Anda di halaman 1dari 39

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK HARA TANAH DAN KANDUNGAN

HARA TANAMAN DIHUBUNGKAN DENGAN RASA SALAK LOKAL


SUMEDANG

DYNA ISLAMY

A14051406

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010
RINGKASAN

DYNA ISLAMY. Identifikasi Karakteristik Hara Tanah dan Kandungan Hara


Tanaman dihubungkan dengan Rasa Salak Lokal Sumedang. Di bawah bimbingan
Heru Bagus Pulunggono dan Basuki Sumawinata.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di propinsi Jawa Barat


yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak (Salacca
edulis). Pusat penghasil salak di Kabupaten Sumedang terletak di Kecamatan
Conggeang dan Kecamatan Paseh. Salak bongkok merupakan julukan untuk salak
lokal Sumedang yang di produksi dari Kecamatan Paseh. Kelebihan dari salak
lokal Sumedang jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran
buah yang lebih besar. Akan tetapi rasa buahnya “sepat”meskipun dalam keadaan
matang.
Terdapat beberapa variasi rasa buah salak pada areal perkebunan salak lokal
Sumedang. Tanaman salak yang berada di lokasi dengan kandungan bahan
organik tinggi yang berasal dari kotoran kambing, memiliki rasa buah yang manis.
Sedangkan pada bagian kebun yang lain memiliki rasa yang berbeda, diantaranya
asam dan sepat. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dicoba suatu identifikasi
karakteristik hara tanah dan kandungan hara tanaman yang dihubungkan dengan
rasa salak lokal Sumedang. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab dari
perbedaan rasa pada salak lokal Sumedang.
Penelitian dilakukan di perkebunan salak dan di Laboratorium Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa
kandungan kalium (K), natrium (Na), besi (Fe) dan mangan (Mn) pada buah salak
manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat.
SUMMARY

DYNA ISLAMY. Identification of Soil Characteristics and Plant Nutrient


Content Associated with a Taste of Local Salak Sumedang. Under the guidance of
Heru Bagus Pulunggono and Basuki Sumawinata

Sumedang is one area in West Java Province that develops horticulture


business particularly salak fruit. Salak producing centers in Sumedang are located
in Conggeang and Paseh Districts. Local salak produced in Paseh Distric is called
salak “bongkok”. The local salak of Sumedang has larger fruit size than salak
pondoh. Although the fruit is ripe, its taste still “astringent”.

There are varieties of salak fruit tastes in the area of local salak plantations
of Sumedang. Salak grown in places with high organic matter (from sheep waste)
has a sweet taste. Than other salak grown have different tastes include sour and
astringent tastes. Therefore, in this study will be conducted an identification of
soil characteristics and plant nutrient contents associated with the taste of local
salak of Sumedang. This is intended to find the cause of differences in tastes in
local salak of Sumedang.
The study was conducted in salak plantation and at the Laboratory of the
Department of Soil Science and Land Resources. The results of this study showed
that the content of potassium (K), sodium (Na), Iron (Fe) and manganese (Mn) at
the sweet fruit has a high value than the sour and astringent fruits.
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK HARA TANAH DAN KANDUNGAN
HARA TANAMAN DIHUBUNGKAN DENGAN RASA SALAK LOKAL
SUMEDANG

DYNA ISLAMY
A14051406

Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul : Identifikasi Karakteristik Hara Tanah dan Kandungan Hara
Tanaman dihubungkan dengan Rasa Salak Sumedang

Nama : Dyna Islamy

NRP : A14051406

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Heru. B. Pulunggono, M. Agr. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M. Agr


NIP. 19630407 198703 1 001 NIP. 19570610 198103 1 003

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc


NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap Dyna Islamy, dilahirkan di Kecamatan


Conggeang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 25 Juli 1986. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Endang Sukmana dan
Cicih Sa’diah.

Pada tahun 1999 penulis lulus dari SDN Cibubuab II. Kemudian pada
tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Conggeang.
Selanjutnya, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Conggeang pada tahun 2005. Pada
tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Pada tingkat pertama, penulis menjalankan
Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selanjutnya, penulis di terima masuk di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dengan mayor Manajemen
Sumberdaya Lahan (MSL), Fakultas Pertanian.

Selama kuliah penulis juga aktif dalam acara kepanitiaan yang


diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT). Selain itu, pada
tahun 2009/2010 dan tahun 2010/2011 penulis berkesempatan menjadi asisten
praktikum Ilmu Tanah Program Diploma Keahlian Teknik dan Manajemen
Lingkungan dan praktikum Analisis Tanah program Sarjana Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan.
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini dengan baik dan lancar.

Salak merupakan buah tanaman tropis yang berpotensi sebagai tanaman


buah yang mempunyai keunggulan komporatif. Salak di kabupaten Sumedang
memiliki rasa dan kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan salak pondoh
dari Sleman dan Salak Bali. Rasa dari salak lokal Sumedang sangat tidak enak
untuk dimakan atau dijadikan sebagai manisan dan para petani salak di kabupaten
Sumedang membiarkan salak tersebut dengan rasa dan kualitas yang rendah tanpa
dilakukan suatu usaha untuk memperbaikinya.

Penelitian kali ini penulis akan mencoba untuk mengetahui faktor-faktor


yang berpengaruh terhadap rasa dan kualitas salak lokal Sumedang dengan cara
melakukan analisis terhadap daun salak dan analisis tanah di Kabupaten
Sumedang.

Penulis Mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


memberikan bantuan dan dorongan baik dari segi materi maupun spiritual :

1. Ir. Heru B Pulunggono, MAgr. selaku dosen pembimbing skripsi satu yang
telah memberikan saran, bimbingan, serta nasihat selama penulis melaksakan
penelitian.
2. Dr.Ir. Basuki Sumawinata, MAgr. selaku pembibing anggota yang telah
memberikan ide dan bantuan pemikirannya dalam penelitian penulis.
3. Dr.Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. Selaku Dosen Penguji.
4. Ayahanda Drs. Endang Sukmana, Ibunda Cicih Sa’diah, adikku Tersayang
Faisal Agnia, ema dan aki yang telah memberikan semangat dan motivasi
kepada penulis selama menyelesaikan tulisan ini dari awal hingga ahir
penulisan.
5. Teman-teman satu Lab. Aliya Mutia, Lili, Icha, Teteh Ratih, Meiyu, Bobi,
Rizkiamnah, Awang, dan Ganda yang telah menemani selama penulis
melaksanakan penelitian.
6. Seluruh Staf Laboratoriun Tanah yang telah membantu penulis dalam
penyediaan alat dan bahan kimia selama penelitian.

Terima kasih juga diucapkan kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan


skripsi ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita
semua.

Bogor, Desember 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi


DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
2.1. Asal dan Persebaran ........................................................................ 3
2.2. Deskripsi Biologi Tanaman Salak ................................................... 4
2.3. Daerah Potensial Pengembangan .................................................... 5
2.4. Manfaat Salak .................................................................................. 6
2.5. Kualitas Buah .................................................................................. 6
2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh ...................................... 7
2.6.1 Salak lokal Sumedang ............................................................ 7
2.6.2. Salak Pondoh ......................................................................... 7
2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang .......................................... 8
2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor............................................................... 9
2.8. Peran Kalium, Besi dan Mangan ..................................................... 9
III. BAHAN DAN METODE ............................................................................. 12
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 12
3.2. Bahan dan Alat .............................................................................. 14
3.3. Metode Penelitian .......................................................................... 14
5.2. Analisis Laboratorium ................................................................... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 16
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................. 16
4.2. Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Kebun Salak Lokal
Sumedang ...................................................................................... 16
4.3. Kandungan Hara Tanaman Salak Lokal Sumedang dan Salak
Pondoh ........................................................................................... 18
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 22
5.1. Kesimpulan .................................................................................... 22
5.2. Saran .............................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23
LAMPIRAN ......................................................................................................... 26
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Sentra - Sentra Produksi Salak di Indonesia ........................................... 6


2. Parameter Tanah yang di ukur dan Metode yang Digunakan ................. 15
3. Parameter Tanaman yang di ukur dan Metode yang Digunakan ............ 15
4. Karakteristik Sifat Kimia Tanah ............................................................. 17
5. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Sumedang ......................................... 18
6. Kadar Hara DaunTanaman Salak pondoh ............................................... 19
7. Rasio Ca/K daun Tanaman Salak Sumedang dan Salak Pondoh ............ 20
DAFTAR GAMBAR

Teks

Nomor Halaman

1. Gambar Salak .......................................................................................... 5


2. Lokasi Kebun Salak ................................................................................ 12
3. Peta wilayah Kecamatan Conggeang ...................................................... 13

Lampiran

1. Salak Lokal Sumedang............................................................................ 27


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salak merupakan tumbuhan asli daerah tropika, suku Arecaceae, anak suku
Lepidocaryoidae, dan marga Salacca. Marga ini terdiri dari dua jenis dengan
empat varietas yang tersebar alami di kawasan Malesiana mulai dari Burma,
Thailand, Malaysia, Filipina, Kalimantan, Sumatra bagian selatan dan Jawa Barat
(Mogea, 1977). Tiga jenis salak yang dibudidayakan yaitu : Salacca sumatrana di
Padangsidempuan dan sekitarnya, Salacca zalacca di Jawa, Madura, Bali,
Sulawesi dan Ambon, serta Salacca wallichiana di Thailand. Pusat salak di Jawa
terdapat dibeberapa daerah misalnya, salak bongkok di Sumedang, salak
manonjaya di Tasikmalaya, Salak petruk dan salak gading di daerah Bejalen,
Ambarawa, Salak condet di Condet, salak pondoh, kembang arum dan salak
gading di Sleman, salak nglumut di Magelang, salak kacun, gondanglegi dan
suwaru di Malang, di Padangsidempuan dikenal salak sibakua dan siamporik.

Tanaman salak dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pegunungan


sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut (dpl), dengan pertumbuhan
optimal pada ketinggian 500 m dpl. Tanaman ini menghendaki curah hujan merata
yakni 200 – 400 mm/bulan, dengan suhu berkisar 20 – 30 ºC, pH 5 – 7 dan
mendapatkan sinar matahari yang cukup.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat


yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak. Pusat
penghasil salak di Kabupaten Sumedang berada di Kecamatan Paseh dan
Kecamatan Conggeang, yang dikenal dengan salak bongkok. Dinamakan salak
bongkok karena pertama kali ditemukan salak ini di desa Bongkok yang terletak
di lereng Gunung Tampomas. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Sumedang
tahun 2007, rata-rata produksi buah salak sebesar 42.095 kuintal dengan harga
beli di tingkat petani sekitar Rp 500/kg. Hasil dari perkebunan salak untuk saat ini
dianggap sebagai penghasilan tambahan. Produksi buahnya untuk saat ini hanya
dipasarkan di daerah sekitar Sumedang, hal ini dikarenakan salak lokal Sumedang
2

belum mampu untuk bersaing dengan salak dari daerah lainnya terutama dengan
salak pondoh yang berasal dari Sleman, Yogyakarta.

Salak lokal Sumedang memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan salak


pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar (diameter buah mencapai 6
cm). Akan tetapi rasa buahnya “sepat” meskipun dalam keadaan matang. Di
Kabupaten Sumedang tanaman ini tumbuh baik di tanah Latosol yang memiliki
ketinggian 25-500 m di atas permukaan laut (dpl), dengan rata-rata curah hujan
sebesar 2.547 mm/tahun di Kecamatan Conggeang dan sebesar 2.246 mm/tahun di
Kecamatan Paseh (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Tanaman salak
lokal sumedang meskipun tumbuh di tanah yang sama, akan tetapi buah yang
dihasilkan dari tanamannya berbeda-beda. Salak lokal sumedang tidak semuanya
memiliki rasa asam dan sepat tetapi ada juga yang memiliki rasa manis.

1.2. Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi karakteristik hara tanah dan hara tanaman salak yang di
hubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asal dan Persebaran


Salak merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara yang tersebar mulai dari
Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Namun sudah diintroduksikan
hingga ke Papua, Queesland, Pulau Ponape dan dilaporkan juga ditemukan di
kepulauan Fiji (Schuiling dan Mogea, 1990).

Marga Salacca terdiri 21 jenis dan 4 varietas. Tiga jenis dibudidayakan


penduduk yaitu Salacca sumatrana Becc, di Padangsidampuan Salacca
wallchiana Mart, di Thailand, Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon Salacca
zalacca (Gaertn.)

Salacca zalacca tumbuh alami di hutan-hutan dataran rendah Jawa Barat dan
Sumatera bagian selatan (schuiling dan Mogea, 1990). Jenis ini memiliki dua
varietas yaitu var. Zalacca (Gaertn.) Voss dan var. Amboinensis (Becc.) (Mogea,
1982). Varietas zalacca di pulau Jawa tersebar di pusat-pusat penanaman salak
seperti Condet, Tasikmalaya, Malang, Sleman, Bangkalan. Di luar Jawa tanaman
ini dibudidayakan di Sulawesi. Sedangkan varietas Amboinensis menurut Suter
(1988) tersebar di Bali dan dapat dibedakan atas sepuluh kultivar.

Salak budidaya khususnya varietas zalacca tumbuh subur di dataran rendah


tropika. Tanaman ini memerlukan air yang cukup sepanjang tahun dengan curah
hujan 1700 – 3100 mm per tahun. Pada perbedaan curah hujan yang melebihi
3100 mm/tahun jumlah panenan buahnya akan berkurang dan kualitasnya
menurun. Buah dipanen setelah berumur 5 – 7 bulan dari saat bunga mekar.
Tanaman ini menyukai tempat yang teduh dengan tipe tanah padas dan regosol
(Mahyar, 1993). Musim panen salak dapat dipilah menjadi 3 periode, yaitu :

• Panen raya : November - Januari


• Panen sedang : Mei - Juli
• Panen kecil : Februari - April
4

2.2. Deskripsi Biologi Tanaman Salak

Tanaman salak termasuk dalam famili Palmae yang tumbuh berumpun,


berumah dua, perakaranya dangkal, dan batangnya jarang terlihat karena tertutup
oleh pelepah daun yang tersususn roset dan rapat. Salak merupakan tanaman
tahunan dengan tinggi tanaman dapat mencapai 7 m, tetapi pada umumnya
tingginya tidak lebih dari 4.5 m. Daun salak terdiri dari pelepah, tangkai dan
helaian anak daun. Perbungaannya muncul dari tengah punggung pelepah daun.
Bunga jantan terdiri atas 9 – 14 tongkol dan bunga betina terdiri atas 1 – 4
tongkol. Penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga bersayap moncong
(Curcullinoidae), namun ada juga yang dilakukan oleh manusia. Buahnya
berwarna kuning kehijauan hingga coklat kehitaman. Daging buahnya ada yang
masir, ada juga yang tidak masir, rasanya manis atau sepat, berbiji 1 – 3 (Verheij
dan Coronel, 1997).

Hingga kini para petani belum dapat membedakan tanaman jantan dan betina
jika hanya berdasarkan pada bentuk vegetatif. Tanaman ini diperbanyak dengan
biji, namun kini teknik cangkokan anakan sudah mulai diterapkan. Dari hasil
penelitiannya tentang hubungan karakteristik buah salak dengan kemungkinan
buah jantan dan buah betina, Tjahjadi (1990) menjelaskan bahwa buah salak yang
berbiji tiga berpeluang menghasilkan tanaman betina 70 %, yang berbiji dua akan
menghasilkan tanaman betina 100 %, sedangkan yang berbiji satu akan
menghasilkan jantan 100 %.

Biji salak tergolong biji rekalsitran. Biji rekalsitran yaitu, biji yang tidak
memerlukan penyimpanan. Biji rekalsitran memerlukan perlakuan khusus dalam
penyemainnya, sebab daya toleransinya terhadap kekurangan air pada
endospermnya rendah. Biji–biji yang demikian memerlukan perlakuan khusus
untuk penyimpanannya (Purwanto et al, 1998). Di alam, biji salak hanya dapat
bertahan hidup beberapa hari saja setelah dikeluarkan dari buahnya. Biji yang
masih berada di dalam buahnya hanya dapat bertahan selama 2 – 3 minggu (Tan,
1953 dalam Harsono, 1994). Kondisi kering dan dingin akan cepat sekali
mematikan biji-biji rekalsitran.
5

Gambar Salacca edulis Reinw (Mogea, 1982)

2.3. Daerah Potensial Pengembangan

Daerah lndonesia pada umumnya cocok untuk dilakukan pengembangan


usaha salak baik dari segi jenis tanah, suhu dan curah hujan. Beberapa contoh di
Tabel 1 ini adalah daerah potensial salak yang telah menjadi sentra produksi salak
di lndonesia (Santoso, 1990).
6

Tabel 1. Sentra-sentra Produksi Salak di Indonesia

Propinsi Sentra Produksi

Sumatera Utara Padangsidempuan

DKI Jakarta Condet

Jawa Barat Serang, Sumedang, Bogor, Tasikmalaya, Batujajar

Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo,


Jawa Tengah Purbalingga, Banjarnegara

DI Yogyakarta Sleman

Jawa Timur Bangkalan, Pasuruan, Malang

Bali Karangasem

Sulawesi Selatan Enrekang

2.4. Manfaat Salak

Salak merupakan buah yang banyak mengandung berbagai zat yang


dibutuhkan oleh tubuh. Buah salak memiliki kandungan protein 0.40 %,
karbohidrat 20.90 %, kadar abu 0.67 %, kalsium 0.0028 %, fosfor 0.0018 % dan
zat besi 0.0042 % dan salak tidak mengandung lemak (Schuiling dan Mogea,
1989). Selain itu salak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran asinan,
manisan basah, manisan kering. Buah salak dapat dimakan segar, maupun sebagai
produk olahan atau awetan. Buah salak produk awetan selain manisan bisa juga
dibuat wajik dan dodol. Hal ini dilakukan untuk menghindari pembusukan buah
(Kiswanto, 2003).

2.5. Kualitas Buah

Kualitas merupakan hal terpenting bagi produk hortikultura, baik


dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun setelah diproses. Ada lima parameter
penentu kualitas yaitu rasa, bau, keragaman buah, tekstur dan nutrisi. Parameter
nutrisi merupakan faktor yang sebenarnya paling bermanfaat karena perananya
sebagai penyedia sumber gizi bagi manusia ( Joyce, 2001). Kualitas produk
hortikultura merupakan kombinasi dari karakteristik, sifat dan nilai untuk
7

makanan dan kesenangan. Konsumen cenderung menilai kualitas buah


berdasarkan penampilan, tingkat kekerasan yang baik, nilai rasa dan gizi ( Kader,
1992).

2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh

2.6.1. Salak Sumedang

Salak Sumedang memiliki berbagai macam nama, Penamaan salak Sumedang


berdasarkan pada daerah asal salak ditanam. Contohnya adalah salak bongkok,
salak narimbang, salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal, dan salak
cibubuan. Salak yang terkenal di Kabupaten Sumedang berasal dari daerah
Narimbang, Bongkok, dan Ciaseum. Ciri dari salak Sumedang adalah bentuk
buahnya ada yang lonjong dan bulat, kulit buahnya bersisik besar dan berwarna
merah kecokelatan mengkilat, daging buahnya tebal dan rasanya ada yang manis,
asam, sepat dan ada manis bercampur sepat, bijinya besar dan dalam tiap buah
terdapat 2-3 biji, ukuran buahnya besar dengan diameter dapat mencapai 6 cm dan
setiap rumpun dapat menghasilkan 5-7 tandan. Ciri khas yang membedakan antara
salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal dan salak cibubuan yaitu
dari segi rasa buahnya dan ukurannya. Salak narimbang, salak legok dan salak
ciaseum ukuran buahnya lebih besar dan rasanya lebih manis dibandingkan salak
jambu, salak ungkal dan salak cibubuan (Dinas Pertanian Sumedang, 2007).

2.6.2. Salak Pondoh

Salak pondoh (Salacca zalacca Gaertner Voss) termasuk famili palmae,


berduri dan bertunas banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat. Tinggi tanaman
mencapai 1.5 – 5 m, batang pokoknya berbentuk stolon di dalam tanah, berbentuk
slindris dengan diameter 10 – 15 cm ( Verheij dan Coronel, 1997). Akar tanaman
merupakan akar serabut, berbentuk slindris dengan diameter 6 – 8 mm. Daerah
penyebarannya tidak luas, dangkal dan peka terhadap kekurangan air (Purnomo,
2001). Bentuk daun menyirip, panjangnya mencapai 3 – 7 m. Pelepah, tangkai dan
anak daun berduri banyak, bentuknya panjang, tipis, berwarna kelabu, sampai
kehitaman, anak daunnya berukuran (20-70) cm x (2-7.5) cm ( Verheij dan
Coronel, 1997).
8

Bunga salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutup oleh seludang.


Panjang seludang bunga jantan hingga 50 – 100 cm sedangkan bunga betina 20 –
30 cm (Ashari, 1995). Purnomo (2001) melaporkan bahwa bunga jantan pada
tanaman salak pondoh berwarna coklat kemerahan, sekelompok bunga jantan
terdiri dari 4 – 12 malai, satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari, panjang bunga
jantan setiap malai sekitar kira-kira 4 – 15 cm dan bunga jantan mekar selama 1- 3
hari. Bunga betina berwarna hijau kekuningan, berbintik merah dan mempunyai 3
petal. Panjang satu malai 7 – 10 cm dan bunga mekar selama 1 – 3 hari. Tanda
bunga yang siap diserbuki adalah bunga berwarna merah dan mengeluarkan
aroma harum. Waktu penyerbukan yang baik adalah pada hari ke -2 bunga mekar.

Varietas salak pondoh yang sudah dibudidayakan di Indonesia yaitu salak


pondoh hitam, salak pondoh merah, salak pondoh kuning, dan salak pondoh
super. Salak pondoh hitam berbentuk bulat dan berukuran kecil, daging buah
berwarna putih kapur dengan kulit buah berwarna hitam gelap dan rasanya sangat
manis seperti buah lengkeng. Salak pondoh merah bentuk buahnya agak lonjong,
berkulit warna merah kecoklat-cokelatan dan pada bagian ujungnya berwarna
kehitam-hitaman, berukuran lebih besar dibanding salak pondoh hitam, setiap
kilogram berisi 20 – 25, bila matang beraroma buah apel. Salak pondoh kuning
berbentuk bulat mirip buah salak pondoh hitam , namun ukurannya besar, tiap
kilogram berisi 10 – 15 butir buah, kulit buah berwarna coklat kekuning-
kuningan, daging buahnya berwarna putih krem, rasa manis dan beraroma buah
apel. Salak pondoh super berbentuk bulat memanjang, buahnya berukuran besar,
tiap kilogram berisi 9 – 11 butir buah, kulit buah berwarna kekuning-kuningan,
daging buahnya tebal, rasanya manis, renyah dan masir.

2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang

Budidaya tanaman salak lokal Sumedang tidak pernah memperhatikan aspek-


aspek budidaya yang digunakan oleh salak pondoh misalnya, pengolahan dan
pembongkaran tanah, penanaman, pengairan, pengaturan jarak tanam, pemupukan
dan pengendalian hama penyakit, penyiangan/pemangkasan daun, penyerbukan
dan pencangkokan tanaman. Tanaman salak lokal Sumedang dibiarkan tumbuh
begitu saja tanpa dilakukan perawatan. Pada saat saya melakukan penelitian
9

dilapangan saya pernah bertanya kepada pemilik kebun tentang sejarah adanya
salak lokal Sumedang dan menanyakan bagaimana penanaman dan perawatan
yang dilakukan, pemilik kebun hanya menjawab bahwa pada umumnya salak di
daerah Sumedang kurang lebih sudah ada sebelum tahun 1960. Para petani salak
di Sumedang hanya meneruskan kebun yang ada tanpa dilakukan pergantian
tanaman dan perawatan (pemupukan, pengairan, pemangkasan, dan penyerbukan).
Faktor budidaya diatas sedikitnya dapat mempengaruhi terhadap produktivitas dan
kualitas tanaman salak.

2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor

Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena
nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam
amino dan asam nukleat (Emanuel, 1972). Kandungan Nitrogen dalam tanaman
yang cukup untuk menunjang pertumbuhan antara 2 % - 5 % dari berat kering
tanaman (Jones et al, 1991). Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan
pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N
yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok (Emanuel, 1972).
Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda (Marschner,
1986).

Fosfor (P) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat
pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya ke seluruh
tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Kadar Fosfor dalam tanah berkisar antara
0.15-1.00 % (Jones et al, 1991). Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4-.
Serapan tanaman terhadap P sebagian besar diatur oleh tiga faktor utama yaitu,
jenis tanaman, tahap kematangan tanaman dan persaingan antara akar tanaman
dan sifat kimia tanah (Ulysses, 1979). Kekurangan unsur P menyebabkan
pertumbuhan tanaman menjadi kerdil saat tumbuhan muda dan warna daun hijau
gelap (kadang-kadang hijau ungu gelap) (Emanuel, 1972).
10

2.8. Peran Kalium, Natrium, Besi, dan Mangan

Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam
tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan yang optimal sebesar 2 % - 5 % dari
berat kering tanaman (Marschner, 1986)

Peran utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator enzim. Kalium


menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium
diperlukan dalam pembentukan karbohidrat dan translokasi gula (Soepardi, 1983).
Fungsi K lainnya adalah mengatur tekanan potensial air dalam sel penjaga
stomata. Kalium bertanggung jawab pada perubahan turgor sel penjaga selama
proses pergerakan stomata (Marschner, 1986). Kekurangan K pada tanaman
mengakibatkan bagian tepi daun klorosis, daun menjadi keriting dan menggulung,
batang menjadi lemah dan ramping (Emanuel, 1972).

Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang bervariasi pada bermacam


tahap pertumbuhan. Respon pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N
(Mengel dan Kirby, 1982). Kalium merupakan unsur terbanyak yang ditransfer ke
tandan kelapa sawit. Kekurangan kalium pada tanaman ini menyebabkan
lemahnya jaringan tanaman, anak daun berwarna kuning di sekitar tulang daun
serta menurunkan jumlah bobot tandan secara drastis. Kelapa sawit, cocoa, dan
kelapa mempunyai angka penyerapan kalium dan nitrogen paling besar dan fosfor
yang terkecil sedangkan angka penyerapan kalium sendiri jauh lebih tinggi dari
nitrogen (Ng dan Thong, 1985). Pada tanaman kelapa kalium menghasilkan
respon pemupukan yang paling bagus di banding N dan P (Uexkull, 1960).

Natrium (Na) adalah unsur yang esensial bagi beberapa tanaman, misalnya
pada tanaman bit gula. Peran Na dalam tanaman tingkat tinggi dibagi menjadi dua
yaitu esensial dan dapat menggantikan fungsi K dalam tanaman. Tanggap
pertumbuhan tanaman pada Na diduga karena Na dapat menggantikan fungsi K
khususnya aktivator enzim (Marschner, 1986).

Keracunan Na ditandai dengan daun seperti terbakar, hangus dan jaringan


mati disekitar tepi luar daun. Gejala ini terlihat pertama kali pada daun yang tua.
11

Keracunan Na dapat dikurangi dengan pemberian kalsium (Ca) dan Magnesium


(Mg). Pemberian Ca dan Mg dalam jumlah sedang dapat mengurangi gejala,
sedangkan pemberian dalam jumlah besar dapat melindungi tanaman dari gejala
keracunan.

Fungsi Fe pada tanaman sebagai katalis atau bagian dari suatu sistem enzim
yang berhubungan dengan pembentukan klorofil. Kadar Fe pada tanaman sebesar
50 – 250 ppm (Jones et al, 1991). Besi diambil oleh tanaman dalam bentuk ion
ataupun dalam bentuk garam-garam kompleks organik (khelat) dan dapat juga
diabsorpsi oleh daun apabila besi sulfat diberikan melalui daun. Gejala kekurang
Fe pada tanaman adalah klorosis pada daun muda. Klorosis pada daun muda
disebabkan karena Fe dibutuhkan untuk sintesis kompleks klorofil-protein dalam
kloroplas (Emanuel, 1972).

Mangan merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman sehingga gejala
defisiensinya muncul mula-mula pada bagian yang muda. Fungsi mangan pada
tanaman sebagai aktivasi beberapa enzim dalam sel tumbuhan, terutama
dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat dalam siklus Krebs. Fungsi utama
Mn pada reaksi fotosintetik yang menghasilkan oksigen dan air. Ketersedian Mn
pada tanaman berkisar 10 – 50 ppm (Jones et al, 1991). Gejala defisiensi Mn
adalah klorosis pada daun muda yang ahirnya berkembang menjadi noda kecil
nekrosis (Emanuel, 1972).
III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Sampel daun salak dan tanah yang akan di analisis diambil dari lokasi 1
(salak asam) dan lokasi 2 (salak sepat) yang berada di Desa Narimbang, lokasi 3
dan lokasi 4 (salak manis) yang berada di Desa Karanglayung, dua desa ini
terletak di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. Sebagai pembanding
diambil juga daun salak pondoh dari daerah Sleman, Yogyakarta. Analisis tanah
dan tanaman dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan
dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Oktober-November 2009.

Lokasi 1 Lokasi 2

Lokasi 3 Lokasi 4
13

PETA WILAYAH KECAMATAN CONGGEANG, KABUPATEN SUMEDANG

Keterangan : Desa Karanglayung

Desa Narimbang

Peta Wilayah Kecamatan Conggeang (Data Potensi Kecamatan Conggeang, 2009)


14

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari tiga contoh tanah, empat contoh daun salak
Sumedang dan dua contoh daun salak pondoh. Contoh tanah satu diambil dari
lokasi kebun salak Sumedang yang memiliki rasa asam, contoh tanah dua
diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa sepat dan contoh tanah tiga
diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa manis. Contoh daun satu
diambil dari pohon salak asam, contoh daun dua diambil dari pohon salak sepat,
contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis dan contoh daun tiga diambil
dari pohon salak manis yang lokasinya dekat kandang kambing.

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah dan daun salak, yaitu :
cangkul, meteran, pisau lapang, penggaris, kantong plastik, label dan karet gelang.
Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis tanah dan daun diantaranya yaitu
alat-alat gelas, cawan porselin, muffle, hot plate, centrifuge, shaker, pH meter,
flamefotometer dan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

3.3. Metode Penelitian

Analisis sifat kimia tanah dilakukan terhadap tanah dari tiap lokasi kebun
salak yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah
kemudian dikering udarakan, lolos saringan 2 mm dan 0.5 mm, selanjutnya
dianalisis di laboratorium.

Pengambilan daun tanaman salak dilakukan pada batang ke tiga dari pucuk
dan daun pertama sampai daun ke tiga setelah pembukaan sempurna. Contoh daun
tanaman kemudian dibersihkan dengan aquades, dikeringkan pada suhu 60 0C,
digiling dan diayak menggunakan ayakan 0.5 mm.

3.4. Analisis Laboratorium

Contoh tanah dan daun yang telah diambil dilakukan pengukuran/penetapan


analisis laboratorium. Parameter yang diukur dan metode yang digunakan
disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
15

Tabel 2. Parameter Tanah yang diukur dan metode yang digunakan

Parameter yang diukur Metode

Unsur mikro HCl 0.05 N

C-Organik Walkley dan Black

KTK 1N NH4OAc pH 7

Al-dd Titrasi

Kejenuhan Basa 1N NH4OAc pH 7

P total dan P tersedia HCl 25% dan Bray 1

N total Kjeldahl

Tabel 3. Parameter Tanaman yang diukur dan metode yang digunakan

Parameter yang di ukur Metode

N-total Kjeldahl

P-tersedia Pengabuan kering

basa-basa (K,Na,Ca,Mg) Pengabuan kering

Unsur mikro (Zn,Cu,Mn,Fe) Pengabuan kering


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang,


Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara
geografis Kabupaten Sumedang terletak pada posisi 107˚21’-108˚21’ Bujur Timur
dan 6˚44’-70˚83’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Sumedang ± 152220
Ha dengan ketinggian antara 20 sampai dengan lebih dari 1000 meter di atas
permukaan laut (dpl).

Daerah yang ditumbuhi oleh tanaman salak memiliki ketinggian tempat


sekitar 25 – 500 m dpl (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Dilihat dari
ketinggian tempatnya lokasi kebun sudah dianggap layak untuk ditanami salak.
Kondisi curah hujan di lokasi kebun salak cukup tinggi yang mengakibatkan
ketersediaan air tanah berlimpah dan iklim di lokasi tersebut tergolong agak
basah.

Penghasilan utama daerah Sumedang disumbang oleh sektor pertanian, selain


tanaman pangan Sumedang juga unggul di sektor buah-buahan. Buah-buahan
yang menjadi unggulan Kabupaten Sumedang diantaranya salak bongkok, sawo,
pisang, melinjo, nangka dan masih banyak lagi.

4.2. Karakteristik Sifat Kimia Tanah di Kebun Salak Lokal Sumedang

Dari ketiga lokasi (Tabel 4) tampak bahwa nilai pH tanah di lokasi 2 lebih
tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Nilai C-organik dari ketiga
lokasi menunjukan bahwa nilai C-organik di lokasi 2 lebih tinggi. Tingginya nilai
C-organik di lokasi 2 diduga berasal dari tumpukan serasah daun tanaman
salaknya dan dari daun tanaman lain (tanaman melinjo dan bambu) yang ada di
sekitar lokasi kebun.
17

. Karakteristik Sifat Kimia Tanah.

karakteristik Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

pH H2O 6.10 6.40 5.72

pH KCl 4.65 5.50 4.55

C-Organik (%) 1.89 2.73 1.27

N-Total (%) 0.19 0.27 0.19

P tersedia (ppm) 2.65 2.34 7.16

Basa dapat dipertukarkan (me/100g)

Ca 4.11 7.29 4.09

Mg 2.88 3.92 2.13

K 0.48 1.86 1.03

Na 0.22 0.54 0.11

Unsur Mikro (ppm)

Fe 0.17 0.10 0.38

Mn 2.15 2.31 3.08

Zn 0.29 0.18 0.62

Cu 0.34 0.16 0.31

Al dd (me/100g) Tu Tu Tu

KTK (me/100g) 14.41 18.19 11.47

KB (%) 53.37 74.82 64.17

Keterangan : Lokasi 1= kebun salak asam;Lokasi 2=kebun salak sepat ;Lokasi


3=kebun salak manis

Di lokasi 1 dan lokasi 3 nilai N-totalnya sama, dan nilai N-total di lokasi 2
lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai N-
total di lokasi 2 diakibatkan oleh kandungan bahan organik tinggi yang berasal
dari tumpukan serasah tanaman salak dan daun tanaman di sekitar kebun salak.
18

Analisis di lokasi 3 nilai P tersedia lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2.
Tingginya nilai P tersedia di lokasi 3 disebabkan oleh tingginya bahan mineral
yang mengandung fosfor di tanah tersebut dan tingkat pelapukannya. Selain itu,
yang mempengaruhi tingginya nilai P di lokasi 3 disebabkan oleh nilai pH. Nilai
pH tanah semakin rendah maka absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat.

Hasil analisis KTK tanah dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2
nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya
nilai KTK di lokasi 2 dipengaruhi oleh pH tanah dan bahan organik (serasah daun
tanaman) di sekitar lokasi 2. Hasil analisis Kejenuhan basa di tiga lokasi juga
menunjukan bahwa di lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3.

Dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilai Ca dd, Mg dd, K dd,
dan Na dd lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai Ca dd, Mg dd, K
dd, dan Na dd di lokasi 2 diduga berasal dari penambahan bahan organik yang
berasal dari serasah daun tanaman yang berada di sekitar lokasi 2.

Nilai Fe di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Kandungan Fe pada
tanah di lokasi 3 jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan Fe pada lokasi 1 dan
lokasi 2, hal ini diakibatkan oleh tanah di lokasi 3 mempunyai nilai pH paling
rendah sehingga kandungan Fe paling tinggi. Nilai Mn dan Zn dari ketiga lokasi
menunjakan bahwa di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Sedangkan
untuk nilai Cu di lokasi 1 lebih tinggi dari lokasi 2 dan lokasi 3.

4.3. Kandungan Hara Tanaman Salak Lokal Sumedang dan Salak pondoh

Solihin (2001) menjelaskan untuk mengetahui unsur-unsur hara yang paling


berperan terhadap mutu dan hasil tanaman salak serta status hara maka diperlukan
suatu pendekatan melalui status hara di daun, hal ini merupakan cara yang tepat
karena status hara daun mencerminkan status hara tanah yang tersedia bagi
tanaman.
19

Tabel 5. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Sumedang

N P K Na Ca Mg Fe Mn Cu Zn
Lokasi
………. (%) ………. ………. (ppm) ……….

1 1.74 0.083 1.49 0.5 1.46 0.44 199,66 25.72 10,6 6,97

2 1.96 0.078 1.73 0.59 1.71 0.59 163.38 12,98 11,52 9,91

3 2.13 0.10 2.85 0.98 0.50 0.49 272.92 40,08 11,64 9,24

4 1.86 0.11 2.51 1.46 0.76 0.59 273,9 35,22 51,7 10,3

Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak


manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).
Dari hasil analisis daun yang disajikan pada Tabel 5 terlihat bahwa
kandungan fosfor dan nitrogen di ke empat lokasi hampir sama. Nilai K, Na, Fe
dan Mn di lokasi 3 dan lokasi 4 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Nilai
kalsium di lokasi 1 dan lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 3 dan lokasi 4. Nilai
kandungan Cu dan Zn antar lokasi tidak berbeda jauh.

Hasil penelitian diatas dapat diasumsikan bahwa yang mempengaruhi


perbedaan rasa salak lokal di Kabupaten Sumedang dari segi kebutuhan hara
tanaman adalah kandungan K, Na, Fe dan Mn. Ke empat unsur hara tersebut yang
paling terlihat jelas pengaruhnya terhadap rasa salak lokal Sumedang adalah
kalium, dimana tanaman salak yang memiliki rasa manis respon terhadap
penyerapan K lebih tinggi. Mengel dan Kirby (1982) menjelaskan bahwa respon
pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N. Hal ini terbukti pada
tanaman salak manis pengambilan K lebih tinggi dan pengambilan N rendah.
Selain itu, fungsi dari kalium sendiri yaitu berpengaruh pada aktivitas fotosintesis,
sebagai aktivator enzim dalam produksi ATP. Asumsi tingginya kandungan
kalium pada salak lokal Sumedang yang memiliki rasa manis ditunjang oleh hasil
penelitian Erna (2003) bahwa pada tanaman pepaya yang diberi pupuk KCl
dengan dosis yang tinggi dapat meningkatkan rasa manis pada buah pepaya.
Selain itu ditunjang pula oleh beberapa penelitian pada tanaman kelapa
menunjukan bahwa pemupukan kalium menghasilkan respon yang paling bagus
bila dibandingkan dengan pemupukan nitrogen dan fosfor (Uexkull, 1960; Ng dan
Thong, 1985).
20

Tabel 6. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Pondoh

N P K Na Ca Mg Fe Mn Cu Zn
Lokasi
………. (%) ………. ………. (ppm) ……….

1 2.15 0.10 1.57 0.72 1.67 1.29 620.63 173.68 53.13 84.93

2 2.23 0.11 1.34 0.62 1.42 1.59 584.67 163.97 59.33 91.28

Keterangan: Lokasi 1= salak Pondoh Hitam; Lokasi 2= salak Pondoh Kuning.


Tabel 6 menunjukan kandungan hara dari daun salak pondoh dengan varietas
pondoh hitam dan pondoh kuning. Perbedaan yang paling mencolok antara salak
pondoh hitam dan salak pondoh kuning dilihat dari segi ukuran buah, bentuk dan
rasa. Salak pondoh kuning memiliki rasa agak sepat walaupun sedikit jika
dibandingkan dengan salak pondoh hitam yang memiliki rasa manis tanpa ada
sedikit sepat.

Hasil dari analisis terhadap daun tanaman salak pondoh kuning dan salak
pondoh hitam perbandingan nilai kandungan hara yang terdapat di kedua varietas
salak tersebut tidak berbeda jauh (Tabel 6).

Tabel 7. Rasio Ca/K Daun Tanaman Salak Sumedang dan Salak Pondoh

Ca K Ca/K
Lokasi
...(%)... ...(%)...

1 1.46 1.49 0.98

2 1.71 1.73 0.99

3 0.50 2.85 0.18

4 0.76 2.51 0.30

Salak pondoh hitam 1.67 1.57 1.06

Salak pondoh kuning 1.42 1.34 1.05

Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak


manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).
Tabel 7 menunjukan rasio Ca/K pada daun salak Sumedang yang berasa
manis ( 0.18 % dan 0.30 %) lebih rendah dibandingkan dengan rasio Ca/K daun
21

salak yang berasa asam dan sepat ( 0.99 % dan 0.98 %). Tingginya rasio Ca/K
pada salak asam dan sepat mengakibatkan rendahnya jumlah kalium yang dijerap
oleh tanaman. Sedangkan pada salak manis rendahnya rasio Ca/K mengakibatkan
tingginya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman.

Faktor lain yang mempengaruhi terhadap rasa manis pada salak pondoh jika
dibandingkan dengan salak Sumedang adalah pemberian sulfur. Sulfur yang
berada di daerah perkebunan salak pondoh berasal dari hasil erupsi gunung
merapi sedangkan di kebun salak lokal Sumedang tidak terjadi erupsi, karena
tidak terjadi erupsi maka kandungan sulfur di tanahnya rendah. Tingginya
kandungan sulfur di kebun salak pondoh mengakibatkan rasa buahnya manis.
Oleh karena itu, pada salak lokal Sumedang jika menginginkan buahnya berasa
manis sama seperti salak pondoh maka perlu ditambahkan sulfur. Penambahan
sulfur pada salak lokal Sumedang bisa dilakukan dengan cara penyiraman
tanaman menggunakan air yang mengandung sulfur dan pada saat pemupukan
dilakukan penaburan sulfur pada masing-masing tanaman.

Selain kebutuhan hara, aspek budidaya pada salak lokal Sumedang perlu
diperhatikan karena, faktor budidaya sedikitnya dapat berpengaruh terhadap
produktivitas dan kualitas salak lokal Sumedang. Solihin (2001) melaporkan
bahwa tahap awal dari penanaman tanaman salak pondoh adalah pengolahan dan
pembongkaran tanah, penanaman, pengairan, pengaturan jarak tanam, pemupukan
dan pengendalian hama penyakit, penyiangan/pemangkasan pelepah daun,
penyerbukan, pencangkokan dan panen. Pengolahan tanah dan pembongkaran
tanah berfungsi untuk membalikan unsur-unsur hara dan supaya tanah menjadi
gembur, pengaturan jarak tanam untuk menghindari persaingan dalam
pengambilan unsur hara di tanah, pemupukan dan pengendalian hama penyakit
untuk memberikan kebutuhan hara tanaman dan mengantisipasi hama penyakit
yang mengganggu tanaman salak, dan penyiangan berfungsi untuk mengatur iklim
mikro dengan cara melakukan pemangkasan pada pelepah daun tua.
V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

1. Pada varietas yang sama kandungan Kalium dan Natrium di tanaman salak
manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat. Tanaman
dengan kandungan Kalium rendah tingkat kemanisan pada buah
berkurang.

2. Kandungan unsur mikro Fe dan Mn pada salak manis lebih tinggi


dibandingkan salak asam dan sepat.

3. Faktor budidaya pada tanaman salak lokal Sumedang tidak begitu


diperhatikan seperti pada tanaman salak pondoh, padahal faktor budidaya
sedikitnya dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas salak
lokal Sumedang.

5.2. Saran

Perlunya dilakukan penelitian di lapangan dengan memberikan perlakuan


pemupukan K dan unsur mikro (Fe dan Mn) terhadap tanaman yang memiliki rasa
asam, sepat dan manis sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan unsur-
unsur tersebut terhadap rasa buah salak. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan cara
budidaya dan kemungkinan perlu ditambahkannya sulfur pada tiap-tiap tanaman
salak Sumedang dengan mengikuti cara budidaya dan pemberian sulfur pada salak
pondoh.
DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek dan Budidaya. UI Press. Jakarta. 485 hal.

Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang. 2007. Laporan Akhir Tahun. (Tidak


dipublikasikan).

Epstein, Emanuel. 1972. Mineral Nutrition Of Plants Principles and Perspectives.


University California. New York.

Harsono, Tri. 1994. Studi Taksonomi Kultivar Salak (Salacca zalacca Var.
Zalacca). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

Herliani, Leni., Elin, Slamet, dan I Ketut. 2001. The Use of Salacca Fruit (Salacca
edulish Reinw) variety of bongkok extracts as antioxidant and inhibitor of
uric acid. Pharmacy School. ITB.

Jones J.B., B. Wolf and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. Micro Macro
Publishing, Inc. USA.

Jones, Ulysses. 1979. Fertilizers and Soil Fertility. Clemson University. Clemson.

Joyce, D. 2001. The Quality Cycle. P. 1-10. In : R. Dris, R. Niskanen and S. M.


Jain (Ed). Crop Management and Postharvest Handling of Horticulture
Products. Science Publisher, Inc. New Hampshire, USA.

Kader, A. A. 1992. Quality and Safety Factor. P. 185-189. In: A. A. Kader (Ed).
Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of California.
California.

Kiswanto. 2003. Pengaruh umur panen terhadap kadar gula, kadar asam dan tanin
pada buah salak pondoh varietas manggala. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana.
Universitas Gajah Mada. 92 hal.

Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soil. John Wiley and Sons. New
York.

Mahyar, U. W. 1993. Salak. Dalam H. Sutarno, H. Sujito, S. S. Hardjadi.


Pendayagunaan Tanaman Buah-buahan pada Lahan Kritis. Yayasan Prosea
Bogor, MAB Indonesia, UNESCO/ROSTSEA Jakarta, Indonesia. 41-43 hal.

Marschner, H. 1986. Mineral NutritionOf Higher Plants. Acad Press. Orlando.


674 p.
24

Mengel, K and E. A. Kirby. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rd edition. Int.
Potash. Ins. Bern. 655 p.

Mogea JP. 1977. Jenis-jenis salak di Malesiana. Makalah Seminar Biologi V dan
Kongres III Biologi, Indonesia. Malang. 12 hal.

Mogea JP. 1982. Salacca zalacca, the Correct name for the salak palm. Principles
26: 70-72.

Ng, S. K and K. C. Thong. 1985. Potassium in The Agricultural System of The


Humid Tropics. Proc. Int. Potash. Ins. Bangkok. 81-95 p.

Purnomo, H. 2001. Budidaya Salak Pondoh. Aneka Ilmu. Semarang. 70 hal.

Purwanto, J., M. Rahayu, dan H. Sutarno. 1988. Toleransi Biji Salak Terhadap
Penurunan Kadar Air, Suhu, dan Serangan Jamur. Berita Biologi. 390 – 395
hal.

Rahman, Ganjar. 2007. Sumedang Dalam Angka. BPS Kabupaten Sumedang.


(Tidak dipublikasikan).

Samson, J. A. 1986. Trofical Fruits. 2nd. Longman. New York, USA. 336 p.

Santoso, Budi. 1990. Salak Pondoh. Kanisius. Yogyakarta.

Schuiling, D. L. and J. P. Mogea. 1990. Salacca zalacca var. Zalacca (Gaertn)


voss. In D. E. Soltis and P. S. Soltis (Eds.) Isozymes in Plant Biology.
Dioscorides Press. Portland, Oregeon. 1-4 p.

Schuiling, D. L. And J. P. Mogea. 1989. Salacca zalacca (Gaertner) voss. In E.


Westphal and P. C. M. Jansen (eds). Plant Resources of South East Asia.
Pudoc wageningen.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Soil Survey Laboratory (SSL). 1995. Soil Survey Laboratory Information Manual.
National Soil Survey Center. Soil Survey Laboratory. Lincoln – Nebraska.

Solihin. 2001. Kajian faktor-faktor penentu produktivitas salak pondoh di


Wilayah Sleman. Tesis. Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

Suter, I. K. 1988. Telaah sifat buah salak di Bali sebagai dasar pembinaan Mutu
Buah. Disertasi Doktor, Institut Pertanian Bogor. 300 hal.
25

Tan, K. H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Macell Dekker, Inc. New York.

Tan, K. S. 1953. Bercocok Tanaman Buah-buahan Salak. Kursus Mantri


Perkebunan Rakyat. Hortikultura. 45-47 hal.

Tjahyadi, N. 1990. Bertanam Salak. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. 55 hal.

Tri, Erna. 2003. Pengaruh pemupukan kalium terhadap produktivitas buah


pepaya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 30 hal.

Uexkull, H. V. 1960. Fertilizer Use. 2nd edition. Verlogsgesellschaftfur Ackerbau


mbH. Hannover. 593 p.

Verheij, E. W. M. Dan Coronel, R. E. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara


2 Buah – Buahan yang dapat Dimakan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
568 hal.
26

LAMPIRAN
27

(a) (b)

(c) (d)

Gambar Lampiran 1. Salak manis 1 (a), Salak manis 2(dekat kandang kambing)
(b), Salak asem (c), dan Salak Sepat (d)

Anda mungkin juga menyukai