (retensi air kemih akut)
f. Tiba-tiba terdesak ingin membuang air kemih
g. Membuang air kemih lebih sering, terutama di malam hari
h. Kebocoran air kemih
4. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan melakukan wawancara medis untuk
mengetahui gejala yang dialami oleh pasien. Dokter juga umumnya akan melakukan
pemeriksaan fisik seperti:
29
b. Tes urine. Menganalisis sampel urine dapat membantu menyingkirkan infeksi atau
kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala serupa.
c. Tes darah. Hasilnya dapat menunjukkan apakah ada masalah atau tidak pada ginjal.
d. Tes darah antigen spesifik prostat (PSA). PSA adalah zat yang diproduksi di prostat.
Kadar PSA meningkat ketika mengalami pembesaran prostat. Namun, peningkatan
kadar PSA juga dapat disebabkan oleh prosedur baru-baru ini, infeksi, pembedahan,
atau kanker prostat.
Setelah itu, dokter mungkin merekomendasikan tes tambahan seperti tes aliran urine,
tes volume residu pasca void. Namun, jika lebih kompleks, dokter juga akan
melakukan pemeriksaan seperti USG transrektal, biopsi prostat, studi aliran urodinamik
dan tekanan, hingga sistoskopi.
5. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Menurut penelitian, risiko terkena pembesaran prostat jinak (BPH) dapat dicegah melalui
konsumsi makanan yang kaya akan serat dan protein, serta rendah lemak. Hindari
juga konsumsi daging merah. Makanan berserat tinggi antara lain kacang hijau,
beras merah, brokoli, gandum, kubis, lobak, bayam, apel dan gandum. Sedangkan,
makanan berprotein tinggi antara lain ikan, telur, kacang kedelai, dada ayam, susu
rendah lemak dan keju.
b. Pengobatan
Bila pengobatan mandiri tidak bisa meredakan gejala, dokter dapat meresepkan
obat-obatan berikut:
Selain itu, jika tingkat keparahan gejala menengah hingga parah, metode operasi
juga akan dianjurkan oleh dokter. Terdapat beberapa jenis operasi yang juga dapat
dilakukan, salah satunya seperti Transurethral resection of the prostate (TURP).
Metode operasi tersebut merupakan metode operasi yang paling umum dilakukan
untuk mengangkat kelebihan jaringan prostat.
31
WOC BPH Idiopatik Penuaan
Perubahan keseimbangan
estrogen dan testoteron
BPH
B1 B2 B3 B4 B5 B6 Tindakan Operasi
Menghambat aliran Hiperiritable pada blader Terbentuknya Nyeri Akut Risiko Perdarahan
urine divertikel buli-buli
Peningkatan kontraksi
Bendungan vesika otot pada buli-buli Lower Urinari Tract Syndrome Penurunan pertahanan tubuh
urinaria
Kontraksi otot supra pubik
Statis urine
Gejala obstruktif Gejala Iritatif Risiko Infeksi
Tekanan mekanis Urgensi
Pancaran lemah
Media berkembangnya BAK tidak teratur Nokturia
patogen Merangsang nasiseptor Dysuria
medula spinalis
a. Riwayat keperawatan
BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada pasien. Secara
umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang air kecil dan beberapa
waktu kemudian dapat berkurang dan baik lagi
b. Keluhan utama
Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi dengan cermat.
Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang keluhan yang
dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual muntah, dan
sebagainya.
Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan keluarga.
Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul.
d. Pola eliminasi
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi, urgensi,
anuria, hematuria.
e. Pola eliminasi
33
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi, urgensi,
anuria, hematuria.
g. Pola tidur
h. Pola peran
i. Pemeriksaan fisik
Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa ada tidaknya gejala
komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya.
j. Pemeriksaan diagnostic
Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil laboratorium. Perhatikan adanya
kesan pembesaran prostat, hidroureter, hidronefrosis, hipeureki, peningkatan
kratinin, leukosit, anemia, dan sebagainya.
k. Program terapi
2. Diagnosa Keperawatan
Subjektif
Sensasi penuh pada kandungan kemih
Objektif
1) disuria/anuria
2) Distensi kandung kemih
Subjektif
Dribbling
Objektif
1) Inkontinensia berlebih
2) Residu urin
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
35
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) pola napas berubah
3) nafsu makan berubah
4) proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
Subjektif.
1) Merasa bingung.
2) Merasa khawatir dengan akibat.
3) Sulit berkonsenstrasi.
Objektif.
1) Tampak gelisah.
2) Tampak tegang.
3) Sulit tidur
36
Subjektif.
1) Mengeluh pusing.
2) Anoreksia.
3) Palpitasi.
4) Merasa tidak berdaya.
Objektif.
1) Frekuensi napas meningkat.
2) Frekuensi nadi meningkat.
3) Tekanan darah meningkat.
4) Diaforesis.
5) Tremos.
6) Muka tampak pucat.
7) Suara bergetar.
8) Kontak mata buruk.
9) Sering berkemih.
10) Berorientasi pada masa lalu.
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kriteria hasil
1) Sensasi berkemih meningkat
2) Desakan berkemih (urgensi) menurun
3) Berkemih tidak tuntas (hesistancy) menurun
4) Volume residu urin menurun
5) Urin menetes (dribbling) menurun
6) Nokturia menurun
7) Mengompol menurun
8) Enuresis menurun
9) Disuria menurun
10) Frekuensi BAK membaik
11) Karakteristik urin membaik
Intervensi Keperawatan:
1) Kateterisasi urine
a) Periksa kondisi pasien (mis, kesadarn, tanda tanda vital, daerah perineal,
distensi kandung kemih, inkontenesua urine, reflex berkemih)
b) Siapkan peralatan, bahan bahan dan ruangan tindakan
c) Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben
d) Pasang sarung tangan
e) Bersihkan daerah perineal atau proposium dengan cairan NaCl atau
aquadest
f) Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
g) Sambungkan kateter urine dengan urine bag
h) Isi balon dengan dengan Nacl 0.9 % sesuai anjuran pabrik
i) Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
j) Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
k) Berikan label waktu pemasangan
l) Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
m) Anjurkan menarik nafas saat insersi selang cateter
38
2) Manajemen cairan
a) Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
b) Monitor berat badan harian
c) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat
jenis urin , BUN)
d) Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
e) Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
f) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
g) Berikan cairan intravena bila perlu
h) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
Kriteria hasil
1) Keluhan nyeri menurun
2) Merigis menurun
3) Sikap protektif menurun
4) Gelisah dan kesulitan tidur menurun
5) Anoreksia, mual, muntah menurun
6) Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
7) Pola napsa dan tekanan darah membaik
Intervensi Keperawatan:
1) Manajemen Nyeri
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
39
2) Pemberian Analgetik
a) Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
b) Identifikasi riwayat alergi obat
c) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
40
Kriteria hasil
1) Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi
menurun
2) Perilaku gelisah dan tegang menurun
3) Palpitasi, tremor, dan pucat menurun
4) Konsentrasi dan pola tidur membaik
5) Orientasi membaik
Intervensi:
Reduksi ansietas
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan
stressor.
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal
41
5. Diagnosa, Luaran dan Intervensi Keperawatan pada Askep BPH Post Operasi
Kriteria hasil
1) Kebersihan tangan dan badan meningkat
2) Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak menurun
3) Periode malaise menurun
4) Periode menggigil, letargi, dan ganggauan kognitif menurun
5) Kadar sel darah putih membaik
Intervensi Keperawatan:
Pencegahan Infeksi
42
Kriteria hasil
1) Asupan cairan meningkat
2) Haluaran urin meningkat
3) Kelembaban membram mukosa meningkat
4) Tekanan darah membaik
5) Denyut nadi radiel membaik
6) Tekanan arteri rata-rata membaik
Intervensi Keperawatan:
1) Manajemen Cairan
a) Monitor status hidrasi seperti frekwensi nadi, kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah.
b) Monitor berat badan harian
c) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Seperi Hematokrit, Na, K, Cl,
berat jenis urin , BUN.
d) Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
43
2) Pemantauan Cairan
a) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b) Monitor frekuensi nafas
c) Monitor tekanan darah
d) Monitor berat badan
e) Monitor waktu pengisian kapiler
f) Monitor elastisitas atau turgor kulit
g) Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
h) Monitor kadar albumin dan protein total
i) Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit,
natrium, kalium, BUN)
j) Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urine menurun,
hematokrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine meningkat, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
k) Identifikasi tanda-tanda hypervolemia seperti Dyspnea, edema perifer,
edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojogular
positif, berat badan menurun dalam waktu singkat.
l) Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
m) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
n) Dokumentasi hasil pemantauan
o) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
p) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
44
Kriteria hasil
1) Membran mukosa lembab meningkat
2) Kelembaban kulit meningkat
3) Hemoptisis menurun
4) Hematemesis menurun
5) Hematuria menurun
6) Hemoglobin membaik
7) Hematokrit membaik
Intervensi Keperawatan
1) Observasi
a) Monitor tanda dan gejala perdarahan
b) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan
darah
c) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
d) Monitor koagulasi (mis: prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau platelet)
2) Terapeutik
a) Pertahankan bed rest selama perdarahan
b) Batasi tindakan invasive, jika perlu
c) Gunakan kasur pencegah decubitus
d) Hindari pengukuran suhu rektal
3) Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
b) Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
c) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
45
Referensi
OLEH :
1120022088
A. Kasus Penyakit
1. Definisi
Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan
frekuensi BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila BAB sudah lebih
dari 3 kali sehari buang air besar, dan sedangkan neonatus dikatakan diare jika sudah
buang air besar sebanyak lebih dari 4 kali dalam sehari. (Lia dewi, 2014).
Diare adalah suatu keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3
kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau
2. Manifestasi klinis
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan manifestasi klinis dari diare, yaitu:
i. Diare.
j. Pontanel cekung
49
3. Woc
50
4. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada diagnos medis diare
adalah :
basa.
5. Pengobatan
Menurut Lia dewi (2014) prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut:
c. Obat-obatan
B. Riwayat Penyakit
1. Pengkajian
a. Identifikasi: nama. Inisial, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, agama,
tanggal masuk rumah sakit, penanggung jawab mengenai orang tua, pekerjaan
orang tua, pendidikan orang tua, umur, suku bangsa dan alamat
b. Keluhan Utama Perasaan yang timbul gelisah, buang air besar lebih dari 3 kali,
c. Pemeriksaan Fisik
51
Keadaan umum
Pada berat badan pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi
kehilangan berat badan 3%, diare dengan dehidrasi dengan 6% dan diare
rontok, tidak ada benjolan, ubun- ubun besar cekung, mengukur lingkar
kepala.
Pemeriksaan mulut diare tanpa dehidrasi: mulut dan lidah basah, diare
dehidrasi ringan: mulut dan lidah kering, diare dehidrasi berat: mulut dan
ada les, bising usus meningkat, supel. e. Sistem integumen Warana kulit
2. Diagnosa (SDKI,2018)
a. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif d.d turgor pada kulit menurun (D.0023)
b. Diare b.d malbsorpsi d.d defekasi lebih dari tiga kali dengan konsistensi fases
lembek (D.0020)
3. Intervensi
Hipovolemi b.d
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24
Manajemen hipovolemia (I.03116)
52
kehilangan cairan jam diharapkan keseimbangan cairan Periksa tanda dan gejala
aktif d.d turgor (L.05020) meningkat dengan kriteria hipovolemia
5. Turgor kulit
konsistensi fases
1. Kontrol pengeluaran fases meningkat pemberian makanan
tersedia) Data
4. Peristaltik usus membaik frekuensi, dan konsistensi
objektif tinja
subjektif makanan
usus hiperaktif
subjektif (tidak
2. Kejang menurun akibat hipertermia
tersedia) Data
3. Pucat menurun 4. . Sediakan
1. Suhu tubuh
5. Suhu kulit membaik dinggin
diatas nilai
6. Tekanan darah membaik 5. Longgarkan atau
tersedia) eksternal
4. IMPPLEMENTASI
Implementasi keperawatan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu pasien dalam masalah status kesehatan. Status kesehatan yang dikelola
pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor lain yang
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, evalusi pada dasarnya
membandingan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang telah
BPH
A. Kasus Penyakit
1. Definisi
BPH (Benign Prostatic Hyperthropy) atau bisa disebut Hipertrofi Prostat Jinak merupakan
kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh meningkatnya ukuran zona
dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat. BPH adalah pembesaran prostat yang
mengenai uretra dan menyebabkan gejala uritakaria. Selain itu Hiperplasia Prostat
Benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria
lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
2. Manifestasi klinis
Menurut Nuari 2017, manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH disebut sebagai
syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, antara lain:
a. Gejala obstruktif
- Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
- Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing d. Pancaran lemah
dapat melampaui tekanan di uretra e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang
b. Gejala iritasi
- Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
- Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
3. Woc
57
Pemeriksaan penunjang
Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH adalah
antara lain:
a. Sedimen urin Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
slauran kemih.
b. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
c. Foto polos abdomen Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau
kalkulosa prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
d. IVP (Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter
prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya
4. Pengobatan
Terapi medikametosa atau farmakologi dilakukan pada pasien BPH tingkat sedang, atau
dapat juga dilakukan sebagai terapi sementara pada pasien BPH tingkat berat. Tujuan
2008).
5. Penatalaksanaan
Menurut Nuari 2017, penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada penyebab, keparahan
obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH antara lain:
b. Terapi medikamentosa
c. Terapi bedah
d. Terapi invasif
e. Kateterisasi urine
C. Riwayat Penyakit
1. Pengkajian
berat pada pasien. Secara umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit
buang air kecil dan beberapa waktu 19 kemudian dapat berkurang dan baik lagi.
b. Keluhan utama Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi
dengan cermat. Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang
keluhan yang dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual
penyakit yang dilakukan pasien dan keluarga. Termasuk dalam hal apa yang
59
d. Pola eliminasi Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi,
e. Pola aktivitas dan latihan Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan
masalah BAK, misalnya kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi,
dan sebagainya.
tidur.
g. Pola peran Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan
berkemih.
i. Pemeriksaan diagnostik Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil
2. Diagnosa
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
a. Pre Operasi:
60
b. Post Operasi
3. Intervensi
(preop), agen
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan - Berikan teknik
hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
pemilihan strategi
meredakan nyeri
RESUME CA PARU
A. KONSEP PENYAKIT
62
1. Definisi
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal
dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer
adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus/bronchogenic
carcinoma) (Kemenkes RI, 2017). Kanker paru atau disebut karsinoma bronkogenik
merupakan tumor ganas primer sistem pernapasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan
berasal dari mukosa percabangan bronkus (Nurarif & Kusuma, 2015). Kanker paru adalah
keganasan yang berasal dari luar paru maupun yang berasal dari paru sendiri (primer), dimana
kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas
yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan. (Purba & Wibisono,
2015).
2. Manifestasi Klinis
Nafas dangkal
Batuk
Trosseau Syndrome
Nyeri dada
Sesak nafas
63
3. Woc
64
65
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kanker paru ini adalah pemeriksaan laboratorium.
b. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas;
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ lainnya;
dan
d. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh baik oleh
5. Pengobatan
Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau
sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB
dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika
tampilan umum pasien baik (Karnofsky >60; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah
6. Penatalaksanaan
penatalaksanaan pada penyakit kanker paru dibagi berdasarkan klasifikasinya. Pada kanker
paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), terdiri dari berbagai jenis, antara lain adalah
karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma, karsinoma bukan sel kecil (KBSK)
adalah bedah, radiasi, dan kemoterapi. Penatalaksanaan kanker paru karsinoma bukan sel kecil
antara lain:
66
a. Bedah
Terapi utama utama untuk sebagian besar KPBSK, terutama stadium I-II dan stadium IIIA
yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat
kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi
b. Radioterapi
Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat berperan di
semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun
paliatif. Radioterapi dapat diberikan pada stadium I yang menolak dilakukan operasi setelah
evaluasi bedah thoraks dan pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan
kemoterapi. Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca
operasi merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan sebagai paliatif atau
c. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau sebagai
adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB
dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan
jika tampilan umum pasien baik. Kemoterapi adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan
stadium lanjut.
B. Riwayat Penyakit
1. Pengkajian
67
Pada klien dengan Ca paru sebagian besar akan merasakan sesak dan menganggap sesak
tersebut adalah sesak biasa karena pada klien Ca paru pada fase awal akan jarang
menimbulkan gejala. Gejala akan timbul biasanya jika Ca paru sudah semakin meluas.
Sehingga klien tidak terlalu perhatian dengan gejala yang dirasakannya pada gejala awal
- Antropometeri : dilakukan dengan menghitung TB, BB, dan IMT. Biasanya pada klien
dengan Ca Paru apabila terjadi pada tipe adenokarsinoma akan mengalami penurunan
- Clinical Sign : dilakukan dengan mengkaji status umum pasien meliputi mukosa bibir,
- Diet Pattern : dilakukan dengan mengkaji bagaimana pola makan pasien saat ini. Pada
umumnya pada klien dengan Ca paru jika mengalami sesak nafas maka nafsu makan
- Pola eliminasi:
BAK
o Warna : Kuning
68
Karakter : Cair
Karakter : Keras
Kemandirian : Dibantu
Makan / minum ✓
Toileting ✓
Berpakaian ✓
Berpindah ✓
69
Ambulasi / ROM ✓
- Status Oksigenasi :
RR meningkat
1. Durasi : berkurang
Pasien mampu berhitung dan mengingat apa yang telah dilakukan oleh perawat
Gambaran diri: Klien biasanya mengkhawatirkan jika dia tidak bisa bekerja
seperti biasanya
Harga diri: Klien biasanya merasa malu memiliki penyakit kanker dan
70
e. Peran Diri : Pasien dengan Ca paru biasanya adalah seseorang dalam usia produktif
Pola seksualitas
Fungsi reproduksi
Klien dengan Ca paru biasanya akan lebih menjauh dari orang-orang sekitarnya
karena khawatir penyakitnya akan menular seperti TBC dan penyakit paru lainnya
penyakit tersebut
71
pegangan hidup
a. Keadaan umum:
b. Tanda vital:
inflamasi
1. Kepala
Inspeksi: kepala simetris, rambut tersebar merata berwarna hitam kaji uban),
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat lesi, tidak ada perdarahan, tidak
ada lesi.
2. Mata
Inspeksi: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks pipil
terhadap cahaya (+/+), kondisi bersih, bulu mata rata dan hitam
72
3. Telinga
Inspeksi: telinga simetris, lubang telinga bersih tidak ada serumen, tidak ada
kelainan bentuk.
4. Hidung
pernafasan
5. Mulut
Inspeksi: mukosa bibir lembab, mulut bersih, lidah berwarna merah, gigi
6. Dada
Paru Jantung
Inspeksi: Betuk dada kadang tidak simetris, Inspeksi: Tidak ada pembesaran jantung
kaji adanya retraksi dada Palpasi: Tidak ada edema dan nyeri tekan
kaji adanya kemungkinan flail chest Auskultasi: Tidak ada bunyi jantung
Wheezing
7. Abdomen
Inspeksi: bentuk
tekan
Auskultasi: Kaji adanya penurunan bising usus karena penurunan nafsu makan
8. Urogenital
74
9. Ekstremitas
sesak nafas Palpasi: akral dingin, tidak ada edema, tugor kuit
baik.
2. Diagnosa
1. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan himoptosis atau bronkiektasis dan
atelektasis
3. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan obstruksi bronkus atau sumbatan
75
mediastinum
3. Intervensi
f. Takikardia membaik
e. Dokumentasikan hasil
g. Pola napas membaik
pemantauan
h. Kesadaran membaik
f. Jelaskan tujuan dan prosedur
i. Rasa nyaman meningkat
pemantauan
j. Warna kulit membaik
76
RESUME UROLITIASIS
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada
di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada
pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau
penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal.
Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri
disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu
tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin.
Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa
centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa
sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine
berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2012)
2. Manifestasi klinis
77
a. Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non
kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnasi batu pada saluran kemih
sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar. Nyeri kolik juga
karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
sehingga terjadi peregangan pada saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non
kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi infeksi pada ginjal
ginjal. Rasa nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak turun dan
rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada wanita. Nyeri
b. . Gangguan miksi Adanya batu pada saluran kemih, maka aliran urin mengalami
penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Batu dengan ukuran
kecil mungkin dapat keluar secara 34 spontan tetapi batu dengan ukuran yang
mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini
akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang
pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya
d. Mual dan muntah Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi
ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien
mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi HCl pada lambung. Namun,
e. Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda
dibidang urologi, dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan
anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis 35 dan segera
f. Distensi vesika urinaria Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika
urinaria akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu,
akan teraba bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika
(Purnomo, 2011).
79
3. Woc
80
81
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium:
o Urinalisa : warna urin berubah kuning, coklat gelap, berdarah menunjukan SDM, SDP,
Kristal (sistin, as. Urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus, pH asam, dan
o Urine 24 jam : terjadi peningkatan kreatinin, as. Urat, kalsium, fosfat, oksalat, ataupun
sistin.
o Hb/ht: abnormal boila pasien dehidrasi nitrat atau polisitemia terjadi mendorong
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
Tujuan pembuatan foto polos abdomen adalah untuk melihat kemungkinan adanya batu
radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsiumfosfat bersifat
radioopak dan paling sering dijumpai pada diantara batu-baru jenis lain sedangkan batu
Tujuannya menilai keadaan anatoni dan fungsi ginjal serta mendeteksi adanya batu semi
opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum
dapat menjelaskan keadaan system kandung kemih akibat adanyapenurunan fungsi ginjal
d. Ultrasonografi
e. CT- Scan
Mengidentifikasi dan menggammbarkan kalkuli dan masa lain : ginjal, ureter, dan
5. Pentalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan ini adalah untuk menghilangkan batu, mencegah kerusakan
Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada batu saluran empedu diantaranya:
a. Terapi diet
83
Terapi diet ini terdiri dari terapi nutrisi dan terapi cairan. Terapi nutrisi berperan penting dalam
mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat serta menghindari makanan tertentu dalam
diet juga dapat mencegah pembentukan batu. Setiap klien yang memiliki riwayat batu renal harus
minum paling sedikit 8 gelas air (+ 2-3 liter) dalam sehari untuk mempertahankan urin encer,
kecuali dikontraindikasikan. Natrium selulosa fosfat telah diteliti lebih efektif dalam mencegah
batu kalsium.
b. Terapi Farmakologi
(1) Antispasmodik
(2) Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada
pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah dikeluarkan, batu ginjal
dapat dianalisis dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat
pembentukan batu berikutnya. Urin yang asam harus dibuat basa dengan preparat sitrat
(Chang 2009).
(3) Analgesik
Opioid (injeksi morfin sulfat, petidin hidroklorida) atau obat AINS (NSAID’s) seperti
c. Terapi Kimiawi
a. Diuretik (tiazid) : Menurunkan eksresi kalsium ke dalam urin dan menurunkan kadar
b. Alupurinol (zyloprim) : Mengatasi batu asam dengan menurunkan kadar asam urat
plasma dan ekskresi asam urat ke dalam urin. Efek samping mual, diare, vertigo,
d. Herbal
Jus kulit manggis dan daun sirsak penghancur batu ginjal paling ampuh tanpa
menimbulkan efek samping. Daun sirsak berfungsi sebagai diuretik alami penghambat
terjadinya pembentukan batu yang baru dan penghancur batu yang telah terbentuk dengan
sangat efektif. Selain itu juga sebagai antioksidan yang sangat tinggi berguna untuk
meningkatkan daya tahan tubuh serta dapat mencegah infeksi dan melancarkan peredaran
darah sehingga urin (hasil buangan akhir lebih sempurna). Serta banyak lagi kandungan
C. Riwayat penyakit
1. Pengkajian
- Identitas Klien : terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan,
- Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Keluhan dari klien bergantung pada posisi atau letak batu, ukuran batu, dan
penyulit yang ada. Nyeri akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik di daerah
abdomen bagian bawah yakni berawal dari area renal meluas secara anterior dan
pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati
testis. Nyeri yang dirasakan bisa berupa nyeri kolik atupun non kolik. Nyeri kolik
hilang timbul akibat spasme otot polos ureter karena peningkatan aktivitas untuk
mengeluarkan batu. Sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul
ureter karena hidronefrosis atau infeksi pada ureter. Apabila urolithiasis disertai
dengan adanya infeksi maka demam juga akan dikeluhkan. Keluhan kencing seperti
disuria, retensi urin atau gangguan miksi lainnya dikeluhkan klien saat pertama
keparahan penyakit maka nyeri mulai dirasakan dan nyeri ini bersifat progresif.
Respon dari nyeri itu sendiri yakni munculnya gangguan gastrointestinal, seperti
asupan nutrisi umum. Mengkaji berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut
dirasakan, apa yang dilakukan, kapan keluhan tersebut muncul adalah penting untuk
malignansi), dan riwayat hipertensi yang bisa menjadi faktor penyulit pada kasus
yang tinggi.
Keluarga pernah menderita urolithiasis, adanya riwayat ISK, riwayat hipertensi, riwayat
kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout, riwayat penyakit usus halus, riwayat
- Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher: Kepala normal dan bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
3) Hidung : Hidung normal, jalan nafas efektif, tidak menggunakan pernapasan cuping hidung.
87
5) Mulut dan gigi : mukosa bibir kering atau lembab, tidak ada peradangan pada mulut, mulut dan
lidah bersih.
6) Dada
(3) Perkusi : Tidak ditemukan adanya penumpukan sekret, cairan atau darah di daerah
paru.
7) Abdomen
(4) Perkusi : -
8) Genetalia : Hasil pengkajian keadaan umum dan fungsi genetalia tidak ditemukan adanya
10) Pola Sirkulasi : Adanya peningkatan TD/nadi (nyeri, anseitas, gagal ginjal). Kulit hangat dan
kemerahan, pucat.
11) Pola Eliminasi : Riwayat adanya ISK Kronis atau obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Terjadi penurunan haluaran urin yang ditandai dengan adanya rasa seperti terbakar, oliguria,
12) Pola intake makanan dan cairan : Klien mual dan muntah, nyeri tekan pada abdomen. Diet
88
rendah purin, kalsium oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum
air dengan cukup yang ditandai dengan distensi abdomen, penurunan suara bising usus.
13) Nyeri: Terjadi secara akut atau bisa juga terjadi nyeri kronik. Lokasi nyeri tergantung pada
lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebral (CVA) dan dapat menyebar
ke seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha serta genitalia. Nyeri dangkal
konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan
sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain yang ditandai dengan
2. Diagnosa
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan pada pasien batu renal
3. Intervensi
imajinasi terbimbing,
d. Tidak gelisah
kompres hangat dingin,
terapi bermain
pencahayaan, kebisingan)
pemilihan strategi
meredakan nyeri
91
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck G. et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier:
Saunders
Diyono & Mulyanti, Sri. (2019). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Urologi.
Nuari & Widayati.2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta: Deepublish.
Pearl, MS., Nakada, SY. 2009. Medical and Surgical Management of Urolithiasis.
Informa: UK
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa