1
*
Malamnya, Halim berjalan ke ruang keluarga. Di dapatinya
mama dan papa tengah menonton televisi bersama.
“Eh, Halim, duduk sini, Nak,” ucap Mama dengan suara
lembutnya.
Halim menurut dan duduk tepat di samping Mama.
“Ada apa, Sayang?” tanya Mama lagi.
“Hmm…. Halim nggak tahu harus ngomong dari mana,”
“Halim ada masalah apa sih, Sayang? Mama benar-benar
penasaran lho. Mama nggak suka lihat Halim uring-uringan gitu. Kan
Mama selalu bilang sama Halim, kalau ada masalah, cerita sama
Mama. Nanti kita coba cari solusi bersama-sama. Ya kan, Pa?” mama
memandang Papa. Papa pun menganggukkan kepala.
“Halim disuruh teman-teman untuk ngucapin selamat hari
guru buat Ibu wali kelas.”
“Wali kelas Halim Bu Zahrona, kan? Apa susahnya, Sayang?”
tanya Mama penuh tanda tanya.
“Salahnya Halim lagi merasa bersalah sekaligus kesal sama
Ibu itu, Ma. Beberapa hari yang lalu Halim kena hukum gara-gara lupa
ngerjain peer,” jelas Halim dengan kening berkerut.
Mama tersenyum. “Nak, kalau kamu nggak buat salah, Bu
Zahrona juga pasti nggak bakalan hukum kamu. Nah, pas ngucapin
selamat hari guru nanti, ungkapin deh rasa menyesalmu pada beliau.
Mama yakin Halim pasti dimaafin,”
“Tapi Halim malu, Ma. Mama kan tahu kalau Halim ketua
kelas. Masa gara-gara lupa ngerjain peer aja Halim dihukum?”
“Biar adil, Sayang. Kalau kamu nggak dihukum, bagaimana
pula dengan temanmu yang lain? Udah, pokoknya kamu nggak perlu
pusing. Minta maaf sama Bu Zahrona pas di hari Guru itu momen
yang tepat. Gimana, bisa kan?”
Halim pun mengangguk pelan. Mama tersenyum memandangi
putra bungsunya tersebut.
2
*
Halim berdiri di depan kelas. Ungkapan selamat hari Guru
mengalir lancar di bibirnya. Bu Zahrona dan teman-teman sampai
kagum dibuatnya.
“Dan yang terakhir, Halim minta maaf pada Ibu karena Halim
belum bisa menjadi murid yang baik. Halim bahkan sempat benci
sama Ibu sebab Ibu ngasih hukuman ke Halim. Maafin Halim ya, Bu.
Halim salah dan Halim udah sadar. Halim sayang sama Ibu. Tanpa Ibu,
Halim mungkin bakalan jadi anak bodoh selamanya,” sahut Halim
jujur.
Bu Zahrona tersenyum penuh haru mendengar pengakuan
Halim. Ketika Halim sudah duduk di kursinya, Bu Zahrona berkata,
“Ibu juga minta maaf pada kalian. Ibu sayang kalian. Dan Ibu pengen
kalian menjadi anak-anak cerdas yang nantinya bisa membanggakan
orang tua, bahkan Negara Indonesia tercinta ini. Dan Halim, terima
kasih pidato singkatnya yang penuh kejujuran.”
Di kursinya, Halim tersenyum malu sekaligus senang.
Ternyata, semua tidak seburuk yang dia pikirkan.