Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana telah disepakati oleh ulama, meskipun mereka
berlainan mazhab, bahwa segala ucapan dan perbuatan yang timbul dari
manusia, baik berupa ibadah, muamalah, pidana, perdata, atau berbagai
macam perjanjian, atau pembelajaran, maka semua itu mempunyai hukum
di dalam syari’at Islam. Hukum-hukum ini sebagian telah dijelaskan oleh
berbagai nash yang ada didalam Al-Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi
syari’at telah menegakkan dalil dan mendirikan tanda-tanda bagi hukum
itu, di mana dengan perantaran dalil dan tanda itu seorang mujtahid
mampu mencapai hukum itu dan menjelaskannya.
Dari kumpulan hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan
ucapan dan per buatan yang timbul dari manusia, baik yang diambil dari
nash dalam berbagai kasus yang ada nashnya, maupun yang dinisbathkan
dari berbagai dalil syar’I lainnya dalam kasus-kasus yang tidak ada
nashnya, terbentuklah fiqh.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian syariah, fiqih dan ushul fiqih?
b. Bagaimanakah ruang lingkup objek kajian ushul fiqih?
c. Bagaiamanakah penjelasan Al-Ahkam Al-Hamzah itu?
C. Tujuan Pembahasan
a) Dapat memahami pengertian syariah, fiqih dan ushul fiqih
b) Dapat memahami ruang lingkup objek kajian ushul fiqih
c) Dapat memahami Al-Ahkam Al-Hamzah
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Fiqih menurut bahasa artinya pemahaman yang mendalam ( ) تفهمdan
membutuhkan pada adanya pengarahan potensi akal , sebagaimana firman
Allah SWT. dan sabda Nabi Muhammad SAW, yaitu :
a. Al-qur’an : Surat al-Taubah : 122
الدين في ليتفقهوا طائفة منهم فرقة كل من نفر ال فلو
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama.”
3
dipandang sebagai suatu hukum, sebab didalam keduanya terdapat
Sskemiripan antara fiqh sebagai ilmu dan fiqh sebagai hukum. Artinya
ketika ia dipandang sebagai ilmu, maka dalam penyajiannya diungkapkan
secara deskriptif, akan tetapi ketika ia dipandang sebagai suatu hukum,
maka penyajiannya diungkapkan secara analisis induktif.
Para ulama sependapat bahwa setiap perkataan dan perbuatan
manuasia, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan tuhannya,
ataupun yang menyangkut dengan sesamanya, semuanya telah diatur oleh
syara’. Peraturan-peraturan ini sebagiannya diterangkan melalui wahyu,
baik diterangkan dalam al-Qur’an maupun Sunnah, dan sebagian lagi
diterangkan dengan jelas melalui wahyu, namun oleh nash ditunjuk tanda-
tanda (qarinah) atau melalui tujuan umum syari’at itu sendiri, maka
berdasarkan petunjuk itu para mujtahid menetapkan hukumnya. Semua
ketentuan-ketentuan hukum baik yang ditetapkan melalui nash atau ijtihad
para mujtahid pada bidang yang tidak ada nashnya, dinamakan fiqih.
3. Ushul Fiqh
Pengertian ushul fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah
kata, yaitu : kata ushul dan kata fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama
satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari'ah.
Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata ushul dan kata fiqh tersebut
dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata
itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.
Kata ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut
bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan
pengertian ushul menurut bahasa tersebut, maka ushul fiqh berarti sesuatu
yang dijadikan dasar bagi fiqh.
Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam
ungkapan yang dicontohkan olehAbu Hamid Hakim :
Artinya:
4
"Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta'ala berfirman:
"...dan tunaikanlah zakat!."
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum,
seperti dalam ungkapan sebagai berikut :
Artinya:
"Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari
ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah
haram; Allah Ta'ala berfirman : "Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai... ".
Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat
diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-
dalil bagi fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.
Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan
menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy,
pengertian fiqh yaitu :
Artinya:
"Ilmu tentang hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya
yang terperinci."
B. Ruang Lingkup Objek Kajian Ushul Fiqih
Objek Ushul Fiqh berbeda dengan Fiqh. Objek fiqh adalah hukum
yang berhubungan dengan perbuatan manusia beserta dalil-dalilnya yang
terinci. Manakala objek ushul fiqh mengenai metodologi penetapan
hukum-hukum tersebut. Kedua-dua disiplin ilmu tersebut sama –sama
membahas dalil-dalil syara’ akan tetapi tinjauannya berbeda. Fiqh
membahas dalil-dalil tersebut untuk menetapkan hukum-hukum cabang
yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Sedangkan ushul fiqh
meninjau dari segi penetapan hukum, klasifikasi argumentasi serta siatuasi
dan kondisi yang melatar belakangi dalil-dali tersebut.
Jadi objek pembahasan ushul fiqh bermuara pada hukum syara’
ditinjau dari segi hakikatnya, kriteria, dan macam-macamnya. Hakim
(Allah) dari segi dalil-dali yang menetapkan hukum, mahkum ‘alaih
5
(orang yang dibebani hukum) dan cara untuk menggali hukum yakni
dengan berijtihad.
Berdasarkan kedua definisi yang dikemukakan oleh para ulama
ushul fiqh di atas, Muhammad al-Zuhaili (ahli fiqh dari Syiria),
menyatakan bahwa yang menjadi objek kajian ushul fiqh yang
membedakan dari kajian fiqh, antara lain adalah :
a. Sumber hukum Islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam
menggali hukum syara’ baik yang disepakati (seperti kehujahan
Al-Qur’an dan sunnah), maupun yang diperselisihkan (seperti
kehujahan istihsan dan mashlahah al-mursalah). Adapun
pengertian dalil Naqli adalah dalil yang bersumber dari Al qur’an,
As Sunnah dan Ijma’ para ulama yang diambil dari intisari Al
qur’an dan As sunnah. Dalil ini merupakan dalil pokok yang
menjadi dasar dalam penetapan hukum islam dan Aqidah.
Adapun pengertian dalil aqli adalah dalil yang didasarkan
akal pikiran manusia. Dalil ini tidak bisa dijadikan sandaran
mutlak. Namun dalil ini seringkali digunakan untuk memperkuat
dalil-dalil naqli yang ada
b. Mencarikan jalan keluar dari dalil-dalil yang secara zhahir
dianggap bertentangan, baik melalui al-jam’u wa al-taufiq
(pengkompromian dalil), tarjih (menguatkan salah satu dari dalil-
dalil yang bertentangan), naskh, atau tasaqaut al-dalilain
(pengguguran kedua dalil yang bertentangan). Misalnya,
pertentangan ayat dengan ayat, ayat dengan hadist, atau
pertentangan hadis dengan pendapat akal.
c. Ijtihad, syarat-syarat, dan sifat-sifat orang yang melakukannya
(mujtahid), baik yang menyangkut syarat-syarat umum, maupun
syarat-syarat khusu keilmuan yang harus dimiliki mujtahid.
d. Hukum syar’, yang meliputi syarat-syarat dan macam-macamnya,
baik yang bersifat tuntutan untuk berbuat, tuntutan untuk
meninggalkan suatu perbuatan, memilih anatar berbuat atau tidak,
6
maupun yang berkaitan dengan sebab, syarat, mani’, batal / fasad,
azimah dan rukhsah.
e. Kaidah-kaidah yang digunakan dan cara menggunakannya dalam
meng-istinbath-kan hukum dari dalil-dalil, baik melalui kaidah
bahasa maupun melalui pemahaman terhadap tujuan yang akan
dicapai oleh suatu nash.
C. Al-Ahkam Al-Hamzah
Dalam ushul fiqih hukum-hukum syariat di bagi menjadi dua macam:
1. Al-Ahkam at-Taklifiyyah (hukum taklifiyah)
Al-Ahkam at-Taklifiyyah dibagi menjadi lima yaitu wajib, mandub
(Sunnah), haram, makruh, dan mubah.
1. Wajib
Makna wajib dilihat dari segi bahasa adalah "yang jatuh
dan harus" dan makna wajib menurut istilah dalam ushul fiqih
adalah,
ُ ما أمربِ ِه الشار
ع على وج ِه اِإل لزام
"Apa-apa yang diperintahkan oleh pembuat syari'at dengan bentuk
keharusan" .
Hukum wajib dibagi menjadi beberapa macam dilihat dari
berbagai aspek yaitu:
a) Dilihat dari segi waktu pelaksanaannya, wajib ada 4 macam,
yaitu
Wajib muwaqqat, yaitu kewajiban yang ditentukan batas
waktu untuk melaksanakannya, seperti shalat fardhu yang
lima waktu, kapan mulai dan berakhirnya waktu sudah
ditentukan.
Wajib muwassa’, yaitu waktu untuk melaksanakan
kewajiban memmpunyai waktu yang luas. Seperti waktu
untuk melaksanakan shalat dzuhur kurang lebih 3 jam,
tetapi waktu yang diperlukan untuk melakukan sholat
tersebut cukup 5-10 menit saja.
7
Wajib mudhoyaq, yaitu waktu yang disediakan untuk
melaksanakan untuk melaksanakan kewajiban sangat
terbatas. Seperti puasa Ramadhan lamanya 1 bulan.
Wajib mutlak, yaitu kewajiban yang tidak ditentukan batas
waktu untuk melaksanakannya. Seperti kewajiban
membayar kifarat bagi orang yang melanggar sumpah.
b) Dilihat dari segi orang yang dituntut mengerjakan, wajib
dibagi sebagai berikut.
Wajib ‘Ain, artinya kewajiban yang harus dikerjakan tiap-
tiap mukallaf. Seperti : shalat, puasa, zakat, dan lain-lain.
Wajib kifayah, artinya kewajiban yang boleh dilakukan
oleh sebagian mukallaf (boleh diwakili oleh kelompok
tertentu).
Contoh : mengurus jenazah, menjawab salam, dan lain-lain.
c) Dilihat dari segi kadar (ukuran kuantitasnya) wajib dibagi
menjadi berikut ini.
Wajib muhaddad, yaitu kewajiban yang sudah ditentukan
kadarnya.
Contoh : jumlah rakaat dalam shalat, jumlah besarnya
zakat.
Wajib ghoiru muhaddad, yaitu kewajiban yang belum
ditentukan kadarnya.
Contoh : infaq, tolong menolong, dan shodaqoh.
d) Dilihat dari segi tertentu atau tidaknya yang diwajibkan, wajib
dibagi menjadi berikut ini.
Wajib mu’ayyan, yaitu kewajiban yang telah ditentukan
jenis perbuatannya.
8
berkumpul suami istri di siang hari Ramadhan boleh
memilih memerdekakan budak, bila tidak mampu maka
berpuasa 2 bulan berturut-turut, bila tidak mampu berpuasa
maka memberi makan 60 fakir miskin
2. Mandub
Makna mandub dilihat dari segi bahasa adalah "yang
diseru" dan makna mandub menurut istilah dalam ushul fiqih
adalah,
ماأمربِ ِه الشرع ال على وجه اإللزام
"Apa-apa yang diperintahkan oleh pembuat syari'at tidak dalam
bentuk keharusan”
Mandub secara mayoritas kita kenal dengan istilah sunnah, selain
sunnah terdapat beberapa istilah lain dalam ushul fiqih yaitu
nafilah, tathawwu’, mustahab, dan ihsan.
Mandub (sunnah) di bagi menjadi dua yaitu:
a. Sunah muakkad, artinya perintah melakukan perbuatan
yang sangat dianjurkan (sangat penting).
b. Sunah ghoiru muakkad, artinya sunah yang tidak begitu
penting (kurang dianjurkan).
3. Haram
Makna haram dilihat dari segi bahasa adalah "yang
dilarang" dan makna haram menurut istilah dalam ushul fiqih
adalah,
ما نهى عنهُ الشا رع على وجه اإللزام بِالتَّرك
"sesuatu yang dilarang oleh pembuat syari'at dalam bentuk
keharusan untuk ditinggalkan".
4. Makruh
9
ما نهى عنهُ الشارع ال على وجه اإللزام بِالتَّرك
10
Dibolehkannya melakukan sesuatu yang seharusnya
diharamkan. Hal ini dilakukan karena dalam keadaan
darurat. Contoh : “memakan bangkai, darah, daging babi,
dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain
Allah, dalam Keadaan terpaksa memakannya sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas.
Diperbolehkan meninggalkan hal-hal yang diwajibkan,
apabila ada udzur yang bersifat dibolehkan secara syar’i.
Menganggap sah sebagian aqad-aqad yang tidak memenuhi
syarat tetapi sudah biasa berlaku di masyarakat. Contohnya
jual beli salam (jual beli yang barangnya tidak ada pada
waktu terjadi aqad jual beli / sistem pesanan).
Tidak berlakunya (pembatalan) hukum-hukum yang
berlaku bagi umat terdahulu sebelum Nabi Muhammad
SAW. Contoh : memotong bagian kain yang terkena najis,
mengeluarkan zakat ¼ dari jumlah harta, tidak boleh
melakukan sholat selain di masjid.
Mani’ (Penghalang) Yaitu sesuatu yang karenanya
menyebabkan tidak adanya hukum. Meskipun sebab telah
ada, dan syarat telah terpenuhi, akan tetapi apabila terdapat
mani’ maka hukum yang semestinya bisa diberlakukan
menjadi tidak bisa diberlakukan. Contohnya, apabila
seseorang mempunyai keluarga / kerabat sebagai ahli waris.
Akan tetapi, apabila keduanya berlainan agama, maka
keduanya tidak berhak saling mewarisi. Hal ini karena
berlainan agama menjadi mani’ atau penghalang bagi
seseorang untuk mendapatkan harta peninggalan.
Sah
ما ترتّبت اثا ُر فعْل ِه عليه عبادةً عقدًا
"apa-apa yang pengaruh perbuatannya berakibat padanya,
baik itu ibadah ataupun akad."
11
Fasid
ماال ترتّبت اثا ُر فعْل ِه عليه عبادةً عقدًا
"apa-apa yang pengaruh perbuatannya tidak berakibat
kepadanya, baik itu ibadah atau akad
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut istilah ahli fiqh, yang disebut hukum adalah bekasan dari
titah Allah atau sabda Rasulullah SAW. Apabila disebut syara’ maka
yang dikehendaki adalah hukum yang berkaitan dengan perbuatan
manusia, yaitu yang dibicarakan dalam ilmu fiqh, bukan hukum yang
berkaitan dengan akidah dan akhlak. Jadi, tidak termasuk bahasan al-
hakam dalam ushul fiqih hukum-hukum yang bersifat bathiniyah
seperti hukum aqidah dan akhlaq.
Dalam ushul fiqih hukum-hukum syariah di bagi menjadi dua
macam.
Al-Ahkam at-Taklifiyyah (hukum taklifiyah)
Al-Ahkam at-Taklifiyyah dibagi menjadi lima yaitu wajib,
mandub (Sunnah), harom, makruh, dan mubah.
Al-Ahkam al-Wadh'iyyah (hukum wadh’iyah)
Al-Ahkam at-Taklifiyyah dibagi menjadi 4 yaitu: sebab,
syarat, azimah dan rukhsoh
B. Saran
12
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga
bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang
telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar
pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka
makalah.
DAFTAR PUSTAKA
https://rachmatfatahillah.blogspot.com/2011/11/ushul-fiqhfikih-dan-pengeritan-
ruang.html
https://menzour.blogspot.com/2018/05/objek-kajian-fiqih-dan-ushul-fiqh.html
https://www.abimuda.com/2015/11/pengertian-dalil-aqli-dan-naqli-dan-
contohnya.html
https://acehdroe.blogspot.com/2017/11/pengertian-syariat-ushul-fiqh-fiqh-
dan.html
buku Fiqih kelas 10 kurikulum 2013
13