Anda di halaman 1dari 14

Batasan & karakteristik dakwah persuasif pada masa Nabi

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:


Psikologi Dakwah

Oleh:

1. M. Rafli Azhari
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. Muh. Alief Aminullah 1214020099
10. Kayla Nabila Zohal 1214020086

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG


KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia – Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini

guna memenuhi tugas kemlompok untuk mata kuliah Psikologi dakwah dengan judul :

“Batasan & karakteristik dakwah persuasif pada masa Nabi”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak

pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat

terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,

kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kririk yang membangun dari

berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan dunia pendidikan.

Bandung, 7 Mei 2022


BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Dalam pandangan Allah SWT dakwah adalah suatu kegiatan yang sangat mulia. Nabi
Muhammad SAW ketika mengajak orang-orang pada zaman jahiliyah ke jalan kebenaran
yang di ridhoi Allah Ta`ala yaitu jalan menuju surga, tidak mendapatkan balasan yang baik.
Caci-maki, Fitnah, dan perlakuan kasar lainnya telah menjadi santapan sehari-hari nabi ketika
di awal dakwahnya. Kaum kafir Quraisy yang pada saat itu menyembah berhala, menganggap
ajaran yang sedang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah ajaran yang sesat, dan
melenceng dari ajaran nenek moyang mereka. Lantas seiring berjalannya waktu, banyaknya
peristiwa yang dilewati, hijrahnya nabi Muhammad ke Kota Madinah, perlahan mereka dapat
menerima dakwah nabi Muhammad SAW.

Dakwah persuasif yang dilakukan Nabi akhirnya berhasil mempengaruhi orang-orang


Jahiliyah pada saat itu. Mereka yang tadinya enggan mengikuti ajaran Nabi perlahan tergerak
hatinya untuk menerima ajakan Nabi tersebut.

Dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW terbagi menjadi dua periode, yaitu
periode Dakwah di Kota Mekkah dan Dakwah di Kota Madinah. Metode pendekatan dakwah
Nabi pun juga berbeda di masing-masing periodenya karena adanya perbedaan culture dari
ke-dua kota tersebut.

Pada periode di Kota Mekkah, Nabi pada awalnya melakukan pendekatan dakwah secara
diam-diam, dimulai dari orang-orang yang dipercayai-nya terlebih dahulu, yaitu keluarganya.
Selanjutnya, Nabi mulai melakukan dakwah secara terang-terangan setelah beberapa orang
berpengaruh di Mekkah masuk ke dalam ajaran Islam seperti Umar bin Khattab. Di Mekkah
Nabi melakukan dakwahnya (sebelum hijrah) selama 10 tahun. Akan tetapi, hasil yang
diperoleh tidak sesuai dengan harapan.

Sedangkan pada periode Madinah Nabi Muhammad SAW menghadapi kondisi


masyarakat yang berbeda denga masyarakat yang ada di kota Mekkah. Kondisi masyarakat di
kota Mekkah bercorak homogen yang memiliki struktur keturunan yang satu, yaitu keturunan
Ismail yang bernama Adnan.

Masyarakat Madinah sendiri terdiri dari beberapa macam suku dan agama yang dianut.
Yaitu suku bangsa Arab (suku Aus dan suku Khazraj) dan juga Suku bangsa Yahudi (Bani
Quraiza, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa). Pada masyarakat Madinah selalu terjadi konflik
sebelum Nabi Hijrah. Pada tahun 618 M hampir semua suku-suku di kota Madinah terlibat di
dalam suatu peperangan. Masing-masing suku bersekutu dengan kelompok bangsanya
masing-masing. Hal ini disebabkan pola struktur masyarakat arab yang didasarkan pada
organisasi klan, yang terdiri dari kekeluargaan.

2. Rumusan Masalah

a. Metode dakwah persuasif yang dilakukan Nabi Muhammad SAW

- Di Kota Mekkah

- Di kota Madinah

b. Strategi dakwah persuasif yang dilakukan Nabi Muhammad SAW

3. Tujuan

Mengidentifikasi karakteristik serta metode dakwah Nabi Muhammad SAW ketika


berdakwah.

4. Manfaat

Diharapkan dengan tulisan kami, pembaca dapat mengetahui bagaimana dahulu Nabi
ketika berdakwah dan pendekatan apa yang Nabi gunakan di dua kota yang memiliki culture
yang sangat berbeda serta dapat mempraktekkannya ketika berdakwah di masyarakat saat ini.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Dakwah Persuasif

Dalam kamus bahasa Indonesia Moeliono (dalam Ma’arif, 2010: 15) persuasi
mempunyai arti bujukan halus himbauan dan rayuan. Persuasi mengarah pada suatu kondisi
daya tarik yang terjadi pada saat berlangsungnya interaksi yang tidak hanya terbatas pada
interaksi antar pribadi, tetapi juga dalam pergaulan yang lebih luas. Persuasi merupakan
komunikasi di mana pesan-pesan yang disampaikan diharap mampu mengubah sikap,
kepercayaan dan perilaku pihak penerima atau komunikan. Sedangkan maksud komunikasi
persuasif dalam kerangka dakwah adalah komunikasi yang senantiasa berorientasi pada segi-
segi psikologis mad’u dalam rangka membangkitkan kesadaran mereka untuk menerima dan
melaksanakan ajaran Islam.

Efektifitas komunikasi dakwah yang persuasif mengarah pada sebuah pertanyaan, sampai
sejauh mana pesan-pesan dan aktivitas dakwah dapat mempengaruhi dan meyakinkan
khalayak (mad’u). kekuatan persuasi itu berkaitan antara berbagai komponen dalam
komunikasi dakwah. Dakwah memberikan bukti ata apa yang telah diserukan oleh
komunikator dakwah (da’i). Suatu komunikasi dakwah berdaya panggil secara berbeda pada
jiwa orang yang diserunya. Ada daya panggil besar, namun ada pula berdaya panggil kecil.
Sekecil apapun daya panggil dakwah, selayaknya dipahami sebagai efek dari kegiatan
komunikasi dakwah (Ma’arif, 2012: 64). Dalam berdakwah, para nabi begitu kuat daya
komunikasi dakwahnya sehingga umat mau mengikutinya. Keberhasilan dakwah yang
dilakukan oleh para Nabi itu bukan semata-mata karena kiprah komunikasi dakwah mereka,
melainkan atas pertolongan Allah swt, firman-Nya dalam surat al-Hujurat: 16;

“Katakanlah: “Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu,


padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu?”

Pengetahuan dan pertolongan Allah ini lah yang menghantarkan kesuksesan Nabi
menyebarkan Islam ke seluruh alam semesta ini, karena pada hakikatnya Nabi diutus sebagai
rahmat sekalian alam.

Dakwah Islam dapat dikaji dari berbagai macam ilmu dan pendekatan, misalnya
sosiologi, antropologi, dan berbagai macam disiplin lainnya yang perpendekatan tasawwuf
dan syariah, namun jaran yang mendekatinya dari sudut psikologi komunikasi. Dari sudut
komunikasi, dapat dicermati bahwa suatu dakwah dilakukan dengan cara damai. Islam tidak
disebarluaskan dengan cara-cara pemaksaan dan kekerasan. Sebaliknya, Islam disebarluaskan
dengan cara yang berbudaya dan menumbuhkan kesadaran agar seseorang atau suatu
kelompok dapat memahami ajaran Islam dengan penuh pengertian. Dakwah Islam yang
fleksibel dalam menyebarluaskan ajaran Islam turut melahirkan berbagai macam ijtihad untuk
menumbuhkembangkan pemahaman budi pekerti masyarakat.

Komunikasi dakwah bukan saja harus baik dalam hal isi (konten) yang disampaikan oleh
komunikatornya (da’i), melainkan juga harus baik dalam hal cara. Al-Qur’an sebagai kitab
konstitusi dakwah telah banyak memberikan informasi tentang bagaimana dakwah dengan
baik, dengan cara-cara yang bisa menyentuh mad’unya. Dalam berkomunikasi al-Qur’an
mengajarkan bahwa suatu pesan perlu dirangkai sedemikian ruapa sehingga dapat menyentuh
pada relung pendengarnya. Kata-kata yang dipilih al-Qur’an dalam berkomunikasi dipandang
sangat efektif dan memiliki kekuatan dalam mempengaruhi atau mengubah tingkah laku
manusia baik sebagai da’i maupun mad’u. Jika diteliti, terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang
menggunakan ungkapan yang mendekati dengan pengertian komunikasi. AlQur’an juga
menjelaskan betapa pentingnya pesan yang disampaikan oleh komunikator dakwah.

Antara komunikasi dan dakwah terdapat hubungan yang kental, mengingat dakwah
menyatu dengan manusia dalam kerangka membentuk suatu komunitas atau masyarakat.
Dakwah dalam rangka komunikasi inilah yang di dalamnya berbagai istilah Islam disebut
sebagai tabligh yang menjadi inti dari komunikasi dakwah. Tabligh di sini harus dipahami
secara lebih luas. Komunikasi dakwah bukan saja harus baik dalam hal isi (konten) yang
disampaikan oleh komunikatornya (da’i), melainkan juga harus baik dalam hal cara. Al-
Qur’an sebagai kitab konstitusi dakwah telah banyak memberikan informasi tentang
bagaimana dakwah dengan baik, dengan cara-cara yang bisa menyentuh mad’unya.

Dalam berkomunikasi al-Qur’an mengajarkan bahwa suatu pesan perlu dirangkai


sedemikian rupa sehingga dapat menyentuh pada relung pendengarnya. Dalam Al-Qur’an
terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan ungkapan yang mendekati dengan
pengertian komunikasi. Al-Qur’an juga menjelaskan betapa pentingnya pesan yang
disampaikan oleh komunikator dakwah. Al-Qur’an memperkenalkan kata qaulan dalam
banyak ayat. Pembicaraan (qaulan) dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika
komunikasi Islam
2. Dakwah Nabi periode Mekkah dan Madinah

Fase awal ini seringkali wahyu diturunkan tentang kisah atau sumpah terjadi di dalam al-
Qur'an. Pada fase kedua dalam periode Mekah, dakwah Nabi mencapai kesuksesan yang
cukup membanggakan sebab dakwahnya telah mendapat dukungan yang cukup dari sebagian
masyarakat.Tercatat ada sekitar enam puluh orang yang menerima ajaran Islam dan beriman
kepada Nabi. Karena dukungan tersebut dakwah yang awalnya dilakukan secara sembunyi
mulaidisampaikan secara terang-terangan. Di saat inilah Nabi mulai menekankan
kekompakan di antara sesama kaum beriman untuk saling membantu dan memperkuat
persaudaraan satu sama lain. Sembari menyampaikan dakwah kepada kaum musyrik, Nabi
tetap berusaha memberikan keteguhan iman kepada para sahabatnya yang telah masuk Islam
melalui panduan langsung dari langit. Fase kedua masih periode Mekah, saat Islam mulai
mendapatkan dukungan yang cukup masif dari masyarakat Arab saat itu, dakwah Islam
semakin gencar dikumandangkan.

Maka terbentuk masyarakat pendukung dakwah Nabi yang kokoh memegang keimanan.
Dan Nabi pun menyampaikan dakwah secara langsung di hadapan masyarakat umum
termasuk kepada keluarga besarnya yang sejak awal menolak secara terang-terangan.Di fase
ini diterapkan pendekatan tanzir atau memberi peringatan dan menyampaikan ancaman Allah
bagi yang siapapun yang menolak dakwah Islam. Fase terkahir pada periode Mekkah materi
yang Nabi sampaikan mengenai Ketauhidan yaitu mengajak masyarakat menyembah Tuhan
satu hanya kepa Allah SWT dan melarang menyembah patung atau meninggalkan
kepercayaan yang menyembah berhala. Sampai penyampaian dakwah tentang adanya
kehidupan Hari Akhir, keutamaan akhlak, persamaan derajat manusia.

3. Dakwah Kepada Kaum Musyrik

Dakwah pada fase Mekkah maupun periode Madinah sesuai dengan penjelasan tentang
kaum musyrik yang mempersekutukan Allah. Jadi jelas ini menjadi sasaran paling utama
dalam dakwah Islam yang Nabi lakukan.

Pada umumnya mereka memiliki keyakinan yang tidak sesuai ajaran Nabi. Perilaku
mereka pun jauh dari ajaran wahyu karena bertindak atas kecongkakan. Ciri khas inilah yang
menjadikan mereka disebut sebagai kaum Jahiliah , sehingga ajaran Islam memberikan
koreksi tajam terhadap mereka. Tradisi kaum Musyrik yang paling mendapat sorotan dalam
dakwah Nabi adalah kebiasaan menyembah berhala. Ketika konsep ketauhidan
diperkenalkan, mereka tidak hanya menentangnya namun juga meragukan wahyu al-Qur'an
yang menegaskan konsep tersebut.

Beberapa metode yang dilakukan Nabi dalam menghadapi kaum musyrik dengan
menyampaiakan ajaran agama dengan pendapat yang nyata artinya sesuai dengan fakta sesuai
dengan bukti. Nabi mengajak mereka untuk merenungi berbagai keajaiban alam semesta,
bumi, langit dan seluruh isinya, termasuk keunikan-keunikan yang ada pada hewan dan
tumbuhan. Pertama, metode kisah. Metode dakwah ini dilakukan dengan menceritakan
sejarah masalalu. Tradisi kemusyrikan atau penyekutuan terhadap Allah telah dilakukan oleh
sebagian umat sebelum Islam datang. Para Nabi diutus kepada mereka untuk menyeru kejalan
Tuhan tetapi mereka tetap berpaling sehingga Allah menimpakan azab besar kepada mereka.

Kaum terdahulu yang dikisahkan mendapatkan azab tersebut adalah kaum nabi Nuh,
kaum „Ad, kaum Tsamud, kaum nabi Luth, dan Ashab alAykah (QS. Shad : 12), termasuk
kisah Fir‟aun dan para pengikut setianya. Kisah-kisah tersebut disampaikan kepada kaum
musyrik di tanah Arab sebagai peringatan agar mereka dapat menjadikannya tamsil atas
kemusyrikan yang mereka lakukan. Peringatan yang telah disampaikan para rasul
sebelumnya juga telah dilakukan oleh Nabi SAW, namun berbagai rintangan dan penolakan
keras juga kerapkali dialami beliau sebagaimana juga terjadi pada para rasul pendahulu.
Kisah-kisah tentang derita para rasul disebutkan dalam al-Quran sekaligus juga untuk
menguatkan hati Nabi dalam menyampaikan risalah (QS. Hud : 120, al-A'raf: 176). Sehingga
dakwah Islam terus berjalan dan dilakukan dengan kemantapan hati kepada kaum penyembah
berhala. Salah satunya dengan mengambil hikmah tentang kisah yang terjadi dimasa lalu.

a. Di Darun Nadwah

Kaum Musyrikin Mekah berkumpul di Darun Nadwah untuk mengambil keputusan tegas
mengenai persoalan itu. Pada akhirnya mereka menerima pendapat yang dikemukakan oleh
Abu Jahal sebagai berikut : “Menurutku, setiap suku harus memilih para pemudanya yang
kuat dan perkasa. Mereka semua harus membunuh Muhammad secara serentak.. ”Putusan
tersebut diambil dalam pertemuan terbuka, sehingga wajar jika Rasulullah segera mengetahui
rencana mereka dan menyadari bahaya yang mengancam dirinya di Mekah.

Rasulullah menunda hijrahnya, dan memberitahu Abu Bakar untuk menundanya juga
hingga Allah mengizinkannya untuk hijrah.Aisyah berkata, “Abu Bakar telah bersiap-siap
untuk berangkat ke Madinah, dan Nabi berkata padanya,‟Jangan terburu-buru!Saya berharap
saya akan mendapat izin untuk berhijrah (dan kamu dapat bersama saya).‟”Ketika Allah
mengizinkan, Nabi tidak memberitahu siapa pun kecuali Ali dan Abu Bakar beserta
keluarganya.Orangorang kafir marah besar dengan kepergian kaum muslimin ke Madinah,
karenanya mereka mempunyai rencana busuk untuk membunuh Nabi.

b. Hijrah Rasulullah SAW

Rasul juga bersepakat dengan Abu Bakar untuk memilih goa menjadi persembunyian.
Goanya berada disebelah selatan yang menghadap ke Yaman untuk mengecoh yang mengejar
mereka. Dan juga ada beberapa diantara mereka hubungi selama berada ditempat
persembunyian, dan berbagi tugas. Di Malam hari, Rasulullah saw berhasil menyelinap
keluar dari rumah dan pergi ke rumah Abu Bakar Ash-shiddiq r.a, kemudian mereka berdua
keluar melalui sebuah pintu kecil di belakang rumah menuju ke goa Tsur, sebuah goa yang
sangat berjasa dalam menyelamatkan kehidupan Risalah terakhirdan hari depan peradaban
yang sempurna.

c. Dalam Perjalanan ke Madinah

Perjalanan menuju Yatsrib. Nabi Muhammad dan Abu Bakar menempuh perjalanan yang
tidak layak yaitu menuju sebelah selatan, padahal Yatsrib berada di sebelah utara. Ini
merupakan taktik Nabi. Nabi memperhitungkan bahwa para pelaku kejahatan akan mencoba
mengejar Nabi kearah Utara, yaitu ke arah Yatsrib. Maka dengan arah keselatan, Nabi
berhasil menunda kemungknan untuk dapat diketemukan, dan kesempatan itu digunakan
Nabi untuk mengumpulkan perbekalan melalui orang kepercayaan beliau. Mereka berdua
memilih goa untuk persembunyian mereka, yaitu goa Tsur Setelah tiga hari tiga malam
Rasulullah saw bersama Abu Bakar bersembunyi didalam goa, mereka berdua berniat
melanjutkan perjalanan yang berat itu, karena kaum musyrikin tampaknya telah patah
semangatnya untuk terus mencari. Mereka meminta Abdullah Ibnu Uraiqith , seorang non-
Muslim sebagai penunjuk jalan.

d. Tiba di Madinah

Sesampai di Yatsrib, segeralah Nabi s.a.w. bertindak meletakkan dasardasar masyarakat


yang hendak dibangun mengikuti ajaran Islam. Semangat dan corak masyarakat itu tercermin
dalam keputusan Nabi untuk mengganti nama Yatsrib menjadi al-Madinah, yaitu “kota par
excellence”, tempat Madaniyah atau tamaddun, peradaban.
Jadi Nabi di tempat barunya itu hendak membangun sebuah masyarakat berperadaban
(civic society), sebuah polis yang kelak menjadi contoh atau model bagi masyarakat-
masyarakat politik yang dibangun umat Islam.Dalam bahasa Arab, di Madinah itu Nabi
menegakkan tsaqafah dan hadlarah, yang berarti pola kehidupan menetap yang berbudaya
dan berperadaban (sebagai lawan badawah, pola kehidupan nomad yang kasar).Inilah rahmat
yang dibawa beliau untuk seluruh umat manusia, melalui pelaksanaan tugas beliau
menyampaikan risalah suci dari Allah SWT.

Setiba di Madina, babak barulah dimulai sejarah Islam. Nabi Muhammad bukan hanya
menjadi kepala agama akan tetapi kepala negara. Memperkokoh umat islam, beliau segera
meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, sebagai berikut:

Ukhuwah Islamiyyah. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan golongan


Anshar untuk melenyapkan rasa asing pada diri sahabat Muhajirin di kota Madinah,
membangun rasa persaudaraan, serta agar mereka saling tolongmenolong

Strategi Dakwah

Enjang dan Aliyudin mengungkapkan pendapat atau pengertian publik tentang dakwah
mengalami perubahan. Berpendapat bahwa dakwah itu adalah ceramah (tabligh atau
khithabah) proses penyampaian amanah atau menyeru secara lisan yang disamapaikan da‟i.

Mengajak manusia mengerjakan perbuatan baik dan mencegah perbuatan mungkar


merupakan kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim. Karna ini sesuai yang ada dalam
Alquran surat Ali Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu adalaj umat yang terbaik yang
lahirkan untu manusia, menyeruh kepada yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah”.

Perbuatan yang dilakukan melalui dakwah merupakan ibadah. Tentu para da‟i berlomba-
lomba untuk menjadi terbaik mencapai kesuksesan.kesuksesan seorang da‟i yaitu berhasilnya
berubah sikap manusia dari buruk menjadi lebih baik lagi. Untuk memperoleh itu harus ada
strategi yang harus dilakukan. Strategi dakwah adalah perencanaan yang dirangkai sebaik
mungkin untuk mencapai tujuan.strategi dakwah ada dua hal, yakni:

1. Strategi dengan menggunkan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau
kekuatan. Berisi mengenai penyusunan rencana kerja namun belum ketahap aksi.
2. Strategi sesuai tujuan yang akan dicapai. Maksudnya, berbagai cara yang dirangkai
untuk mencapai tujuan. Sehingga perlu perancangan yang baik.
Dalam kegiatan komunikasi, strategi adalah sebuah perencanaan untuk mencapai tujuan.
Strategi juga manajemen yang harus dijalani untuk mendukung berjalannya suatu
perencanaan berdasarkan pengalaman yang sudah di uji coba kebenaranya karena ini
dilakukan sesuai teori yang ada, komponen strategi dalam ilmu komunikasi berisi tentang
What in Which Channel to Whom with What effect (komunikator, pesan, media, komunikan,
dan efek).

Al-Bayanuni mendefinisikan strategi dakwah (manahij al-da‟wah) sebagai berikut:


Ketentuan-ketentuan dakwah dan rencana yang dirumuskan untuk kegiatan dakwah.
Selanjutnya Al-Bayununi membagi strategi dakwah dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Strategi sentimental (al-manhaj al-„athifi)


2. Strategi rasional (al-manhaj al-„aqli)
3. Strategi indriawi (al-manhaj al-hissi)

Penggunaan strategi rasional yang dijelaskan dalam Alquran yaitu: Tafakkur artinya
memikirkan atau mempertimbangkan suatu perkara untuk mencapai tujuan, Tazdakkur
artinya mengingat atau menghayati berupaya mengalihkan berbagai gangguan pikiran dan
perasaan dan berada pada puncak ketennangan bathin, Nazhar artinya mengarahkan hati tetap
fokus pada sesuatu yang dilakukan, Taammul artinya melihat suatu perkara secara
mengulang-ulang pikiran sehingga menemukan kebenaran hati atau kepastian , I‟tibar artinya
perpindahan pengetahuan yang sedang difikirkan ke pengetahuan yang lain, Tadabbur artinya
selalu berusaha memikirkan sebab akibat setiap perkara, dan Istibshar artinya memberi
pendapat tentang suatu permasalah yang ada.

Strategi indriawi dinamakan strategi eksperimen atau strategi ilmiah. Strategi ini
didefenisikan sebagi sistem dakwah dan juga kumpulam metode dakwah yang berorientasi
pada pancaindera dan berpegang teguh pada hasil percobaan atau penelitan. Metode yang
dilakukan dengan adanya praktik keagamaan, keteladanan, dan pentas drama. Dahulu, Nabi
SAW mempraktekkan islam sebagai perwujudan strategi indriawi yang disaksikan oleh para
sahabat. Parasahabat bisa melihat langsung Mukjizat Nabi Muhammad SAW, secara
langsung, seperti terbelahnya rembulan, dan malaikat berubah menjadi manusia.

Karakteristik Dakwah Nabi Muhammad

Sebelum risalah Nabi Muhammad SAW., kondisi kehidupan masyarakat Arab secara
umum dikenal sebagai masyarakat jahiliyah, zaman kebodohan, atau dalam istilah alQur’an
diisyarakatkan sebagai kehidupan adz-dzulumat. Disebut demikian karena kondisi sosial,
politik, dan kehidupan spiritualnya dalam waktu yang cukup lama, tidak memiliki nabi, kitab
suci, ideologi agama, dan tokoh besar yang membimbingnya. Mereka tidak memiliki sistem
pemerintahan dan hukum yang ideal, dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral.

Sampai datanglah rasulullah Muhammas SAW., pembawa ajaran Islam dan nilainilai
kebenaran serta moral. Dakwah rasulullah SAW selama kurang lebih 22 tahun 2 bulan 22
hari atau ada yang membulatkan selama 23 tahun dan terbagi dalam dua periode yaitu periode
Makkah dan Madinah. Sebelum diangkat sebagai rasul, Muhammad seringa menyendiri
(berkhalwat) di gua hira’ sampai suatu ketika memperoleh wahyu pertama berupa surat
al’alaq ayat 1sd 5. Lima ayat tersebut diyakini sebagai pembukaan dari risalah penutup yang
abadi. Sebagai kegiatan utama yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW., kegiatan
dakwah di Makkah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan kegiatan dakwahnya di
Madinah, hal ini disebabkan karena kondisi alam maupun kultur yang berbeda antara Makkah
dan Madinah. Sebagaimana menurut Muhammad al-Gazhali dalam fiqh al-sirah yang
membandingkan antara Makkah dan Madinah. Makkah adalah kota yang mempunyai sejarah
panjang, aman dan membawa berkah pada penghuninya. Hal tersebut terjadi karena didukung
kultur merkantilisme yang dimiliki penduduknya serta Ka’bah yang merupakan symbol
monoteisme.

Adapun karakter dan strategi dakwah rasulullah di Makkah adalah dalam bidang
ketuhanan, pendidikan dan pembinaan. Namun sebagai kota yang berbasis pada
masyarakatnya yang menyembah berhala, maka dakwah rasulullah di Makkah lebih
ditekankan pada bidang eskatologis atau ketuhanan, karena rasulullah ingin mengembalikan
kepercayaan dan keyakinan masyarakat Arab Makkah pada keiman yang benar yaitu
mengesaakan Allah dengan ketauhidan yang benar dan lurus. Hal ini berangkat dari
keprihatian rasulullah karena melihat keberagamaan bangsa Arab terutama penduduk
Makkah yang masih musyrik pada saat itu. Maka kepercayaan masyarakat Makkah akan
dikembalikan kepada keyakinan terhadap keesaan Tuhan (ketauhidan), sehingga patung-
patung (berhala) yang tersebar di Makkah akan dihilangkan sebagai bentuk penyembahan
masyarakat Makkah.
Bab III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Efektifitas komunikasi dakwah yang persuasif mengarah pada sebuah pertanyaan, sampai
sejauh mana pesan-pesan dan aktivitas dakwah dapat mempengaruhi dan meyakinkan
khalayak (mad’u). kekuatan persuasi itu berkaitan antara berbagai komponen dalam
komunikasi dakwah. Antara komunikasi dan dakwah terdapat hubungan yang kental,
mengingat dakwah menyatu dengan manusia dalam kerangka membentuk suatu komunitas
atau masyarakat. Dakwah dalam rangka komunikasi inilah yang di dalamnya berbagai istilah
Islam disebut sebagai tabligh yang menjadi inti dari komunikasi dakwah. Tabligh di sini
harus dipahami secara lebih luas. Komunikasi dakwah bukan saja harus baik dalam hal isi
(konten) yang disampaikan oleh komunikatornya (da’i), melainkan juga harus baik dalam hal
cara. Al-Qur’an sebagai kitab konstitusi dakwah telah banyak memberikan informasi tentang
bagaimana dakwah dengan baik, dengan cara-cara yang bisa menyentuh mad’unya.

Dalam kegiatan komunikasi, strategi adalah sebuah perencanaan untuk mencapai tujuan.
Strategi juga manajemen yang harus dijalani untuk mendukung berjalannya suatu
perencanaan berdasarkan pengalaman yang sudah di uji coba kebenaranya karena ini
dilakukan sesuai teori yang ada, komponen strategi dalam ilmu komunikasi berisi tentang
What in Which Channel to Whom with What effect (komunikator, pesan, media, komunikan,
dan efek).

Adapun karakter dan strategi dakwah rasulullah di Makkah adalah dalam bidang
ketuhanan, pendidikan dan pembinaan. Namun sebagai kota yang berbasis pada
masyarakatnya yang menyembah berhala, maka dakwah rasulullah di Makkah lebih
ditekankan pada bidang eskatologis atau ketuhanan, karena rasulullah ingin mengembalikan
kepercayaan dan keyakinan masyarakat Arab Makkah pada keiman yang benar yaitu
mengesaakan Allah dengan ketauhidan yang benar dan lurus. Hal ini berangkat dari
keprihatian rasulullah karena melihat keberagamaan bangsa Arab terutama penduduk
Makkah yang masih musyrik pada saat itu. Maka kepercayaan masyarakat Makkah akan
dikembalikan kepada keyakinan terhadap keesaan Tuhan (ketauhidan), sehingga patung-
patung (berhala) yang tersebar di Makkah akan dihilangkan sebagai bentuk penyembahan
masyarakat Makkah.

Anda mungkin juga menyukai