SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
NURLISA BANI
NIM : 11180480000004
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
NURLISA BANI
NIM: 11180480000004
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
I
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
II
LEMBAR PERNYATAAN
Nurlisa Bani
NIM. 11180480000004
III
ABSTRAK
IV
KATA PENGANTAR
MEREFORM SUEEFORM �٣ MEU
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya dan telah memberikan kemudahan sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI
BAWAH UMUR DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Studi Kasus
Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk”. Shalawat dan salam tidak
lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, dan para
sahabatnya.
Selanjutnya, dalam penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat :
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M. Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. dan Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H. Dosen
Pembimbing Skripsi yang telah bersedia dengan sabar meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, arahan, dukungan dan masukan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.H., M.A. Dosen Penasehat Akademik
yang selalu menasehati dan membimbing penulis.
5. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang
telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
6. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Bapak Masehi dan Ibu Refnita
yang sudah menjadi orang tua terhebat dalam hidupku, yang tiada henti
V
VI
Nurlisa Bani
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL···································································
PERSETUJUAN DOSEN····························································· I
LEMBAR PENGESAHAN··························································· ii
LEMBAR PERNYATAAN··························································· iii
ABSTRAK·············································································· iv
KATA PENGANTAR································································· v
DAFTAR ISI············································································ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah·········································· 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah··········· 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian··································· 7
D. Metode Penelitian·················································· 8
E. Sistematika Pembahasan ·········································· 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA
A. Kerangka Konseptual·············································· 13
B. Kerangka Teori····················································· 20
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu···························· 23
BAB III TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH
ANAK DI BAWAH UMUR
A. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika······················ 28
B. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah
umur································································ . 42
C. Deskripsi Pemidanaan Anak di Bawah Umur Pada Tindak
Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dalam Putusan PN
Solok No.2/pid.sus-anak/2018/pn.slk·························· 63
BAB IV PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR
DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
A. Faktor Anak di Bawah Umur Melakukan Penyalahgunaan
Narkotika···························································· 71
VII
VIII
1
Yusril Mahendra, Mulyati Pawennei dan Sutiawati, “Efektivitas Penerapan Hukum
Pidana Materil Terhadap Anak Sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkotika”, (Journal of Lex
Generalis (JLS) Vol.2, No.8, Augustus 2021) h. 2055.
1
2
4
Puslitdatin, Penggunaan Narkotika di Kalangan Remaja Meningkat, (Badan Narkotika
Nasional Republik Indonesia , Augustus 2019),
https://bnn.go.id/penggunaan-narkotika-kalangan-remaja-meningkat/.
5
Koesworo Setiawan, Kemensos Tekan MOU dengan BNN, UNODC dan Colombo Plan,
(Siaran Pers, Direktori Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia, Juli
2020), https://kemensos.go.id/kemensos-teken-mou-dengan-bnn-unodc-dan-colombo-plan.
6
Ronie, Pengguna Narkotika di Indonesia Mencapai 3,4 juta orang, FIN (Fajar
Indonesia Network, Juni 2021.
https://fin.co.id/2021/06/28/pengguna-narkoba-di-Indonesia-capai-34-juta-orang/.
7
Andi Nur Aminah, Jumlah Narkotika di Sumbar Mendekati Ambang Batas Nasional,
(Republika.co.id, November, 2020)
https://republika.co.id/berita/qja5g8384/bnn-jumlah-pengguna-narkoba-di-sumbar-dekati-batas-na
sional (diakses pada 28 Juli 2021 Pukul 15.00 WIB).
4
apa suatu daerah nantinya jika generasi mudanya sudah rusak karena hal-hal
yang negatif. Perlu adanya upaya preventif untuk mengatasi terjadinya
penyalahgunaan narkotika di masyarakat khususnya dikalangan anak dibawah
umur.
Pada dasarnya, segala bentuk penanganan terhadap anak yang
menghadapi masalah dengan hukum, dalam hal ini yaitu menghadapi masalah
penyalahgunaan narkotika harus dilakukan dengan memprioritaskan
kepentingan terbaik untuk si anak. Akan tetapi berdasarkan kasus yang
penulis teliti yaitu putusan Pengadilan Negeri Solok
No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk Bahwasanya anak didakwa dengan dakwaan
alternatif yaitu Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (1), pasal 127,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu pasal yang
mengatur mengenai seseorang sebagai memiliki, menyimpan, menguasai atau
menyediakan dan menjual belikan narkotika sesuai dengan golongannya.
Penjatuhan hukuman di dalam perkara yang dihadapi oleh seorang anak pada
kasus penyalahgunaan narkotika ini terdapat sistem peradilan pidana yang
dianggap belum mempedulikan hak-hak asasi anak yang menjadi pelaku
tindak pidana. Dalam putusan bisa kita lihat bahwa hakim menjatuhkan
hukuman berupa 1 tahun penjara, 6 bulan pelatihan kerja dan 6 bulan di
LPKA khusus anak. Hal itu sama dengan penjatuhan hukuman terhadap orang
dewasa yang menjadi pelaku penyalahgunaan narkotika. Artinya di dalam
perkara ini masih ada hak-hak asasi anak yang belum terlindungi dan
ditegakkan secara proporsional dan profesional.
Hal ini dapat mengubah cara kerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) dalam menangani kasus anak sebagai pelaku suatu tindak pidana,
setidaknya harus ikut memberikan perlindungan secara penuh dalam proses
sistem peradilan Indonesia. contohnya, memberi pendampingan dalam
penyidikan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana dinilai belum
menjalankan tugasnya dalam melindungi hak-hak asasi anak sebagai pelaku
tindak pidana.
6
Keputusan yang diambil dalam menangani suatu kasus haruslah adil dan
proporsional. Hal itu tidak hanya dilakukan atas pertimbangan hukum akan
tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor lainnya, seperti keadaan di
lingkungan tempat anak tinggal, status sosial anak, dan kondisi keluarga anak.
Perlakuan hukum pada anak di bawah umur yang melakukan penyalahgunaan
narkotika sudah selayaknya mendapatkan perhatian yang serius. Penegak
hukum dalam memproses dan memutuskan perkara harus benar-benar yakin
bahwa keputusan yang diambil bisa menjadi satu dasar yang kuat untuk
mengembalikan dan mengantarkan anak menuju masa depan yang baik agar
tetap dapat mengembangkan dirinya sebagai warga masyarakat yang
bertanggung jawab bagi kehidupan nya dalam berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan keadaan di atas maka penulis memilih Judul Penelitian
“Pemidanaan Terhadap Anak di Bawah Umur Dalam Penyalahgunaan
Narkotika (Studi Kasus Putusan PN Solok Nomor
2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk)”.
2. Pembatasan Masalah
Dengan adanya identifikasi masalah yang sudah dikemukakan oleh
penulis di atas, diharapkan penulis lebih terfokus dalam melakukan
penulisannya dan menghindari melebarnya pembahasan dalam penelitian
ini, agar lebih jelas dan terarah penulisan pada penelitian ini, yang
bertujuan memperoleh kesimpulan yang mendalam mengenai aspek yang
diteliti nantinya. Maka dari itu penulis hanya akan berfokus pada
“Pemidanaan Terhadap Anak di Bawah Umur Dalam Penyalahgunaan
Narkotika (Studi Kasus Putusan No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk)”.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka
penulis akan merumuskan masalah terkait “Pemidanaan Terhadap Anak
di bawah Umur Dalam Penyalahgunaan Narkotika Studi Kasus Putusan
PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk. yang akan penulis rinci
dalam bentuk beberapa pertanyaan penelitian yaitu :
a. Apa yang menjadi faktor anak di bawah umur melakukan
penyalahgunaan narkotika?
b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap
pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah
umur dalam Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk?
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis antara lain
bahwasanya diharapkan penelitian ini berguna bagi perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang praktisi hukum terutama tentang
narkotika. Selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat menjadi
sumbangsih pemikiran untuk dijadikan arah penelitian lebih lanjut
pada masa yang akan datang, dan sebagai bahan referensi bagi yang
berminat untuk memperdalam ilmunya mengenai pemidanaan
terhadap anak yang masih di bawah umur dalam penyaahgunaan
narkotika.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini secara praktis bagi
penulis yaitu untuk menambah pengetahuan dalam bidang hukum
pada umumnya dan bidang praktisi hukum khususnya yakni pada
ketentuan pidana terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika.
Dan bagi masyarakat dapat memberikan informasi bagaimana
menjaga pergaulan anak agar tidak terjerumus ke lembah narkotika.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang akan penulis gunakan pada penelitian ini yaitu
Penelitian kualitatif, dikarenakan pada penelitian ini penulis akan
mencermati aspek-aspek kualitas dan menggali makna dan informasi
berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Solok
9
8
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram University Press, Juni, 2020), h.75.
10
9
Ulber Silalahi, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung : Refika Aditama, 2009),
h.289-291.
10
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram University Press, Juni, 2020), h.75.
11
E. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan pada penelitian ini maka penulis akan
menguraikan metode penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab sebagai berikut:
Bab Pertama penulis membahas pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab Kedua, diuraikan tiga pokok pembahasan yang mendukung
penulisan skripsi ini, yaitu pembahasan terkait kerangka konseptual, yaitu
kata yang sering digunakan dalam tulisan ini, kerangka teoritis, yakni
teori-teori yang berkaitan dengan pembahasan yang tertuang dalam tulisan ini
dan selanjutnya akan dijelaskan terkait tinjauan (review) kajian studi
terdahulu, agar tidak ada persamaan terhadap materi muatan dan pembahasan
dalam skripsi ini dengan apa yang ditulis oleh pihak lain.
11
Bachtiar. Metode Penelitian Hukum, (Unpam Pers, November 2018), h.157.
12
Bachtiar. Metode Penelitian Hukum,… h.170.
12
A. Kerangka Konseptual
1. Anak di bawah umur
Anak merupakan amanah yang dianugerahkan oleh Alah SWT
kepada setiap orang tua. Anak merupakan aset yang sangat penting yang
akan menentukan potensi nasib manusia hari mendatang, karena anak
akan ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap
hidup bangsa pada masa mendatang.1 karena hal tersebut banyak dari
tokoh pendidikan dan para ahli yang sangat memperhatikan
perkembangan kejiwaan anak, karena anak tetaplah anak yang tidak bisa
kita samakan dengan orang dewasa. Dan untuk menentukan kriteria
seorang anak disamping ditentukan oleh usia, perkembangan anak juga
dilihat berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang
dialaminya.2
Berdasarkan paralelitas perkembangan jasmani seorang anak dengan
perkembangan jiwa anak, proses perkembangan anak dibagi menjadi 3
fase perkembangan diantaranya:
a. Fase pertama, dimulai ketika anak berumur 0-7 tahun. fase ini
disebut dengan anak kecil, dimana pada fase ini terjadinya
perkembangan mental, fungsi-fungsi tubuh, kehidupan emosional,
bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis (trotzalter)
pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak.
Pada saat anak di fase pertama, seorang anak masih dalam
keadaan lemah dan belum mampu untuk menolong dirinya sendiri,
sehingga pada fase pertma ini anak akan sangat bergantung kepada
ibunya.
1
Wagiati Soetedjo dan Melani, “Hukum Pidana Anak” (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember 2014), h.5.
2
Liza Agnesta Krisna, “Hukum Perlindungan Anak” (CV Budi Utama, Yogyakarta,
Maret 2016), h.9.
13
14
b. Fase kedua, yaitu fase kanak-kanak yang dimulai ketika anak berusia
7-14 tahun, fase ini dibagi menjadi dua periode, yaitu:
1) Periode Intelektual, yaitu ketika anak berada di Sekolah Dasar
(usia 7-12 Tahun). Periode ini merupakan masa awal peralihan
dari keluarga ke masyarakat, pada periode intelektual ini
terjadinya pengamatan anak dan hidupnya perasaan, kemauan
dan kemampuan anak dalam berbagai macam potensi, akan
tetapi masih tersimpan atau masa latensi (masa tersembunyi).
2) Periode Pueral, periode pueral ini dikenal dengan masa pubertas.
Pada masa ini terjadinya kematangan fisik jasmaniah yang
ditandai dengan perkembangan fisik, tingkah laku yang mulai
kasar, berandal, kurang sopan, canggung, liar dan lain
sebagainya.
Seiring perkembangan fungsi jasmaniah tidak bisa
dipungkiri juga bahwa pada fase pueral ini fungsi intelektual
pun berkembang dengan sangat intensif ditandai dengan adanya
minat pengetahuan anak untuk mengetahui hal-hal baru yang
bersifat konkret.
c. Fase ketiga, yaitu sering disebut sebagai masa remaja atau fase
pubertas dan adolescents yang dimulai dari anak berumur 14-21
tahun. Masa pubertas ini dibagi menjadi empat fase:
1) Fase Pueral atau Pra-Pubertas, fase ini merupakan masa awal
pubertas
2) Masa menentang kedua, fase negatif, trotzalter kedua, periode
verneinung.
3) Masa pubertas sebenarnya, dimulai dari umur 14 tahun. Masa
pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih
awal dari pada masa pubertas laki-laki.
4) Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17- 19 tahun bahkan
hingga 21 tahun.
15
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana terdiri dari dua kata yaitu “sanksi” dan “pidana”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, sanksi adalah
3
Wagiati Soetedjo dan Melani, “Hukum Pidana Anak” (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember 2014), h.7-8.
4
Sharfina Sabila, “Narkotika Anak Pidana dan Pemidanaan” (Depok: Rajawali Pers,
PT Raja Grafindo Persada, Agustus 2020), h.48.
16
5
S. Wojowasito, et.al, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Bandung: Hasta Karya, 1997),
h. 61.
6
Wagiati Soetedjo dan Melani, “Hukum Pidana Anak” (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember 2014), h.18-21.
7
Ketut Mertha dkk, “Buku Ajar Hukum Pidana”, (Fakultas Hukum Universitas Udayana,
2016), h.172.
17
8
Ketut Mertha dkk, “Buku Ajar Hukum Pidana”,… h.172-174.
9
Ketut Mertha dkk, “Buku Ajar Hukum Pidana”,… h.173.
18
10
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 229.
19
4. Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, menyatakan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi
11
Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: PT.Alumni,
2010), h.2.
Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, (Makassar : Pustaka Pena Press, Cet.
12
B. Kerangka Teoritis
1. Teori Keadilan
Keadilan merupakan sesuatu hal yang sangat diagungkan di Negara
Republik Indonesia, karena keadilan sendiri telah termaktub di dalam
dasar negara Indonesia yaitu Pancasila sila ke-5 yakni Keadilan Sosial
Bagi Seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Aristoteles keadilan itu terbagi menjadi dua yaitu keadilan
distributif dan keadilan korektif, keduanya memiliki perbedaan yang
signifikan diantaranya:.
a. Keadilan Distributif mengacu kepada pembagian barang dan jasa
kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya di masyarakat, dan
perlakuan yang sama terhadap kesederajatan dihadapan hukum
(equality before the law)13
b. Keadilan korektif berfokus pada pembentukan sesuatu yang salah.
Artinya jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan,
maka keadilan koreaktif berusaha memberikan kompensasi yang
memadai bagi pihak yang dirugikan dan memberikan hukuman yang
pantas kepada si pelaku.14
Teori keadilan disini digunakan untuk mengetahui dan
menganalisis apakah putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap
terdakwa dalam kasus ini bisa diterima dan relevan di masyarakat
serta apakah benar adil menurut keadilan yang sesungguhnya.
13
Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), (Rajawali Pers, 2020) h. 100-102.
14
Muhammad Helmi Jurnal, Konsep Keadilan dalam filsafat hukum dan filsafat hukum
islam, (sharia departement,STIS Samarinda) h.5.
21
15
Salim, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali pers, 2012) h.
157.
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
16
Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali pers, 2020)
h.162-166.
17
Dewa gede Atmadja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-teori Hukum, (Malang :
Setara Pers. 2018) h. 176-177.
22
a. Pencegahan (prevention)
Pencegahan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dengan
cara menempatkan pelaku diluar masyarakat (lembaga
pemasyarakatan).
b. Menakut-nakuti (deterrence)
Bertujuan untuk menakut-nakuti penekanannya pada psikologis
yakni menimbulkan rasa takut pada individu pelaku agar tidak
mengulangi perbuatannya lagi, maupun bagi masyarakat jangka
panjang.
c. Pembaharuan (reformation)
Untuk mengubah sifat si pelaku dengan dilakukannya
pembinaan dan pengawasan oleh institusi yang berwenang untuk
nantinya si pelaku hidup ditengah-tengah masyarakat dapat hidup
menjadi berperilaku sebagai orang baik.
Teori Relatif dalam penelitian ini digunakan bertujuan untuk
adanya upaya preventif (pencegahan) agar tidak marak lagi
terjadinya penyalahgunaan narkotika oleh anak dibawah umur.
3. Teori Gabungan
Teori Gabungan/Modern (Vereniging Theorien), kritik moral intinya
menjelaskan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan jamak, karena
menggabungkan antara prinsip-prinsip “teori relatif” dan “teori absolut”
sebagai satu kesatuan. Karena itu berkarakter ganda yaitu mengandung
karakter pembalasan sejauh ditinjau dari kritik moral dalam
mengantisipasi kejahatan sebagai tindakan yang salah. Namun bila dilihat
pada sisi ide tujuannya kritik moral yakni untuk perubahan ke arah
perbaikan perilaku si pelaku/terpidana di kemudian hari di tengah-tengah
masyarakat. Menurut van Hamel & van List sebagai pelopor “teori
gabungan/modern” ada tiga prinsip utama, yaitu:
a. Tujuan terpenting pemidanaan untuk memberantas kejahatan sebagai
suatu gejala masyarakat;
23
18
Ayu Efritadewi, Modul Hukum Pidana, (Kepulauan Riau: Umrah Press, Universitas
Maritim Raja Ali Haji, 2020), h. 10.
19
Asep Mahdi Skripsi , “Tindak Pidana Narkotika Anak Dibawah Umur Dalam
Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif, Studi Analisis Putusan Pengadilan
No.1409/Pid.B/2009/Pn. \Tangerang” (S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta : 2010), h. 7.
24
20
Ahmad Iqbal Maula skripsi, “analisis putusan nomor 60/pid.sus-anak/2017/pn-tng
tentang sanksi hukum terhadap anak pelaku jual beli narkotika” (S1 Fakultas Syariah dan HUkum
UIN syarif hidayatullah Jakarta : 2020), h. 12.
25
oleh majelis hakim dalam tindak pidana anak sebagai pelaku jual beli
narkotika berdasarkan putusan nomor 60/pid.sus-anak/2017/pn-tng.
Penelitian yang sedang ditulis oleh penulis yaitu mengenai dua hal
yang menjadi poin penting yaitu pertama Apa yang menjadi faktor anak
di bawah umur melakukan penyalahgunaan narkotika dan kedua
bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap
pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur
dalam Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk.
3. Skripsi ditulis oleh Yusmasir.21
Skripsi tentang “Sanksi Pidana Narkotika Terhadap Anak di bawah
Umur Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif (Analisis terhadap
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika), ditulis oleh
seorang mahasiswa bernama Yusmasir, Mahasiswa fakultas Syariah dan
Hukum Prodi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Darussalam-Banda Aceh pada tahun 2016.
Persamaan antara tinjauan (review) studi terdahulu yang penulis pilih
dengan penelitian yang sedang diteliti oleh penulis adalah sama-sama
membahas tentang sanksi pidana narkotika terhadap anak di bawah umur,
sedangkan perbedaannya antara tinjauan (review) studi terdahulu yang
penulis pilih dengan penelitian yang sedang diteliti oleh penulis yaitu
pada studi terdahulu penulis membahas tentang sanksi pidana terhadap
anak di bawah umur menurut Undang-Undang Narkotika dana ketentuan
hukum islam tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana narkotika anak di
bawah umur.
Penelitian yang sedang ditulis oleh penulis yaitu mengenai dua hal
yang menjadi poin penting yaitu pertama Apa yang menjadi faktor anak
di bawah umur melakukan penyalahgunaan narkotika dan kedua
bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap
21
Yusmasir Skripsi, “sanksi pidana narkotika terhadap anak dibawah umur menurut
hukum islam dan hukum positif (analisis terhadap Undang-Undang no. 35 tahun 2009 tentang
narkotika)” (S1 Fakultas Syariah dan HUkum UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh : 2016),
h.6.
26
22
Siti Zubaidah, “Penyembuhan Korban Narkotika Melalui Terapi dan Rehabilitasi
Terpadu”, (Medan : IAIN Pers, Desember 2011).
23
Yusril Mahendra, Mulyati Pawennei dan Sutiawati, “Efektivitas Penerapan Hukum
Pidana Materil Terhadap Anak Sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkotika”, (Journal of Lex
Generalis (JLS) Vol.2, No.8, Augustus 2021), h. 2056.
27
24
Oktafianus Tampil, Perlindungan Hukum Terhadap Anak di Bawah Umur Dalam
Tindak Pidana Narkotika, (Jurnal Lex et Societatis, Vol. III/ No. 10/Nov/2015), h. 29.
BAB III
TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
OLEH ANAK DI BAWAH UMUR
1
Liza Agnesta Krisna, “Hukum Perlindungan Anak panduan memahami anak yang
berkonflik dengan hukum”, (CV Budi Utama Yogyakarta, Maret 2016), h. 25.
28
29
2
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali pers, 2020),
h.83.
30
d) Dipertanggung jawabkannya
4) Menurut Schravendijk, unsur-unsur tindak pidana meliputi :
a) Kelakuan (orang yang)
b) Bertentangan dengan keinsafan hukum
c) Diancam dengan hukuman
d) Dilakukan oleh orang (yang dapat)
e) Dipersalahkan / kesalahan
5) Menurut E.Metzger, menyebutkan unsur-unsur tindak pidana yaitu :
a) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan)
b) Sifat melawan hukum (baik objektif maupun subjektif)
c) Dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang
d) Diancam dengan pidana
3
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali pers, 2020),
h.121-136.
33
4. Pengertian Narkotika
Secara etimologi narkotika berasal dari bahasa yunani yaitu kata
narke yang artinya terbius sehingga menyebabkan mati rasa atau tidak
merasakan apa-apa lagi.4
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, diterangkan bahwa Narkotika adalah “Zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam
4
Irwan Jasa Tarigan, Narkotika dan Penanggulangannya, (CV Budi Utama, 2017), h.22.
35
5. Jenis-jenis Narkotika
Dalam buku M. Ridha Ma’roef dikemukakan bahwa jenis narkotika
ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika sintetis. Narkotika
5
Siti Zubaidah, “Penyembuhan Korban Narkotika Melalui Terapi dan Rehabilitasi
Terpadu”, (Medan : IAIN Pers, Desember 2011) h. 85.
6
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Kedua, (Jakarta:Balai Pustaka, Cet.4, 1995), h.683.
36
7
M.Ridha Ma’roef, Narkotika, Bahaya dan Penanggulangannya, (Jakarta: Kharisma
Indonesia, 1998), h.30-38.
8
Badan Narkotika Nasional, Jenis-jenis Narkoba dan Bahayanya, (28 November 2019),
https://surabayakota.bnn.go.id/jenis-jenis-narkoba-dan-bahayanya/.
37
d. Ganja/Cannabis/Marijuana
Jenis narkotika ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica)
merupakan tumbuhan budidaya yang menghasilkan serat dan
kandungan zat narkotika terdapat pada bijinya. Ganja ini dapat
membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang
berkepanjangan tanpa sebab). Seseorang yang mengkonsumsi
narkotika jenis ganja ini akan mengalami yang namanya kecanduan,
jika pemakai diberhentikan, maka pemakai akan mengalami sakit
kepala, mual yang berkepanjangan sering merasa kelelahan dan
badan menjadi lesu. Dampak yang ditimbulkan jika seseorang
mengkonsumsi ganja yaitu:
1) Denyut nadi dan jantung lebih cepat
2) Mulut dan tenggorokan terasa kering
3) Sulit dalam mengingat
4) Sulit diajak berkomunikasi
5) Kadang-kadang terlihat agresif
6) Mengalami gangguan tidur
7) Sering merasa gelisah
8) Berkeringat
9) Nafsu makan bertambah
10) Sering berfantasi
11) Euforia
e. LSD atau Lysergic/Acid/Trips/Tabs
Narkotika jenis LSD merupakan narkotika yang tergolong
halusinogen, berbentuk lembaran kertas kecil, kapsul dan pil.
Dampak yang ditimbulkan apabila seseorang mengkonsumsi LSD
diantaranya:
1) Sering berhalusinasi mengenai berbagai kejadian, tempat, warna
dan waktu
2) Sering terobsesi dengan apa yang ada dalam halusinasinya
39
6) Mengalami hipotensi
7) Mengalami depresi
8) Sering sembelit
9) Mengalami depresi saluran pernafasan
h. Ekstasi
Narkotika jenis ekstasi ini merupakan senyawa kimia yang
sering digunakan sebagai obat yang dapat mengakibatkan
penggunanya menjadi sangat aktif. Ekstasi ini berbentuk tablet, pil
dan juga serbuk. Ekstasi ini sering disebut juga inex,
Methamphetamines. Dampak jika seseorang mengonsumsi ekstasi
yaitu:
1) Timbulnya euforia
2) Mengalami mual
3) Dehidrasi
4) Timbul percaya diri yang berlebih
5) Sering merasa kebingungan
6) Meningkatnya denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah
7) Mengalami pusing hingga sampai pingsan
8) Gangguan pada daya ingat serta jika dipakai dalam jangka waktu
yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada otak
9) Mengalami gangguan mental
i. Sabu-sabu
Narkotika jenis Sabu-sabu merupakan zat yang biasa digunakan
untuk mengobati penyakit tertentu yang parah, seperti gangguan
hiperaktivitas kekurangan perhatian atau narkolepsi. Dampak yang
ditimbulkan jika seseorang mengkonsumsi sabu-sabu yaitu:
1) Jantung berdebar-debar
2) Naiknya suhu tubuh
3) Mengalami insomnia
4) Timbul euforia
5) Nafsu makan menghilang
41
6) Kurangnya kalsium
7) Mengalami depresi yang berkepanjangan
j. Nipam
Narkotika jenis nipam merupakan sejenis pil koplo yang
dikonsumsi untuk mengurangi ansietas. Biasanya digunakan secara
bersamaan dengan minuman beralkohol yang sebenarnya dapat
berisiko bahaya bagi penggunanya. Dampak yang ditimbulkan jika
seseorang mengkonsumsi nipan yaitu:
1) Mengalami cadel saat berbicara
2) Jalan sempoyongan
3) Wajah menjadi kemerahan
4) Menjadi banyak bicara
5) Kurang fokus
6) Turunnya kesadaran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
berdasarkan Golongannya Narkotika dibedakan menjadi Golongan I,
Golongan II dan Golongan III.
a. Daftar Narkotika Golongan I diantaranya:
Jenis narkotika golongan I merupakan narkotika yang digunakan
dalam penelitian guna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan untuk terapi, hal ini dikarenakan narkotika golongan I sangat
berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi, jika dikonsumsi maka
akan menyebabkan ketergantungan. Maka tidak diperbolehkan untuk
pengobatan. Narkotika yang termasuk golongan ini adalah Ganja, Heroin,
Kokain, Morphine Opium dan lain-lain.
b. Daftar Narkotika Golongan II diantaranya:
Merupakan narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, akan tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Walaupun demikian
pengguna narkotika golongan II hanya untuk terapi dan pengobatan yang
digunakan sebagai pilihan terakhir jika tidak ada pilihan lain. Narkotika
42
9
Rodliyah dan Salim, Hukum Pidana Khusus “unsur dan Sanksi Pidananya”, (Depok:
Rajawali Pers, 2017), h. 85.
43
10
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika di Indonesia, (PT. Citra Aditya, Bandung),
h.15.
44
11
Sujono, Bony Daniel, “Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika” (Sinar Grafika, April 2011), h.15.
49
12
Liza Agnesta Krisna, “Hukum Perlindungan Anak” (CV Budi Utama, Yogyakarta,
Maret 2016), h.12.
50
13
Nur Amin dan Naimah, “Faktor Hereditas Dalam Mempengaruhi Perkembangan
Intelegensi Anak Usia Dini”, (Jurnal Buah Hati, Vo.7, No.2, September 2020), h.111.
51
14
Romli Atmasasmita, Problema Kenakalan Anak-anak dan Remaja, (Bandung), h.23.
15
Wagiati Soetedjo dan Melani “Hukum Pidana Anak” (Bandung : Refika Aditama,
2013), h. 16.
52
17
Riska Vidya Satriani, Keadilan Restoratif sebagai Tujuan Pelaksanaan Diversi Pada
Sistem Peradilan Pidana Anak, (Artikel Mahkamah Agung Republik Indonesia, Juni 2017).
58
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 dan tata cara Diversi diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Berikut
penjabaran Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dengan konsep
Diversi pada Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia :
a. Diversi
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses
peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Pasal 1 angka 7
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak). Konsep Diversi di Indonesia merupakan suatu
pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang diduga melakukan
tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian
damai antara tersangka atau terdakwa atau pelaku tindak pidana
dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan atau masyarakat,
pembimbing kemasyarakatan anak, polisi, jaksa, atau hakim.
Berdasarkan United Nations Standard Minimum Rules for the
Administration of Juveniles Justice (The Beijing Rules), yang
dimaksud dengan Diversi adalah pemberian kewenangan kepada
aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan-tindakan
kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah
pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal antara lain
menghentikan atau meneruskan atau melepaskan dari proses
peradilan pidana atau mengembalikan atau menyerahkan kepada
masyarakat dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya.18
Tujuan konsep Diversi tertuang dalam Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
diantaranya:
1) Mencapai Perdamaian antara korban dan anak;
2) Menyelesaikan perkara anak di luar proses pengadilan;
3) Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;
4) Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
18
Alfitra, “Hukum Acara Peradilan Anak”, (Wade Group, Augustus 2019), h.11.
59
19
Lidya Ramadhani Hasibuan, Diversi dan Keadilan Restoratif Pembaharuan Sistem
Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (PLEDOI Edisi III,2014), h. 13-14.
60
20
Alfitra, “Hukum Acara Peradilan Anak”, (Wade Group, Augustus 2019), h.13.
21
Alfitra, “Hukum Acara Peradilan Anak”,… h.14.
61
22
Yul Ernis, Diversi dan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara Tindak
Pidana Anak Di Indonesia, (Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, ISSN:1978-2292, Volume 10,
Nomor2, Juli 2016), h.169.
62
23
Marlina, “Hukum Penitensier”, (Bandung : Refika Aditama, 2016), h.74-75.
24
Wagiati Soetedjo dan Melani “Hukum Pidana Anak” (Bandung : Refika Aditama,
2013), h. 136.
64
25
Putusan Nomor. 2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk, h.5-8.
68
3. Pertimbangan Hakim
Perkara No. 2/Pid.Sus-Anak/2018/PN/Slk anak dalam hal ini
diajukan ke muka persidangan berdasarkan surat dakwaan alternatif yang
diajukan oleh penuntut umum, dimana anak didakwa dengan dakwaan
alternatif pertama anak melanggar Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, atau dakwaan alternatif kedua
anak melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, atau dakwaan alternatif ketiga anak melanggar
Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Tindakan yang dilakukan oleh hakim dalam perkara ini harus
dibuktikan dengan mengkaji unsur-unsur dari pasal yang didakwakan
kemudian disesuaikan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan
berserta alat bukti dengan menganalisanya, dikarenakan penuntut umum
mendakwa anak dengan dakwaan alternatif, sehingga majelis hakim telah
memperhatikan fakta-fakta hukumnya, maka pada perkara ini majelis
hakim memilih dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 112 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak, yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. Unsur Setiap Orang
69
Unsur setiap orang yang dimaksud disini adalah siapa saja, setiap
orang, subjek hukum orang perseorangan. Dalam kasus ini bahwa anak
yang dihadapkan di persidangan berdasarkan fakta yang terungkap di
persidangan, anak yang bernama Aber Saputra Pgl Alber adalah subjek
hukum perseorangan yang identitasnya sesuai dengan identitas yang
terdapat dalam surat dakwaan penuntut umum dan anak merupakan orang
yang sehat jasmani dan rohani maka berdasarkan hal tersebut unsur
“setiap orang” disini telah terpenuhi.
b. Unsur tanpa hak melawan hukum
Unsur tanpa hak adalah tidak mempunyai hak bagi dirinya sendiri
dan dilarang oleh Undang-Undang dan aturan hukum yang berlaku,
sedangkan melawan hukum yaitu bertentangan dengan etika, moral dan
peraturan yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan fakta yang terungkap
di persidangan bahwa anak tidak memiliki izin untuk menyimpan 2 (dua)
paket narkotika jenis shabu di dalam rumah anak. Dan juga anak
mengetahui bahwasanya jika menyimpan Narkotika jenis Shabu dilarang
oleh hukum hal itu terlihat ketika anak merasa takut karena menguasai
shabu dan kemudian menyimpannya. Maka dengan demikian unsur
“tanpa hak melawan hukum” telah terpenuhi.
c. Unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika
Golongan I bukan tanaman
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, Laporan
Pengujian Badan POM RI di Padang No.18.083.99.20.05.00136.K, dan
keterangan saksi yang menjelaskan kronologi kejadian, bahwa Perbuatan
anak menyimpan Narkotika jenis Shabu di dalam rumah anak yang
diletakkan di bawah kasur milik anak dan merupakan milik anak yang
diperoleh dari Sdr Aldo memberikan izin supaya Narkotika tersebut
berada ditangan anak merupakan unsur menguasai Narkotika Golongan I,
yang mana narkotika itu dijual dan untuk di gunakan sendiri. Maka
berdasarkan pertimbangan di atas unsur menguasai Narkotika Golongan I
bukan Tanaman telah terpenuhi pada perbuatan si anak.
70
71
72
menolak untuk merawat anak. Hal ini akan semakin membuat anak
down. Setelah tinggal dengan salah satu orang tua pun kerap kali
anak akan mendapat perlakuan yang tidak seperti biasanya.
contohnya orang tua yang sering marah-marah tidak karuan sehingga
menyebabkan anak tidak betah dirumah dan akan pergi keluar untuk
mencari ketenangan, tetapi justru hal negatiflah yang anak dapatkan.
c. Orang tua yang sibuk
Kesibukan orang tua dalam karir yaitu orang tua yang memiliki
bisnis besar, sehingga sibuk mengurus pekerjaan, dan jarang ada
waktu dengan anak di rumah, bahkan sampai tidak ada waktu untuk
mengurusi anaknya, dan anak ditinggalkan di rumah bersama asisten
rumah tangga dengan dilengkapi semua kebutuhannya. Keadaan
seperti ini membuat anak merasa diabaikan, kenapa tidak karena ada
saatnya anak butuh perhatian, butuh bimbingan dan butuh cerita
dengan kedua orang tuanya. Anak tidak hanya butuh kecukupan saja.
Ketika orang tua sibuk dengan karirnya, sementara anak butuh
berdialog dengan orang tua, butuh perhatian, maka kebanyakan anak
akan mencari cara agar orang tua bisa memperhatikan mereka. Tidak
sedikit anak yang ingin mendapat perhatian orang tua dengan
melakukan berbagai kenakalan. Anak akan berpikir dengan
melakukan kenakalan maka orang tua akan dipanggil ke sekolah
sehingga anak akan bisa bertemu orang tuanya (bagi orang tua yang
sibuk bisnis keluar kota) dan akan bisa bercerita didengar oleh orang
tua dan lain sebagainya. Pada saat sekarang ini tidak sedikit dari
orang tua yang dua-duanya sibuk kerja dan mengabaikan
perkembangan dan pergaulan anak, sehingga menyebabkan anaknya
melakukan kenakalan dan tidak ada kontrol dari siapapun.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial yaitu lingkungan masyarakat, tempat anak bergaul
dengan tema-temannya. Anak bermain bersama teman sebayanya,
karakter, perilaku teman sebaya di pertemanan akan memperngaruhi
74
perilaku anak, seperti narkotika, anak yang awalnya hanya disuruh untuk
mencoba-coba menggunakannya dengan diberikan secara gratis, lama
kelamaan menjadi terbiasa dengan hal tersebut dan kecanduan. Sehingga
anak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hal yang dia
inginkan. Seperti dengan mencuri karena kebutuhan narkotika yang harus
dibeli dan lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan anak menjadi anak
nakal dan akan di cap buruk di pandangan masyarakat.
3. Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan memiliki andil tersendiri dalam menentukan
karakter dan pergaulan anak, karena disekolah anak akan diajarkan oleh
guru-guru dan akan dipertemukan dengan teman-teman dari keluarga
yang berbeda dan dari berbagai latar belakang yang berbeda pula. Perlu
adanya pembelajaran tentang bahaya penyalahgunaan narkotika di
sekolah, karena tidak menutup kemungkinan pertemanan di sekolah akan
menjerumuskan anak menjadi pelaku penyalahgunaan narkotika. Anak
yang berlatar belakang nakal, tidak akan mau nakal sendiri dan akan
mengajak teman-temannya untuk ikutan nakal bersama dirinya. Lantaran
anak tidak akan mau jika hanya dihukum sendiri oleh gurunya. Jika
mereka melakukan kenakalan bersama maka mereka akan dihukum
bersama juga.
4. Faktor Agama
Faktor agama disini menentukan bagaimana karakter anak, ketika
anak sudah taat beragama, anak akan bisa menentukan mana perbuatan
yang baik dan mana yang buruk. Bagitu juga sebaliknya jika anak masih
sedikit pengetahuannya tentang agama maka anak tidak akan tau mana
yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Kalaupun tau anak akan tetap
melakukannya lantaran masih sedikitnya pengetahuan agama mereka.
Ketika anak sudah paham agama maka anak akan mengetahui
bahwasanya narkotika itu tidak boleh dikonsumsi tanpa seizin dokter.
Anak akan memahami bahwa sesuatu hal yang tidak boleh dilakukan
apabila tetap dilakukan dalam agama maka akan mendapatkan dosa.
75
perhatian dan pengawasan dari orangtua yang menjadikan anak sebagai anak
nakal, hal itu dikarenakan perceraian antara ayah dan ibu anak yang
menyebabkan semenjak perceraian tersebut ibu anak menjadi kurang waras
dan suka jalan-jalan sendiri sambil merokok, sehingga anak tidak
terperhatikan. Faktor lingkungan berupa pengaruh di lingkungan tempat
tinggal anak, pada saat anak tinggal di Dumai bersama pamannya, lingkungan
di daerah Dumai termasuk kedalam lingkungan yang bebas serta peredaran
narkotika di Dumai sangat marak dan dengan mudahnya narkotika untuk
didapatkan. Banyak anak yang menyalahgunakan narkotika secara bebas, baik
itu menggunakan secara langsung maupun menjual belikan narkotika. Faktor
geografis yang menjadikan anak sebagai penyalahguna Narkotika yaitu
dikarenakan posisi daerah Solok sendiri yang berada di jalur perlintasan dan
cuaca dingin yang sangat mendukung anak untuk menjadi pelaku
penyalahgunaan narkotika. Hal tersebut lah yang menjadikan anak sebagai
pelaku penyalahgunaan narkotika yang ditangani oleh Pengadilan Negeri
Solok.
1. Analisis Penulis
Dalam hal mencapai keadilan yang sesunggguhnya, hakim sebagai
ujung tombak yang terakhir, memiliki peranan yang sangat vital dalam
rangka untuk menemukan kebenaran dari suatu perkara yang sedang
ditangani. Maka dari itu ketika hakim hendak memutus suatu perkara
wajib menelusuri secara cermat setiap rangkaian alur kejadian dan
fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan guna untuk
menghasilkan suatu keputusan yang mencerminkan sebuah keadilan.
Berdasarkan peraturan perUndang-Undangan, yaitu Pasal 183 KUHP
yang berbunyi :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali
apabia dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Pasal 183 KUHAP bisa di pahami bahwasanya dalam menjatuhkan
putusan hakim harus berdasarkan dua alat bukti yang sah di tambah
dengan keyakinan hakim. Apabila terjadi di dalam persidangan terdapat
tidak cukupnya bukti ataupun dari bukti-bukti yang dihadirkan di depan
persidangan tidak mampu membuktikan unsur-unsur dari pasal yang
79
akan tetapi pada kasus ini penulis menilai perbuatan anak belum
membahayakan masyarakat, dan perbuatan anak masih melingkup
dirinya sendiri dan tidak ada korban. Terakhir putusan berupa pelatihan
kerja, hal tersebut penulis nilai tidak sepenuhnya sesuai, disatu sisi bisa
untuk meningkatkan keterampilan anak agar lebih baik kedepannya, akan
tetapi disisi lain membuat anak terpaksa melakukan pekerjaan lantaran
pelaku masih anak.
Secara garis besar dari sudut pandang yuridis putusan yang
dijatuhkan hakim itu belum sesuai meskipun jika kita lihat berdasarkan
fakta di dalam persidangan sendiri anak mengakui perbuatan tersebut
tanpa membantahnya. Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan
Undang-Undang Narkotika, akan tetapi hukuman pidana yang dijatuhkan
sama dengan pidana orang dewasa, alangkah baiknya ada
Undang-Undang khusus yang mengatur tentang Penyalahgunaan
Narkotika oleh anak, karena anak yang berumur 17 tahun masih termasuk
kedalam fase tumbuh dan berkembang dan belum bertanggung jawab
seperti layaknya orang dewasa.
2. Menurut sudut pandang Sosiologis putusan hakim dalam perkara ini
bertentangan dengan unsur sosiologis, hal itu dikarenakan anak masih di
bawah umur, akan tetapi sudah dihukum dengan pidana penjara selama 1
(satu) tahun, pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak selama 6
(enam) bulan dan pelatihan kerja selama 6 (enam) bulan. Melihat dari
kasus yang penulis teliti faktor anak melakukan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika yaitu karena keluarga yang tidak utuh yang
menjadikan anak kurang perhatian dan adanya pengaruh dari lingkungan
tempat anak tinggal anak, dan faktor geografis daerah itu sendiri.
Penulis menilai seharusnya hukuman yang diberikan oleh hakim
kepada anak tidak sebanyak itu, akan tetapi cukup dengan pembinaan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak selama waktu tertentu, dan
melakukan rehabilitasi terhadap anak, dikarenakan pada kasus ini anak
juga sebagai pengguna narkotika. Jika memungkinkan anak bisa
81
83
84
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, besar harapan
penulis adanya perubahan untuk anak di bawah umur sebagai penyalahguna
narkotika, untuk itu penulis menyarankan beberapa hal untuk dilakukan
diantaranya:
1. Sebaiknya pemerintah membuat aturan khusus terkait narkotika oleh
anak yang akan dijadikan acuan oleh sebagai penerapan hukum terhadap
anak pelaku penyalahgunaan narkotika. Bagi pihak yang berwenang
diharapkan banyak melakukan pembinaan terhadap anak di luar
pendidikan formal guna untuk memberikan edukasi kepada anak, seperti
penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika.
2. Diharapkan kepada seluruh orang tua, guru dan seluruh lapisan
masyarakat untuk lebih mengawasi pergaulan anak dan memberikan
bimbingan agar anak tidak dengan mudah terjerumus ke dalam lembah
narkotika yang akan merugikan dirinya sendiri dan juga masa depan anak
nantinya, karena kejahatan yang menyangkut narkotika dan obat-obat
terlarang bukanlah merupakan kejahatan biasa akan tetapi merupakan
sebuah unordinary crime yang memerlukan comprehension (pemahaman)
secara khusus terhadapnya serta pelaksanaan penegakan hukumnya
secara tegas dan profesional tanpa pandang bulu demi penyelenggaraan
ketahanan nasional yang bagus dalam membangun masyarakat yang adil
dan makmur serta sejahtera, untuk itu hendaknya hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap anak di bawah umur itu memperhatikan
unsur yuridis, sosiologis dan filosofis nya.
85
Daftar Pustaka
1. Buku
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak
Pidana, Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum
Pidana, (Jakarta : Rajawali pers, 2020).
Mertha, Ketut dkk, Buku Ajar Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas
Udayana, 2016.
Rodliyah dan Salim, Hukum Pidana Khusus “unsur dan Sanksi Pidananya”,
(Depok: Rajawali Pers, 2017).
Sofyan, Andi dan Nur Azisa, Hukum Pidana, (Makassar : Pustaka Pena Press,
Cet. Kesatu, 2016.
2. Peraturan PerUndang-Undangan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak
3. Jurnal
Amin, Nur dan Naimah, “Faktor Hereditas Dalam Mempengaruhi
Perkembangan Intelligensi Anak Usia Dini”, Jurnal Buah Hati, Vo.7,
No.2, September 2020.
Ronie, Pengguna Narkotika di Indonesia Mencapai 3,4 juta orang, FIN (Fajar
Indonesia Network), Juni 2021
88
https://fin.co.id/2021/06/28/pengguna-narkoba-di-Indonesia-capai-34-ju
ta-orang/.
4. Skripsi
Mahdi, Asep, “Tindak Pidana Narkotika Anak Dibawah Umur Dalam
Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Analisis Putusan
Pengadilan No.1409/Pid.B/2009/Pn. \Tangerang)” (S1 Fakultas
Syariah dan Hukum, UIN syarif hidayatullah Jakarta. 2010).
5. Putusan
Putusan PN Solok No.2/Pid. Sus-Anak/2018/PN.Slk.