Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HAJI

DOSEN PEMBIMBING :

Dra. Nur Asyiah Siregar, M.Pd.I.

DISUSUN OLEH :

ZUHAINAH SIREGAR

Npm (2206020025)

PROGRAM PRODI MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS AL WASHLIYAH

2022

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan hidayah, rahmat serta karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Pendidikan Bahasa Kelas Tinggi ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta para sahabatnya, juga seluruh pengikutnya diseluruh
dunia, sejak awal kebangkitan Islam hingga hari kiamat.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ibadah Akhlak serta
meningkatkan pengetahuan tentang penilaian dalam pembelajaran Ibadah Akhlak
serta memahami dan mengerti materi tentang Haji.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami sangat mengharapkan
masukan dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun. Semoga Allah SWT
meridhoi usaha dan niat baik kita bersama dalam upaya mewujudkan mahasiswa yang
cerdas dan beriman.Aamiin.

Medan, 14 November 2022

Zuhainah Siregar

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………….………………………………………………ii

DAFTAR ISI………………………………………………….…..…………….....iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………...……………………………………………..…..1
B. Rumusan Masalah………………...….………………………………….….....1
C. Tujuan Masalah..………………………...……………………………..…......1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Hukum Haji………………………..…………………………….2


B. Latar Belakanag Sejarah Haji…………………………………………………3
C. Rukun san Wajib Haji…………………………………………………………4
D. Larangan dan Sunnah Haji……………………………………...……………..9
E. Cara Pelaksanaan Ibadah Haji……………………………………….………11
F. Hikmah Ibadah Haji……………………………...…………………………..12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………..………………..…………..15
B. Saran……………………………………..……………….………………….15
C. Daftar Pustaka……………………………………….………....…………….16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Haji adalah rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat
dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang
dilaksanakan kaum muslimin sedunia yang mampu (material, fisik, dan
keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan
dibeberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai
musim haji pada bulan Dzulhijjah. Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang
bisa dilaksanakan sewaktu-waktu. Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada
tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam
diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah dan berakhir setelah
melempar jumrah pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan
mengunjungi. Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti
qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara’, haji
ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan
amalan-amalan ibadah tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dan hukum haji?
2. Bagaimana latar belakang sejarah haji?
3. Apa saja rukun dan wajib haji?
4. Apa saja larangan dan sunnah haji?
5. Bagaimana cara pelaksanaan ibadah haji?
6. Apa saja hikmah ibadah haji?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Hukum Haji


Al-hajj secara etimologi berarti tujuan, maksud dan menyengaja.
Dalam arti terminology, haji berarti bermaksud dengan sengaja mengunjungi
Baitullah (Ka’bah) menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang tertentu,
karena memenuhi panggilan Allah semata.
Hukum melaksanakan ibadah haji hanyalah diwajibkan sekali dalam
seumur hidup manusia. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah : “Rasulullah Saw berkhotbah kepada kami.
Katanya : Wahai manusia! Allah telah memfardhukan haji bagi kamu, maka
laksanakanlah! Kemudian seseorang bertanya : Apakah haji itu dikerjakan
setiap tahun ya Rasulullah? Rasulullah Saw kemudian diam, sampai laki-laki
itu mengulang pertanyaan itu tiga kali. Kemudian Rasulullah Saw bersabda :
Kalau saya katakan benar, pasti akan wajib setiap tahun, tetapi kalian tidak
akan mampu”. (HR. Ahmad bin Hanbal, Muslim dan al-Nasai). Dalam hadits
lain Rasulullah Saw bersabda : “Ikutilah amalan haji dengan umrah karena
kedua amalan itu meniadakan sifat kikir dan dosa sebagaimana ahli logam
membuang karat dari besi, perak dan emas. Tiada lain pahala yang diterima
haji yang mabrur, kecuali surga”. (HR. al-Tirmidzy, al-Nasai dan Ibnu Majah
dan Ibnu Mas’ud).
Terdapat perbedaan yang mendasar antara haji dan umrah. Ibadah haji
dilakukan pada waktu-waktu yang tertentu, yaitu di bulan-bulan haji.
Sedangkan umrah boleh dilakukan di bulan-bulan haji (dapat dilakukan
bebarengan dengan ibadah haji), atau dilakukan diluar bulan haji (kapan saja).
Ibadah haji melakukan wuquf di Arafah, sedangkan ibadah umrah tidak perlu
melakukannya.

2
B. Latar Belakang Sejarah Haji
Pelaksanaan ibadah haji ditetapkan sepenuhnya oleh Rasulullah Saw,
berdasarkan petunjuk Allah. Praktek pengamalannya pada prinsipnya
menapaktilasi perjalanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail As.
Setelah Nabi Ibrahim As membangun Baitullah, menyuruh anak
cucunya bertempat tinggal disekitarnya. Sejak itulah orang-orang Arab
melakukan haji ke Baitullah dan hal itu dilakukan terus menerus dengan
prinsip beribadah hanya mengharap ridho Allah tanpa menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun. Sebagaimana ayat berikut (QS. Al-Baqarah 2:127) :
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar
Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa) : Ya Tuhan kami terimalah
daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Setelah beberapa abad kemudian, mereka melakukan perubahan
tatacara ibadah haji sebagaimana dilakukan pada Nabi Musa As. Dengan
perubahan itu, mereka mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala,
mengangkat berhala di atas Baitullah dan meletakkan di sekeliliingnya.
Mereka meminta pertolongan kepada berhala dan menjadikannya sebagai
pemeberi syafa’at selain Allah. Mereka menyembelih hewan qurban untuk
berhala dan menyebut nama-nama berhala ketika menyembelih. Mereka
melakukan thawaf dengan telanjang dan sebagian mereka tidak melakukan
wuquf di Arafah bersama yang lain, karena mereka merasa derajatnya di atas
derajat manusia yang lain, sebab mereka mempunyai kewenangan mengurus
Baitullah.
Hamka menjelaskan dengan lebih detail, yaitu bahwa sebelum negeri
Mekkah ditaklukan oleh Rasulullah dan kaum Muslimin pada tahun ke 8
hijriah, maka pada tahun ke 7 hijriah sudah berlaku juga umratul qadha,
pengganti umrah yang tidak jadi pada tahun ke 6 hijriah, padahal di Mekkah
masih ada berhala, di Ka’bah masih terdapat 360 berhala.

3
Bahkan di bukit Shafa, masih terdapat berhala Lata sehingga
menghalangi orang Islam yang datang untuk melakukan ritual Sa’i (berjalan
cepat antara Shafa dan Marwah). Maka ada sahabat Rasulullah yang ragu-ragu
tentang Sa’i di antara Shafa dan Marwah itu karena melihat masih ada berhala
lata berdiri di sana. Lalu datanglah ayat, bahwa Sa’i di antara Shafa dan
Marwah itu tidak ada halangan diteruskan sebab kita melakukan Sa’i itu
semata-mata ibadah karena Allah.
Kerena terdapat berbagai perubahan itulah maka diutuslah Nabi
Muhammad Saw, yang dengan tegas mengatakan bahwasannya
kedatangannya adalah hendak membangkitkan kembali ajaran asli Nabi
Ibrahim, ajaran Hanif dan Muslim. Lurus menuju Allah dan berserah diri
kepada-Nya. Maka kedatangan Nabi Muhammad adalah memperkuat kemabli
ajaran Nabi Ibrahim itu, menghidupkan kembali sendi pokok ajaran beliau.
Oleh sebab itu, Ka’bah bukanlah semata-mata sebuah rumah kuno yang
antikdan menjadi sekedar tujuan wisata rohani bagi wisatawan. Oleh sebab itu
Nabi Muhammad Saw meneruskan perintah Allah atas Nabi Ibrahim, agar
semua manusia datang ke tempat itu.

C. Rukun dan Wajib Haji


Rukun haji adalah perbuatan yang harus dikerjakan yang tidak boleh
digantikan dengan satupun. Sehingga jika tertinggal salah satunya
mengakibatkan tidak sah hajinya. Sedangkan wajib haji ialah sesuatu yang
harus dikerjakan namun bila tertinggal salah satunya karena sesuatu hal, boleh
diganti dengan membayar dam (denda yang harus dibayarkan/ditunaikan
sesuai dengan ketentuan yang telah tercapai).
Rukun haji ada enam, yaitu :
1. Ihram
Ihram adalah berniat mulai mengerjakan haji atau umrah, dengan
memakai pakaian ihran (warna putih). Pakaian ihram laki-laki tidak
berjahit, namun bagi wanita boleh berjahit.

4
2. Wuquf di Arafah
Wuquf adalah berhenti (hadir) di padang Arafah pada waktu yang
ditentukan, yang mulai dari tergelincir matahari (waktu zhuhur) tanggal 9
Dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Artinya orang yang
sedang mengerjakan haji itu wajib berada di padang arafah pada waktu
tersebut. Dalam sebuah sabda Rasulullah Saw, diterangkan :
“Dari Abd al-Rahman bin Ya’mur, bahwasannya orang-orang Nejd telah
datang kepada Raulullah Saw, sewaktu beliau sedang wuquf di Arafah.
Mereka bertanya kepada beliau, maka beliau kemudian menyuruh orang
supaya mengumumkan : “Haji itu Arafah.” Artinya, yang terpenting
urusan haji iaslah hadir di Arafah. Barangsiapa yang datang pada malam
sepuluh sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang
sah” (HR. Lima Ahli Hadits).
Dari hadits tersebut, bahwasannya kehadiran di padang Arafah pada
waktu-waktu yang telah ditentukan itu penting, karena inti haji adalah
Arafah. Dan Wuquf inilah yang menjadi pokok perbedaan haji dengan
umrah, bahwa dalam pelaksanaan ibadah umrah tidak diharuskan
melakukan wuquf di Arafah.
3. Thawaf
Thawaf ialah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Thawaf
rukun/thawaf yang merupakan rukun haji ini dinamakan Thawaf Ifadhah.
Cara melakukan thawaf ialah : Pertama, harus suci dari hadats dan
najis. Kedua, menutup aurat. Ketiga, Ka’bah berada di sebelah kiri orang
yang thawaf. Keempat, memulai thawaf dari Hajar al-Aswad (batu hitam)
yang ada di salah satu sudut Ka’bah yang dinamakan Rukun Yamani,
dengan cara menyapunya (kalau dapat, bahkan bolehmenciumnya, namun
kalau tidak dapat cukup dengan melambaikan tangan sewaktu berada di
arah Hajar al-Aswad tersebut). Kelima, thawaf itu dilakukan tujuh kali
(dari Hajar al-Aswad ke Hajar al-Aswad terhitung satu kali). Keenam,
melakukan thawaf hendaknya berada berada di dalam Masjid al-Haram.

5
Sewaktu Thawaf membaca : “Mahasuci Allah, segala puji bagi-Nya,
tiada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan
kecuali dari Allah”.
4. Sa’i
Sa’i ialah berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak
tujuh kali, dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah. Dimana pada saat
ini, jarak di antara dua bukit ini telah dibuatkan penghubung berupa atap
dan berlantai marmer, sehingga orang-orang yang melakukan sa’i tidak
lagi merasa kepanasan oleh teriknya matahari./
5. Tahallul
Tahallul ialah penghalalan atas beberapa larangan dalam ibadah haji
dengan cara menggunting rambut minimal tiga helai. Tahallul ada dua
macam, yaitu Tahallul pertama adalah penghalalan atas beberapa larangan
haji seperti bolehnya melepas pakaian ihram, menggunting kuku,
memakai wangi-wangian, menutup kepala. Setelah tahallul pertama,
pelaksanaan rukun haji telah selesai, namun wajib hajinya belum selesai.
Tahallul kedua adalah penghalalan atas keseluruhan larangan dalam
ibadah haji, seperti melakukan akad nikah.
6. Tertib
Yaitu menertibkan urutan pelaksanaan rukun, yang dahulu
didahulukan, yang kemudian dikemudiankan, seperti melakukan thawaf
lebih didahulukan daripada melakukan sa’i dan seterusnya.
Adapun wajib haji ada tujuh, yaitu:
1. Ihram dari miqat
Miqat ada dua macam, yaitu miqat zamani dan miqat makani. Miqat
zamani, adalah waktu berniat haji, yakni sejak awal bulan Syawal sampai
terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Miqat makani adalah tempat-tempat
yang telah ditentukan untuk melakukan ihram, seperti Yamlam,
Dzulhulaifah, Juhfah, Qarn al-Manazil, Dzatu Irqin, Birr Ali, Jeddah dan
lain-lain.

6
Secara lebih terperinci, Sulaiman Rasyid menerangkan mengenai
miqat makani ini sebagai berikut:
a) Mekkah aialah miqat bagi orang-orang yang tinggal di Mekkah. Maka
penduduk Mekkah yang hendak berhaji, hendaklah mereka ihram dari
rumah masing-masing.
b) Zulhulaifah adalah miqat bagi orang-orang yang datang dari arah
Madinah dan negeri-negeri yang sejajar dengan Madinah.
c) Juhfah adalah miqat bagi orang-orang yang datang dari Mesir,
Maghribi dan negeri-negeri yang sejajar dengannya. Juhfah itu sendiri
merupakan kampong di antara Mekkah dan Madinah yang kini telah
lenyap. Oleh karena itu miqat ditentukan di kampong yang dekat
dengannya yaitu kampong Rabig.
d) Yalamlam adalah suatu bukit, miqat bagi orang yang datang dari arah
Yaman, Indian, Indonesia dan negeri-negeri yang sejajar dengannya.
e) Qarnul Manazil adalah miqat bagi orang yang datang dari arah Najd
serta negeri-negeri yang sejajar dengannya.
f) Dzatu Irqin adalah miqat bagi orang yang datang dari arah Iraq dan
negeri-negeri yang sejajar dengannya.
g) Bagi orang yang tinggal di daerah antara Mekah dan miqat-miqat
tersebut diatas, maka miqat mereka adalah di daerahnya masing-
masing.
2. Bermalam di Muzdalifah
Maksudnya adalah setelah melakukan wuquf di Arafah, para jama’ah
melakukan perjalanan menuju Muzdalifah dan malam itu (malam 10
Dzulhijjah) hendaknya bermalam di Muzdalifah, jangan melanjutkan
perjalanan (karena yang melanjutkan dikenakan denda/dam). Yang
dilakukan di Muzdalifah di waktu malam itu adalah mencari/mengambil
batu-batu kerikil dengan menggunakan lentera atau lampu senter untuk
melontar jumrah di Mina keesokan harinya.
3. Melontar Jumrah al-Aqabah

7
Melontar jumrah adalah melempar suatu jumroh yang dinamai Jumrah
al-Aqabah. Penentuan miqat ini ditetapkan oleh Rasulullah. Namun,
karena situasi dan kondisi dan demi kenyamanan jama’ah haji, maka
ketentuan berikutnya diterapkan oleh Pemerintah Arab Saudi dan sewaktu-
waktu dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi.
Jumrah ada tiga, berbentuk tiga buah tugu sebagai pelambang syaitan
(yang dulu menggoda Nabi Ibrahim, Ismail dan Siti Hajar. Yaitu sewaktu
Ibrahim hendak menyembelih Ismail atas perintah Allah. Ketiganya
digoda oleh syaitan agar tidak melakukannya, namun ketiga orang tersebut
tidak tergoda dan masing-masing melempari syaitan dengan batu sebanyak
tujuh lontaran batu kerikil. Pelontaran terhadap Jumrah al-Aqabah ini
dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah yakni di hari Raya Idul Adha.
4. Melontar Tiga Jumrah
Ketiga jumrah dilontar masing-masing dengan tujuh buah batu kerikil,
yang dilakukan pada hari Tasyrik, yakni tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah.
Pelontaran terhadap ketiga jumrah itu hendaknya berurutan, mulai Jumrah
al-Ula, kemudian Jumrah al-Wushta dan terakhir Jumrah al-Aqabah.
5. Bermalam di Mina
Yaitu bermalam di Mina selama tiga hari, yaitu dihari-hari tasyriq,
tempat dimana terletak ketiga jumrah. Jarak Mina dengan Mekkah sekitar
5km. dalam sebuah hadits yang yang diriwayatkan oleh Aisyah Ummul
Mukminin, Ia berkata : “Rasulullah Saw, telah tinggal di Mina selama
hari tasyriq, beliau melontar jumrah apabila matahari telah cenderung ke
sebelah Barat, tiap-tiap jumrah dilontar dengan tujuh batu kerikil” (HR.
Ahmad dan Abu Daud).
6. Thawaf Wada’
Yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, sebagaimana cara
melakukan Thawaf Ifadhah. Thawaf Wada’ ini adalah thawaf perpisahan
sebagai symbol perpisahan melakukan ibadah haji. Setelah itu para

8
jama’ah haji melakukan tahallul kedua, yang merupakan pembebasan atas
seluruh larangan haji.

7. Meninggalkan larangan haji


Yaitu menjauhkan diri dari segala larangan (muharramat) dalam
pelaksanaan ibadah haji.

D. Larangan dan Sunnah Haji


Beberapa larangan dan konsekuensi denda karena melanggar larangan
adalah sebagai berikut:
1. Memakai pakaian yang berjahit (bagi kaum pria).
2. Menutup kepala (bagi kaum pria).
3. Menutup muka dan telapak tangan (bagi perempuan).
4. Memakai wangi-wangian setelah ihram (baik laki-laki maupun
perempuan).
5. Menghilangkan rambut atau bulu badan yang lain.
6. Memotong kuku.

Terhadap pelanggaran atas keenam larangan haji di atas dikenakan denda


masing-masing dengan memilih alternative di antara tiga hal, yaitu
menyembelih seekor kambing yang sah untuk qurban, atau puasa tiga hari,
atau bersedekah tiga gantang (9,3 liter) makanan kepada enam orang miskin.
Hal ini didasarkan atas firman Allah SWT dalam QS. Al- Baqarah: 196

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sebelihlah)
korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum
korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit
atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah tas
berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu
telah merasa aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum

9
haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih), korban yang mudah
didapat tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu).
Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila
kamu telah berpulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.
Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang
keluarganya tidak berada di (sekitar) Majidil Haram (orang-orang yang
bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”

Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa suatu ketika seseorang mengadu


kepada Rasulullah Saw bahwa kepalanya sakit sewaktu beribadah. Kemudian
Rasulullah Saw bersabda: “Cukurlah rambutmu itu dan sembelihlah seekor
kambing, kalau tidak puasalah tiga hari ataubersedekah tiga gantang korma
kepada enam orang miskin” (HR.Ahmad dan Muslim).

7. Mengadakan akad nikah (nikah, menikahkan atau menjadi wakil dalam


akad nikah). Bagi orang yang melanggar, maka hajinya tidak sah dan
harus mengulang tahun depan.
8. Bersetubuh
Hal tersebut berarti melanggar haji, maka tidak sah hajinya dan harus
menyembelih seekor kambing (menurut dalil yang kuat).
9. Berburu dan membunuh binatang darat yang liar dan halal dimakan. Bagi
pelanggar larangan haji ini wajib menggantikan hewan yang senilai
dengan binatang yang diburu/dibunuhnya, atau membayar dengan harga
yang senilai dengan binatang yang diburu/dibunuhnya tersebut kemudian
dibelikannya makanan untuk orang-orang miskin atau berpuasa sebanyak
harga binatang tadi, tiap-tiap seperempat gantang makanan berpuasa satu
hari.

Adapun beberapa kesunatan dalam haji adalah sebagai beriku:

10
1. Melakukan Haji Ifrad, yaitu melakukan haji saja tanpa disertai/dibarengi
dengan umrah.
2. Membaca doa talbiyah (bagi laki-laki dengan suara keras, bagi perempuan
sekedar didengar oleh dirinya sendiri) selama dalam ihram sampai
melontar jumrah al-aqabah pada hari raya haji. Bacaannya sebagai berikut:
“Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu, ya Allah
aku memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji bagI-Mu dan
nikmat adalah dari-Mu, Engkaulahyang menguasai segala sesuatu, tiada
sekutu bagi-Mu”.
3. Berdoa setelah membaca talbiyah, yakni dengan meminta keridhaan
Allah, supaya diberi surga dan meminta perlindungan kepada-Nya dari
siksa api neraka.
4. Membaca dzikir sewaktu thafaf (sewaktu di antara Rukun Yamani dan
Hajar Aswad), sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, yaitu
membaca doa sapujagat: “Ya Allah berilah kebaikan kepada kami di
dunia dan kebaikan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api
neraka”.
5. Shalat dua rakaat sesudah thawaf.
6. Memasuki Ka’bah sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas bahwasannya Nabi Saw telah bersabda: “Barang siapa
yang masuk ke Baitullah (Ka’bah), ia telah masuk ke dalam kebaikan,
serta ia keluar mendapat ampunan” (HR. al-Baihaqy).

E. Cara Pelaksanaan Ibadah Haji


Ada tiga macam cara melaksanakan ibadah haji, yaitu:
1. Haji Ifrad, yaitu mendahulukan pelaksanaan ibadah haji kemudian
mengerjakan ibadah umrah. Cara pelaksanaan ibadah haji ini lebih baik
daripada cara ibadah haji yang lain. Pelaksanaan cara ini dihukumkan
sunnah, dan tidak terkena dam/denda. Hanya saja pelaksanaannya

11
membutuhkan waktu dan tenaga ekstra, karena harus menyelesaikan haji
terlebih dahulu, baru kemudian melakukan ibadah umrah.
2. Haji Qiran, yaitu mengerjakan ibadah haji dan umrah secara berbarengan
(serentak). Cara ini dikenakan dam/denda dengan menyembelih seekor
kambing yang sah untuk qurban, atau berpuasa sepuluh hari (tiga hari
sewaktu masih melakukan ihram sampai hari raya haji, tujuh hari
dilakukan bila telah sampai di negeri masing-masing).
3. Haji Tamattu’, yaitu mendahulukan melakukan ibadah umrah daripada
ibadah haji (di waktu musim haji). Cara pelaksanaan ibadah haji inipun
dikenakan denda. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 196.

F. Hikmah Ibadah Haji


Hikmah haji dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek historis-geografis
Ditinjau dari segi ini, ibadah haji mengandung pelajaran untuk
menghargai jasa-jasa para pendahulu, yaitu para Nabi terdahulu. Bahwa
diutusnya Rasulullah dan salah satu syariatnya adalah ibadah haji
menunjukkan penghargaan dan pelanjut kebrlangsungan ajaran dan jasa-
jasa perjuangan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail serta Siti Hajar, yang telah
mendirikan rumah ibadah pertama di muka bumi bagi manusia.
Perjuangan berat ketiga pendahulunya itu dilestarikan bukan dalam bentuk
prasasti atau peninggalan-peninggalan bentuk fisik, namun dengan
menapaktilasi perjalanan para pendahulunya, yaitu diwujudkan dengan
perilaku perbuatan ibadah, sehingga orang yang menunaikan ibadah haji
dapat meraskan langsung perjuangan berat dalam menunaikan ibadah haji
yang pelaksanaannya disamakan dengan jihad fisabilillah.
Di samping itu, dalam melaksanakan ibadah haji dapat secara
langsung melihat dan merasakan medan perjuangan Nabi Saw dan para
sahabat dalam menegakkan agama Allah. Menaklukan medan yang berat,
yang terdiri dari luasnya padang pasir yang kering dan tandus. Dengan

12
demikian, akan dapat memotivasi setiap bentuk amaliah ibadah seberat
apapun, hendaknya dilakukan dengan tabah dan penuh kesabaran, serta
selalu penuh harap mendapat pertolongan Tuhan.
2. Aspek sosiologis
Ibadah haji diperuntukkan bagi seluruh umat Islam sedunia dari
berbagai kultur dan ras. Sehingga akan dapat dirasakan keragaman budaya
umat Islam yang diikat dalam satu kesatuan aqidah Islam. Akan terlihat
pula betapa Islam mengajarkan egalitarianism, persamaan derajat HAM.
Maka wajar jika Ka’bah dilambangkan sebagai pemersatu dunia. Banyak
orang juga menyebutkan bahwa pelaksanaan ibadah haji merupakan
kongres dunia.
Dengan demikian orang yang telah berhaji adalah orang yang telah
memiliki pengalaman tingkat dunia, telah memiliki wawasan yang luas,
karena telah melihat berbagai macam corak kebudayaan dunia luar. Maka
wajar pula jika para haji setelah pulang ke negerinya masing-masing
menjadi orang yang dihormati dan mendapat tempat yang tinggi dalam
masyarakat namun tetap menjadi orang yang tawadhu karena menghayati
pakaian yang dikenakan sewaktu ibadah haji adalah warna pakaian yang
akan dikenakan sewaktu berakhir hidupnya. Kafan yang berwarna putih,
akan dapat mengingatkan bahwa manusia manakala menghadap
Allahkelak, atribut apapun yang disandangya di dunia ini akan
ditinggalkan, hanya ketaqwaan yang akan diperhitungkan di hadapan
Allah SWT.
3. Aspek pedagogis
Ibadah haji dapat mendidik manusia untuk meningkatkan amal
perbuatan menjadi lebih baik. Dengan melakukan ibadah haji, manusia
dapat mengambil I’tibar (penjelasan) atas berbagai pengalaman yang
ditemuinya untuk selalu melakukan introspeksi dan evaluasi diri, sehingga
dirinya tidak merasa sebagai orang terbaik, karena ternyata kebaikan yang

13
ada pada dirinya juga didapatkan pada orang lain, bahkan mungkin orang
lain itu lebih baik dari dirinya.
Dengan ibadah haji akan memunculkan suatu sifat utama dengan selalu
menghargai orang lain dan mencintainya, sebagaimana menghargai dan
mencintai dirinya sendiri. Pada dirinya akan tertanam suatu sikap
menghargai, yang pada akhirnya akan tercipta suasana penuh kedamaian
dalam kebersamaan. Ibadah haji yang dilaksanakan dengan penuh ikhlas
karena Allah SWT akan memberikan makna penyucian diri secara
maksimal.
4. Aspek ekonomis
Ibadah haji merupakan ibadah maliah, karena umtuk melaksanakan
ibadah haji dibutuhkannya biaya yang cukup besar. Maka secara langsung
maupun tidak langsung, jumlah calon haji yang berangkat dapat dijadikan
sebagai indikasi kesejahteraan masyarakat negeri bersangkutan. Dengan
melaksanakan ibadah haji, maka cukup banyak sector ekonomi
masyarakat tergerak dinamis sehingga dapat menambah kesejahteraan
ekonomi mereka, mulai dari masyarakat di negeri sendiri juga
kemakmuran masyarakat negeri Mekkah Mukarramah.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-hajj secara etimologi berarti tujuan, maksud dan menyengaja.
Dalam arti terminology, haji berarti bermaksud dengan sengaja mengunjungi
Baitullah (Ka’bah) menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang tertentu,
karena memenuhi panggilan Allah semata. Hukum melaksanakan ibadah haji
hanyalah diwajibkan sekali dalam seumur hidup manusia.
Rukun haji adalah perbuatan yang harus dikerjakan yang tidak boleh
digantikan dengan satupun. Sehingga jika tertinggal salah satunya
mengakibatkan tidak sah hajinya. Sedangkan wajib haji ialah sesuatu yang
harus dikerjakan namun bila tertinggal salah satunya karena sesuatu hal, boleh
diganti dengan membayar dam. Tata cara pelaksanaan haji harus sesuai
dengan syarat, rukun dan wajib haji.

B. Saran
Bagi umatIslam yang hendak melaksanakan ibadah haji, sebaiknya
mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental atau spiritual sebab
ibadah haji merupakan ibadah yang sangat menuras tenaga di samping mental
dan batin.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Ash shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1998. Pedoman Haji.

Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra

Iman KH, Ma’rifat.,dkk. 2012. Ibadah Akhlak untuk Perguruan Tinggi.

Jakarta: Uhamka Press.

Rahman, Nandi. 2002. Ibadah Akhlak. Jakarta: Uhamka Press

Rasyid, H. Sulaiman. 1954. Fiqih Islam. Jakarta: Attahiriyah.

16

Anda mungkin juga menyukai