Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

BELAJAR PEMBELAJARAN BIOLOGI


“TEORI KONSTRUKTIVISTIK”

Dosen Pembimbing : Dr. H. Sofyan Tsauri, MM.


Disusun Oleh:

Kelompok 7
Kelas : Biologi 1
1. MUHAMMAAD ABDILLAH (T20178004)
2. DERRIS MAULIDAH F. ( T20178006)
3. IMROATUS SHOLIHAH (T20178017)
4. WINDI VIO ARISKA (T20178028)
5. IRMA AIDYA F. (T20178036)

TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam interaksi
tersebut, proses perubahan perilaku terjadi akibat dari pengalaman dan latihan.
Tentu saja hal tersebut tak lepas dari peran seorang guru.Guru merupakan
elemen penting dalam setiap aktivitas pembelajaran. Oleh karena itu seorang
guru dituntut untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif. Maksud dari kata
efektif disini yakni, guru diharapkan menerapkan teori, metode, media,
maupun teknik komunikasi yang sesuai dan tepat kepada peserta didik.
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan
terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah
konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar
pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga
mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas
masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga
kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung
kepada benda-benda konkret. Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal
siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik
tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat
memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya
untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai
proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan dimana
mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus
membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut agar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, kami melakukan penelitian konsep
untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar konstruktivisme
ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk
pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya
peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan
konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari
lingkungan kehidupannya sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konstruktivistik ?
2. Bagaimana ciri-ciri dan prinsip belajar teori belajar konstruktivistik ?
3. Bagaimana konsep dasar teori belajar kontruktivistik ?
4. Bagaimana konsep dasar teori belajar konstruktivistik oleh beberapa
Tokoh ?
5. Bagaimanaimplikasi konstruktivisme dalam pembelajaran ?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori belajar konstruktivistik ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian konstruktivistik.
2. Menjelaskan ciri-ciri dan prinsip belajar teori belajar konstruktivistik.
3. Menjelaskan konsep dasar teori belajar kontruktivistik.
4. Menjelaskan konsep dasar teori belajar konstruktivistik oleh beberapa
Tokoh.
5. Menjelaskan implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran.
6. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan teori belajar konstruktivistik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Konstruktivistik


Istilah contructivistic atau contructivism (dalam Bahasa Indonesia
diserap menjadi konstruktivistik/konstruktivisme) berasal dari kata kerja
Inggris “to construct”. Kata ini merupakan serapan dari bahasa latin
“construere” yang berarti menyusun atau membuat struktur. Menurut Trianto
(2007) konstruktivistik merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan
kontekstual, yaitu pendekatan yang dibangun sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-
tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diangkat tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan
itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Konsep inti konstruktivistik adalah proses penstrukturan atau
pengorganisasian. Secara istilah, konstruktivistik merupakan suatu aliran
filsafat ilmu, psikologi dan teori belajar mengajar yang menekankan bahwa
pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Sukiman, 2008).
Konstruktivistik sebenarnya bertitik tolak dari pandangan kognitivistik,
dimana pengetahuan dibina secara aktif oleh individu yang berfikir. Individu
ini tidak menyerap secara pasif berbagai pengetahuan yang disampaikan oleh
gurunya (Pusat Perkembangan Kurikulum, 2001). Teori belajar
konstruktivistik merupakan teori belajar yang menekankan pada pengalaman
belajar, tidak semata pengalaman kognitif. Konstruktivistik mengakibatkan
siswa kreatif dan aktif. Dengan pembelajaran konstruktivistik, pembelajaran
tidak terpusat pada guru, konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi
dan mentransformasi informasi baru.1

1
Husamah, dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Malang : Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang,
2018), hlm45
B. Ciri-ciri dan Prinsip Belajar menurut Konstruktivistik
1. Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh
teori konstruktivisme, yaitu:
a. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
b. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
c. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai
d. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan
pada hasil
e. Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
f. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar
g. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
h. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
i. Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip teori kognitif
j. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses
pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
k. Menekankan bagaimana siswa belajar
l. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
dengan siswa lain dan guru
m. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
n. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
o. Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
p. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
q. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan
dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.
2. Prinsip Belajar Konstruktivistik
Menurut Suparno (2012) proses belajar menurut konstruktivistik
antara lain sebagai berikut :
a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi aeri itu
dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
b. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali
berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan
rekontruksi, baik secara kuat maupun lemah.
c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar
bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan pengembanhan itu
sendiri, suatu perkembangan yang menuntut suatu penemuan dan
pengaturan kembalipemikiran seseorang.
d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang
dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi
ketidakseimbangan adalah situasi baik untuk belajar.
e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
f. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si
pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi
interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Bagi konstruktivistik, belajar adalah suatu proses organik yang


menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta.
Belajar itu siatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka
pengertian yang berbeda. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat
hipotesis, menguji hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan,
mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi,
pengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dan lain-lain untuk
membentuk konstruksi yang baru. Siswa harus membentuk pengetahuan
mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses
pembentukan itu.
Konstruktivistik adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman (Sanjaya, 2006).2
3. Konsep Dasar Teori Belajar Konstruktivistik
Berikut ini merupakan beberapa konsep kunci dari teori konstruktivisme
antara lain:
a. Siswa Sebagai Individu yang Unik
Teori konstruktivisme berpandangan bahwa pembelajar merupakan
individu yang unik dengan kebutuhan dan latar belakang yang unik pula.
Dalam teori ini tidak hanya memperkenalkan keunikan dan kompleksitas
pembelajar tetapi juga secara nyata mendorong, memotivasi dan memberi
penghargaan kepada siswa sebagai integral dari proses pembelajaran.
b. Self Regulated Leaner (Pembelajar yang dapat mengelola diri sendiri
)
Siswa dikembangkan menjadi seorang yang memiliki pengetahuan
tentang strategi belajar yang efektif, yang sesuai dengan gaya belajarnya
dan tahu bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu dalam
situasi pembelajaran yang berbeda. Self Regulated Leaner termotivasi
untuk belajar oleh dirinya sendiri, bukan dari nilai yang diperolehnya
sebagai hasil belajar atau karena motivasi eksternal yang lain, misalnya
dari guru atau orang tuanya.
c. Tanggung jawab Pembelajaran
Dalam konstruktivisme ini berpandangan bahwa tanggung jawab
belajar bertumpu kepada siswa. Teori ini menekankan bahwa siswa harus
aktif dalam proses pembelajaran, dan berbeda pendapat dengan
2
Ibid, hlm 86
pandangan pendidikan sebelumnya yang menyatakan tanggung jawab
pembelajaran lebih kepada guru, sedangkan siswa berperan secara pasif
dan reseptif. Disini para pembelajar mencari makna dan akan mencoba
mencari keteraturan dari berbagai kejadian yang ada di dunia, bahkan
seandainya informasi yang tersedia tidak lengkap.
d. Motivasi Pembelajaran
Motivasi belajar secara kuat bergantung kepada kepercayaan siswa
terhadap potensi belajarnya sendiri.Perasaan kompeten dan kepercayaan
terhadap potensi untuk memecahkan masalah baru, diturunkan dari
pengalaman langsung di dalam menguasai masalah pada masa lalu. Maka
dari itu belajar dari pengalaman akan memperoleh kepercayaan diri, serta
motivasi untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi.
e. Peran Guru Sebagai Fasilitator
Jika seorang guru menyampaikan kuliah/ceramah yang menyangkut
pokok bahasan, maka fasilitator membantu siswa untuk memperoleh
pemahamannya sendiri terhadap pokok bahasan/konten kurikulum.
f. Kolaborasi Antar Pembelajar
Pembelajar dengan keterampilan dan latar belakang yang berbeda
diakomodasi untuk melakukan kolaborasi dalam penyelesaian tugas dan
diskusi-diskusi agar mencapai pemahaman yang sama tentang kebenaran
dalam suatu wilayah bahasan yang spesifik.
g. Proses Top-Down (Proses dari Atas ke Bawah)
Dalam proses ini siswa diperkenalkan dulu dengan masalah-masalah
yang kompleks untuk dipecahkan dengan bantuan guru menemukan
keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan
masalah seperti itu. Pada prinsipnya pembelajaran dimulai dengan
pemberian dan pelatihan keterampilan-keterampilan dasar dan secara
bertahap diberikan keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks.3
C. Konsep Dasar Belajar Konstruktivistik Oleh Bebrapa Tokoh
1. Teori Konstruktivistik Sosial Vigotsky
Pandangan Vigotsky merupakan konstruktivistik dan juga lebih bersifat
sosial.Aliran ini lebih menekankan kepada hubungan antara individu dan
masyarakat dalam mengkonstruksi pengetahuan. Vigotsky lebih lanjut
menekankan bahwa pentingnya interaksi sosial dengan orang lain yang punya
pengetahuan lebih baik (Schunk, 2009). Dengan interaksi itu siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki
orang lain yang memiliki pengetahuan lebih baik. Teori belajar Vygotsky
disebut dengan pendekatan Co- Konstruktivisme, artinya perkembangan
kognitif seseorang di samping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif,
juga ditentukan oleh individu sendiri secara akur, juga ditentukan oleh
lingkungan sosial yang aktif pula.
Vigotsky mengungkapkan pentingnya faktor-faktor sosial dalarm
belajar.Selama belajar, terdapat saling pengaruh antara bahasa dan tindakan
dalam kondisi sosial.Pandangan Vigotsky yang mengemukakan isi sosial,
memperlihatkan peranan bahasa dalam belajar konstruktif.Akhir-akhir ini hal
inilah yang mendapat perhatian para peneliti konstruktif, darn dikenal dengan
konstruktivis sosial (Dahar, 2011).Oleh karena itu, akhirnya pandangan
Vigotsky ini juga dimasukkan dalam teori belajar bahwa belajar itu harus
berlangsung dalam kondisi revolusi sosio-kultural.
Menurut Vygotsky perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam
konteks sosial, yakni di dunia yang penuh dengan orang yang berinteraksi
dengan anak sejak anak itu lahir. Dengan pertolongan orang dewasa, anak
dapat melakukan dan memahami lebih banyak hal dibandingkan dengan jika

3
Suyonom, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011) hal. 111-115.
anak elajar sendiri. Kecerdasan menurut konsep Vygotsky tidak diukur dari
apa yang bisa dilakukan anak sendirian, tetapi kecerdasan dapat diukur
dengan lebih baik dengan melihat apa yang dapat dilakukan anak dengan
bantuan yang semestinya (dari orang dewasa)
Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai
sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya.
Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti
ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan
temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat
ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang
dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-
bidang tersebut. Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa
dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut
Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti
kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun,
anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti
ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih
tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-
alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh
anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran
yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi
semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia.
Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain
dalam kebudayaannya.
Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam
keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung.Informasi
tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan
interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan
manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial
yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan
mental anak-anak menjadi matang.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa
konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan
jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak
akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan
orang lain.
Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan
melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi
masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara aktual
development dan potensial development pada anak. Actual development
ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang
dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah
seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah
petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Menurut teori Vygotsky, Zone of proximal developmnet merupakan celah
antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah
seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa
atau kerjasama dengan teman sebaya.
Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan
dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan
pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan
berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya
bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara
sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.
Teori Vygotsky yang lain adalah “ scaffolding “. Scaffolding merupakan
suatu istilah pada proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-
anak melalui Zone of proximal developmentnya.Scaffolding adalah
memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap -
tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung
jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri.
Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan
menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat
mandiri
Kostruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada
pengaruh budaya. Sehubungan dengan itu, Vygotsky mendasari pemikiran
bahwa budaya berperan penting dalam belajar seseorang. budaya adalah
penentu perkembangan, tiap individu berkembang dalam konteks budaya,
sehingga proses belajar individu dipengaruhi oleh lingkungan utama budaya
keluarga. Budaya lingkungan individu membelajarkannya apa dan bagaimana
berpikir. Konsep dasar teori ini diringkas sebagai berikut.
a) Budaya memberi sumbangan perkembangan intelektual individu melalui
2 cara, yaitu melalui budaya dan lingkungan budaya, melalui budaya
banyak isi pikiran (pengetahua) individu diperoleh seseorang, dan melalui
lingkungan budaya sarana adaptasi intelektual bagi individu berupa
proses dan sarana berpikir bagi individu dapat tersedia.
b) Perkembangankognitif dihasilkan dari proses dialektis (proses
percakapan) dengan cara berbagi pengalaman belajar dan pemecahan
masalah bersama orang lain, terutama orang tua, guru, saudara sekandung
dan teman sebaya.4

4
Ibid ,hlm 88
2. Konsep Belajar Jean Piaget
a. Skema
Skema adalah suatu structural mental seseorang dimana ia secara
intelektual beradaptasi dengan lingkngan sekitarnya. skema itu akan
beradaptasi dan berubah bersama perkembangan kognitif seseorang. skema
bukanlah benda yang nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian
proses dalam system kesadaran orang. Oleh karena itu, skema tidak
mempunyai bentuk fisis dan tidak dapat dilihat.Skema juga dapat dipikirkan
sebagai suatu konsep atau kategori dalam pikiran seseorang.Skema seseorang
itu berkembang terus-menerus.Skema seorang anak berkembang menjadi
skema orang dewasa.Gambaran dalam pikiran anak menjadi semakin
berkembang dan lengkap.Misalnya, gambaran anak tentang ayam.Pada
awalnya, gambaran anak itu sangat sederhana karna didasrkan pada cerita
orang uanya atau pada pengalaman pertama kali melihat ayam, gambaran atau
skemanya tentang ayam semakin berkembang dan lengkap.
Orang dewasa mempunyai skema yang banyak karna pengalaman
hidupnya.Seorang anak biasanya hanya mempunyai skema yang terbatas.
Namun dengan semakin banyak berpengalaman dalam hidup dan berkontak
dalam lingkungannya, skema seorag anak akan bertamabah banyak. Jelas
bahwa pengalaman seseorang berhadapan dengan situasi dan lingkungan
menjadi unsure yang penting dalam memperluas dan memperbanyak
skemanya.
b. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah
ada did lam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses
kognitif untuk menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau
rangsangan yang baru ke dalam skema yang telah ada. Setiap orang secara
terus-menerus mengembangkan proses ini.
Menurut Wadsworth, asimilasi tidak menyebabkan perubahan skema,
tetapi memperkembangkan skema. Misalnya, seorang anakan mempunyai
konsep mengenai “lembu”.Dalam pikiran anak itu, ada skema
“lembu”.Mungkn skema anak itu menyatakan, bahwa lembu itu binatang yang
berkaki empat, berwara putih, dan makan rumput. Skema itu terjadi pada
waktu anak tersebut pertama kali melihat lembu tetangganya yang memang
berwarna putih, berkali empat, dan sedang makan rumput. Dalam perjalanan
hidupnya anak itu bertemu dengan bermacam-macam lembu yang lain, yang
warnanya lain , dan sedang tidak makan rumput, tetapi sedang menarik
gerobak. Berhadapan dengan pengalaman yang lain itu, anak
memperkembangkan skema awalnya. Skemanya menjadi : lembu itu bnatang
berkaki empat, dapat berwarna putih atau kelabu, makannya rumput serta
dapat menarik gerobak. Jelas bahwa skema lembu anak itu menjadi tamnah
lengkap. Skema awalnya tidak hanya tetap dipakai , tetapi juga dikembangkan
dan dilengkapi. Asimilasi tersebut merupkan salah satu proses individu dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkngan/tantangan
baru sehingga pengertian orang itu berkembang.
c. Akomodasi
Dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman
yang baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu
samasekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan seperti
ini, orang tersebut akan mengadakan akomodasi. Ia dapat mendapat dua hal :
(1) membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru,
atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Kedua hal ini disebut akomodasi, yaitu pembentukan skema baru atau
mengubah skema yang lama. Misalnya, seorang anak mempunyai suatu skema
bahwa semua padat akan tenggelam ke dalam air. Suatu hari, ia melihat
beberapa benda padat yang terapung diatas sungai. Ia merasakan bahwa
skema lamanya tidak ccock lag. Ia mengalami konflik dalam pikirannya. Ia
harus mengadakan perubahan skema lama dengan membentuk skema baru
yang berisi : tidak semua benda padat tenggelam dalam air.
Skema seseorang dibentuk oleh pengalaman sepanjang waktu.Skema
menunjukkan taraf pengertian dan pengetahuan seseorang saat ini tentang
dunia sekitarnya.Skema ini suatu kontruksi, bukan tiruan dari kenyataan dunia
yang ada. Menurut piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus
berlangsung dalam diri seseorang.
d. Ekuilibrasi
Dalam perkembangan kognitif, diperlukan kesetmbangan antara
asimilasi dan akomodasi. Prose situ disebut equilibrasi, yaitu pengaturan diri
mekanis (mechanical self-regulation) yang perlu untuk mengatur
kesetimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Disekuilibrium adalah
keadaan tidak setimbang anatara asimilasi dan akomodasi.Ekuilibrasi adalah
proses bergerak dari keadaan disekuilibrium ke ekuilibrium. Proses tersebut
berjalan terus dalam diri seseorang melalui asimilasi dan akomodasi.
Ekuilibrasi membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan
struktur dalamnya (skema).Bila terjadi ketidak setimbangan, seseorang dipacu
untuk mencar kesetimbangan yang baru dengan asimilasi atau akomodasi.5

D. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran


Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan
anak adalah sebagai berikut:
1. Apersepsi
Pada tahap ini, pelajar didorong untuk mengemukakan pengetahuan
awaltentang konsep yang akan dibahas. Pendidik bisa sesekali memancing
dan memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari tentunya masih berkaitan dengan konsep yag

5
Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, (Yogyakarta:kanisius,2001) hlm21-24
akan dibahas. Pelajar diberi kesempatan untuk mengilustrasikan
pemahamannya tentang suatu konsep.
2. Eksplorasi
Pada tahap ini pelajar diberi kesempatan untuk menyelidiki kegiatan dan
menemukan konsep melalui pengumpulan data dalam suatu kegiatan yang
telah dirancang oleh pendidik kemudian didiskusikan secara berkelompok.
3. Diskusi dan penjelasan konsep
Pada tahap ini pelajar menyampaikan penjelasan dan solusi berdasarkan
hasil observasi yang telah ditentukan oleh pendidik, pendidik sesekali
memberikan penjelasan sehingga pelajar tidak ragu-ragu mengenai
konsepnya.
4. Pengembangan dan aplikasi
Pada tahap ini pendidik berusaha menciptakan suasana belajar yang
memungkinkan pelajar dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya
baik melalui kegiatan ataupun pemunculan dan pemecahan masalah-masalah
yang berkaitan dengan isu yang ada.
Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis
hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
a. Menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat
melakukan konstruksi pengetahuan;
b. Pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata;
c. Pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang
sesuai;
d. Memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran;
e. Pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social
peserta didik;
f. Pembelajaran menggunakan barbagai sarana;
g. Melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi
pengetahuan peserta didik.6

E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik

1. Kelebihan
a. Siswa dapat berpikir untuk menyelesaikan masalah,
b. Mengembangkan gagasan dan membuat keputusan. Siswa dapat lebih
paham karena terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru,
c. Mereka dapat mengaplikasikannya dalam semua situasi.
d. Siswa terlibat secara langsung dan aktif, sehingga mereka akan ingat lebih
lama terhadap semua konsep yang dipelajarinya.
e. Disamping itu, kemahiran sosial diperoleh ketika berinteraksi dengan
rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru sehingga:
1) Memunculkan kesadaran bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa
sendiri,
2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan
dan mencari sendiri pertanyaannya,
3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap, mengembangkan kemampuan siswa untuk
menjadi pemikir yang mandiri,  
4) Menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

2. Kekurangan atau Kelemahan


a. Proses belajarnya yaitu peran guru sebagai pendidik menjadi lebih pasif
(hanya sebagai fasilitator)
b. Timbul persepsi yang berbeda antara siswa satu dengan yang
lainnya.konstruktisme menanamkan agar siswa membangun penegetahuan

6
Dalyo, Psikologi pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), hal. 34
sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa
memerlukanpenanganan yang berbeda beda.7

7
M. andi setiawan,,belajar dan pembelajaran,( Publisher Uwais Inspirasi Indonesia.Bandung: Cv
Pustaka press). 2005.Hlm:45
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Konsep konstruktivistik adalah proses penstrukturan atau
pengorganisasian. Secara istilah, konstruktivistik merupakan suatu aliran
filsafat ilmu, psikologi dan teori belajar mengajar yang menekankan bahwa
pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri dan juga
merupakan teori belajar yang menekankan pada pengalaman belajar, tidak
semata pengalaman kognitif. Konstruktivistik mengakibatkan siswa kreatif
dan aktif.
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan
oleh teori konstruktivisme, yaitu Menekankan pada proses belajar, bukan
proses mengajar, Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan
menekan pada hasil, Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada
pengalaman nyata.
prinsip belajar menurut konstruktivistik yaitu belajar berarti
membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat,
dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi aeri itu dipengaruhi oleh pengertian
yang telah ia punyai
Konsep dasar teori belajar konstruktivistik yaitu
1. Siswa Sebagai Individu yang Unik
2. Self Regulated Leaner (Pembelajar yang dapat mengelola diri sendiri )
3. Tanggung jawab Pembelajaran
4. Motivasi Pembelajaran
5. Peran Guru Sebagai Fasilitator
6. Kolaborasi Antar Pembelajar
7. Proses Top-Down (Proses dari Atas ke Bawah)
Kostruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada
pengaruh budaya. Sehubungan dengan itu, Vygotsky mendasari pemikiran
bahwa budaya berperan penting dalam belajar seseorang. budaya adalah
penentu perkembangan, tiap individu berkembang dalam konteks budaya,
sehingga proses belajar individu dipengaruhi oleh lingkungan utama budaya
keluarga

Konsep belajar Jean Piaget yaitu Skema yang merupakan suatu


structural mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan
lingkngan sekitarnya. skema itu akan beradaptasi dan berubah bersama
perkembangan kognitif seseorang. skema bukanlah benda yang nyata yang
dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam system kesadaran orang.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan


anak adalah sebagai berikut:

1. Apersepsi
2. Eksplorasi
3. Diskusi dan penjelasan konsep
4. Pengembangan dan aplikasi
DAFTAR PUSTAKA
Dalyo. 2009. Psikologi pendidikan .Jakarta: PT Rineka Cipta
Husamah,dkk. 2018. BELAJAR & PEMBELAJARAN. Malang: umm press
M. andi setiawan. 2005. belajar dan pembelajaran,( Publisher Uwais
Inspirasi Indonesia) Bandung: Cv Pustaka press
Suyonom. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Paul Suparno. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget,
(Yogyakarta:kanisius,

Anda mungkin juga menyukai