Anda di halaman 1dari 7

TRANSLATE Jurnal ROLE OF VITAMIN D in TX of KELOID.

Menna mamdouh MSc

Abstrak

Latar Belakang: Keloid adalah pertumbuhan berlebih jaringan fibrotik jinak berbatas tegas yang
melampaui batas asli dari defek. Pengobatan keloid adalah tantangan khusus bagi dokter kulit. Injeksi
kortikosteroid intralesi telah dianggap sebagai lini pertama pengobatan keloid. Vitamin D berperan
penting dalam proliferasi dan diferensiasi sel karena memperlambat perkembangan fibrosis jaringan
dengan fibroblas keloid dan menghambat sintesis kolagen pada fibrosis dermal.

Tujuan: Untuk mengevaluasi efekasi injeksi vitamin D intralesi dalam pengobatan keloid, baik secara
klinis maupun ultrasonik.

Metode: Empat puluh pasien Mesir dengan bekas luka keloid disuntik setiap minggu dengan intralesi
vitamin D dengan dosis 0,2 ml (200.000 IU) per 1 cm lesi. Bekas luka keloid dievaluasi dengan Skala
Bekas Luka Vancouver (VSS) dan dengan USG resolusi tinggi menggunakan mode B sebelum dan sesudah
terapi, pasien menerima 3 hingga 4 sesi.

Hasil: Ada penurunan VSS yang sangat signifikan secara statistik setelah terapi injeksi vitamin D intralesi
(nilai p≤0,001). Ada juga peningkatan yang sangat signifikan secara statistik dalam ketebalan bekas luka
keloid ultrasonik setelah perawatan (P value 0,001).

Kesimpulan: Vitamin D intralesi merupakan metode yang efektif dan aman dalam pengobatan bekas
luka keloid. Ultrasonografi adalah metode yang berguna dalam menilai peningkatan keloid setelah
pengobatan.

Pendahuluan

Keloid adalah bekas luka abnormal yang tumbuh di luar batas cedera kulit sebelumnya. Keloid memiliki
tampilan klinis pertumbuhan tidak berbentuk yang meningkat dan sering dikaitkan dengan pruritus dan
nyeri.

Terapi bekas luka keloid menantang dan kontroversial. Pendekatan gabungan menjadi lebih banyak
digunakan karena lebih efektif daripada modalitas terapi tunggal.

Beberapa modalitas terapi dengan tingkat keberhasilan berbeda-beda juga tersedia untuk terapi keloid.
Ini termasuk occlusive dressing, terapi kompresi, dan suntikan kortikosteroid intralesi

Botulinum toksin tipe A, kortikosteroid (termasuk diprospan dan triamcinolone acetonide (TAC)),
verapamil, dan 5-fluorouracil (5-FU) adalah obat utama untuk injeksi lokal dalam pengobatan patologis
bekas luka. Namun, kemanjuran keempat obat ini dalam pengobatan bekas luka patologis belum bisa
dipastikan.

Vitamin D merupakan vitamin yang larut dalam lemak. Ini adalah hormon steroid yang diperoleh melalui
paparan matahari, diet, atau suplemen dan sangat penting untuk kesehatan manusia. Vitamin D terlibat
dalam homeostasis serum kalsium serta penghambatan proliferasi sel, diferensiasi promosi sel, dan
apoptosis. Fungsi ini mungkin memiliki peran dalam kanker, imunitas dan banyak sistem organ.
Vitamin D memerankan peranan penting dalam perekmbangan kanker, inflamasi dan fibrosis. Aktivitas
vitamin D tergantung pada reseptor vitamin D (Vitamin D Receptor/VDR). Ada pendapat mengatakan
bahwa VDR mungkin memiliki peran dalam patologi keloid dan petunjuk memungkinkan bagi VDR dalam
meningkatnya kerentanan untuk terjadi bekas luka keloid pada individu dengan pigmen kulit yang gelap.
Untuk membedakan perbedaan ekspresi VDR mungkin terlibat dalam patologi keloid, dilakukan
investigasi ekspresi dan lokalisasi nuclear dari VDR pada jaringan bekas luka keloid disbanding kulit
normal. Hasilnya menunjukkan lokalisasi nuklear yang secara signifikan rendah dari VDR pada epidermis
bekas luka keloid dibandingkan pada kulit normal.

Aktivitas antifibrotic dari D3 telah ditunjukkan pada sistem organ lain dan tipe sel, termasuk paru, ginjal
dan hati. D3 telah berimplikasi dalam regulasi gen yang terlibat dalam transisi epitelial mesenkimal
(ephitelial-mesenchymal transition/EMT), prosesnya berimplikasi dalam fibrosis dan metastasis, begitu
juga bekas luka keloid. Selanjutnya, D3 bekerja melalui VDR telah ditunjukkan untuk mengeksibisi
property imunomodulator dan anti inflamasi dalam berbagai tipe sel dan model penyakit. Potensi
mekanisme yang ditunjukkan dimana penurunan ekspresi VDR dan lokalisasi nuclear mungkin terlibat
dalam patologi keloid.

Maka dari itu kami mengasumsi bahwa ada hubungan antara peran VDR dalam patologi keloid dan
efekasi dari vitamin D sebagai teapi pada bekas luka keloid.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi efekasi injeksi intralesi Vitamin D3 dalam pengobatan
keloid, secara klinis dan ultrasonic.

Metode dan Pasien

Dalam penelitian ini, 40 pasien orang Mesir dengan bekas luka keloid, usia mereka berkisar 18-56 tahun
pada kedua jenis kelamin, dimasukkan. Pasien dikumpulkan secara acak dari Klinik Rawat Jalan
Dermatologi dan Venereologi Rumah Sakit Universitas Al-Zahraa selama periode Maret 2019 hingga
Oktober 2019. Persetujuan diperoleh dari Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Putri, Universitas
AL-Azhar. Studi ini memenuhi semua aspek etika yang diperlukan dalam penelitian manusia.

Persetujuan tertulis diambil sebelum dimasukkannya subjek ke dalam penelitian, setelah menjelaskan
langkah-langkah penelitian, hasil yang diharapkan, dan efek samping untuk semua subjek.

Kriteria Inklusi

Kedua jenis kelamin, usia dari 18 hingga 60 tahun, pasien dengan satu keloid dengan durasi lebih dari 6
uloan, ukuran bervariasi tidak lebih dari 5 cm, keloid berada di beberapa daerah yang berbeda pada
tubuh, dan setiap pasien dengan keloid lama atau de novo.

Kriteria Eksklusi

Pasien dengan terapi keloid sebelumnya dalam 6 bulan terakhir, kehamilan atau laktasi, dan keloid pada
wajah.
Seluruh pasien menjadi sasaran berikut.

Anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik lengkap, status dermatologis, foto dokumentasi, dan skoring klinis
menggunakan VSS dan US assessment of keloid.

Materi yang digunakan

Kami menggunakan ampul vitamin D (kolekalsiferol). Ini ampul 2 ml yang di manufaktur lokal dengan
hanya 1 ampul tiap bungkusan.

Metode penelitian

Membersihkan bagian injeksi dengan alcohol, tidak diperlukan anestesi (topikal atau lokal), injeksi
intralesi vitamin D3 (200.000 IU) dengan dosis 0,2 ml setiap 1 cm menggunakan 1 ml spuit insulin U-100,
dan memberikan tekanan ringan di daerah suntikan untuk meminimalisirkan nyeri. Sesi dilakukan setiap
minggu dengan maksimum 3-4 sesi.

Metode Evaluasi

Dokumentasi foto menggunakan digital rear camera dual (20MP+2MP), 20MP f/1,8 sensor primer, dan
depth sensor 2MP dengan autofokus laser dan filter Al algoritme, skoring klinis dengan VSS (pigmentasi,
vaskularitas, lembut, dan tinggi atau ketebalan bekas luka), pengukuran ketebalan keloid oleh peralatan
ultrasound resolusi tinggi (Philips US-Afanti 70, superficial head) dan kepuasan pasien dengan Visual
Analogue Scale.

Efek samping dari terapi di temukann oleh dokter dan pasien juga.

Follow up kasus sampai 2 bulan sejak sesi injeksi terakhir.

Analisis statistic

Data dianalisa dengan Microsoft office 2013 (Excel) dan Statistical package for social science (SPSS) versi
25.

Hasil dilaporkan dengan means ±standard deviation (SD), dan perbedaan antara dua parameter
(sebelum dan sesudah injeksi vitamin D) dilakukan menggunakan uji paired sample T. Begitu juga uji
independent smple t dilakukan untuk membandingkan dua kategori dari studi kasus (laki-laki dan
perempuan, merokok dan tidak merokok).

Tingkat signifikan diambil pada:

1. P value >0.05 dianggap tidak signifikan


2. P value ≤0.05 dianggap signifikan
3. P value ≤0.001 dianggap signifikan sangat tinggi
Hasil

Pasien yang mengikuti adalah 40 orang Mesir dewasa dengan bekas luka keloid yang berbeda ukuran
antara 1 cm hingga 5 cm dalam dimensi maksimum mereka. Keloid berada di beberapa tempat berbeda
pada tubuh (dada, punggung, anggota gerak, perut dan leher). Usia berkisaran dari 18 hingga 56 tahun
dengan mean 30,8 ± 12 SD. Kasus pada perempuan ada 21 kasus dari 40 kasus (52,5%), dan laki-laki
didapati 47,5%, 19 dari 40 kasus.

Data deskripsi klinis dari kasus menunjukkan 95% kasus tidak memiliki riwayat keloid dalam keluarga (38
dari 40 kasus). Terdapat 5 kasus yang pernah melakukan terapi untuk bekas luka keloid mereka (12,5%).
Riwayat terapi sebelumnya mereka berkisaran 1 hingga 5 tahun yang lalu.

Hasil terapi

Respon klinis oleh Vancouver Scar Scale

Terdapat penurunan VSS signifikan yang sangat tinggi setelah terapi dengan injeksi intralesi vitamin D.

Gambar 1. Pasien laki-laki usia 29 tahun dengan keloid pada leher. (A) Sebelum terapi dengan VSS: 11.
(B) Setelah 4 sesi injeksi intralesi vitamin D menunjukkan perbaikan yang sangat baik dari VSS menjadi 4.

Gambar 2 Pasien perempuan berusia 50 tahun dengan keloid di punggung. (A) Sebelum terapi VSS: 10.
(B) Setelah 4 sesi dari ibjeksi vitamin D3 menunjukkan perbaikan yang sangat baik dari VSS menjadi 2.

Gambar 3 Pasien perempuan berusia 28 tahun dengan keloid di punggung. (A) Sebelum terapi VSS: 12.
(B) Setelah 4 sesi VSS: 6.

Mean value dari VSS sebelum terapi (9.6 ± 1.3) dan mean value setelah terapi lebih rendah (4.35 ± 1.7),
menunjukkan perekembangan yang sangat baik dalam respon klinis. P value ≤0.001.

Respon ultrasonik

Terdapat perbaikan signifikan yang tinggi terlihat pada ketebalan keloid ultrasonic setelah terapi dengan
injeksi intralesi vitamin D. Pengukuran ultrasonik sebelum terapi memiliki mean value tinggi, dan
menjadi rendah setelah terapi. Mean value sebelum terapi 1.4 ± 0.5 dan 0.8 ± 0.4 setelahnya. P value
≤0.001.

Terdapat korelasi positif antara VSS dan respon ultrasonik. P value ≤0.05

Kepuasan Pasien

Mayoritas kasus puas sebagai berikut: skor kepuasan (Visual Analogue Scale) berkisar dari 6 hingga 10
dalam 72,5% dari kasus (29 kasus) dan dari 0 hingga 5 dalam 27,5% dari kasus (11 kasus).
Terdapat korelasi positif antara respon klinis oleh VSS dan kepuasan pasien dengan VAS. Mean value
dari VAS 6.65 ± 2.36 dan mean value dari VSS setelah terapi 4.35 ± 1.7. P value 0,00 yaitu signifikan.

Evaluasi efek samping pada kelompok studi

Efek samping yang terlihat setelah injeksi intralesi vitamin D adalah: nyeri, kemerahan, bengkak dan
tenderness selama 2 hari setelah sesi injeksi. Terdapat pada 21 kasus (52,5%), dan 19 kasus tidak
terdapat efek samping sama sekali (47,5%). Tidak terdapat perbedaan respon klinis antara kedua grup.
Mean value VSS 4.52 ± 1.6 pada pasien yang memiliki efek samping, dan 4.16 ± 1.9 pada pasien tanpa
efek samping. P value 0,51 dimana tidak signifikan

Tidak ada keterlibatan statistik signifikan antara respon klinis dan perbedaan usia, jenis kelamin, riwayat
keluarga, riwayat terapi, lokasi dan penyebab keloid. P value di atas 0,05 dimana tidak signifikan.

Gambar 4 High-resolution B mode ultrasonic imaging dari keloid. (A) Sebelum terapi menunjukkan
ketebalan keloid 0,501 cm dan Panjang 1,9 cm. (B) Setelah 4 sesi dari injeksi intralesi vitamin D
menunjukkan penurunan ketebalan menjadi 0,381 cm dan Panjang menjadi 1,74 cm, menunjukkan
perekmbangan yang baik.

Gambar 5. High-resolution B mode ultrasonic imaging dari keloid. (A) Sebelum terapi menunjukkan
ketebalan keloid 0,864 cm dan Panjang 1,95 cm. (B) Setelah 4 sesi injeksi intralesi vitamin D menunjukan
penurunan ketebalan menjadi 0,73 cm dan Panjang menjadi 1,23 cm, menunjukan perkembangan yang
baik.

Diskusi

Mekanisme yang mendasari pathogenesis keloid termasuk inflamasi yang berlebihan, angiogenesis
berlebihan, dan keterlambatan apoptosis dari myofibroblas fibrotic.

Diketahui bahwa vitamin D memiliki peran yang menguntungkan dalam memperlambat perjalanan
fibrosis jaringan.

Bentuk aktif dari vitamin D diketahui menghambat proliferasi fibroblast keloid dengan menginhibisi
produksi matriks ekstraselular diinduksi oleh TGF-β dan bekerja sebagai mediator anti inflamasi.

Studi yang dibuat oleh terzi et al menunjukkan korelasi antara tingkat vitamin D setahun atau lebih
setelah terbentuknya luka dan luka bakar. Kadar vitamin D ditemukan rendah pada pasien dengan VSS
tinggi, dimana menunjukkan bekas luka berat. Studi melaporkan bahwa kadar 25(OH) vitamin D
menunjukkan penurunan progresif setelah luka bakar. Akan menjadi menarik pada studi selanjutnya
untuk menentukan defisiensi vitamin D dapat di prediksi dari terbentuknya bekas luka abnormal.

Pada studi ini, 40 pasien orang mesir dengan bekas luka keloid termasuk. Ukuran, lokasi dan ketebalan
keloid bervariasi diantara kasus.
Pada studi terkini, ijeksi intralesi vitamin D menghasilkan peningkatan signifikan dalam parameter VSS;
vaskularitas, kelunakan, dan tinggi keloid. Terdapat penurunak ketebalan dari keloid yang signifikan oleh
US.

Hasil kami memiliki hasil yang sama dengan Zhang et al. yang memaparkan studi rasional untuk menguji
suplemen vitamin D sebagai pencegahan dan/atau strategi terapi awal untuk keloid dan penyakit fibrotic
yang terkait. Mereka juga menginvestigasi efek dari 1, 25 dihydroxyvitamin D3 (1,25D) dalam
pathogenesis dari fibrosis jaringan oleh fibroblast keloid. Mereka berhipotesis bahwa vitamin D
mempengaruhi proses profibrogenic dengan mentargetkan fibroblast normal dan KF.

Tambahan, Ramirez et al menemukan bahwa 1,25D menginhibisi sel multipotent mesenkimal dan
fibroblast paru primer dengan meregulasi gen terkait apoptotik. Begitu juga 1,25D menginduksi regulasi
dari kunci lain factor kunci antifibrotik menyediakan wawasan tambahan ke dalam kemungkinan
mechanism terjadi dimana 1,25 D mempromosikan fenotipe antifibrotic.

Hasil kami menunjukan kesepakatan dengan studi yang dibawa oleh Damanik et al yang melaporkan
bahwa bentuk aktif dari vitamin D menginhibisi proliferasi fibroblast keloid. Mereka menyimpulkan
bahwa semakin rendah serum 25-hidroxyvitamin D, semakin berat derajat keloidnya. Mereka juga
menyimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi signifikan antara serum kadar 25-hydroxyvitamin D dan
kedua jenis kelamin, usia, durasi keloid, dan riwayat keluarga.

Peneliti kami merupakan yang pertama melakukan penelitian efekasi injeksi intralesi vitamin D pada
terapi keloid.

Vitamin D memiliki peran penting dalam memainkan peran dalam proliferasi sel, diferensiasi, inflamasi,
dan fibrosis. Berdasarkan fakta tersebut, El Sayed et al menunjukkan bahwa vitamin D3 efektif dalam
terapi plantar warts. Tambahan, Sorour et al menunjukkan injeksi intralesi vitamin D efektif dan terapi
aman untuk veruka vulgaris.

Penelitian kami menunjukkan reduksi signifikan pada ketebalan keloid setelah injeksi intralesi vitamin D,
dan penurunan ini dikonfirmasi secara ultrasonic dan juga oleh VSS.

VSS merupakan salah satu sistem skoring bekas luka yang paling sering digunakan pada penelitian. Skala
ini mengukur 4 variabel: vaskularisasi, pigmentasi, konsistensi, dan tinggi/ketebalan.

Studi kita menunjukkan penurunan signifikan yang tinggi dalam VSS dan ketebalan keloid ultrasonic
setelah terapi dengan injeksi intralesi vitamin D.

Terdapat korelasi positif antara reduksi dalam VSS dan respon ultrasonic. Pada penelitian kami, kami
mengobservasi bahwa tidak terdapat hubungan antara respon terapi dan jenis kelamin kasus atau usia,
lokasi, dan ukuran bekas luka.

Kami menggunakan US untuk mengukur perkembangan dari ketebalan keloid setelah terapi.

Studi menurut Elrefaie et al menawarkan USG resolusi tinggi merupakan alat yang secara relative lebih
kurang mahal, kurang menghabiskan waktu, dan tersedia lebih efisien diggunakan sebagai metode
efektif untuk mengukur bekas luka dan monitoring terapi.
Pada studi kami, efek samping utama injeksi vitamin D merupakan nyeri, tenderness, bengkak, dan
sensasi terbakar pada lokasi injeksi. Mereka timbul antara 24 jam setelah injeksi hingga 2 hari dengan
perbaikan spontan atau dengan provokasi panas. Timbul pada 21 pasien dari 40 (52%).

Dan hasil ini merupakan kesepakatan dengan Clifton et al yang menemukan nyeri, tenderness, bengkak,
dan sensasi terbakar merupakan efeksamping utama dari vitamin D. Juga kesepakatan dengan Elsayed
et al edema dan eritema setelah injeksi intralesi pada lesi ditemukan dalam (82,8% pasien) dalam
kelompok vitmin D3. Tidak terdapat laporan kasus dengan ulserasi atau reaksi hipersensitivitas atau
serangan vasovagal. Pada studi lain, efek samping lainya timbul seperti gatal, nyeri, atau keduanya
setelah injeksi vitamin D pda 60% kasus.

Efekasi, keamanan dan tidak mahal membuat injeksi vitajmin D3 merupakan piihan yang tepat untuk
terapi.

Injeksi intralesi vitamin D pada keloid mengatasi metode terapi konvensional untuk keloid termasuk
krioterapi, kortikosteroid intralesi, dan intralesi 5-FU.

Vitamin D merupakan cara terapi yang aman tidak seperti modalitas lainnya yang memiliki efek samping
berat.

Pada sepengetahuan kami ini merupakan uji randomisasi pertama yang menunjukkan efekasi dan reaksi
efek samping dari injeksi intralesi vitajmin D pada terapi keloid. Kami menggunakan kedua metode
pengukuran subjektif dan objektif dengan standart VSS, ultrasonic dan kepuasan pasien.

Studi kami mendukung peran potensila dari vitamin D sebagai metode alternatif, praktis, aman dan
murah untuk terapi keloid, dimana bisa meningkatkan timbulnya profiilerasi bekas luka dan menurunkan
kemungkinan rekurensi.

Batasan studi saat ini ialah jumlah pasien yang sedikit, kurangnya kelompok control placebo yang
diobati, dan durasi pendek dari follow up.

Kesimpulan

Injeksi intralesi vitamin D merupakan metoder aman dan efektif untuk terapi keloid. Efek samping
didapati ringan dan dapat ditoleransi. Penggunaan VSS dan US merupakan cara yang sangat efisien
untuk mengukur respon keloid terhadap terapi yang dilakukan dan untuk follow up. Studi lebih lanjut
dalam skala besar dengan periode follow up yang lebih lama diperlukan untuk evaluasi efek vitain D
pada terapi keloid.

Anda mungkin juga menyukai