Anda di halaman 1dari 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334284394

PENGUATAN ETIKA DALAM REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA

Article · June 2017

CITATIONS READS

0 4,225

3 authors, including:

Lina Aryani
Universitas Singaperbangsa Karawang
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Strategi Pemerintah Daerah Dalam Penerimaan Retribusi Pelayanan Persampahan Di Kota Tasikmalaya View project

All content following this page was uploaded by Lina Aryani on 07 July 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGUATAN ETIKA DALAM REFORMASI BIROKRASI
DI INDONESIA

Oleh

Lina Aryani1

ABSTRAK

Maraknya kasus korupsi yang terjadi di indonesia saat ini merupakan salah satu
indikasi gagalnya reformasi birokrasi. Meluasnya praktek KKN (Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme) saat ini semakin mempertegas bahwa birokrasi kita telah gagal
menempatkan dirinya menjadi institusi yang bisa melindungi dan
memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan publik. Gagalnya agenda reformasi
birokrasi yang disebabkan oleh bobroknya mentalitas dan moralitas aparatur
pemerintah yang menafikan nilai-nilai etika pemerintahan. Oleh karena itu dari
sinilah kemudian perlu adanya penguatan dan sentuhan etika dalam setiap kinerja
birokrasi sehingga tujuan dari agenda reformasi birokrasi dapat tercapai.

Kata Kunci : Penguatan, Etika, Reformasi, Birokrasi

ABSTRACT

The rise of corruption cases in Indonesia today is one indication of the failure of
bureaucratic reform. The widespread practice of corruption, collusion and
nepotism is now increasingly emphasizing that our bureaucracy has failed to place
itself as an institution that can protect and fight for the needs and interests of the
public. The failure of the bureaucratic reform agenda cause by the collapse of the
mentality and morality of government apparaturs that denied the values of
government ethics. Therefore, it is here that there is a need to strengthen and
touch ethics in every bureaucratic performance so that the objectives of the
bureaucratic reform agenda can be achieved.

Keywords : Strengthening, Ethics, Reformation, Bureaucracy

PENDAHULUAN

Keberadaan pemerintahan dan birokrasi merupakan salah satu elemen


penting dalam mewujudkan clean government dan good governance. Upaya untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih dapat dicapai melalui penerapan

1
Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan STISIP Tasikmalaya.
prinsip-prinsip Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance). Hal terpenting
yang perlu dilakukan terkait dengan kinerja birokrasi pemerintahan adalah
bagaimana mengurangi dan menghilangkan penyalahgunaan kewenangan dalam
birokrasi serta bagaimana menciptakan etika birokrasi dan budaya kerja yang
baik. Pada masa reformasi saat ini, kondisi birokrasi belum mengalami perubahan
mendasar, masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktik
KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur negara
merupakan cerminan dari kondisi kinerja birokrasi yang masih jauh dari harapan.

Munculnya berbagai kebijakan tentang reformasi birokrasi yang dimulai


dari keluarnya TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas KKN serta TAP MPR RI Nomor VI/MPR/2001
tentang Etika Kehidupan Berbangsa sampai pada Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi dan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi
Birokrasi 2015-2019 tidak serta merta mampu membuat kondisi birokrasi
indonesia menjadi lebih baik. Maraknya kasus korupsi yang terjadi di indonesia
saat ini merupakan salah satu indikasi gagalnya reformasi birokrasi. Berdasarkan
data dari indonesian Corruption Watch (ICW) bahwa jumlah kasus korupsi yang
ditangani oleh Aparat Penegak Hukum pada tahun 2016 adalah 482 kasus korupsi
dengan jumlah tersangka sebanyak 1.101 tersangka dan sekitar 47 % aktor korupsi
yang ditetapkan sebagai tersangka berasal dari Aparatur Sipil Negara/PNS.2

Berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh Indonesian Corruption Watch


(ICW) sejak tahun 2004 sampai semester II tahun 2016 peringkat pertama pelaku
korupsi di indonesia berasal dari kalangan birokrasi.3 Pada tahun 2016 terdapat
fenomena penangkapan 515 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah ditetapkan

2
Indonesian Corruption Watch. 2016. “Tren Penanganan Kasus Korupsi Tahun 2016”.
http://www.antikorupsi.go.id. Diakses tanggal 30 Juni 2017
3
Dalam Fahmi Ali. 2017. “ICW: Birokrasi Duduki Peringkat Pertama Pelaku Korupsi”.
http://www.nasional.tempo.co/read/news/2017/01/12/078835368/icw-birokrasi-duduki-
peringkat-pertama-pelaku-korupsi. Diakses tanggal 7 Juli 2017
sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum, ASN/PNS yang disidik
karena terlibat korupsi sebagian besar berasal dari pemerintah daerah
(Kabupaten/Kota). Berkembangnya fenomena korupsi di daerah diindikasikan
karena adanya praktek jual beli jabatan sebagai modus baru korupsi, sebagai
contoh kasus yang paling fenomenal adalah tertangkapnya Bupati Klaten (Sri
Hartini) yang disangka menerima suap terkait jual beli jabatan di pemerintahan
Kabupaten Klaten.4

Fenomena korupsi birokrasi yang terus meningkat setelah penerapan


desentralisasi menjelaskan gagalnya agenda reformasi birokrasi yang disebabkan
oleh bobroknya mentalitas dan moralitas aparatur pemerintah yang menafikan
nilai-nilai etika pemerintahan. KKN yang dimasa reformasi ini menjadi target
utama untuk diberantas ternyata banyak bersarang dalam struktur birokrasi
pemerintahan. Oleh karena itu dari sinilah kemudian perlu adanya penguatan dan
sentuhan etika dalam setiap kinerja birokrasi sehingga tujuan dari agenda
reformasi birokrasi dapat tercapai. Selanjutnya studi ini akan diarahkan pada
pentingnya sentuhan etika dalam reformasi birokrasi dan bagaimana penerapan
etika dalam setiap kinerja birokrasi di indonesia.

Etika Birokrasi

Etika dapat didefinisikan sebagai pemikiran kritis dan mendasar tentang


ajaran dan pandangan moral yang memberikan refleksi tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bagaimana mempertanggungjawabkan perbuatannya,
sehingga etika dapat dipandang sebagai seperangkat nilai ataupun norma moral
yang berlaku dalam masyarakat.5 Etika menurut John P Noman “Ethics is the
science of the morality of human acts (ilmu pengetahuan yang mempelajari
moralitas dari perbuatan manusia)”. Ethics disebut pula moral philosophy atau
philosophia moralis. Sedangkan disebut morality adalah “the goodness or the

4
Dalam Tasrief Tarmizi. 2017. “ICW Ingatkan Berkembangnya Fenomena Penangkapan ASN
Daerah”. http://www.antaranews.com/berita/613612/icw-ingatkan-berkembangnya-fenomena-
penangkapan-asn-daerah. Diakses tanggal 7 Juli 2017
5
Ismail, Etika Birokrasi dalam Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia, Ash-Shiddiqy Press,
Malang, 2009, hlm 63.
badness the wrightness or the wrongness of human acts (apa yang baik atau apa
yang buruk, benar atau salah dengan menggunakan ukuran norma atau nilai).6

Syafiie mengartikan “etika sebagai suatu atau setiap kesediaan jiwa


seseorang untuk senantiasa taat dan patuh kepada seperangkat peraturan-peraturan
kesusilaan”7 Bertens menjelaskan pengertian etika sebagai nilai-nilai dan norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Ia juga menegaskan bahwa etika merupakan nilai
mengenai benar dan salah yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat.
Berdasarkan pengertian ini maka etika bermuara pada nilai atau tingkah laku
seseorang atau sekelompok orang.8

Adapun Keraf (1995) mendefinisikan etika sebagai sebuah refleksi kritis


dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud
dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun
kelompok.9

Sedangkan birokrasi menurut Almond dan Powel (1966) ; the


governmental bureaucracy is a group formally organized offices and duties,
linked in complex grading subordinates to the formal roler makers (birokrasi
pemerintahan adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisasi secara
formal berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat peran
formal).10

Rourke (1978) mendefinisikan birokrasi sebagai sistem administrasi dan


pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hierarki yang jelas,
dilakukan dengan aturan tertulis (written procedures), dilakukan oleh bagian
tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang-orang yang dipilih

6
HAW Widjaja, Etika Pemerintahan, Bumi Aksara, Jakarta, 1997, hlm 8.
7
Inu Kencana Syafiie, Etika Pemerintahan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 2.
8
K Bertens, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm 6-7.
9
Ismail, loc cit
10
Ibid hlm 64
karena kemampuan dan keahlian di bidangnya.11 Birokrasi dikatakan sebagai tata
kerja pemerintahan agar tujuan negara bisa tercapai secara efektif dan efisien.
Sebagai suatu cara atau metode, maka sikap kita terhadap birokrasi haruslah
obyektif, terbuka terhadap inovasi sesuai dengan kebutuhan konteks ruang dan
waktunya. Sebagai sebuah cara atau metode pengorganisasian kerja, birokrasi
tidak boleh menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Birokrasi ada untuk mencapai
tujuan bersama.12

Etika birokrasi pada dasarnya merupakan karakter individu atau kelompok


individu, dalam hal ini aparatur birokrasi secara individual atau kolektif, dalam
memahami dan memperlakukan kewenangan dan tugasnya sebagai aparatur
birokrasi.13

Karakteristik dan Fungsi Birokrasi

Birokrasi diartikan sebagai tipe ideal organisasi, dalam model yang diajukan
Weber, birokrasi memiliki karakteristik ideal sebagai berikut :14

a. Pembagian kerja; dalam menjalankan berbagai tugasnya, birokrasi


membagi kegiatan-kegiatan pemerintah menjadi bagian-bagian yang
masing-masing terpisah dan memiliki fungsi yang khas.
b. Hierarki wewenang; ciri khas birokrasi adalah adanya wewenang yang
disusun secara hierarkis atau berjenjang.
c. Pengaturan perilaku pemegang jabatan birokrasi; kegiatan pemerintah
diatur oleh suatu sistem aturan main yang abstrak.
d. Impersonalitas hubungan; para pejabat birokrasi harus memiliki orientasi
impersonal.
e. Kemampuan teknis; pada prinsipnya jabatan-jabatan birokratik harus diisi
oleh orang-orang yang memiliki kemampuan teknis yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas-tugas dalam jabatan itu.

11
M. Mas’ud Said, Birokrasi di Negara Birokratis, UMM Press, Malang, 2007, hlm 2.
12
Ibid hlm 3
13
Ibid hlm 189.
14
Ismail, Op Cit 65
f. Penjenjangan karier; pekerjaan dalam birokrasi pemerintah adalah
pekerjaan karier.

Secara lebih detail Max Weber (Soeprapto, 2003) menguraikan karakteristik yang
menjadi tipikal birokrasi modern adalah:15

a. Mobilitas yang sistemik dari energi manusia dan sumber daya material
untuk mewujudkan tujuan-tujuan kebijakan atau rencana-rencana yang
secara eksplisit telah didefinisikan.
b. Pemanfaatan tenaga karier yang terlatih, yang menduduki jabatan-jabatan
bukan atas dasar keturunan dan batas-batas yurisdiksinya telah ditetapkan
secara spesifik.
c. Spesialisasi keahlian dan pembagian kerja yang bertanggungjawab kepada
suatu otoritas atau konstitusi.

Birokrasi sebagai organisasi pemerintahan memiliki beberapa fungsi antara lain:16

a. Fungsi instrumental, yaitu menjabarkan perundang-undangan dan


kebijaksanaan publik dalam kegiatan-kegiatan rutin untuk memproduksi
jasa, pelayanan, komoditi, atau mewujudkan situasi tertentu.
b. Fungsi politik, yaitu memberi input berupa saran, informasi, visi dan
profesionalisme untuk mempengaruhi sosok kebijaksanaan.
c. Fungsi katalis public interest, yaitu mengartikulasikan aspirasi dan
kepentingan publik dan mengintegrasikan atau menginkorporasikannya di
dalam kebijaksanaan dan keputusan pemerintah.
d. Fungsi entrepreneurial, yaitu memberi inspirasi bagi kegiatan-kegiatan
inovatif dan non-rutin, mengaktifkan sumber-sumber potensial yang idle,
dan menciptakan resource-mix yang optimal untuk mencapai tujuan.

Reformasi Birokrasi

15
Ibid hlm 64.
16
Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara, Belantika, Jakarta,
2004, hlm 64.
Sumber : Permenpan RB No 11 Tahun 2015 Tentang Road Map Reformasi
Birokrasi 2015-2019

Reformasi Birokrasi nasional adalah penataan ulang secara bertahap dan


sistematis dengan correct dan perfect atas fungsi utama pemerintah demi
kelancaran pendayagunaan aparatur negara yang kualitasnya semakin meningkat
dan kenyal, meliputi kelembagaan/institusi yang efisien dengan tata laksana yang
jelas/transparan, diisi SDM yang profesional, mempunyai akuntabilitas tinggi
kepada masyarakat serta menghasilkan pelayanan publik yang prima. 17 Reformasi
birokrasi yang dimaksudkan ialah adanya pembaharuan dan penyesuaian untuk
membentuk kembali pada maksud semula diadakannya birokrasi pemerintahn,
didefinisikan berbagai kalangan melalui bermacam-macam angle, berkonotasi
mencapai kebaikan birokrasi pemerintah di negara demokratis yang betul-betul
bekerja sesempurna-sempurnanya, berorientasi kepada kepentingan publik dengan
menerapkan manajemen yang semakin modern.18 Dalam peran dan fungsinya
sebagai organisasi publik dalam menyelesaikan berbagai masalah kemasyarakatan
maka birokrasi memerlukan apa yang disebut reformasi birokrasi.

17
Ibid hlm 25-26.
18
Ibid hlm 74
Menurut Miftah Thoha faktor yang bisa mendorong timbulnya reformasi
birokrasi pemerintah adalah :19

1. Adanya kebutuhan melakukan perubahan dan pembaharuan


2. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis nasional
3. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis global
4. Memahami perubahan yang terjadi dalam paradigma manajemen pemerintahan

Strategi reformasi birokrasi menurut Rewansyah (2008) adalah :20

1. Pembangunan kepercayaan masyarakat (public trust), melalui program


pencegahan dan pemberantasan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan
publik termasuk pelayanan investasi
2. Pemberdayaan masyarakat (empowering people) melalui program pengentasan
kemiskinan, pengentasan pengangguran, peningkatan tanggung jawab sosial
(corporate social responsibility)
3. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah melalui
program peningkatan public privat partnership, peningkatan pengawasan
masyarakat, penciptaan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) melalui program pencegahan kerusakan lingkungan hidup dan
pencegahan kemerosotan daya dukung lahan.
4. Peningkatan profesionalisme aparatur melalui program diklat aparatur (diklat
kepemimpinan, dalam dan luar negeri), penegakan etika jabatan/profesi,
pengembangan budaya kerja, pengembangan teknologi informasi, penegakan
disiplin dan peningkatan kesejahteraan pegawai.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini ialah menggunakan


pendekatan deskriptif, yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
pentingnya etika dalam reformasi birokrasi di indonesia dan teknik pengumpulan

19
Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm
106-107
20
Ismail, Op cit, hlm 55.
data melalui studi kepustakaan yang digunakan untuk memperoleh data berkaitan
dengan studi tersebut. Data yang dikumpulkan dapat berupa buku, jurnal, dan
pemberitaan dari media massa baik cetak maupun elektronik.

PEMBAHASAN

Pengalaman kegagalan birokrasi menjalankan fungsinya sebagai alat bagi


pencapaian tujuan negara tentu saja menjadi pengalaman buruk yang harus
diperbaiki melalui agenda reformasi birokrasi. Agenda reformasi birokrasi sudah
berlangsung sejak dikeluarkannya ketetapan MPR No. VI/2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa yang dapat memberikan dasar pada pengejewantahan etika
dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Etika dalam kehidupan
berbangsa merupakan satu wahana dalam rangka melancarkan penyelenggaraan
Sistem Administrasi Negara dimana dengan adanya etika yang dipahami dan
menjadi dasar pola perilaku dalam berbangsa dan bernegara akan mengarah pada
satu tatanan kenegaraan yang stabil, karena persepsi akan perilaku yang
diharapkan oleh masing-masing individu sebagai warga negara dapat teramalkan
dengan baik.21 Akan tetapi dengan adanya regulasi atau ketetapan tersebut tidak
serta merta menjamin kondisi birokrasi indonesia saat ini menjadi lebih baik
karena hal ini dipengaruhi oleh perilaku dan kultur birokrasi indonesia yang tidak
menerapkan etika (kode etik) dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan.
Pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut akan dibagi dalam dua bagian
yaitu perilaku dan kultur birokrasi indonesia dan etika dalam reformasi birokrasi
untuk mewujudkan birokrasi yang bermoral.

Perilaku dan Kultur Birokrasi di Indonesia

Kegagalan birokrasi indonesia pada masa orde baru merupakan


pengalaman buruk yang perlu diperbaiki, mentalitas yang telah menjadi kebiasaan
selama 30 tahun lebih tak bisa dihapuskan begitu saja dengan cepat. Warisan-
warisan mental kultural birokrasi orde baru, masih tetap kokoh berdiri sehingga
menyulitkan setiap usaha untuk melakukan proses pembaharuan birokrasi.

21
Ibid hlm 68
Meluasnya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) saat ini semakin
mempertegas bahwa birokrasi kita telah gagal menempatkan dirinya menjadi
institusi yang bisa melindungi dan memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan
publik. Kultur birokrasi pemerintahan yang seharusnya lebih menekankan pada
pelayanan masyarakat ternyata tidak dapat dilakukan secara efektif oleh birokrasi
indonesia. Kegagalan birokrasi dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam
penyelenggaraan pemerintahan dipengaruhi oleh budaya/kultur birokrasi dan
perilaku birokrasinya. Perilaku feodalistik dan budaya patrimonial/patron-client
dalam birokrasi yang berjalan sejak masa masuknya kolonial bahkan hingga era
reformasi saat ini telah menyebabkan munculnya patologi birokrasi yakni
meluasnya tindak korupsi di dalam birokrasi.22

Patologi birokrasi muncul karena norma dan nilai-nilai yang menjadi


acuan bertindak birokrasi telah berorientasi ke atas, yaitu kepentingan politik
kekuasaan bukan kepada publik. Sentralisme birokrasi telah membentuk pola
pemerintahan yang hierarkhis-birokratis sehingga terkesan sangat kaku dan
menjadi tidak responsif terhadap tuntutan perkembangan dalam masyarakat.
Selain itu sentralisme birokrasi juga telah menumbuhkan kultur birokrasi yang
terjebak dalam pengembangan kultur vertikal daripada horizontal yang lebih
berorientasi pada kepentingan publik. 23

Dari sisi internal birokrasi ditemukan berbagai permasalahan yang


disebabkan oleh perilaku dan kultur birokrasi antara lain adalah pelanggaran
disiplin, rendahnya kinerja sumber daya aparatur, sistem kelembagaan dan
ketatalaksanaan pemerintahan belum memadai sehingga belum dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, rendahnya kesejahteraan PNS dan
banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan, masih tingginya tingkat
penyalahgunaan wewenang dan banyaknya praktik KKN, dan masih lemahnya

22
Murtir Jeddawi, Reformasi Birokrasi, Kelembagaan, dan Pembinaan PNS, Kreasi Total Media,
Yogyakarta, 2008, hlm 18.
23
Agus Dwiyanto, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2006, hlm 102-103.
pengawasan terhadap kinerja aparatur negara merupakan cerminan dari kondisi
kinerja birokrasi yang masih jauh dari harapan.

Sudah tak terbantahkan lagi bahwa birokrasi di indonesia memiliki


berbagai stigma negatif dimana birokrasi tidak lagi berfungsi sebagai agen negara
untuk mempertemukan secara utuh kepentingan rakyat dan kepentingan
pemerintah tapi malah berfungsi sebagai broker yang mengambil keuntungan
dalam proses intermediasi dari dua pihak sekaligus, yakni rakyat dan pemerintah.
Kondisi birokrasi indonesia saat ini hanya mampu memenuhi satu imperatif
weberian, yaitu hierarkis-piramidal. Sedangkan untuk imperatif lain, yakni
rasional dan efisien, birokrasi jauh dari yang diharapkan. Dari berbagai patologi
birokrasi di indonesia dapat dikatakan bahwa karakteristik birokrasi dilihat dari
perilaku dan kultur yang ada adalah ; (1) perilaku birokrasi memiliki
kecenderungan pada kepentingan politik (vested interest); (2) masih lemahnya
rekrutmen; (3) kaburnya Code of Conduct; (4) dikotomi paradigma manajemen
pelayanan publik; (5) ketidakadilan politik kesejahteraan pegawai.24

Reformasi Birokrasi dalam Mewujudkan Birokrasi yang Bermoral

Reformasi birokrasi dimaknai sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma


dan tata kelola pemerintahan indonesia. Perubahan tersebut dilandasi oleh
keinginan besar bangsa indonesia untuk mewujudkan pemerintahan demokratis
yang dilandasi oleh nilai-nilai yang tertuang dalam pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam perjalanannya agenda reformasi birokrasi telah dimulai sejak
tahun 1998 yang dituangkan dalam berbagai peraturan atau ketetapan dalam
rangka mewujudkan birokrasi yang berkualitas. Reformasi yang mulai
diagendakan di indonesia sesungguhnya harus dapat dilihat dalam kerangka
teoritik dan empirik yang luas, mencakup penguatan masyarakat sipil (civil
society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan
politik yang terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi
juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi saat

24
M. Mas’ud Said, Op Cit hlm 52-55
ini.25 Tujuan utama reformasi birokrasi indonesia dalam perkembangan birokrasi
indonesia pada tahun 2010-2025 adalah beranjak ke tahapan pemerintahan yang
berbasis kinerja dan pada tahun 2025 diharapkan pemerintahan beranjak pada
tatanan pemerintahan yang dinamis. Pemerintahan berbasis kinerja ditandai
dengan beberapa hal, antara lain:26

a. Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan dengan berorientasi pada prinsip


efektif, efisien, dan ekonomis;

b. Kinerja pemerintah difokuskan pada upaya untuk mewujudkan outcomes


(hasil).

c. Seluruh instansi pemerintah menerapkan manajemen kinerja yang didukung


dengan penerapan sistem berbasis elektronik untuk memudahkan pengelolaan
data kinerja;

d. Setiap individu pegawai memiliki kontribusi yang jelas terhadap kinerja unit
kerja terkecil, satuan unit kerja di atasnya, hingga pada organisasi secara
keseluruhan. Setiap instansi pemerintah, sesuai dengan tugas dan fungsinya,
secara terukur juga memiliki kontribusi terhadap kinerja pemerintah secara
keseluruhan.

Perbandingan Sasaran Reformasi Birokrasi

SASARAN REFORMASI SASARAN REFORMASI


BIROKRASI 2010-2014 BIROKRASI 2015-2019

Terwujudnya Birokrasi Yang Bersih dan


Pemerintahan Yang Akuntabel
Bersih dan Bebas KKN

25
Ismail, Op Cit hlm 86.
26
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019.
Meningkatnya Kapasitas Birokrasi Yang Efektif dan
dan Akuntabilitas Kinerja Efisien
Birokrasi

Terwujudnya Birokrasi Yang Memiliki


Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Yang
Pelayanan Publik Kepada Berkualitas
Masyarakat

Sumber : Permenpan RB Nomor 11 Tahun 2015

Pelaksanaan reformasi birokrasi periode 2015-2019 ditujukan untuk mencapai tiga


sasaran, yaitu :
1. Birokrasi yang bersih dan akuntabel
Arah kebijakan dari sasaran ini meliputi antara lain :
a. Penerapan sistem nilai dan integritas birokrasi yang efektif
b. Penerapan pengawasan yang independen, profesional dan sinergis
c. Peningkatan kualitas pelaksanaan dan integrasi antara sistem akuntabilitas
keuangan dan kinerja
2. Birokrasi yang efektif dan efisien
Arah kebijakan dari sasaran ini meliputi antara lain :
a. Penguatan agenda Reformasi Birokrasi Nasional dan peningkatan kualitas
implementasinya.

b. Penataan kelembagaan instansi pemerintah yang tepat ukuran, tepat fungsi,


dan sinergis.

c. Penataan bisnis proses yang sederhana, transparan, partisipatif, dan


berbasis e-government.

d. Penerapan manajemen ASN yang transparan, kompetitif, dan berbasis


merit untuk mewujudkan ASN yang profesional dan bermartabat.

e. Penerapan sistem manajemen kinerja nasional yang efektif.


f. Peningkatan kualitas kebijakan publik.

g. Pengembangan kepemimpinan untuk perubahan dalam birokrasi untuk


mewujudkan kepemimpinan yang visioner, berkomitmen tinggi, dan
transformatif.

h. Peningkatan efisiensi (belanja aparatur) penyelenggaraan birokrasi.

i. Penerapan manajemen kearsipan yang handal, komprehensif, dan terpadu

3. Birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas


Arah kebijakan dari sasaran ini meliputi :
a. Penguatan kelembagaan dan manajemen pelayanan:
1) Implementasi UU Pelayanan Publik

2) Pemanfaatan ICT

3) Integritas dan kualitas SDM Pelayanan

4) Budaya pelayanan

5) Quick Wins
b. Penguatan kapasitas pengelolaan kinerja pelayanan publik.

1) Penguatan monev kinerja

2) Efektivitas pengawasan

3) Sistem pengaduan

4) Penerapan reward and punishment

Dalam perkembangannya terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan dalam


kondisi birokrasi indonesia saat ini :27
1. Organisasi pemerintahan belum tepat fungsi dan tepat ukuran
2. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dan
inkonsistensi

27
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi Tahun 2010-2025.
3. Masalah sumber daya aparatur negara baik dari segi kualitas, kuantitas
maupun distribusi yang tidak seimbang serta tingkat produktivitas PNS
yang masih rendah.
4. Masih adanya praktek penyalahgunaan kewenangan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan belum mantapnya akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah.
5. Pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh warga
negara dan belum dapat memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk.
6. Pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) belum sepenuhnya
mendukung birokrasi yang efisien, efektif, dan produktif serta profesional.

Dalam mencapai sasaran reformasi birokrasi tersebut tidak hanya diperlukan


langkah-langkah teknis semata tetapi dibutuhkan tekad kuat dari semua aparatur
negara untuk dapat menerapkan nilai-nilai etis dalam setiap fungsi
penyelenggaraan pemerintahan. Etika dalam birokrasi adalah faktor yang
menentukan keberhasilan dari reformasi birokrasi karena etika birokrasi
menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan
organisasinya. Karena pada dasarnya tujuan utama dari reformasi birokrasi adalah
bagaimana mewujudkan birokrasi yang bermoral yang memegang teguh kode etik
dalam setiap fungsi-fungsinya. Birokrasi yang bermoral, berarti birokrasi yang
meletakan aspek pelayanan kepada masyarakat tanpa berusaha
mengeksploitasinya ke dalam aspek yang amat penting. Upaya transformasi
menuju kualitas birokrasi yang menyandangkan moralitas sebagai materi
transformasinya tentu bukan sekedar membalikan telapak tangan tapi butuh proses
dan kesungguhan.

Betapa pentingnya dimensi etika untuk diantisipasi dan disentuh oleh


aparatur negara, karena : (1) Begitu dinamisnya pemahaman akan kesatuan
tatanan normatif di masyarakat, sehingga sering menimbulkan kekacauan bagi
mereka yang lemah prinsip hidupnya, kemudian dapat meluas menjadi malapetaka
sosial. Muculnya sekian banyak pandangan moral yang saling bertentangan,
seharusnya selalu diantisipasi dengan baik, justru untuk memperkokoh moral,
akhlak dan etika yang terpuji; (2) Seluruh umat manusia hidup dalam masa
transformasi nilai-nilai modernitas yang baru versus nilai-nilai budaya
sebelumnya yang kemudian dianggap tradisionil. Dalam situasi ini, etika
membantu untuk tidak kehilangan orientasi, sehingga dapat membedakan apa
yang hakiki dan apa yang boleh berubah. Dengan demikian bangsa kita terutama
aparatur negara tetap mampu mengambil sikap-sikap yang bertanggungjawab; (3)
Banyak ditawarkan ideologi, ajaran dan konsep, serta etika baru sebagai
“alternatif yang lebih baik.” Etika manusia (manusia indonesia yang dimotori
aparatur negara yang etis), menolong berwawasan kritis dan objektif agar manusia
Indonesia tidak mudah terbawa arus. Lebih daripada itu, etika juga sangat penting
dalam membantu agar tidak naif dan ekstrem.28

Etika menjadi sangat penting dan mendasar dalam suatu birokrasi, karena
etika merupakan landasan bagi para aparatur negara secara organisasional dalam
menentukan dan melaksanakan tujuan. Salah satu sebab yang paling utama
dengan kondisi dan situasi krisis yang terjadi pada bangsa kita adalah krisis moral
dimana hal ini disebabkan oleh lunturnya etika dan moral para penyelenggara
negara, dunia usaha dan masyarakat.

PENUTUP

Gerakan reformasi sebagai momentum strategis untuk mengubah seluruh


tatanan sosial dan politk di Indonesia merupakan alat yang dipergunakan dalam
merubah sistem birokrasi indonesia yang tidak kapabel. Kondisi kultur dan
perilaku birokrasi indonesia merupakan faktor penting yang membuat kondisi
birokrasi menjadi involutif tanpa perubahan yang mendasar. Dalam hal ini setiap
pimpinan pemerintahan belum optimal secara sungguh-sungguh mereformasi
birokrasi, padahal peluang untuk itu terbuka. Mereformasi birokrasi haruslah
menjadi agenda mutlak yang memerlukan komitmen, keseriusan, konsep dan
fokus. Selain itu hal tersebut juga disebabkan oleh masih kaburnya kode etik
aparat birokrasi publik (code of conduct), sehingga tidak mampu menciptakan

28
Feisal Tamin, Op Cit hlm 31.
adanya birokrasi yang sehat, seperti kerja keras, keinginan untuk berprestasi,
kejujuran, rasa tanggung jawab, bersih dan bebas dari KKN dan sebagainya. Hal
ini ditunjang dengan lemahnya responsivitas, representatives, dan responsibilits
aparatur pemerintah, dimana mereka hanya mampu menempatkan dirinya sebagai
mesin birokrasi yang tidak mampu mengadaptasikan sikap dan perilakunya pada
kondisi dan tuntutan masyarakat yang terus berubah.

Penerapan etika dalam agenda reformasi pada dasarnya merupakan syarat


mutlak dalam mewujudkan birokrasi yang efektif, efisien dan profesional dalam
agenda reformasi. Penerapan etika dalam kehidupan berbangsa merupakan satu
wahana dalam rangka melancarkan penyelenggaraan Sistem Administrasi Negara
dimana dengan adanya etika yang dipahami dan menjadi dasar pola perilaku
dalam berbangsa dan bernegara akan mengarah pada satu tatanan kenegaraan
yang stabil, karena persepsi akan perilaku yang diharapkan oleh masing-masing
individu sebagai warga negara dapat teramalkan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta :


Gajah Mada University Press.
Feisal Tamin. 2004. Reformasi Birokrasi Analisis Pendayagunaan Aparatur
Negara. Jakarta : Belantika.

HAW Widjaja. 1997. Etika Pemerintahan. Jakarta : Bumi Aksara.


Inu Kencana Syafiie. 2007. Etika Pemerintahan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Ismail. 2009. Etika Birokrasi dalam Perspektif Manajemen Sumber Daya
Manusia. Malang : Ash-Shiddiqy Press.
K Bertens. 1997. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Miftah Thoha. 2008. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Jakarta :


Kencana.

M. Mas’ud Said. 2007. Birokrasi di Negara Birokratis. Malang : UMM Press.


Murtir Jeddawi. 2008. Reformasi Birokrasi, Kelembagaan, dan Pembinaan PNS.
Yogyakarta : Kreasi Total Media.

Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81


Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025.

Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara


Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019.

Indonesian Corruption Watch. 2016. “Tren Penanganan Kasus Korupsi Tahun


2016”. http://www.antikorupsi.go.id. Diakses tanggal 30 Juni 2017
Ali, Fahmi. 2017. “ICW: Birokrasi Duduki Peringkat Pertama Pelaku Korupsi”.
http://www.nasional.tempo.co/read/news/2017/01/12/078835368/icw-
birokrasi-duduki-peringkat-pertama-pelaku-korupsi. Diakses tanggal 7 Juli
2017
Tarmizi, Tasrief. 2017. “ICW Ingatkan Berkembangnya Fenomena Penangkapan
ASN Daerah”. http://www.antaranews.com/berita/613612/icw-ingatkan-
berkembangnya-fenomena-penangkapan-asn-daerah. Diakses tanggal 7 Juli
2017

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai