Anda di halaman 1dari 22

PPN-PPnBM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan Lanjutan
Dosen Pengampu :
Siti Nurlatifah, SE. M.Si

Disusun oleh :
Yulius Willibard Guta
2134031010
Siti Fatimah
2134031075

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan limpahan-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang menurut kami
dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita guna lebih mengetahui ruang
lingkup yang terdapat pada Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
Kami penulis meminta maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat kekurangan baik pada penulisan dan isinya.

Jakarta, 01 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan dan Batasan Masalah.................................................................. 2
c. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 3
A. Karakteristik dan Mekanismen PPN dan PPnBM....................................... 3
1. Barang Tidak Kena PPN....................................................................3
2. Jasa Tidak Kena PPN........................................................................4
3. Mekanisme dan Sistem Pemungutan Penyetoran PPN...................6
4. Mekanisme PPnBM..........................................................................6
B. Objek Pajak PPN dan PPnBM...................................................................... 6
1. Objek Pajak dan yang Dikecualikan Objek PPN...............................6
2. Objek PPnBM...................................................................................7
C. Pengusaha Kena Pajak dan Barang Jasa Kena Pajak................................... 7
1. Pengusaha Kena Pajak.....................................................................7
2. Jasa Kena Pajak................................................................................8
D. Tarif dan Pengenaan Pajak.......................................................................... 9
1. Tarif Pengenaan Pajak.....................................................................9
2. Dasar Pengenaan Pajak....................................................................9
3. Cara Menghitung PPN dan PPnBM.................................................10
4. Faktur Pajak....................................................................................10
5. Penyetoran dan Pelaporan.............................................................10
6. Kredit Pajak Masukan.....................................................................10

ii
E. Contoh Penghitungan.................................................................................. 9
BAB III PENUTUP............................................................................................ 13
A. Kesimpulan................................................................................................. 13
B. Saran........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak adalah kontribusi wajib negara yang terutang oleh pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak Objektif adalah
suatu jenis yang ditimbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan oleh
objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu kecuali untuk
kasus tertentu.
Dikenakan setiap rantai distribusi (multi stage tax). Sepanjang suatu
transaksi memenuhi syarat bagaimana disebutkan dalam angka 2, maka
pihak PKP penjual berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi
dan kemudian menyetorkan ke kas Negara dan kemudian melaporkannya.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen
ke konsumen. PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service
Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak
tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak
atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak
menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan suatu paket dalam
undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Mekanisme PPnBM ini sedikit
berbeda dengan PPN.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Rumusan masalah-masalah yang menjadi batasan masalah yang akan kami
coba jabarkan dalam makalah ini adalah:
a) Apakah pengertian PPN dan PPnBM?
b) Bagaimanakah Subjek dan Objek PPN dan PPnBM yang dikecualikan?
c) Bagaimanakah tarif PPN dan PPnBM?
d) Bagaimanakah contoh dan kasus perhitungan PPN dan PPnBM?

C. Tujuan
Tujuan utama penulisan makalah ini adalah sebagai bentuk konkret dari
subbagian kegiatan pengajaran pada mata kuliah Perpajakan Lanjutan,

1
sebagai salah satu bentuk penjabaran kegiatan perkuliahan yang biasa
disebut sebagai tugas yang sudah menjadi salah satu kewajiban mahasiswa
yang mengontrak mata kuliah tersebut. Makalah ini pun disusun dengan
beberapa tujuan lain diantaranya:
1) Mengumpulkan teori-teori serta PPN dan PPnBM pada pustaka yang kami
lakukan;
2) Untuk memberikan gambaran terhadap kasus PPN dan PPnBM;
3) Untuk mempelajari dan memahami dari kajian yang penulis paparkan;

2
BAB II
PEMBAHASAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PPnBM
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada setiap
pertambahan nilai barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. Dalam bahasa inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau
Goods and Service Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, yaitu
disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak. Dengan kata
lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang
ditanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak
pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang
disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP dikenal istilah
pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut
ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang
dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
A. Karakteristik dan Mekanisme Pengenaan PPN dan PPnBM
Pada dasarnya, semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan
jasa kena pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis
barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang
No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang No. 18/2000 tidak dikenakan PPN, yaitu sebagai berikut.

1. Barang Tidak Kena PPN


a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, meliputi:
1) minyak mentah (crude oil);
2) gas bumi tidak termasuk elpiji
3) panas bumi;
4) asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu permata
5) batu bara sebelum diproses menjadi briket batu;
6) bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,
meliputi:
1) beras;
2) gabah;
3) jagung;
4) sagu;
5) kedelai;

3
6) garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
7) daging;
8) telur;
9) susu;
10) buah-buahan;
11) sayur-sayuran;
12) uang, emas Batangan, dan surat berharga.

2. Jasa Tidak Kena PPN


Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi jasa-jasa berikut:
1) dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
2) dokter hewan;
3) ahli kesehatan, seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli
fisioterapi;
4) kebidanan dan dukun bayi;
5) paramedis dan perawat;
6) rumah sakit, rumah bersalin, klinik Kesehatan, laboratorium Kesehatan,
dana sanatorium;
7) psikolog, psikiater, dan konsultan Kesehatan;
8) pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

Jasa pelayanan sosial, meliputi jasa-jasa berikut:


1) pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
2) pemadam kebakaran;
3) pemberian pertolongan pada kecelakaan;
4) lembaga rehabilitasi;
5) penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk crematorium;
6) bidang olah raga kecuali yang bersifat komersal;
7) pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan
menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti
perangko tempel.

Jasa keuangan, meliputi jasa-jasa berikut:


1) menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk yang lain dipersamakan
dengan itu;
2) menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada
pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
3) pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) sewa guna usaha dengan hak opsi;
b) anjak piutang;

4
c) usaha kartu kredit; dan/ atau
d) pembiayaan konsumen.
4) Penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan
fidusia
a) jasa penjaminan
b) jasa asuransi
5) Jasa keagamaan, meliputi jasa-jasa berikut:
a) pelayanan rumah ibadah;
b) pemberian khotbah atau dakwah;
c) penyelenggaran kegiatan kegamaan;
d) lainnya di bidang keagamaan.
6) Jasa Pendidikan, meliputi jasa-jasa berikut:
a) penyelenggaraan Pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa,
pendidikan kedinasaan, pendidikan keagamaan, pendidikan
akademik, dan pendidikan professional;
b) penyelenggaraan Pendidikan luar sekolah.
- jasa kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
termasuk jasa dibidang kesenian yang tidak bersifat komersial,
seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan
secara cuma-cuma.
- jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
- jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri.
7) Jasa tenaga kerja, meliputi jasa-jasa berikut:
a) tenaga kerja;
b) penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut;
c) penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
8) Jasa perhotelan, meliputi:
a) persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan
kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap;
b) persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,
rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.

Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan


pemerintahan secara umum, yaitu:
1) penyediaan tempat parkir;
2) telepon umum dengan menggunakan uang logam;
3) pengiriman uang dengan wesel pos;

5
4) boga atau katering.

3. Mekanisme dan Sistem Pemungutan Penyetoran PPN


a. Sistem Tarif Tunggal untuk PPN
Indonesia menganut system tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10
persen. Kemudian berubah menjadi 11 persen
b. Mekanisme Pemungutan PPN
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak
pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang
disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal
istilah pajak keluaran dan pajak masukan.
Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya,
sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli,
memperoleh, atau membuat produknya.

4. Mekanisme PPnBM
Mekanisme PPnBM diatur dalam pasal 5, pasal 8 dan pasal 10 UU PPN, yang
secara garis besar adalah sebagai berikut.
1. Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh PKP yang
menghasilkan BKP yang tergolong mewah disamping dikenakan PPN juga
dikenakan PPnBM.
2. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau pada waktu
menyerahkan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pabrikan.
3. PPnBM tidak dapat dikreditkan, baik terhadap PPN maupun terhadap
PPnBM.
4. Tarif PPnBM yang berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 berkisar antara 10%
sampai dengan 35% dengan UU No. 11 Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-
tingginya 50% dan dengan UIJ No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi
setinggi-tingginya 75%.

Karakteristik PPnBM adalah sebagai berikut.


1. PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP mewah selain PPN
2. PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada saat
penyerahan BKP mewah oleh PKP Pabrikan.
3. PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya.

B. Objek Pajak PPN dan PPnBM


1. Objek Pajak dan yang Dikecualikan Objek PPN
a. Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 500.000 termasuk
PPN/PPnBM dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah.

6
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah.
c. Pembayaran atas penyerahan BKP yang PPN-nya ditanggung oleh
Pemerintah.
d. Pembayaran BBM dan non-BBM yang penyerahannya dilakukan oleh
Pertamina.
e. Pembayaran atas jasa telekomunikasi yang diserahkan oleh PT. Telkom.
f. Pembayaran atas jasa Angkutan Udara Dalam Negeri.
g. Pembayaran kepada perseorangan yang menyewakan ruangan atau rumah
tinggal yang nilai sewa seluruhnya tidak melebihi Rp 30.000.000 setahun
h. Pembayaran untuk penyerahan bukan BKP dan bukan JKP.
i. Pembayaran untuk penyerahan JKP yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah
yang menjalankan fungsi Pemerintah.
j. Pembayaran atas penyerahan JKP yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah
kepada Instansi Pemerintah lainnya sepanjang dananya berasal dari APBN/D
dan Instansi Pemerintah yang menerima pembayaran memasukkannya
kedalam Mata Anggaran penerimaan instansi tersebut.
k. Pembayaran kepada Rekanan non-PKP atau non-NPWP yang tidak didasarkan
atas kontrak.
l. Pembayaran kepada Rekanan non-PKP atau non-NPWP yang menyerahkan
BKP atau JKP berdasarkan kontrak/purchase order.

2. Objek PPnBM
Objek pajak PPnBM, terdiri atas sebagai berikut.
a. semua jenis kendaraan bermotor untuk kendaraan dinas TNI/POLRI dan
untuk tujuan Protokoler Kenegaraan, sepanjang dananya berasal dan
APBN/APBN;
b. semua jenis kendaraan bermotor untuk kendaraan bermotor untuk
kendaraan ambulan, tahanan, pemadam kebakaran, dan mobil jenazah;

C. Pengusaha Kena Pajak dan Barang Jasa Kena Pajak


1. Pengusaha Kena Pajak
Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 disebutkan
bahwa Pengusaha (Perusahaan) yang tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
menyerahkan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. Pengusaha yang memenuhi
syarat ini, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP. Pengusaha kecil yang menyerahkan BKP/JKP, dan
memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak.
a. Pengusaha Kena Pajak
Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000, yang termasuk PKP, yaitu
sebagai berikut.

7
1) Pengusaha yang baru berniat akan melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak/ Jasa Kena Pajak
2) Bentuk kerja sama operasi (Joint Operation/Joint Venture) yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak.
b. Pengusaha Kecil
Sejak 1 Januari 2003 Batasan Pengusaha kecil adalah Rp 600.000.000 untuk
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak.
c. Pengukuhan PKP
Pengusaha kecil yang omsetnya telah melampaui Batasan omset Rp
600.000.000, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak paling lambat akhir bulan setelah bulan terlampauinya batasan
tersebut. Apabila batas waktu pelaporan tersebut terlampaui, maka saat
pengukuhan sebagai PKP adalah awal bulan berikutnya.
d. Penyerahan dan Bukan Penyerahan
Penyerahan yang dikenakan PPN meliputi:
1) penyerahan hak karena suatu perjanjian;
2) pengalihan barang karena suatu perjanjian sewa-beli dan perjanjian leasing;
3) penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
4) pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma;
5) penyerahan likuidasi atas aktiva
6) penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau
sebaliknya;
7) penyerahan secara konsinyasi.
2. Jasa Kena Pajak
Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang
PPN 1984. Dasar hukum Jasa Kena Pajak tercantum pada Pasal 1 angka 6
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000.

8
D. Tarif dan Pengenaan Pajak
1. Tarif Pengenaan Pajak
Tarif BKP yang tergolong mewah dan impor barang yang tergolong mewah
serendah-rendahnya adalah 10% dan setinggi-tingginya 75%. Selain kendaraan
bermotor terdiri atas enam lapis, yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 75%.
Kendaraan bermotor terdiri atas tujuh lapis, yaitu 10 s/d 60% dan 75% atas
ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0%.
2. Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk
menghitung pajak yang terutang, yaitu sebagai berikut.
a. Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang
ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
b. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
c. Nilai eskpor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir.
d. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor
Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
menurut Undang-undang ini.
e. Nilai lain adalah suatu Nilai yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
Dasar pengenaan pajaknya adalah harga jual untuk BKP yang tergolong
mewah dan nilai impor untuk impor barang mewah yang di dalamnya sudah
termasuk PPN dan PPnBM.
a. PPn = (10/110 + t) x harga jual BKP
b. PPnBM = (t/110 + t) x harga jual BKP
c. PPN yang terutang = tarif x DPP
PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP
penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.

9
3. Cara Menghitung PPN dan PPnBM
Untuk menghitung PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang
Kena Pajak yang tergolong Mewah, tiga faktor sesuai karakteristiknya, yaitu:
a. PPnBM hanya dipungut satu kali.
b. PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga dapat dibebankan sebagai biaya.
c. PPN tidak menghendaki terjadi pungutan pajak berganda.
Mendasarkan pada faktor-faktor tersebut.
PPN = Tarif PPn x (Harga Barang – PPnBM)
4. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena
pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak atau
bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang digunakan oleh
Direktorat Jendral Pajak. Bagi pengusaha kena pajak (PKP), faktur pajak
merupakan bukti dari pemenuhan kewajiban perpajakannya. Adapun bagi
pembeli atau penerima jasa, faktur pajak ini digunakan sebagai sarana
pengkreditan pajak masukan.
Faktur pajak dapat digunakan sebagai sarana pengkreditan jika faktur pajak
tersebut tidak cacat.
5. Penyetoran dan Pelaporan
Penyetoran dan pelaporan PPN, yaitu sebagai berikut.
a. PPN yang terutang sebesar 10% x 40% dari seluruh biaya yang dikeluarkan
dan atau dibayarkan, harus disetorkan seluruhnya menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan
kegiatan membangun sendiri.
b. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
wajib melaporkan pada KPP di tempat bangunan tersebut berada dengan
menggunakan SSP lembar ketiga bukti setoran PPN paling lambat tanggal 20
pada bulan dilakukannya penyetoran.

6. Kredit Pajak Masukan


Sistem kredit pajak dilakukan sebagai upaya untuk menghindari pengenaan
pajak berganda, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai bahwa sasaran pengenaanya adalah pertambahan nilai.
Karena sulit menghitung besarnya pertambahan nilai untuk setiap unit produksi,
untuk memudahkan cara perhitungan pajaknya, harga jual ditetapkan sebagai
10
dasar pengenaan. Dengan ketentuan bahwa PPN yang terutang dan telah dibayar
sewaktu membeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikreditkan dari PPN
yang akan dibayar sewaktu melakukan penjualan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak.

11
E. Contoh Penghitungan
1. Pengusaha sepatu pada bulan Januari 2011 menjual tunai kepada pengusaha
sepatu A sebanyak 100 pasang sepatu @Rp 100.000 = Rp 10.000.000
Hitung PPN dan jumlah yang harus dibayar oleh pengusaha sepatu A kepada
pengusaha sepatu B?
Jawab:
1) PPN terutang yang dipungut oleh pengusaha A = 10% x Rp 10.000.000 =
Rp 1.000.000
2) Jumlah yang harus dibayar pengusaha B adalah = Rp 11.000.000

2. Pengusaha kena pajak D, yaitu pengusaha pabrikan yang menghasilkan mesin


cuci pakaian, mesin cuci pakaian sendiri di kategorikan sebagai BKP yang
tergolong mewah dan dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 20%. Pada
bulan Januari 2011, pabrikan berhasil menjual 10 buah mesin cuci kepada
pengusaha kena pajak E seharga Rp 30.000.000.
Hitung PPN dan PPnBM yang terutang?
Jawab:
1) PPN yang terutang
10% x Rp 30.000.000 = Rp 3.000.000
2) PPnBM yang terutang
20% x Rp 30.000.000 = Rp 6.000.000
PPN dan PPnBM yang terutang pengusaha kena pajak D adalah Rp
9.000.000

3. PKP “A” bulan Januari 1996 menjuak tunai kepada PKP “B” 100 pasang sepatu
@ Rp 100.000 = Rp 10.000.000
PPN terutang yang dipungut oleh PKP “A”
10% x Rp 10.000.000 = Rp 1.000.000
Jumlah yang harus dibayar PKP “B” = Rp 11.000.000

4. PKP “B” dalam bulan Januari 1996:


a) Menjual 80 pasang sepatu @ Rp 120.000 = Rp 9.600.000

12
b) Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri, DPP adalah
harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000 per pasang =
Rp 500.000
PPN yang terutang :
a) Atas penjualan 80 pasang sepatu 10% x Rp 9.600.000 = Rp 960.000
b) Atas pemakaian sendiri 10% x Rp 500.000 = Rp 50.000
Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000

5. PKP Pedagang Eceran (PE) “C” menjual


a) BKP seharga = Rp 10.000.000
b) Bukan BKP = Rp 5.000.000
Rp 15.000.000
PPN yang terutang 10% x Rp 10.000.000 = Rp 1.000.000
PPN yang harus disetor 10% x 20% x Rp 15.000.000 = Rp 300.000

6. PKP “D” pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian
dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPnMB
dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP “D” menjual 10
buah mesin cuci kepada PKP “E” seharga Rp 30.000.000
a) PPN terutang
10 % x Rp 30.000.000 = Rp 3.000.000
b) PPnBM yang terutang
20% x Rp 30.000.000 = Rp 6.000.000
PPN dan PPnBM yang terutang PKP “D” = Rp 9.000.000

7. Selama bulan takwin terjadi kegiatan usaha sebagai berikut:


- Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 100.000.000
- Menyerahkan hasil produksi dengan harga jual Rp 60.000.000
Pajak masukan yang dipungut oleh PKP lain adalah sebesar:
10% x Rp 100.000.000 = Rp 10.000.000
Pajak keluaran yang harus dipungut :

13
10 % x Rp 60.000.000 = Rp 6.000.000

PPN yang lebih dibayar dalam Masa Pajak yang bersangkutan:


Rp 10.000.000 – Rp 6.000.000 = Rp 4.000.000
Kelebihan tersebut dapat dikompensasi pada masa pajak berikutnya atau
dapat diminta Kembali
Apabila dalam suatu masa Pajak, Pajak keluaran lebih besar dari Pajak
Masukan, maka selisih nya merupakan pajak yang harus disetor ke kas negara
oleh PKP.

8. Selama bulan takwin terjadi kegiatan usaha sebagai berikut:


- Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 150.000.000
- Menyerahkan hasil produksi dengan harga jual Rp 200.000.000
Pajak masukan yang dipungut oleh PKP lain adalah sebesar:
10% x Rp 150.000.000 = Rp 15.000.000
Pajak keluaran yang harus dipungut :
10% x Rp 200.000.000 = Rp 20.000.000
PPN yang masih harus disetor ke Kas Negara:
Rp 20.000.000 – Rp 15.000.000 = Rp 5.000.000

9. Tuan Budi melakukan kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas


400m2 yang akan dibangun sebagai rumah tinggal. Seluruh biaya yang
dikeluarkan pada bulan April 2010 (dikeluarkan pembeli tanah)adalah
sebesar Rp 50.000.000 PPN yang harus disetorkan adalah:

PPN = (Rp 50.000.000 x 40%) x 10%


= Rp 20.000.000 x 10%
= Rp 2.000.000
Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun
sendiri tidak dapat dikreditkan.

14
10. A. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang
dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
Jumlah Pembayaran Rp 11.000.000
Jumlah PPN : 10/110 x Rp 11.000.000 Rp 1.000.000
Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan
(Rp 11.000.000-Rp 1.000.000) Rp 10.000.000

B. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang
menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, disamping terutang PPN
juga terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPnBM adalah sebagai berikut:

Dalam hal terutang PPnBM sebesar 20%, maka jumlah yang dipungut sebesar
10/30 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPnBM yang
dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.

Contoh:
PPnBM dengan tarif 20 %
Jumlah pembayaran Rp 13.000.000
Jumlah yang dipungut :
(10/130 x Rp 13.000.000) Rp 1.000.000
Jumlah PPnBM yang dipungut:
(20/130) x Rp 13.000.000 Rp 2.000.000
Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan:
Rp 13.000.000 – (Rp 1.000.000 + Rp 2.000.000) = Rp 10.000.000

C. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp 1.000.000 dan tidak


merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPnBM tidak perlu
dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah. Batas jumlah pembayaran sebesar
Rp 1.000.000

COntoh:
Harga Jual Rp 900.000

15
PPN: 10% x Rp 900.000 Rp 90.000
PPnBM (Misal terutang dengan tarif 20%) Rp 180.000
Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 1.170.000
Meskipun harga jual Rp 900.000 tetapi karena pembayaran termasuk PPN
dan PPnBM berjumlah Rp 1.170.000 (diatas 1.000.000). Maka PPN dan
PPnBM yang terutang harus dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah atau
KPPN.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang dan jasa dalam peredarannya dari produsen
ke konsumen. PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service
Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak
tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak
atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak
menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan suatu paket dalam
undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Mekanisme pengenaan PPnBM ini
sedikit berbeda dengan PPN.

17
Daftar Pustaka
Siti Resmi. 2015. Perpajakan: Teori dan Kasus. Yogyakarta: Salemba Empat.
Neneng Hartanti. 2015. Pengantar Perpajakan. Bandung: CV Pustaka Setia
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=ppn
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-pertambahan-nilai-ppn

18

Anda mungkin juga menyukai