Anda di halaman 1dari 2

Kementerian Pertanian berhasil menekan angka impor daging.

Hal tersebut terlihat dari data tren


penurunan angka impor daging sapi nasional, setidaknya sejak 2016. Data tersebut sekaligus
membantah isu yang dihembuskan beberapa pihak yang menyatakan impor daging sapi
meningkat.
 
Data yang dirangkum oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH),
Kementerian Pertanian menunjukkan realisasi Impor daging pada tahun 2016 sebanyak 147.851
ton, sementara pada tahun 2017 turun menjadi sebanyak 120.789 ton. Sedangkan impor daging
untuk tahun ini 2018 sampai dengan 30 Juni realisasi baru mencapai 69.168 ton atau baru
mencapai 61% dari prognosa impor daging tahun 2018 sebesar 113.510 ton.
 
"Artinya, dari data tersebut, apabila impor daging tahun 2018 tidak melebihi prognosa, maka
impor daging mengalami trend penurunan dari tahun 2016-2018," jelas Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita saat diwawancarai pada Sabtu (18/08/3018).
 
Ketut meyakinkan bahwa Kementan terus berupaya keras mewujudkan ketahanan pangan untuk
komoditas daging sapi melalui program yang disebut Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting
atau yang dikenal dengan Upsus SIWAB. Pragram tersebut ditujukan untuk optimalisasi
reproduksi ternak sapi sehingga bisa mempercepat peningkatan populasinya.
 
Upsus SIWAB menjadi fokus Kementan sejak 2017, dan merupakan lanjutan dan penyempurnaan
terhadap kegiatan GBIB (Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan) pada tahun 2015 sampai dengan
tahun 2016. Untuk terjaminnya aktifitas pelayanan dalam pelaksanaan Upsus SIWAB tersebut,
pemerintah memberikan semen beku dan pelayanan reproduksi secara gratis kepada
masyarakat. Sebagai jaminan terlaksananya program tersebut terdata sebanyak 4.780.263 dosis
semen beku yang diproduksi oleh Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Balai
Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, dan Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Kalimantan
Selatan.
 
Berdasarkan realisasi pelaksanaan Upsus SIWAB pada tahun 2017 capaian IB nasional adalah
sebanyak 3.976.470 ekor atau 99,41% dari target 4 juta ekor. Dari sana capaian kebuntingan sapi
nasional sebanyak terdata sebanyak 1.892.462 ekor atau 63,08% dari target 3 juta ekor.
Kelahiran sapi pun berhasil terakselerasi menjadi 911.135 ekor. Secara keseluruhan populasi
tahun 2017 sebanyak menjadi 18.539.000 ekor. 
 
I Ketut menekankan bahwa dengan program tersebut, populasi sapi/kerbau meningkat cukup
signifikan. Terlihat dari pertumbuhan populasi sapi/kerbau pada tahun 2015-2017 sebesar 3,84%,
melonjak pesat bila dibandingkan pada periode tahun 2012-2014 sebesar 1,03%. Inilah bukti
nyata keberhasilan program pemerintah melalui Upsus" SIWAB," tegasnya.
 
Tahun 2018 ini, pemerintah menargetkan kebuntingan sebanyak 2,1 juta ekor dari 3 juta akseptor
sapi/kerbau. Berdasarkan data kumulatif sejak 1 Januari hingga 13 Agustus 2018 capaian IB
nasional adalah sebanyak 2.855.153 ekor dengan total akseptor sebanyak 2.792.644 ekor atau
93,09% dari target akseptor 3 juta ekor akseptor tshun 2018. 
 
Untuk capaian kebuntingan nasional periode pada periode yang sama tercatat sebanyak
1.193.106 ekor 56,81% dari target kebuntingan tahun 2018 sebanyak 2,1 juta ekor. Sedangkan
kelahiran telah mencapai 804.753 ekor atau 47,90% dari target kelahiran tahun 2018 sebanyak
1,68 juta ekor.
 
Selain bertujuan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak sapi dan kerbau, I Ketut
menyatakan kegiatan Upsus SIWAB juga diharapkan memberikan dampak ekonomi secara
nasional. "Nilai jual pedet lepas sapih berumur 6 bulan dengan harga rata-rata sebesar 8 juta
rupiah, jika dikalikan dengan jumlah kelahiran 911.135 ekor pada tahun 2017, maka dampak
ekonomi yang dihasilkan sebesar 7,28 triliun rupiah. Bandingkan dengan input pelaksanaan
Upsus SIWAB yang hanya 1,07 triliyun rupiah," kata I Ketut.
 
Upsus SIWAB juga berhasil menambah peningkatan lapangan kerja tenaga teknis bidang
peternakan seperti inseminator dan paramedik di pedesaan sebanyak menjadi 8.000 orang.
Selain juga tentunya  meningkatkan minat dan motivasi masyarakat dalam usaha peternakan
sapi dengan adanya insentif pelayanan.
 
I Ketut juga optimis, kedepan industri peternakan sapi semakin kondusif, dan dapat terus
menekan impor. Beberapa hal yang juga mendukung hal tersebut adalah pengembangan sapi
unggulan jenis Belgian Blue, menciptakan iklim investasi peternakan yang baik, fasilitasi
Asuransi Usaha Ternak Sapi, memfasilitasi peternak dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta
pengadaan Kapal Ternak untuk menekan biaya transportasi.
 
"Melihat perkembangan saat ini kami optimis dapat mewujudkan kemandirian pangan dan
ketahanan pangan secara berkelanjutan, khususnya untuk daging sapi," ucap I Ketut. 

Anda mungkin juga menyukai