Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah ilmu tauhid dan ilmu akhlak.
Dosen Pengampu : Dr. Eep Sopwana Nurdin, M.Ud
Disusun oleh :
Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Ilmu Tauhid dan Ilmu Akhlak, dengan judul :
“Haqiqah Iman wa Tsamratuhu’’.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Eep Sopwana Nurdin, M.Ud, selaku
dosen mata kuliah ilmu tauhid dan ilmu akhlak yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kami tentang mata kuliah ini.
Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, banyak
kekurangan dan kelemahan pada penyusunan dan penulisan. Demi kesempurnaan makalah ini,
kami sangat berharap adanya perbaikan, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Wassalamualaikum wr.wb
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rukun Iman adalah 6 pilar dasar keimanan yang harus dipercayai dan diyakini oleh
setiap muslim, karena sebagai seorang muslim kita wajib meyakini adanya Allah SWT, dan
beriman kepada-Nya. Kita juga harus mengimani malaikat-malaikat-Nya, yang diutus
langsung oleh Allah SWT, dengan tugasnya masing-masing. Kita juga harus beriman kepada
kitab-kitab Allah SWT dan percaya bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab suci-Nya
kepada para Rasul dengan perantara malaikat, mempercayai adanya para Rasul Allah yang
diutus langsung oleh Allah untuk menyampaikan wahyu yang telah Allah berikan kepadanya,
mempercayai akan adanya hari akhir, dan yakin kepada qadha dan qadhar yang telah ditetapkan
Allah kepada kita.
Perilaku keislaman harus didasari dengan keimanan yang teguh. Karenanya, Tindakan
manusia yang tidak didasari keimanan yang benar pada akhirnya hanya akan melahirkan
dampak buruk. Memiliki iman dengan peringkat yang mulia dan tinggi bukanlah sesuatu yang
tanpa tujuan, tidak perlu diragukan betapa penting menjadikan iman sebagai hal utama pada
seluruh aspek kewajiban. Semua kebaikan di dunia dan akhirat kelak sangat tergantung kepada
ada dan tidaknya iman dalam diri seseorang dan juga kekuatan serta integritasnya. Iman
menghasilkan berbagai keuntungan bagaikan buah yang ranum, serta menghasilkan sesuatu
yang nikmat dan kebaikan yang tak henti-hentinya. Namun terkadang kita sebagai manusia
yang mengaku memiliki iman belum mengetahui secara pasti hakikat sesungguhnya dari iman
itu sendiri. Sehingga tak sedikit dari kita tidak merasakan keuntungan dan kebaikan dari apa
yang dihasilkan iman seperti yang dijelaskan di atas. Berpijak dari hal ini sudah seharusnya
iman menjadi landasan seluruh tingkah laku seorang muslim.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Haqiqah dalam pengertian bahasa, berasal dari bahasa Arab yang artinya nyata,
kenyataan, atau asli. Haqiqah dari kata haqqa yang berarti tetap. Sebagai makna subjek (fā’il)
memiliki arti yang tetap, atau sebagai objek (maf’ūl) yang berarti ditetapkan. Haqiqah berarti
sebuah kata yang maknanya asli sebagaimana yang ditetapkan di dalam Alquran.
Para pakar ilmu hakikat (ilmu tasawuf) menjelaskan bahwa hakikat adalah konsep –
konsep yang tumbuh mengakar di dalam hati berupa kejelasan-kejelasan dan ketersingkapan
hal-hal samar (goib), rahasia wujud.
Kata Iman berasal dari bahasa arab yaitu “ ” امنyang artinya aman, damai, tentram.
Dalam pengertian lain adalah keyakinan atau kepercayaan. Dari segi bahasa iman berarti
tashdiq atau membenarkan, sedangkan menurut istilah syara’ iman adalah tashdiq bil qolbi atau
membenarkan dengan hati semua pengakuan akan hal tersebut dengan lidah atau lisan. Seperti:
a. Keberadaan Allah sebagai Maha Pencipta, dan tidak ada sesuatu pun yang menjadi sekutu
bagi-Nya.
b. keberadaan Makhluk Allah yaitu Malaikat, mereka adalah hamba Allah yang dimulikan,
yang tidak pernah melakukan maksiat dan selalu melakukan perintah Allah.
c. Keberadaan seluruh kitab samawi yang diturunkan oleh Allah dan meyakini bahwa kitab-
kitab tersebut merupakan syari’at Allah.
d. Keberadaan seluruh Rasul yang telah dipilih dan diutus oleh Allah untuk membimbing
umat manusia.
e. Keberadaan hari kiamat.
f. Keberadaan takdir.
3
2. Iman kepada Allah
Iman kepada Allah merupakan rukun iman pertama dan paling utama dalam Islam.
Seorang muslim haruslah terlebih dahulu mengenal siapa Tuhannya, Allah SWT. Beriman
kepada Allah SWT berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT adalah satu-
satunya Tuhan yang wajib disembah, mengikrarkan dengan lisan bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah (kalimat syahadat). serta mengamalkan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
Menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri, keimanan tersebut
bisa terwujud dalam empat perkara berikut:
1. Iman Terhadap Keberadaan (wujud) Allah SWT.
2. Iman bahwa Allah adalah Tuhan yang Tidak Ada Sekutu Bagi-Nya.
3. Beriman dengan Uluhiyyah (meng-Esakan) Allah SWT.
4. Beriman dengan Asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat Allah SWT.
Di dalam Kitab Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri menjelaskan arti
Iman kepada Allah SWT sebagai sikap muslim yang meyakini wujud atau adanya Allah Yang
Maha Suci. Orang yang memiliki Iman kepada Allah, meyakini bahwa Allah yang menciptakan
langit dan bumi, mengetahui yang ghaib dan yang tampak.
Bahwasanya sebagai umat Islam yang beriman kita harus meyakini sepenuh hati bahwa
Allah itu benar ada dan selalu memantau tingkah laku umatnya, maka dari itu tidak ada satu
detik yang membuat kita lupa atau tidak beriman kepada Allah SWT. Sebagai umat manusia
yang diciptakan secara sempurna, dimana kita diciptakan dengan diberi anugerah akal dan
pikiran oleh Allah SWT. Pikiran yang kita emban ini senantiasa mendorong kita untuk terus
berpikir, dimana kita sebagai makhluk Allah yang paling sempurna harus mempunyai pikiran
bahwa alam semesta ini tidak secara mendadak ada tanpa diciptakan, siapa lagi kalau bukan
Allah SWT yang menciptakan seluruh keajaiban di alam semesta ini. Allah SWT berfirman
dalam Qs. Al-A’raf ayat 54 :
َ َس ألنَك
ًعلَ أي ِه أم َو ِك أيل َ َربُّ ُك أم ا َ أعلَ ُم ِب ُك أم ِإ أن يشَأ َي أر َح أم ُك أم أ َ أو ا أِن يشَأ يُ َع ِذ أب ُك أم َو َما ا َ أر
Artinya: “Tuhanmu telah mengetahui tentang kamu. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia akan
memberikan rakmat kepadamu, dan jika Dia menghendaki, pasti Dia akan mengadzabmu. Dan
kami tidaklah mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi penjaga bagi mereka.” (QS. Al-Isra’:
54).
Berdasarkan ayat tersebut, sifat jaiz Allah Swt yaitu sifat yang boleh ada pada Allah
Swt. atau boleh tidak ada pada Allah Swt., artinya Allah Swt. boleh berbuat dan boleh pula
tidak berbuat terhadap sesuatu.
6
Berikut nama-nama malaikat yang wajib kita imani sebagai umat muslim, yaitu:
1. Jibril, tugasnya menyampaikan wahyu.
2. Mikail, tugasnya membagi rezeki.
3. Israfil, tugasnya meniup sangkakala.
4. Izrail, tugasnya mencabut nyawa.
5. Munkar, tugasnya menanyai di kubur.
6. Nakir, tugasnya menanyai di kubur
7. Rokib, tugasnya mencatat amal kebaikan.
8. Atid, tugasnya mencatat amal keburukan.
9. Ridwan, tugasnya menjaga surga.
10. Malik, tugasnya menjaga neraka.
7
Melalui Rasul manusia dapat melihat contoh perilaku yang baik dan sesuai dengan
kehendak Allah, dan melalui Rasul ini pula, manusia dapat mengetahui segala sesuatu
tentang Allah, mulai dari rencana, kehendak, keagungan, dan kekuasaan-Nya, sampai
kepada manusia itu sendiri yang hakikatnya adalah berasal dari Allah dan akan kembali
kepada Allah. Oleh karena itu, iman kepada Nabi dan Rasul merupakan salah satu
kebutuhan fitrah manusia.
Sifat-sifat bagi Rasul Allah terbagi menjadi tiga, yaitu: sifat wajib, sifat mustahil,
dan sifat jaiz.
a. Sifat wajib Rasul, yaitu shidiq (jujur), amanah (dipercaya), tabligh (menyampaikan),
dan fatonah (cerdas).
b. Sifat mustahil Rasul, yaitu kidhib (bohong), khianah (berkhianat atau tidak dipercaya),
kitman (menyembunyikan), dan baladah (bodoh).
c. Sifat jaiz Rasul, yaitu sifat-sifat yang boleh dilakukan dan boleh pula ditinggalkan
seperti: makan, minum, tidur, menikah, istirahat, sakit, pingsan, dan lain-lain.
8
7. Iman kepada Qadha dan Qadar
Syaikh At-Tuwaijiri mengatakan bahwa beriman kepada takdir adalah membenarkan
secara pasti bahwa kebaikan dan keburukan yang terjadi dan segala sesuatu yang terjadi maka
semua itu terjadi dengan ketetapan dari Allah dan takdirnya. Takdir Allah terbagi atas 2 :
Menurut bahasa, qadha berarti ketetapan yang sudah dituliskan sebelum manusia
diciptakan. Catatan tersebut termuat dalam kitab Lauh Mahfudz mulai dari kehidupan,jodoh,
kebaikan, serta kematian. Meskipun hal ini tidak diketahui kapan waktunya namun sebagai
makhluk kita harus senantiasa bersiap. Caranya yaitu dengan taat beribadah serta berusaha
menghindari larangan Allah.
Menurut bahasa, qadar merupakan ketentuan atau kepastian yang masih bisa berubah
dengan usaha. Oleh karenanya manusia dianjurkan untuk selalu berdoa. Doa sendiri dipercaya
sebagai senjata umat Islam bahkan dipercaya bisa merubah ketentuan yang bersifat tidak tetap.
Antara qadha dan qadar saling berkaitan satu sama lain bahkan dikenal sebagai takdir dari
Allah SWT yang wajib untuk diyakini keberadaannya.
Beriman kepada takdir Allah tidak teranggap sempurna hingga mengimani 4 perkara:
a. Mengimani bahwa Allah Swt. mengetahui semua kejadian yang telah berlalu,yang sedang
terjadi, yang belum terjadi, dan semua kejadian yang terjadi maupun yang tidak terjadi.
b. Mengimani bahwa Allah Swt. telah menuliskan semua takdir makhluk hidup di Lauh Al-
Mahfuzh, 50.000 tahun sebelum dia menciptakan langit dan bumi. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr
bin Al-‘Ash ra. dia berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Allah telah menuliskan segenap takdir bagi semua makhluk 50.000 tahun sebelum Allah
menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim)
c. Mengimani bahwa tidak ada satupun gerakan dan diamnya makhluk di langit, di bumi, dan
di seluruh alam semesta kecuali semua baru terjadi setelah Allah menghendaki. Tidaklah
makhluk bergerak kecuali dengan kehendak dan izin-Nya, sebagaimana tidaklah mereka diam
dan tidak bergerak kecuali setelah ada kehendak dan izin dari-Nya.
d. Mengimani bahwa seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat mereka beserta seluruh sifat dan
perbuatan mereka adalah makhluk ciptaan Allah.
9
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Haqiqah dari kata haqqa yang berarti tetap. Sebagai makna subjek (fā’il) memiliki arti
yang tetap, atau sebagai objek (maf’ūl) yang berarti ditetapkan. Haqiqah berarti sebuah kata
yang maknanya asli sebagaimana yang ditetapkan di dalam Alquran. Dari segi bahasa iman
berarti tashdiq atau membenarkan, sedangkan menurut istilah syara’ iman adalah tashdiq bil
qolbi atau membenarkan dengan hati semua pengakuan akan hal tersebut dengan lidah atau
lisan. Seperti:
a. Keberadaan Allah sebagai Maha Pencipta, dan tidak ada sesuatu pun yang menjadi sekutu
bagi-Nya.
b. keberadaan Makhluk Allah yaitu Malaikat, mereka adalah hamba Allah yang dimulikan,
yang tidak pernah melakukan maksiat dan selalu melakukan perintah Allah.
c. Keberadaan seluruh kitab samawi yang diturunkan oleh Allah dan meyakini bahwa kitab-
kitab tersebut merupakan syari’at Allah.
d. Keberadaan seluruh Rasul yang telah dipilih dan diutus oleh Allah untuk membimbing
umat manusia.
e. Keberadaan hari kiamat.
f. Keberadaan takdir.
Beriman kepada Allah SWT berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT
adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, serta mengamalkan apa yang
diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Beriman kepada Malaikat maksudnya percaya kepada Malaikat sebagai hamba Allah
yang sangat taat kepada Allah, dan senantiasa menuruti perintah Allah sehingga Allah
memuliakan mereka.
Beriman kepada kitab Allah, maksudnya membenarkan dengan penuh keyakinan
bahwa Allah mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-Nya dengan kebenaran
yang nyata dan petunjuk yang jelas.
Beriman kepada para Nabi dan Rasul adalah beriman kepada siapa saja yang Allah
Ta’ala sebut dalam kitab-Nya sebagai para rasul dan Nabi-Nya.
Beriman kepada Hari Akhir adalah keyakinan kepada hari kiamat.
Beriman kepada takdir adalah membenarkan secara pasti bahwa kebaikan dan
keburukan yang terjadi dan segala sesuatu yang terjadi maka semua itu terjadi dengan ketetapan
dari Allah dan takdirnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2008.
Ali, Zainudin. Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2007.
Aminuddin. Membangun Karakter dan Kepribadian Melalui Pendidikan Agama Islam.
Yogyakarta: Graha Ilmu. 2006.
DEPAG. 2015. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : CV Darus Sunnah
Musthafa Dr, Al-Buqha. Dan Misto, muhyiddin. 2002. Syarah Arbain Nawawiyah: pokok-
pokok Ajaran Islam, Jakarta : Rabbani Press
11