SALAK
SALAK
DYNA ISLAMY
A14051406
FAKULTAS PERTANIAN
2010
RINGKASAN
There are varieties of salak fruit tastes in the area of local salak plantations
of Sumedang. Salak grown in places with high organic matter (from sheep waste)
has a sweet taste. Than other salak grown have different tastes include sour and
astringent tastes. Therefore, in this study will be conducted an identification of
soil characteristics and plant nutrient contents associated with the taste of local
salak of Sumedang. This is intended to find the cause of differences in tastes in
local salak of Sumedang.
The study was conducted in salak plantation and at the Laboratory of the
Department of Soil Science and Land Resources. The results of this study showed
that the content of potassium (K), sodium (Na), Iron (Fe) and manganese (Mn) at
the sweet fruit has a high value than the sour and astringent fruits.
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK HARA TANAH DAN KANDUNGAN
HARA TANAMAN DIHUBUNGKAN DENGAN RASA SALAK LOKAL
SUMEDANG
DYNA ISLAMY
A14051406
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
NRP : A14051406
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Pada tahun 1999 penulis lulus dari SDN Cibubuab II. Kemudian pada
tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Conggeang.
Selanjutnya, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Conggeang pada tahun 2005. Pada
tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Pada tingkat pertama, penulis menjalankan
Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selanjutnya, penulis di terima masuk di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dengan mayor Manajemen
Sumberdaya Lahan (MSL), Fakultas Pertanian.
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini dengan baik dan lancar.
1. Ir. Heru B Pulunggono, MAgr. selaku dosen pembimbing skripsi satu yang
telah memberikan saran, bimbingan, serta nasihat selama penulis melaksakan
penelitian.
2. Dr.Ir. Basuki Sumawinata, MAgr. selaku pembibing anggota yang telah
memberikan ide dan bantuan pemikirannya dalam penelitian penulis.
3. Dr.Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. Selaku Dosen Penguji.
4. Ayahanda Drs. Endang Sukmana, Ibunda Cicih Sa’diah, adikku Tersayang
Faisal Agnia, ema dan aki yang telah memberikan semangat dan motivasi
kepada penulis selama menyelesaikan tulisan ini dari awal hingga ahir
penulisan.
5. Teman-teman satu Lab. Aliya Mutia, Lili, Icha, Teteh Ratih, Meiyu, Bobi,
Rizkiamnah, Awang, dan Ganda yang telah menemani selama penulis
melaksanakan penelitian.
6. Seluruh Staf Laboratoriun Tanah yang telah membantu penulis dalam
penyediaan alat dan bahan kimia selama penelitian.
Terima kasih juga diucapkan kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Nomor Halaman
Teks
Teks
Nomor Halaman
Lampiran
belum mampu untuk bersaing dengan salak dari daerah lainnya terutama dengan
salak pondoh yang berasal dari Sleman, Yogyakarta.
1.2. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi karakteristik hara tanah dan hara tanaman salak yang di
hubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Salacca zalacca tumbuh alami di hutan-hutan dataran rendah Jawa Barat dan
Sumatera bagian selatan (schuiling dan Mogea, 1990). Jenis ini memiliki dua
varietas yaitu var. Zalacca (Gaertn.) Voss dan var. Amboinensis (Becc.) (Mogea,
1982). Varietas zalacca di pulau Jawa tersebar di pusat-pusat penanaman salak
seperti Condet, Tasikmalaya, Malang, Sleman, Bangkalan. Di luar Jawa tanaman
ini dibudidayakan di Sulawesi. Sedangkan varietas Amboinensis menurut Suter
(1988) tersebar di Bali dan dapat dibedakan atas sepuluh kultivar.
Hingga kini para petani belum dapat membedakan tanaman jantan dan betina
jika hanya berdasarkan pada bentuk vegetatif. Tanaman ini diperbanyak dengan
biji, namun kini teknik cangkokan anakan sudah mulai diterapkan. Dari hasil
penelitiannya tentang hubungan karakteristik buah salak dengan kemungkinan
buah jantan dan buah betina, Tjahjadi (1990) menjelaskan bahwa buah salak yang
berbiji tiga berpeluang menghasilkan tanaman betina 70 %, yang berbiji dua akan
menghasilkan tanaman betina 100 %, sedangkan yang berbiji satu akan
menghasilkan jantan 100 %.
Biji salak tergolong biji rekalsitran. Biji rekalsitran yaitu, biji yang tidak
memerlukan penyimpanan. Biji rekalsitran memerlukan perlakuan khusus dalam
penyemainnya, sebab daya toleransinya terhadap kekurangan air pada
endospermnya rendah. Biji–biji yang demikian memerlukan perlakuan khusus
untuk penyimpanannya (Purwanto et al, 1998). Di alam, biji salak hanya dapat
bertahan hidup beberapa hari saja setelah dikeluarkan dari buahnya. Biji yang
masih berada di dalam buahnya hanya dapat bertahan selama 2 – 3 minggu (Tan,
1953 dalam Harsono, 1994). Kondisi kering dan dingin akan cepat sekali
mematikan biji-biji rekalsitran.
5
DI Yogyakarta Sleman
Bali Karangasem
dilapangan saya pernah bertanya kepada pemilik kebun tentang sejarah adanya
salak lokal Sumedang dan menanyakan bagaimana penanaman dan perawatan
yang dilakukan, pemilik kebun hanya menjawab bahwa pada umumnya salak di
daerah Sumedang kurang lebih sudah ada sebelum tahun 1960. Para petani salak
di Sumedang hanya meneruskan kebun yang ada tanpa dilakukan pergantian
tanaman dan perawatan (pemupukan, pengairan, pemangkasan, dan penyerbukan).
Faktor budidaya diatas sedikitnya dapat mempengaruhi terhadap produktivitas dan
kualitas tanaman salak.
Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena
nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam
amino dan asam nukleat (Emanuel, 1972). Kandungan Nitrogen dalam tanaman
yang cukup untuk menunjang pertumbuhan antara 2 % - 5 % dari berat kering
tanaman (Jones et al, 1991). Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan
pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N
yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok (Emanuel, 1972).
Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda (Marschner,
1986).
Fosfor (P) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat
pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya ke seluruh
tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Kadar Fosfor dalam tanah berkisar antara
0.15-1.00 % (Jones et al, 1991). Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4-.
Serapan tanaman terhadap P sebagian besar diatur oleh tiga faktor utama yaitu,
jenis tanaman, tahap kematangan tanaman dan persaingan antara akar tanaman
dan sifat kimia tanah (Ulysses, 1979). Kekurangan unsur P menyebabkan
pertumbuhan tanaman menjadi kerdil saat tumbuhan muda dan warna daun hijau
gelap (kadang-kadang hijau ungu gelap) (Emanuel, 1972).
10
Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam
tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan yang optimal sebesar 2 % - 5 % dari
berat kering tanaman (Marschner, 1986)
Natrium (Na) adalah unsur yang esensial bagi beberapa tanaman, misalnya
pada tanaman bit gula. Peran Na dalam tanaman tingkat tinggi dibagi menjadi dua
yaitu esensial dan dapat menggantikan fungsi K dalam tanaman. Tanggap
pertumbuhan tanaman pada Na diduga karena Na dapat menggantikan fungsi K
khususnya aktivator enzim (Marschner, 1986).
Fungsi Fe pada tanaman sebagai katalis atau bagian dari suatu sistem enzim
yang berhubungan dengan pembentukan klorofil. Kadar Fe pada tanaman sebesar
50 – 250 ppm (Jones et al, 1991). Besi diambil oleh tanaman dalam bentuk ion
ataupun dalam bentuk garam-garam kompleks organik (khelat) dan dapat juga
diabsorpsi oleh daun apabila besi sulfat diberikan melalui daun. Gejala kekurang
Fe pada tanaman adalah klorosis pada daun muda. Klorosis pada daun muda
disebabkan karena Fe dibutuhkan untuk sintesis kompleks klorofil-protein dalam
kloroplas (Emanuel, 1972).
Mangan merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman sehingga gejala
defisiensinya muncul mula-mula pada bagian yang muda. Fungsi mangan pada
tanaman sebagai aktivasi beberapa enzim dalam sel tumbuhan, terutama
dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat dalam siklus Krebs. Fungsi utama
Mn pada reaksi fotosintetik yang menghasilkan oksigen dan air. Ketersedian Mn
pada tanaman berkisar 10 – 50 ppm (Jones et al, 1991). Gejala defisiensi Mn
adalah klorosis pada daun muda yang ahirnya berkembang menjadi noda kecil
nekrosis (Emanuel, 1972).
III. BAHAN DAN METODE
Sampel daun salak dan tanah yang akan di analisis diambil dari lokasi 1
(salak asam) dan lokasi 2 (salak sepat) yang berada di Desa Narimbang, lokasi 3
dan lokasi 4 (salak manis) yang berada di Desa Karanglayung, dua desa ini
terletak di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. Sebagai pembanding
diambil juga daun salak pondoh dari daerah Sleman, Yogyakarta. Analisis tanah
dan tanaman dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan
dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Oktober-November 2009.
Lokasi 1 Lokasi 2
Lokasi 3 Lokasi 4
13
Desa Narimbang
Bahan yang digunakan terdiri dari tiga contoh tanah, empat contoh daun salak
Sumedang dan dua contoh daun salak pondoh. Contoh tanah satu diambil dari
lokasi kebun salak Sumedang yang memiliki rasa asam, contoh tanah dua
diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa sepat dan contoh tanah tiga
diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa manis. Contoh daun satu
diambil dari pohon salak asam, contoh daun dua diambil dari pohon salak sepat,
contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis dan contoh daun tiga diambil
dari pohon salak manis yang lokasinya dekat kandang kambing.
Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah dan daun salak, yaitu :
cangkul, meteran, pisau lapang, penggaris, kantong plastik, label dan karet gelang.
Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis tanah dan daun diantaranya yaitu
alat-alat gelas, cawan porselin, muffle, hot plate, centrifuge, shaker, pH meter,
flamefotometer dan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).
Analisis sifat kimia tanah dilakukan terhadap tanah dari tiap lokasi kebun
salak yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah
kemudian dikering udarakan, lolos saringan 2 mm dan 0.5 mm, selanjutnya
dianalisis di laboratorium.
Pengambilan daun tanaman salak dilakukan pada batang ke tiga dari pucuk
dan daun pertama sampai daun ke tiga setelah pembukaan sempurna. Contoh daun
tanaman kemudian dibersihkan dengan aquades, dikeringkan pada suhu 60 0C,
digiling dan diayak menggunakan ayakan 0.5 mm.
KTK 1N NH4OAc pH 7
Al-dd Titrasi
N total Kjeldahl
N-total Kjeldahl
Dari ketiga lokasi (Tabel 4) tampak bahwa nilai pH tanah di lokasi 2 lebih
tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Nilai C-organik dari ketiga
lokasi menunjukan bahwa nilai C-organik di lokasi 2 lebih tinggi. Tingginya nilai
C-organik di lokasi 2 diduga berasal dari tumpukan serasah daun tanaman
salaknya dan dari daun tanaman lain (tanaman melinjo dan bambu) yang ada di
sekitar lokasi kebun.
17
Al dd (me/100g) Tu Tu Tu
Di lokasi 1 dan lokasi 3 nilai N-totalnya sama, dan nilai N-total di lokasi 2
lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai N-
total di lokasi 2 diakibatkan oleh kandungan bahan organik tinggi yang berasal
dari tumpukan serasah tanaman salak dan daun tanaman di sekitar kebun salak.
18
Analisis di lokasi 3 nilai P tersedia lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2.
Tingginya nilai P tersedia di lokasi 3 disebabkan oleh tingginya bahan mineral
yang mengandung fosfor di tanah tersebut dan tingkat pelapukannya. Selain itu,
yang mempengaruhi tingginya nilai P di lokasi 3 disebabkan oleh nilai pH. Nilai
pH tanah semakin rendah maka absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat.
Hasil analisis KTK tanah dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2
nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya
nilai KTK di lokasi 2 dipengaruhi oleh pH tanah dan bahan organik (serasah daun
tanaman) di sekitar lokasi 2. Hasil analisis Kejenuhan basa di tiga lokasi juga
menunjukan bahwa di lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3.
Dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilai Ca dd, Mg dd, K dd,
dan Na dd lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai Ca dd, Mg dd, K
dd, dan Na dd di lokasi 2 diduga berasal dari penambahan bahan organik yang
berasal dari serasah daun tanaman yang berada di sekitar lokasi 2.
Nilai Fe di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Kandungan Fe pada
tanah di lokasi 3 jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan Fe pada lokasi 1 dan
lokasi 2, hal ini diakibatkan oleh tanah di lokasi 3 mempunyai nilai pH paling
rendah sehingga kandungan Fe paling tinggi. Nilai Mn dan Zn dari ketiga lokasi
menunjakan bahwa di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Sedangkan
untuk nilai Cu di lokasi 1 lebih tinggi dari lokasi 2 dan lokasi 3.
4.3. Kandungan Hara Tanaman Salak Lokal Sumedang dan Salak pondoh
N P K Na Ca Mg Fe Mn Cu Zn
Lokasi
………. (%) ………. ………. (ppm) ……….
1 1.74 0.083 1.49 0.5 1.46 0.44 199,66 25.72 10,6 6,97
2 1.96 0.078 1.73 0.59 1.71 0.59 163.38 12,98 11,52 9,91
3 2.13 0.10 2.85 0.98 0.50 0.49 272.92 40,08 11,64 9,24
4 1.86 0.11 2.51 1.46 0.76 0.59 273,9 35,22 51,7 10,3
N P K Na Ca Mg Fe Mn Cu Zn
Lokasi
………. (%) ………. ………. (ppm) ……….
1 2.15 0.10 1.57 0.72 1.67 1.29 620.63 173.68 53.13 84.93
2 2.23 0.11 1.34 0.62 1.42 1.59 584.67 163.97 59.33 91.28
Hasil dari analisis terhadap daun tanaman salak pondoh kuning dan salak
pondoh hitam perbandingan nilai kandungan hara yang terdapat di kedua varietas
salak tersebut tidak berbeda jauh (Tabel 6).
Tabel 7. Rasio Ca/K Daun Tanaman Salak Sumedang dan Salak Pondoh
Ca K Ca/K
Lokasi
...(%)... ...(%)...
salak yang berasa asam dan sepat ( 0.99 % dan 0.98 %). Tingginya rasio Ca/K
pada salak asam dan sepat mengakibatkan rendahnya jumlah kalium yang dijerap
oleh tanaman. Sedangkan pada salak manis rendahnya rasio Ca/K mengakibatkan
tingginya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman.
Faktor lain yang mempengaruhi terhadap rasa manis pada salak pondoh jika
dibandingkan dengan salak Sumedang adalah pemberian sulfur. Sulfur yang
berada di daerah perkebunan salak pondoh berasal dari hasil erupsi gunung
merapi sedangkan di kebun salak lokal Sumedang tidak terjadi erupsi, karena
tidak terjadi erupsi maka kandungan sulfur di tanahnya rendah. Tingginya
kandungan sulfur di kebun salak pondoh mengakibatkan rasa buahnya manis.
Oleh karena itu, pada salak lokal Sumedang jika menginginkan buahnya berasa
manis sama seperti salak pondoh maka perlu ditambahkan sulfur. Penambahan
sulfur pada salak lokal Sumedang bisa dilakukan dengan cara penyiraman
tanaman menggunakan air yang mengandung sulfur dan pada saat pemupukan
dilakukan penaburan sulfur pada masing-masing tanaman.
Selain kebutuhan hara, aspek budidaya pada salak lokal Sumedang perlu
diperhatikan karena, faktor budidaya sedikitnya dapat berpengaruh terhadap
produktivitas dan kualitas salak lokal Sumedang. Solihin (2001) melaporkan
bahwa tahap awal dari penanaman tanaman salak pondoh adalah pengolahan dan
pembongkaran tanah, penanaman, pengairan, pengaturan jarak tanam, pemupukan
dan pengendalian hama penyakit, penyiangan/pemangkasan pelepah daun,
penyerbukan, pencangkokan dan panen. Pengolahan tanah dan pembongkaran
tanah berfungsi untuk membalikan unsur-unsur hara dan supaya tanah menjadi
gembur, pengaturan jarak tanam untuk menghindari persaingan dalam
pengambilan unsur hara di tanah, pemupukan dan pengendalian hama penyakit
untuk memberikan kebutuhan hara tanaman dan mengantisipasi hama penyakit
yang mengganggu tanaman salak, dan penyiangan berfungsi untuk mengatur iklim
mikro dengan cara melakukan pemangkasan pada pelepah daun tua.
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Pada varietas yang sama kandungan Kalium dan Natrium di tanaman salak
manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat. Tanaman
dengan kandungan Kalium rendah tingkat kemanisan pada buah
berkurang.
5.2. Saran
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek dan Budidaya. UI Press. Jakarta. 485 hal.
Harsono, Tri. 1994. Studi Taksonomi Kultivar Salak (Salacca zalacca Var.
Zalacca). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 70 hal.
Herliani, Leni., Elin, Slamet, dan I Ketut. 2001. The Use of Salacca Fruit (Salacca
edulish Reinw) variety of bongkok extracts as antioxidant and inhibitor of
uric acid. Pharmacy School. ITB.
Jones J.B., B. Wolf and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. Micro Macro
Publishing, Inc. USA.
Jones, Ulysses. 1979. Fertilizers and Soil Fertility. Clemson University. Clemson.
Kader, A. A. 1992. Quality and Safety Factor. P. 185-189. In: A. A. Kader (Ed).
Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of California.
California.
Kiswanto. 2003. Pengaruh umur panen terhadap kadar gula, kadar asam dan tanin
pada buah salak pondoh varietas manggala. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana.
Universitas Gajah Mada. 92 hal.
Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soil. John Wiley and Sons. New
York.
Mengel, K and E. A. Kirby. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rd edition. Int.
Potash. Ins. Bern. 655 p.
Mogea JP. 1977. Jenis-jenis salak di Malesiana. Makalah Seminar Biologi V dan
Kongres III Biologi, Indonesia. Malang. 12 hal.
Mogea JP. 1982. Salacca zalacca, the Correct name for the salak palm. Principles
26: 70-72.
Purwanto, J., M. Rahayu, dan H. Sutarno. 1988. Toleransi Biji Salak Terhadap
Penurunan Kadar Air, Suhu, dan Serangan Jamur. Berita Biologi. 390 – 395
hal.
Samson, J. A. 1986. Trofical Fruits. 2nd. Longman. New York, USA. 336 p.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Soil Survey Laboratory (SSL). 1995. Soil Survey Laboratory Information Manual.
National Soil Survey Center. Soil Survey Laboratory. Lincoln – Nebraska.
Suter, I. K. 1988. Telaah sifat buah salak di Bali sebagai dasar pembinaan Mutu
Buah. Disertasi Doktor, Institut Pertanian Bogor. 300 hal.
25
Tan, K. H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Macell Dekker, Inc. New York.
LAMPIRAN
27
(a) (b)
(c) (d)
Gambar Lampiran 1. Salak manis 1 (a), Salak manis 2(dekat kandang kambing)
(b), Salak asem (c), dan Salak Sepat (d)