Anda di halaman 1dari 97

PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR

DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA


Studi Kasus Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

NURLISA BANI
NIM : 11180480000004

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H / 2022 M
“PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR
DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Studi Kasus Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk”

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:
NURLISA BANI
NIM: 11180480000004

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.


NIP. 19720203 200701 1 034 NIP. 19850524 202012 1 006

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H/ 2022 M

I
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH


UMUR DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Studi Kasus
Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk” Oleh Nurlisa Bani NIM
11180480000004 telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25
Februari 2022. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada program studi Ilmu
Hukum.

Jakarta, 21 Maret 2022


Mengesahkan
Dekan,

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.


NIP.19760807 200312 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH


Ketua : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.
NIP. 19670203 201411 1 101 ( )
Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.
NIP. 19650908 199503 1 001 ( )
Pembimbing I : Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.
NIP : 19720203 200701 1 034 ( )
Pembimbing II : Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.
NIP : 19850524 202012 1 006 ( )
Penguji I : Dr. Soefyanto, S.H.,M.M., M.Hum.
NIDN.9903019057 ( )
Penguji II : Muhammad Ishar Helmi,S.Sy.,S.H.,M.H.
NIDN.2009039003 ( )

II
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nurlisa Bani
NIM : 11180480000004
Program Studi : Ilmu Hukum
Alamat : Jorong Simpang IV Nagari Koto Hilalang, Kecamatan
Kubung, Kabupaten Solok, Sumatera Barat
E-Mail : nurlisabani92@gmail.com

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti hasil karya saya bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.

Jakarta, 06 Desember 2021

Nurlisa Bani
NIM. 11180480000004

III
ABSTRAK

NURLISA BANI. NIM 11180480000004. “PEMIDANAAN TERHADAP


ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Studi Kasus Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk” Konsentrasi
Praktisi Hukum, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2022 M.
Studi ini menjelaskan permasalahan mengenai pemidanaan terhadap anak di
bawah umur dalam penyalahgunaan narkotika. Studi ini bertujuan untuk
menganalisis faktor penyebab anak di bawah umur melakukan penyalahgunaan
narkotika yang terdapat dalam Perkara Putusan PN Solok
Nomor.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk. Secara khusus, skripsi ini mendalami
tentang faktor penyebab anak di bawah umur menyalahgunakan narkotika dan
pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap anak di bawah
umur dalam menyalahgunakan narkotika.
Metode Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
Perundang-undangan (Statuta Approach) dengan menemukan jawaban yang benar
dengan menggali informasi berdasarkan Putusan Pengadilan, Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak di bawah umur yang melakukan
penyalahgunaan terhadap narkotika itu dikarenakan adanya interaksi yang tidak
sesuai dengan semestinya dan penulis jabarkan dalam beberapa faktor yaitu faktor
keluarga, faktor sosial, faktor pendidikan, faktor perkembangan zaman, faktor
agama dan faktor geografis yang menjadi pemicunya. Putusan hakim dalam
menjatuhkan hukuman terhadap anak di bawah umur dalam kasus ini bisa dilihat
dari tiga sudut pandang yaitu yuridis, sosiologis dan filosofis serta apakah
menggunakan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dengan sistem Diversi.

Kata Kunci : Anak, Narkotika, Pemidanaan dan Tindak Pidana


Pembimbing Skripsi :1. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.
2. Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1998 sampai Tahun 2021

IV
KATA PENGANTAR
MEREFORM SUEEFORM �٣ MEU

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya dan telah memberikan kemudahan sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI
BAWAH UMUR DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Studi Kasus
Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk”. Shalawat dan salam tidak
lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, dan para
sahabatnya.
Selanjutnya, dalam penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat :
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M. Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. dan Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H. Dosen
Pembimbing Skripsi yang telah bersedia dengan sabar meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, arahan, dukungan dan masukan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.H., M.A. Dosen Penasehat Akademik
yang selalu menasehati dan membimbing penulis.
5. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang
telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
6. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Bapak Masehi dan Ibu Refnita
yang sudah menjadi orang tua terhebat dalam hidupku, yang tiada henti

V
VI

7. memberikan dukungan moril maupun materil juga memberikan kasih sayang,


nasihat, semangat, dan do’a yang tak pernah putus untuk kebahagiaan dan
kesuksesanku.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya.
Penulis menyadari dalam penelitian skripsi ini banyak terdapat kekurangan
dan perbaikan. Namun, penulis tetap berharap agar karya ilmiah ini memberikan
manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan
penyempurnaan karya ilmiah ini di masa mendatang. Sekian dan terima kasih.

Jakarta, 06 Desember 2021

Nurlisa Bani
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL···································································
PERSETUJUAN DOSEN····························································· I
LEMBAR PENGESAHAN··························································· ii
LEMBAR PERNYATAAN··························································· iii
ABSTRAK·············································································· iv
KATA PENGANTAR································································· v
DAFTAR ISI············································································ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah·········································· 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah··········· 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian··································· 7
D. Metode Penelitian·················································· 8
E. Sistematika Pembahasan ·········································· 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA
A. Kerangka Konseptual·············································· 13
B. Kerangka Teori····················································· 20
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu···························· 23
BAB III TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH
ANAK DI BAWAH UMUR
A. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika······················ 28
B. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah
umur································································ . 42
C. Deskripsi Pemidanaan Anak di Bawah Umur Pada Tindak
Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dalam Putusan PN
Solok No.2/pid.sus-anak/2018/pn.slk·························· 63
BAB IV PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR
DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
A. Faktor Anak di Bawah Umur Melakukan Penyalahgunaan
Narkotika···························································· 71

VII
VIII

B. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Terhadap


Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Oleh
Anak di Bawah Umur Dalam Putusan PN Solok
No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk······························· 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan························································· 83
B. Saran································································· 84
DAFTAR PUSTAKA·································································· 85
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah Negara yang berlandaskan Hukum, yakni Negara yang
di dalamnya terdapat berbagai aspek peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa dan mempunyai sanksi tegas apabila dilanggar. Segala aspek
kehidupan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semuanya
diatur dan harus didasarkan pada hukum dan produk perUndang-Undangan
yang berlaku guna menjamin terciptanya keadilan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia. Disini para penegak hukum dituntut untuk
menyelesaikan permasalahan sehingga tujuan hukum yang terdiri dari
kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan bisa tercapai. Tidak hanya tindak
pidana yang dilakukan oleh orang dewasa saja, akan tetapi juga yang
dilakukan oleh para remaja terutama anak di bawah umur.
Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi membuat tidak
terkontrolnya pergaulan remaja, tidak hanya dikalangan anak-anak yang putus
sekolah dan keluyuran pada malam hari saja, akan tetapi sudah merembes ke
kalangan pelajar terutama yang masih di bawah umur. Segala hal yang
diinginkan akan mudah didapat, bahkan hal yang dilarang Negara sangat
mudah untuk mereka dapatkan sehingga menyebabkan mereka melanggar
ketentuan hukum yang berlaku. Contohnya saja pada saat sekarang ini di
Indonesia peredaran narkotika menjadi sebuah kecanduan bagi anak di bawah
umur untuk mengkonsumsinya. Ancaman bahaya penyalahgunaan narkotika
di Indonesia yang kian meningkat dan mengarah pada generasi muda, bahkan
sudah memasuki tingkat sekolah-sekolah dan kampus. Sehingga membuat
kelompok usia muda termasuk anak-anak sangat rentan terhadap tindak
pidana narkotika ini.1

1
Yusril Mahendra, Mulyati Pawennei dan Sutiawati, “Efektivitas Penerapan Hukum
Pidana Materil Terhadap Anak Sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkotika”, (Journal of Lex
Generalis (JLS) Vol.2, No.8, Augustus 2021) h. 2055.

1
2

Anak merupakan masa depan bangsa yang perlu mendapat perhatian


khusus agar bisa mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya.
Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,
disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan
perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Narkotika pada awalnya hanya digunakan oleh dunia kedokteran saja,
Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa
dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk
penyakit tertentu,2 akan tetapi seiring perkembangan zaman terjadilah
penyimpangan terhadap fungsi dan kegunaan narkotika, yang awalnya hanya
digunakan oleh dokter akan tetapi sekarang ini sudah disalah gunakan oleh
generasi muda, yang mana bisa menyebabkan orang yang mengkonsumsinya
akan menjadi candu dan lama-kelamaan akan ketergantungan.
Secara umum yang dimaksud dengan narkotika adalah jenis zat yang
dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi orang-orang yang
menggunakannya yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh. Istilah
narkotika yang dipergunakan adalah “drugs” yaitu sejenis zat yang apabila
dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada
tubuh si pemakai.3 Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
2
Yudi, Artikel, Sejarah singkat Narkoba, (2011)
https://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2011/10/31/189/sejarah-singkat-narkoba
(Diakses Pada Kamis, 29 Juli 2021 pukul 11.34 WIB).
3
Oktir Nebi, “Faktor Penyebab Pengguna Narkotika dikalangan masyarakat”,
(Wajah Hukum, 3 (1) 81-88, DOI 10.33087/wjh.v3i1.59), h. 83.
3

Berdasarkan Word Drugs Reports 2018 yang diterbitkan United Nations


Office on Drugs and Crime (UNODC) menyatakan sebanyak 275 juta
penduduk dunia atau 5,6% dari Permasalahan penduduk dunia (usia 15-64
tahun) pernah mengkonsumsi narkoba sedangkan di Indonesia Badan
Narkotika Nasional (BNN) selaku focal point di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba mengantongi
penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak 3.376.115 orang rentang usia
10-59 tahun. Sedangkan penyalahgunaan narkoba oleh pelajar pada Tahun
2018 itu mencapai 2,29 Juta Jiwa. Kebanyakan dari mereka adalah berusia
rentang 15-35 tahun atau yang sering disebut dengan generasi milenial.4
Sedangkan pada tahun 2019 BNN mengantongi penyalahgunaan narkotika
mencapai 3,6 juta jiwa.5 Sehingga dapat dikatakan dari 10.000 penduduk
terdapat 180 orang terpapar memakai narkoba. Dan merujuk pada data Kantor
Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Obat-Obatan dan Kejahatan atau
UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) untuk data
penyalahgunaan narkoba di seluruh dunia pada tahun 2020 mencapai 275 juta
jiwa. Peningkatan penyalahgunaan narkoba dari tahun 2010-2019 meningkat
22 persen dan diperkirakan pada tahun 2030 akan meningkat 11 persen.6
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumatera Barat
Brigjen Pol Khasril Arifin mengatakan persentase penyalahgunaan Narkotika
di Sumatera Barat mendekati ambang batas nasional. Angkanya mencapai 1,3
persen dari total penduduk yang berjumlah sekitar 5,5 juta.7 Pada tahun 2019
Sumatera Barat menjadi provinsi tertinggi nasional kasus peredaran

4
Puslitdatin, Penggunaan Narkotika di Kalangan Remaja Meningkat, (Badan Narkotika
Nasional Republik Indonesia , Augustus 2019),
https://bnn.go.id/penggunaan-narkotika-kalangan-remaja-meningkat/.
5
Koesworo Setiawan, Kemensos Tekan MOU dengan BNN, UNODC dan Colombo Plan,
(Siaran Pers, Direktori Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia, Juli
2020), https://kemensos.go.id/kemensos-teken-mou-dengan-bnn-unodc-dan-colombo-plan.
6
Ronie, Pengguna Narkotika di Indonesia Mencapai 3,4 juta orang, FIN (Fajar
Indonesia Network, Juni 2021.
https://fin.co.id/2021/06/28/pengguna-narkoba-di-Indonesia-capai-34-juta-orang/.
7
Andi Nur Aminah, Jumlah Narkotika di Sumbar Mendekati Ambang Batas Nasional,
(Republika.co.id, November, 2020)
https://republika.co.id/berita/qja5g8384/bnn-jumlah-pengguna-narkoba-di-sumbar-dekati-batas-na
sional (diakses pada 28 Juli 2021 Pukul 15.00 WIB).
4

Narkotika yakni 27,92 persen. Sedangkan untuk daerah Solok terjadi


peningkatan terhadap anak penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun,
sepanjang tahun 2018 tercatat penyalahgunaan narkotika sebanyak 36 orang,
berada di rentang usia 15-17 tahun. Generasi muda yang terjerumus kedalam
lembah narkotika cepat atau lambat akan merugikan dirinya sendiri, keluarga
dan masyarakat sekitarnya.
Dikarenakan masih minimnya pengetahuan tentang narkotika dan
ketidakmampuan anak untuk menolak serta melawan, hal itu justru
dimanfaatkan oleh bandar narkotika dengan menjadikan anak sebagai sasaran
untuk mengedarkan narkotika secara luas dan terselubung. Hal ini merupakan
permasalahan yang sangat serius dikarenakan dapat menyebabkan anak di
bawah umur terjerumus ke dalam bisnis gelap narkotika.
Salah satu perkara tindak pidana yang dialami oleh seorang anak yang
masih dibawah umur dan sekaligus menjadi pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkotika yaitu terdapat dalam perkara kepemilikan
obat-obatan terlarang atau narkotika, yang menjadikan seorang anak tersebut
menjadi pecandu narkotika. Anak merupakan bagian dari generasi muda yang
akan meneruskan cita-cita dan perjuangan bangsa dimasa yang akan datang,
oleh karena itu anak harus diberi pembinaan dan harus dilindungi agar
pertumbuhan serta perkembangan mental, fisik dan pergaulan mereka
menjadi sesuai apa yang diinginkan oleh generasi bangsa.
Sangat disayangkan ketika anak-anak yang seharusnya menghabiskan
waktunya untuk belajar dan mengembangkan potensi yang dimiliki harus
menghadapi masalah hukum dan menjalani proses peradilan yang hampir
sama dengan peradilan orang dewasa. Hal ini tentu saja menimbulkan
berbagai macam pandangan. Disatu sisi mereka menganggap menjatuhkan
pidana bagi anak itu tidak bijak atau tidak sesuai, dan sebagian lagi
beranggapan pemidanaan terhadap anak penting dilakukan supaya sikap
buruk anak tidak melekat pada dirinya sampai anak dewasa, artinya dengan
memberikan hukuman kepada anak itu bertujuan memberi efek jera terhadap
anak. Karena generasi muda merupakan estafet bangsa Indonesia. Mau jadi
5

apa suatu daerah nantinya jika generasi mudanya sudah rusak karena hal-hal
yang negatif. Perlu adanya upaya preventif untuk mengatasi terjadinya
penyalahgunaan narkotika di masyarakat khususnya dikalangan anak dibawah
umur.
Pada dasarnya, segala bentuk penanganan terhadap anak yang
menghadapi masalah dengan hukum, dalam hal ini yaitu menghadapi masalah
penyalahgunaan narkotika harus dilakukan dengan memprioritaskan
kepentingan terbaik untuk si anak. Akan tetapi berdasarkan kasus yang
penulis teliti yaitu putusan Pengadilan Negeri Solok
No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk Bahwasanya anak didakwa dengan dakwaan
alternatif yaitu Pasal 112 ayat (1), dan Pasal 114 ayat (1), pasal 127,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu pasal yang
mengatur mengenai seseorang sebagai memiliki, menyimpan, menguasai atau
menyediakan dan menjual belikan narkotika sesuai dengan golongannya.
Penjatuhan hukuman di dalam perkara yang dihadapi oleh seorang anak pada
kasus penyalahgunaan narkotika ini terdapat sistem peradilan pidana yang
dianggap belum mempedulikan hak-hak asasi anak yang menjadi pelaku
tindak pidana. Dalam putusan bisa kita lihat bahwa hakim menjatuhkan
hukuman berupa 1 tahun penjara, 6 bulan pelatihan kerja dan 6 bulan di
LPKA khusus anak. Hal itu sama dengan penjatuhan hukuman terhadap orang
dewasa yang menjadi pelaku penyalahgunaan narkotika. Artinya di dalam
perkara ini masih ada hak-hak asasi anak yang belum terlindungi dan
ditegakkan secara proporsional dan profesional.
Hal ini dapat mengubah cara kerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) dalam menangani kasus anak sebagai pelaku suatu tindak pidana,
setidaknya harus ikut memberikan perlindungan secara penuh dalam proses
sistem peradilan Indonesia. contohnya, memberi pendampingan dalam
penyidikan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana dinilai belum
menjalankan tugasnya dalam melindungi hak-hak asasi anak sebagai pelaku
tindak pidana.
6

Keputusan yang diambil dalam menangani suatu kasus haruslah adil dan
proporsional. Hal itu tidak hanya dilakukan atas pertimbangan hukum akan
tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor lainnya, seperti keadaan di
lingkungan tempat anak tinggal, status sosial anak, dan kondisi keluarga anak.
Perlakuan hukum pada anak di bawah umur yang melakukan penyalahgunaan
narkotika sudah selayaknya mendapatkan perhatian yang serius. Penegak
hukum dalam memproses dan memutuskan perkara harus benar-benar yakin
bahwa keputusan yang diambil bisa menjadi satu dasar yang kuat untuk
mengembalikan dan mengantarkan anak menuju masa depan yang baik agar
tetap dapat mengembangkan dirinya sebagai warga masyarakat yang
bertanggung jawab bagi kehidupan nya dalam berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan keadaan di atas maka penulis memilih Judul Penelitian
“Pemidanaan Terhadap Anak di Bawah Umur Dalam Penyalahgunaan
Narkotika (Studi Kasus Putusan PN Solok Nomor
2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas maka muncullah beberapa masalah yang
akan penulis paparkan yaitu :
a. Kasus penyalahgunaan narkotika marak berkembang di masyarakat
Indonesia, tidak hanya dikalangan orang dewasa saja, akan tetapi
melibatkan anak-anak yang masih di bawah umur.
b. Anak di bawah umur pelaku penyalahgunaan narkotika di Solok
dijatuhi hukuman penjara seperti hukuman orang dewasa.
c. Narkotika di Solok mudah di dapatkan dari bandar narkotika
dikarenakan Solok merupakan daerah perlintasan antar kota.
d. Solok terletak di daerah yang memiliki suhu cuaca yang dingin
sehingga sebagian masyarakat Solok sudah merokok, tidak peduli
apakah sudah dewasa, atau masih di bawah umur, bahkan perempuan
pun banyak yang merokok.
7

e. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak, memudahkan anak


terjerumus kedalam lembah narkotika.

2. Pembatasan Masalah
Dengan adanya identifikasi masalah yang sudah dikemukakan oleh
penulis di atas, diharapkan penulis lebih terfokus dalam melakukan
penulisannya dan menghindari melebarnya pembahasan dalam penelitian
ini, agar lebih jelas dan terarah penulisan pada penelitian ini, yang
bertujuan memperoleh kesimpulan yang mendalam mengenai aspek yang
diteliti nantinya. Maka dari itu penulis hanya akan berfokus pada
“Pemidanaan Terhadap Anak di Bawah Umur Dalam Penyalahgunaan
Narkotika (Studi Kasus Putusan No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk)”.

3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka
penulis akan merumuskan masalah terkait “Pemidanaan Terhadap Anak
di bawah Umur Dalam Penyalahgunaan Narkotika Studi Kasus Putusan
PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk. yang akan penulis rinci
dalam bentuk beberapa pertanyaan penelitian yaitu :
a. Apa yang menjadi faktor anak di bawah umur melakukan
penyalahgunaan narkotika?
b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap
pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah
umur dalam Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan
penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis faktor anak di bawah umur melakukan
penyalahgunaan narkotika.
8

b. Untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi


pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh
anak di bawah umur dalam putusan PN Solok
No.2/pid.sus-Anak/2018/PN.Slk.

2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis antara lain
bahwasanya diharapkan penelitian ini berguna bagi perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang praktisi hukum terutama tentang
narkotika. Selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat menjadi
sumbangsih pemikiran untuk dijadikan arah penelitian lebih lanjut
pada masa yang akan datang, dan sebagai bahan referensi bagi yang
berminat untuk memperdalam ilmunya mengenai pemidanaan
terhadap anak yang masih di bawah umur dalam penyaahgunaan
narkotika.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini secara praktis bagi
penulis yaitu untuk menambah pengetahuan dalam bidang hukum
pada umumnya dan bidang praktisi hukum khususnya yakni pada
ketentuan pidana terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika.
Dan bagi masyarakat dapat memberikan informasi bagaimana
menjaga pergaulan anak agar tidak terjerumus ke lembah narkotika.

D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang akan penulis gunakan pada penelitian ini yaitu
Penelitian kualitatif, dikarenakan pada penelitian ini penulis akan
mencermati aspek-aspek kualitas dan menggali makna dan informasi
berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Solok
9

No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk tentang Penyalahgunaan Narkotika oleh


Anak di bawah Umur.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah
pendekatan perUndang-Undangan (Statute Approach). Pendekatan
perUndang-Undangan (Statute Approach) digunakan karena pada
penelitian ini penulis akan menganalisis tentang putusan Pengadilan
Negeri Solok tentang narkotika di dalam perspektif Undang-Undang
narkotika dan Undang-Undang perlindungan anak.
3. Data yang dibutuhkan
Data yang penulis butuhkan pada penelitian ini adalah data primer
dan sekunder.
a. Data primer akan diambil dari salinan Putusan Nomor
2/pid.sus-anak/2018/PN.Slk dan Undang-Undang Nomor 35 tahun
2019 tentang Narkotika.
b. Data sekundernya yaitu data-data yang penulis peroleh dari
literatur-literatur yang ada kaitannya dengan penelitian tentang
pemidanaan terhadap anak di bawah umur dalam penyalahgunaan
narkotika dan data dari Instansi Pengadilan Negeri Solok.
4. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer (Utama)
Sumber hukum primer merupakan suatu objek atau dokumen
original material mentah dari pelaku yang disebut “first hand
information”.8 Pada penelitian ini bahan hukum primer yang
digunakan, yaitu:
1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana
2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak

8
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram University Press, Juni, 2020), h.75.
10

4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak
5) Putusan Nomor 2/pid.sus-anak/2018/PN.Slk
b. Bahan Hukum Sekunder (Pendukung)
Sumber sekunder adalah data yang dikumpulkan dari tangan
kedua atau dari sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum
penelitian dilakukan.9 bahan hukum sekunder berupa buku-buku
terutama buku teks, jurnal ilmiah dan lain-lain.10 Pada penelitian ini
bahan hukum sekunder yang digunakan, yaitu:
1) Buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan pemidanaan
terhadap anak di bawah umur dalam penyalahgunaan narkotika.
2) Jurnal hukum yang membahas tentang pemidanaan terhadap
anak di bawah umur dalam penyalahgunaan narkotika.
c. Bahan Hukum Tersier
1) Kamus Besar Bahasa Indonesia
2) Kamus Hukum
3) Internet
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan pada penelitian ini
yaitu metode studi dokumen dikarenakan penulis akan menelaah bahan
dan data yang diambil dari dokumen putusan PN Solok
No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk. Serta metode library research penulis
gunakan untuk menelaah literatur-literatur yang ada kaitannya dengan
pemidanaan terhadap anak di bawah umur dalam penyalahgunaan
narkotika.
6. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang penulis gunakan yaitu menggabungkan
bahan hukum primer, sekunder dan tersier secara sistematis agar bisa

9
Ulber Silalahi, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung : Refika Aditama, 2009),
h.289-291.
10
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram University Press, Juni, 2020), h.75.
11

menjawab pertanyaan dari rumusan masalah yang akan penulis rumuskan


yang kemudian digambarkan secara deskriptif.11
7. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang penulis pakai pada penelitian ini adalah
metode analisis deskriptif. Dikarenakan pada penelitian ini penulis akan
mencerna data yang telah didapatkan secara sistematis dan ditelaah yaitu,
tentang Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor
2/pid.sus-Anak/2018/PN.Slk, dan data tentang putusan akan penulis
sajikan dalam bentuk narasi yang penulis ringkas dari Putusan
Pengadilan Negeri Solok.12
8. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang penulis gunakan yaitu mengacu kepada
kaidah-kaidah yang terdapat di dalam “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum 2017”.

E. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan pada penelitian ini maka penulis akan
menguraikan metode penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab sebagai berikut:
Bab Pertama penulis membahas pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab Kedua, diuraikan tiga pokok pembahasan yang mendukung
penulisan skripsi ini, yaitu pembahasan terkait kerangka konseptual, yaitu
kata yang sering digunakan dalam tulisan ini, kerangka teoritis, yakni
teori-teori yang berkaitan dengan pembahasan yang tertuang dalam tulisan ini
dan selanjutnya akan dijelaskan terkait tinjauan (review) kajian studi
terdahulu, agar tidak ada persamaan terhadap materi muatan dan pembahasan
dalam skripsi ini dengan apa yang ditulis oleh pihak lain.

11
Bachtiar. Metode Penelitian Hukum, (Unpam Pers, November 2018), h.157.
12
Bachtiar. Metode Penelitian Hukum,… h.170.
12

Bab Ketiga, penulis akan fokus untuk membahas mengenai tinjauan


umum mengenai tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan
oleh anak dibawah umur yang meliputi tindak pidana penyalahgunaan
narkotika dan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh
anak dibawah umur.
Bab Keempat, dalam bab ini penulis akan membahas mengenai Faktor
anak di bawah umur melakukan penyalahgunaan narkotika dan bagaimana
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku tindak
pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur dalam Putusan
PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk.
Bab Kelima, merupakan bab penutup yang memuat jawaban dari
rumusan masalah yang telah dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian
yang selanjutnya dituangkan kedalam kesimpulan dan rekomendasi sebagai
temuan yang diperoleh penulis dari pokok permasalahan yang diangkat di
dalam penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA

A. Kerangka Konseptual
1. Anak di bawah umur
Anak merupakan amanah yang dianugerahkan oleh Alah SWT
kepada setiap orang tua. Anak merupakan aset yang sangat penting yang
akan menentukan potensi nasib manusia hari mendatang, karena anak
akan ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap
hidup bangsa pada masa mendatang.1 karena hal tersebut banyak dari
tokoh pendidikan dan para ahli yang sangat memperhatikan
perkembangan kejiwaan anak, karena anak tetaplah anak yang tidak bisa
kita samakan dengan orang dewasa. Dan untuk menentukan kriteria
seorang anak disamping ditentukan oleh usia, perkembangan anak juga
dilihat berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang
dialaminya.2
Berdasarkan paralelitas perkembangan jasmani seorang anak dengan
perkembangan jiwa anak, proses perkembangan anak dibagi menjadi 3
fase perkembangan diantaranya:
a. Fase pertama, dimulai ketika anak berumur 0-7 tahun. fase ini
disebut dengan anak kecil, dimana pada fase ini terjadinya
perkembangan mental, fungsi-fungsi tubuh, kehidupan emosional,
bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis (trotzalter)
pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak.
Pada saat anak di fase pertama, seorang anak masih dalam
keadaan lemah dan belum mampu untuk menolong dirinya sendiri,
sehingga pada fase pertma ini anak akan sangat bergantung kepada
ibunya.

1
Wagiati Soetedjo dan Melani, “Hukum Pidana Anak” (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember 2014), h.5.
2
Liza Agnesta Krisna, “Hukum Perlindungan Anak” (CV Budi Utama, Yogyakarta,
Maret 2016), h.9.

13
14

b. Fase kedua, yaitu fase kanak-kanak yang dimulai ketika anak berusia
7-14 tahun, fase ini dibagi menjadi dua periode, yaitu:
1) Periode Intelektual, yaitu ketika anak berada di Sekolah Dasar
(usia 7-12 Tahun). Periode ini merupakan masa awal peralihan
dari keluarga ke masyarakat, pada periode intelektual ini
terjadinya pengamatan anak dan hidupnya perasaan, kemauan
dan kemampuan anak dalam berbagai macam potensi, akan
tetapi masih tersimpan atau masa latensi (masa tersembunyi).
2) Periode Pueral, periode pueral ini dikenal dengan masa pubertas.
Pada masa ini terjadinya kematangan fisik jasmaniah yang
ditandai dengan perkembangan fisik, tingkah laku yang mulai
kasar, berandal, kurang sopan, canggung, liar dan lain
sebagainya.
Seiring perkembangan fungsi jasmaniah tidak bisa
dipungkiri juga bahwa pada fase pueral ini fungsi intelektual
pun berkembang dengan sangat intensif ditandai dengan adanya
minat pengetahuan anak untuk mengetahui hal-hal baru yang
bersifat konkret.
c. Fase ketiga, yaitu sering disebut sebagai masa remaja atau fase
pubertas dan adolescents yang dimulai dari anak berumur 14-21
tahun. Masa pubertas ini dibagi menjadi empat fase:
1) Fase Pueral atau Pra-Pubertas, fase ini merupakan masa awal
pubertas
2) Masa menentang kedua, fase negatif, trotzalter kedua, periode
verneinung.
3) Masa pubertas sebenarnya, dimulai dari umur 14 tahun. Masa
pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih
awal dari pada masa pubertas laki-laki.
4) Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17- 19 tahun bahkan
hingga 21 tahun.
15

Pada fase ketiga ini terjadi perubahan-perubahan besar yang terjadi


pada anak yang membawa pengaruh pada sikap dan tindakan anak akan
lebih agresif sehingga pada fase ini banyak anak yang menunjukkan
perubahan ke arah gejala kenakalan anak.3
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perlindungan anak, dijelaskan bahwa pengertian anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer) Anak adalah seseorang yang belum berusia 21 tahun dan
belum kawin.
Menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan anak adalah setiap orang yang berumur di
bawah 18 (delapan belas) tahun.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak adalah
mereka yang berumur dibawah 19 tahun, disebutkan bahwa perkawinan
hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun.
Juvenile delinquency merupakan perilaku kenakalan anak, jika
pelaku adalah orang dewasa maka termasuk kedalam kategori kejahatan
atau pelanggaran.4 Untuk mengantisipasi terjadinya anak nakal, maka
perlu di perhatikan cara mendidik anak itu sendiri. Ada tiga metode untuk
mendidik anak yaitu dengan cara bermain, disiplin dan dialog.

2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana terdiri dari dua kata yaitu “sanksi” dan “pidana”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, sanksi adalah

3
Wagiati Soetedjo dan Melani, “Hukum Pidana Anak” (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember 2014), h.7-8.
4
Sharfina Sabila, “Narkotika Anak Pidana dan Pemidanaan” (Depok: Rajawali Pers,
PT Raja Grafindo Persada, Agustus 2020), h.48.
16

ancaman hukuman, sedangkan pidana adalah perbuatan yang tidak boleh


dilakukan atau perbuatan yang dilarang.5 sedangkan dalam bahasa
Inggris sanksi pidana disebut juga Criminal Sanctions, dan dalam bahasa
belanda disebut strafrechtelijke sancties. Sanksi pidana artinya
penjatuhan hukuman hukuman kepada pelaku yang melakukan tindak
pidana. Pada dasarnya sanksi pidana dibagi menjadi dua jenis yaitu:6
a. Pidana Pokok
Pidana pokok merupakan penjatuhan pidana yang langsung
dijatuhkan oleh hakim itu sendiri, pidana pokok dibagi menjadi lima
macam, yaitu:
1) Pidana Mati
Pidana mati adalah pidana yang dijatuhkan kepada terpidana
dan terhukum, berupa pencabutan nyawa orang yang
bersangkutan. Pidana mati dijalankan oleh algojo ditempat
gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang
gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan
tempat terpidana berdiri.7 Pidana Mati merupakan pidana yang
terberat, dikarenakan dapat diketahui dari urutan jenis pidana
mati yang letaknya paling atas dalam jenis pidana pokok yang
diatur dalam Pasal 10 KUHP. Berdasarkan Pasal 69 KUHP berat
atau ringannya suatu pidana ditentukan oleh urutannya dalam
peraturan perUndang-Undangan.
2) Pidana Penjara
Pidana Penjara merupakan pidana utama dari jenis pidana
hilangnya kemerdekaan, pidana penjara diatur dalam Pasal 12
KUHP. Pidana penjara bisa dijatuhkan seumur hidup, atau dapat
selama waktu tertentu. Dalam waktu tertentu maksimum pidana

5
S. Wojowasito, et.al, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Bandung: Hasta Karya, 1997),
h. 61.
6
Wagiati Soetedjo dan Melani, “Hukum Pidana Anak” (Bandung : PT Refika Aditama,
Desember 2014), h.18-21.
7
Ketut Mertha dkk, “Buku Ajar Hukum Pidana”, (Fakultas Hukum Universitas Udayana,
2016), h.172.
17

penjara yaitu 15 tahun, dan dalam kasus tertentu bisa mencapai


20 tahun, sedangkan minimumnya yaitu 1 hari.8
3) Pidana Kurungan
Pidana Kurungan merupakan pidana yang diancamkan
terhadap kejahatan yang tidak berat, seperti kejahatan dengan
kealpaan atau pelanggaran. Batas maksimum umum pidana
kurungan adalah 1 tahun dan dapat diperpanjang sampai 1 tahun
4 bulan.
4) Pidana Denda
Pidana denda adalah pidana yang dijatuhkan kepada pelaku
untuk pembayaran sejumlah uang berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pidana
denda ini dihitung berdasarkan lamanya maksimum pidana
kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.9
5) Pidana Tutupan
Pidana tutupan adalah pidana yang dapat dijatuhkan kepada
seseorang yang melakukan kejahatan yang mana ancaman
hukumnya penjara, dikarenakan orang tersebut terdorong oleh
maksud yang patut dihormati
b. Pidana Tambahan
Pidana Tambahan adalah pidana yang dijatuhkan kepada pelaku
bukan pidana pokok saja akan tetapi ada tambahannya, hal itu sudah
diatur dalam peraturan yang berlaku di Indonesia. Pidana tambahan
terdiri dari:
1) Pencabutan Hak-hak tertentu
Pencabutan Hak-hak Tertentu, berdasarkan Pasal 35 KUHP,
yaitu: hak untuk memegang jabatan tertentu, hak untuk menjani
pekerjaan tertentu, hak untuk memilih dan dipilih, hak menjadi
penasihat hukum, atau pengurus menurut penetapan pengadilan,
hak menajdi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu
pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri.

8
Ketut Mertha dkk, “Buku Ajar Hukum Pidana”,… h.172-174.
9
Ketut Mertha dkk, “Buku Ajar Hukum Pidana”,… h.173.
18

2) Perampasan barang-barang tertentu


Perampasan Barang-barang Tertentu berdasarkan Pasal 35
KUHP diterangkan bahwa tidak semua barang-barang milik
terpidana di rampas, barang-barang yang dapat dirampas adalah
barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari
kejahatan tersebut (corpora delicti), dan barang-barang yang
dipergunakan untuk melakukan kejahatan (instrumental delicti).
3) Pengumuman putusan hakim
Pengumuman Putusan Hakim dibacakan dalam sidang
terbuka. Walaupun putusan hakim dilakukan dalam sidang
terbuka, adakalanya putusan itu dipandang perlu untuk
diumumkan agar lebih diketahui oleh masyarakat secara luas.
Pengumuman putusan hakim ini perlu dilakukan agar orang
tertentu yang biasa melakukan kejahatan tertentu tidak
membahayakan orang lain lagi. Pengumuman ini dilakukan
biasanya melalui surat kabar dengan membuat ikhtisar dari
putusan hakim tersebut. Biaya pengumuman menurut ketentuan
Pasal 43 KUHP ditanggung oleh terpidana.
Sementara menurut istilah, sanksi adalah ketentuan hukuman bagi
suatu pelanggaran. Sanksi disebut juga dengan ancaman yaitu
menakut-nakuti, sedangkan pidana adalah hukuman. Sanksi pidana
adalah hukuman bagi pelaku yang melakukan perbuatan yang sudah ada
ketentuan dalam KUHP.10
Sanksi pidana pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk
merehabilitasi perilaku dari pelaku kejahatan tersebut, namun tidak
jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai suatu ancaman dari
kebebasan manusia itu sendiri. Adanya sanksi bertujuan agar hidup
seseorang di masyarakat bisa berjalan semestinya dan tidak ada yang
melakukan pelanggaran norma-norma yang berlaku, terutama disini
adalah norma hukum.

10
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 229.
19

3. Pidana dan Pemidanaan


Pidana berasal dari bahasa belanda yaitu straf artinya hukuman,
artinya pidana merupakan suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan
kepada seseorang yang terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana.
Menurut Prof. Sudarto pidana merupakan penderitaan yang sengaja
dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu.
Menurut pendapat Prof. Roeslan Saleh, Pidana adalah delik atas
delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan
negara pada pembuat dleik tersebut.11 sedangkan pemidanaan merupakan
suatu proses atau suatu cara untuk menjatuhkan hukuman kepada
seseorang yang telah terbukti melakukan kejahatan (rechts delict)
maupun pelanggaran (wets delict).
Menurut Sudarto pemidanaan merupakan sinonim dari penghukuman.
Penghukuman berasal dari kata hukum yang dimana berarti menetapkan
hukum atau memutuskan tentang hukumnya. Hal ini berkaitan dengan
hukum pidana maupun hukum perdata. Untuk ranah hukum pidana
sendiri, pemidanaan artinya penghukuman atau pemberian atau
penjatuhan pidana oleh hakim yang memiliki makna yang sama dengan
veroordeling atau sentence.
Menurut Andi Hamzah pemidanaan seringkali disebut dengan
penjatuhan pidana atau pemberian pidana. Arti pemidanaan dalam bahasa
Belanda yaitu strafoeming dan dalam bahasa Inggris yaitu sentencing.12

4. Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, menyatakan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi

11
Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: PT.Alumni,
2010), h.2.
Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, (Makassar : Pustaka Pena Press, Cet.
12

Kesatu, 2016), h. 84.


20

sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,


hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini
(Undang-Undang No 35 Tahun 2009).

B. Kerangka Teoritis
1. Teori Keadilan
Keadilan merupakan sesuatu hal yang sangat diagungkan di Negara
Republik Indonesia, karena keadilan sendiri telah termaktub di dalam
dasar negara Indonesia yaitu Pancasila sila ke-5 yakni Keadilan Sosial
Bagi Seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Aristoteles keadilan itu terbagi menjadi dua yaitu keadilan
distributif dan keadilan korektif, keduanya memiliki perbedaan yang
signifikan diantaranya:.
a. Keadilan Distributif mengacu kepada pembagian barang dan jasa
kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya di masyarakat, dan
perlakuan yang sama terhadap kesederajatan dihadapan hukum
(equality before the law)13
b. Keadilan korektif berfokus pada pembentukan sesuatu yang salah.
Artinya jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan,
maka keadilan koreaktif berusaha memberikan kompensasi yang
memadai bagi pihak yang dirugikan dan memberikan hukuman yang
pantas kepada si pelaku.14
Teori keadilan disini digunakan untuk mengetahui dan
menganalisis apakah putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap
terdakwa dalam kasus ini bisa diterima dan relevan di masyarakat
serta apakah benar adil menurut keadilan yang sesungguhnya.

13
Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), (Rajawali Pers, 2020) h. 100-102.
14
Muhammad Helmi Jurnal, Konsep Keadilan dalam filsafat hukum dan filsafat hukum
islam, (sharia departement,STIS Samarinda) h.5.
21

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel theory)


Teori relatif berpendapat bahwa negara menjatuhkan hukuman
kepada penjahat sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Tujuan hukuman
adalah untuk menakut-nakuti seseorang dari melaksanakan perbuatan
jahat.15 Teori relatif menjelaskan bahwa dasar pidana itu adalah untuk
menegakkan tertib hukum dalam hidup masyarakat. Karena itu pada teori
relatif ini pemidanaan bukan untuk pembalasan atas kesalahan pelaku
akan tetapi pemidanaan merupakan sebagai instrumen untuk mencapai
ketentraman dan ketertiban dalam hidup masyarakat. Sanksi pada teori
relatif ditekankan pada tujuannya yakni untuk mencegah agar orang tidak
melakukan kejahatan, bukan bertujuan untuk pemuasan absolute atas
keadilan. Teori relatif atau teori tujuan mencakup dua hal diantaranya:
pertama, untuk pencegahan secara umum (generale preventie) yang
ditujukan pada masyarakat, dan yang kedua, untuk pencegahan khusus
(speciale preventie) yang ditujukan kepada diri pelaku kejahatan itu
sendiri.
Pencegahan umum (generale preventie) ditujukan agar orang-orang
atau masyarakat takut untuk berbuat kejahatan, karena berkaca dari para
penjahat yang telah dijatuhi hukuman pidana, hal itu dijadikan contoh
oleh masyarakat agar tidak meniru perbuatan pelaku.
Pencegahan khusus (speciale preventie) ditujukan agar pelaku
kejahatan yang telah dipidana tidak mengulang kembali melakukan
kejahatan dan mencegah terjadinya jika ada orang yang telah berniat
buruk melakukan kejahatn untuk tidak mewujudkan niat buruknya itu
menjadi perbuatan yang nyata.16 pencegahan khusus di dalam teori
relatif ini bertumpu kepada 3 (tiga) tujuan utama yaitu :17

15
Salim, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali pers, 2012) h.
157.
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
16

Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali pers, 2020)
h.162-166.
17
Dewa gede Atmadja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-teori Hukum, (Malang :
Setara Pers. 2018) h. 176-177.
22

a. Pencegahan (prevention)
Pencegahan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dengan
cara menempatkan pelaku diluar masyarakat (lembaga
pemasyarakatan).
b. Menakut-nakuti (deterrence)
Bertujuan untuk menakut-nakuti penekanannya pada psikologis
yakni menimbulkan rasa takut pada individu pelaku agar tidak
mengulangi perbuatannya lagi, maupun bagi masyarakat jangka
panjang.
c. Pembaharuan (reformation)
Untuk mengubah sifat si pelaku dengan dilakukannya
pembinaan dan pengawasan oleh institusi yang berwenang untuk
nantinya si pelaku hidup ditengah-tengah masyarakat dapat hidup
menjadi berperilaku sebagai orang baik.
Teori Relatif dalam penelitian ini digunakan bertujuan untuk
adanya upaya preventif (pencegahan) agar tidak marak lagi
terjadinya penyalahgunaan narkotika oleh anak dibawah umur.

3. Teori Gabungan
Teori Gabungan/Modern (Vereniging Theorien), kritik moral intinya
menjelaskan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan jamak, karena
menggabungkan antara prinsip-prinsip “teori relatif” dan “teori absolut”
sebagai satu kesatuan. Karena itu berkarakter ganda yaitu mengandung
karakter pembalasan sejauh ditinjau dari kritik moral dalam
mengantisipasi kejahatan sebagai tindakan yang salah. Namun bila dilihat
pada sisi ide tujuannya kritik moral yakni untuk perubahan ke arah
perbaikan perilaku si pelaku/terpidana di kemudian hari di tengah-tengah
masyarakat. Menurut van Hamel & van List sebagai pelopor “teori
gabungan/modern” ada tiga prinsip utama, yaitu:
a. Tujuan terpenting pemidanaan untuk memberantas kejahatan sebagai
suatu gejala masyarakat;
23

b. Ilmu Hukum Pidana dan perUndang-Undangan pidana harus


memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologi;
c. Pemidanaan merupakan sarana paling efektif bagi negara/
pemerintah untuk memberantas kejahatan, karena itu penjatuhan
sanksi pidana harus dikombinasikan dengan upaya sosial lainnya.
Teori Gabungan Teori ini dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
1) Teori yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasannya tidak
boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk
dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat.
2) Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib
masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh
lebih berat daripada perbuatan pidana yang dilakukan terpidana.18

C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu


Berikut ini merupakan penelitian terdahulu yang terkait dengan
pemidanaan terhadap anak dibawah umur dalam penyalahgunaan narkotika:
1. Skripsi yang ditulis oleh Asep Mahdi.19
Skripsi tentang “Tindak Pidana Narkotika Anak Di bawah Umur
Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Analisis
Putusan Pengadilan No.1409/Pid.B/2009/Pn./Tangerang)” ditulis oleh
seorang mahasiswa yang bernama Asep Mahdi, Konsentrasi
Perbandingan Madzhab Fiqih, Program Studi Perbandingan Mazhab dan
Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2010.
Persamaan antara tinjauan (review) studi terdahulu yang penulis pilih
dengan penelitian yang sedang diteliti oleh penulis adalah sama-sama
membahas tentang tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak di

18
Ayu Efritadewi, Modul Hukum Pidana, (Kepulauan Riau: Umrah Press, Universitas
Maritim Raja Ali Haji, 2020), h. 10.
19
Asep Mahdi Skripsi , “Tindak Pidana Narkotika Anak Dibawah Umur Dalam
Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif, Studi Analisis Putusan Pengadilan
No.1409/Pid.B/2009/Pn. \Tangerang” (S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta : 2010), h. 7.
24

bawah umur, sedangkan perbedaannya antara tinjauan (review) studi


terdahulu yang penulis pilih dengan penelitian yang sedang diteliti oleh
penulis yaitu pada studi terdahulu penulis membahas tentang bagaimana
menurut hukum positif dan hukum islam terhadap pengedar narkotika
oleh anak di bawah umur, serta bagaimana penerapan hukum positif dan
hukum islam dalam Putusan Pengadilan No.1409/Pid.B/2009/
Pn./Tangerang.
Penelitian yang sedang ditulis oleh penulis yaitu mengenai dua hal
yang menjadi poin penting yaitu pertama Apa yang menjadi faktor anak
di bawah umur melakukan penyalahgunaan narkotika dan kedua
bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap
pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur
dalam Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk.
2. Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Iqbal Maula.20
Skripsi tentang “Analisis Putusan Nomor 60/pid.sus-anak/2017/
pn-tng Tentang Sanksi Hukum Terhadap Anak Pelaku Jual Beli
Narkotika”, ditulis oleh mahasiswa bernama Ahmad Iqbal Maula,
mahasiswa program studi perbandingan Madzhab Hukum Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2020. Dalam tinjauan studi terdahulu tersebut penulis membahas Tentang
Sanksi Hukum Terhadap Anak Pelaku Jual Beli Narkotika menurut
hukum positif dan Fatwa MUI.
Persamaan antara tinjauan (review) studi terdahulu yang penulis pilih
dengan penelitian yang sedang diteliti oleh penulis adalah sama-sama
membahas tentang Narkotika, sedangkan perbedaannya antara tinjauan
(review) studi terdahulu yang penulis pilih dengan penelitian yang
sedang diteliti oleh penulis yaitu pada studi terdahulu penulis membahas
tentang bagaimana sanksi anak pelaku jual beli narkotika menurut hukum
positif dan fatwa MUI Nomor 53 Tahun 2014 dan pertimbangan hukum

20
Ahmad Iqbal Maula skripsi, “analisis putusan nomor 60/pid.sus-anak/2017/pn-tng
tentang sanksi hukum terhadap anak pelaku jual beli narkotika” (S1 Fakultas Syariah dan HUkum
UIN syarif hidayatullah Jakarta : 2020), h. 12.
25

oleh majelis hakim dalam tindak pidana anak sebagai pelaku jual beli
narkotika berdasarkan putusan nomor 60/pid.sus-anak/2017/pn-tng.
Penelitian yang sedang ditulis oleh penulis yaitu mengenai dua hal
yang menjadi poin penting yaitu pertama Apa yang menjadi faktor anak
di bawah umur melakukan penyalahgunaan narkotika dan kedua
bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap
pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur
dalam Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk.
3. Skripsi ditulis oleh Yusmasir.21
Skripsi tentang “Sanksi Pidana Narkotika Terhadap Anak di bawah
Umur Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif (Analisis terhadap
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika), ditulis oleh
seorang mahasiswa bernama Yusmasir, Mahasiswa fakultas Syariah dan
Hukum Prodi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Darussalam-Banda Aceh pada tahun 2016.
Persamaan antara tinjauan (review) studi terdahulu yang penulis pilih
dengan penelitian yang sedang diteliti oleh penulis adalah sama-sama
membahas tentang sanksi pidana narkotika terhadap anak di bawah umur,
sedangkan perbedaannya antara tinjauan (review) studi terdahulu yang
penulis pilih dengan penelitian yang sedang diteliti oleh penulis yaitu
pada studi terdahulu penulis membahas tentang sanksi pidana terhadap
anak di bawah umur menurut Undang-Undang Narkotika dana ketentuan
hukum islam tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana narkotika anak di
bawah umur.
Penelitian yang sedang ditulis oleh penulis yaitu mengenai dua hal
yang menjadi poin penting yaitu pertama Apa yang menjadi faktor anak
di bawah umur melakukan penyalahgunaan narkotika dan kedua
bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap

21
Yusmasir Skripsi, “sanksi pidana narkotika terhadap anak dibawah umur menurut
hukum islam dan hukum positif (analisis terhadap Undang-Undang no. 35 tahun 2009 tentang
narkotika)” (S1 Fakultas Syariah dan HUkum UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh : 2016),
h.6.
26

pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur


dalam Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk.
4. Buku ditulis oleh Dr. Siti Zubaidah, M.Ag.22
Buku yang ditulis dan penelitian penulis sama-sama membahas
tentang obat terlarang yaitu narkoba, dan perbedaannya ialah terletak
pada fokus pembahasannya, penulis membahas terkait pemidanaan
terhadap anak di bawah umur dalam penyalahgunaan narkotika studi
kasus putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk., sedangkan
buku yang ditulis oleh Siti Zubaidah ini membahas tentang penyembuhan
korban narkoba melalui terapi dan rehabilitasi terpadu.
5. Artikel jurnal ditulis oleh Yusril Mahendra, Mulyati Pawennei dan
Sutiawati.23
Artikel jurnal tentang “efektifitas penerapan hukum pidana materil
terhadap anak sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika”. yang ditulis
oleh Yusril Mahendra, Mulyati Pawennei dan Sutiawati dan penulis ialah
sama-sama membahas tentang penerapan hukum pidana terhadap anak
sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika, dan perbedaannya ialah
terletak pada fokus pembahasannya, artikel jurnal yang ditulis oleh
Yusril Mahendra, Mulyati Pawennei dan Sutiawati ini membahas tentang
efektifitas penerapan hukum pidana materil terhadap anak sebagai pelaku
penyalahgunaan narkotika yang berfokus pada penerapan hukum pidana
materil terhadap anak sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika di
Pengadilan Negeri Pangkajene yang kurang efektif.
Penelitian yang sedang ditulis oleh penulis yaitu mengenai dua hal
yang menjadi poin penting yaitu pertama Apa yang menjadi faktor anak
di bawah umur melakukan penyalahgunaan narkotika dan kedua
bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap

22
Siti Zubaidah, “Penyembuhan Korban Narkotika Melalui Terapi dan Rehabilitasi
Terpadu”, (Medan : IAIN Pers, Desember 2011).
23
Yusril Mahendra, Mulyati Pawennei dan Sutiawati, “Efektivitas Penerapan Hukum
Pidana Materil Terhadap Anak Sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkotika”, (Journal of Lex
Generalis (JLS) Vol.2, No.8, Augustus 2021), h. 2056.
27

pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur


dalam Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk.
6. Artikel jurnal ditulis oleh Oktafianus Tampil.24
Artikel jurnal tentang perlindungan hukum terhadap anak di bawah
umur dalam tindak pidana narkotika dan penelitian yang penulis lakukan
sama-sama membahas tentang tindak pidana narkotika yang dilakukan
oleh anak di bawah umur, dan perbedaannya ialah terletak pada fokus
pembahasannya. artikel jurnal yang ditulis oleh Oktafianus Tampil ini
membahas tentang perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur
dalam tindak pidana narkotika yang berfokus pada tolak ukur untuk
menentukan usia anak di bawah umur menurut Undang-Undang dan
bentuk perlindungan hukum yang dapat dilakukan terhadap anak di
bawah umur dalam tindak pidana narkotika.
Penelitian yang sedang ditulis oleh penulis yaitu mengenai dua hal
yang menjadi poin penting yaitu pertama Apa yang menjadi faktor anak
di bawah umur melakukan penyalahgunaan narkotika dan kedua
bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap
pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur
dalam Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk.

24
Oktafianus Tampil, Perlindungan Hukum Terhadap Anak di Bawah Umur Dalam
Tindak Pidana Narkotika, (Jurnal Lex et Societatis, Vol. III/ No. 10/Nov/2015), h. 29.
BAB III
TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
OLEH ANAK DI BAWAH UMUR

A. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika


1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana berasal dari bahasa Inggris yaitu criminal act atau a
criminal offence, sedangkan di Belanda Tindak Pidana dikenal dengan
strafbaar feit yang berarti perbuatan yang berkaitan dengan kejahatan.
strafbaar feit Terdiri dari tiga suku kata yaitu straf yang berarti pidana
dan hukum, sedangkan baar diartikan dengan dapat dan boleh, dan yang
terakhir kata feit artinya tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa strafbaar feit merupakan perbuatan
yang dapat dipidana.1 Tindak pidana terdiri dari dua suku kata yaitu
Tindak dan Pidana, Tindak berarti langkah atau perbuatan. Sedangkan
kata pidana di dalam bahasa Inggris disebut criminal, di dalam bahasa
Belanda disebut strafrechtelijke dan di dalam bahasa Jerman dikenal
dengan verbrecher.
Menurut Pompe pengertian strafbaarfeit dibedakan secara teori dan
hukum positif. Menurut teori strafbaarfeit diartikan kepada suatu
pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan pelanggar
dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan
menyelamatkan kesejahteraan umum.
Menurut hukum positif tindak pidana merupakan suatu kejadian
yang oleh peraturan Undang-Undang dirumuskan sebagai perbuatan yang
dapat dihukum.
Tindak pidana memiliki berbagai macam jenis perbuatan, dimana
setiap perbuatan memiliki kekhususan penanganan dalam penegakan
hukumnya.

1
Liza Agnesta Krisna, “Hukum Perlindungan Anak panduan memahami anak yang
berkonflik dengan hukum”, (CV Budi Utama Yogyakarta, Maret 2016), h. 25.

28
29

2. Unsur-unsur Tindak Pidana


Dalam buku hukum pidana karangan Sofjan, Satochid Kartanegara
dijelaskan bahwa unsur tindak pidana terdiri dari unsur objektif dan
subjektif. Unsur objektif adalah semua unsur yang berada diluar keadaan
batin manusia atau si pembuat, yakni semua unsur mengenai
perbuatannya, akibat perbuatan dan keadaan-keadaan tertentu yang
melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana. Sedangkan
unsur subjektif adalah semua unsur yang mengenai batin atau melekat
pada keadaan batin orangnya.2
Berdasarkan rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP,
terdapat 11 (sebelas) unsur tindak pidana, diantaranya:
a. Unsur tingkah laku
Unsur tingkah laku artinya tingkah laku itu merupakan unsur
mutlak dalam suatu tindak pidana yaitu adanya larangan untuk
berbuat sesuatu. Di Dalam tindak pidana unsur tingkah laku dibagi
menjadi 2 bagian yaitu: tingkah laku aktif atau positif (handelen) dan
tingkah laku pasif atau negatif (nalaten).
1) Tingkah laku positif (handelen) adalah tingkah laku yang
dilakukan untuk mewujudkannya perbuatan tersebut
diperlukannya gerakan-gerakan tubuh tertentu, misalnya
mengambil, memalsukan, dan lain sebagainya.
2) Tingkah laku pasif atau negatif (nalaten) adalah tingkah laku
yang tidak dilakukan dengan aktivitas gerakan tubuh, akan tetapi
seharusnya orang tersebut melakukan gerakan tubuh pada
keadaan-keadaan tertentu, akan tetapi karena tidak melakukan
gerakan aktif orang tersebut bisa disalahkan karena tidak
melaksanakan kewajiban hukumnya, contohnya tidak
memberikan pertolongan, membiarkan, dna lain sebagainya.
b. Unsur melawan hukum

2
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali pers, 2020),
h.83.
30

Unsur melawan hukum artinya sifat seseorang tersebut


merupakan suatu sifat tercela yang terlarang dan bertentangan
dengan hukum formil, artinya sifat tercela tersebut unsur
terlarangnya berasal dari peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku dan hukum materiil, artinya sifat tercela itu berasal dari
unsur-unsur larangan pada peraturan yang berlaku di masyarakat.
c. Unsur kesalahan
Unsur kesalahan artinya unsur yang mengenai keadaan atau
gambaran batin seseorang sebelum atau pada saat melakukan
perbuatan. Unsur ini bersifat melekat pada diri pelaku yang disebut
juga dengan unsur subjektif.
d. Unsur akibat konstitutif
Unsur akibat konstitutif itu hanya terdapat pada:
1) Tindak pidana materiil (materiele delicten) atau tindak pidana
dimana akibat menjadi syarat selesainya tindak pidana
2) Tindak pidana yang mengandung unsur akibat sebagai syarat
pemberat pidana
3) Tindak pidana dimana akibat merupakan syarat dipidananya
pembuat
e. Unsur keadaan yang menyertai
Unsur keadaan yang menyertai pada tindak pidana merupakan
semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana perbuatan tersebut
dilakukan.
f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
Unsur syarat tambahan merupakan suatu unsur tindak pidana
yang terdapat pada tindak pidana aduan. Tindak pidana aduan adalah
tindak pidana hanya dapat dituntut apabila adanya aduan dari korban
atau keluarga korban.
g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
Unsur ini merupakan suatu alasan untuk diperberatnya pidana.
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
31

Unsur ini merupakan unsur keadaan-keadaan tertentu yang


timbul setelah perbuatan dilakukan, yang menentukan untuk dapat
dipidananya perbuatan.
i. Unsur objek hukum tindak pidana
Unsur ini merupakan unsur kepentingan hukum yang harus
dilindungi dan dipertahankan oleh rumusan tindak pidana karena dari
setiap tindak pidana selalu ada kepentingan hukum yang dilindungi.
j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana
Unsur ini merupakan unsur tindak pidana yang ditujukan kepada
setiap orang
k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
Unsur ini merupakan unsur yang digunakan setelah rumusan
tindak pidana dirumuskan yang digunakan untuk memperingan
hukuman tindak pidana.
Sedangkan unsur-unsur tindak pidana menurut para ahli :
1) Menurut simon adapun unsur-unsur tindak pidana terdiri dari :
a) Perbuatan manusia (positif dan negatif, berbuat atau tidak berbuat)
b) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld)
c) Melawan hukum (onrechtmatig)
d) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
e) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar
persoon)
2) Menurut Van Hamel unsur-unsur tindak pidana terdiri dari :
a) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang
b) Melawan hukum
c) Dilakukan dengan kesalahan
d) Patut dipidana
3) Menurut Vonkers, unsur-unsur tindak pidana meliputi :
a) Perbuatan (yang)
b) Melawan hukum (yang berhubungan dengan)
c) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat)
32

d) Dipertanggung jawabkannya
4) Menurut Schravendijk, unsur-unsur tindak pidana meliputi :
a) Kelakuan (orang yang)
b) Bertentangan dengan keinsafan hukum
c) Diancam dengan hukuman
d) Dilakukan oleh orang (yang dapat)
e) Dipersalahkan / kesalahan
5) Menurut E.Metzger, menyebutkan unsur-unsur tindak pidana yaitu :
a) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan)
b) Sifat melawan hukum (baik objektif maupun subjektif)
c) Dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang
d) Diancam dengan pidana

3. Jenis-jenis Tindak Pidana


Tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu diantaranya:3
a. Menurut sistem KUHP tindak pidana dibedakan antara kejahatan
(misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen), kejahatan sendiri
dimuat dalam Buku II KUHP, sedangkan pelanggaran dimuat dalam
Buku III KUHP.
b. Menurut cara merumuskannya, tindak pidana dibedakan menjadi
tindak pidana Formil (formele delicten) dan tindak pidana materiil
(materiil delicten). tindak pidana formil (formele delicten)
merupakan perumusan tindak pidana sedemikian rupa agar dapat
memberi arti bahwa poin dari larangan yang dirumuskan itu yaitu
melakukan perbuatan tertentu. Sedangkan tindak pidana materiil
(materiil delicten) merupakan tindak pidana yang ada aturannya
dalam ketentuan hukum pidana. Intinya tindak pidana formil tidak
memperhatikan atau tidak memerlukan akibat tertentu dari suatu
perbuatan pidana, sedangkan tindak pidana materil adanya perbuatan

3
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali pers, 2020),
h.121-136.
33

yang dilarang yang bisa menimbulkan akibat dari perbuatan tersebut


yang harus dipertanggung jawabkan.
c. Menurut bentuk kesalahannya, dibedakan menjadi tindak pidana
sengaja (doleus delict) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose
delicten). Tindak pidana sengaja (doleus delict), yaitu tindak pidana
yang dalam rumusannya dilakukan dengan adanya unsur kesengajaan.
Sedangkan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten), yaitu
tindak pidana yang dalam rumusanya mengandung unsur culpa atau
kesalahan berupa kelalaian.
d. Menurut macam perbuatannya, dibedakan menjadi tindak pidana
aktif/positif (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif
(delicta omission). Tindak pidana aktif/positif (delicta commissionis)
yaitu tindak pidana yang perbuatannya bersifat aktif artinya dalam
mewujudkan perbuatan tindak pidana ditandai dengan adanya
gerakan dari anggota tubuh orang yang melakukan tindak pidana.
Sedangkan tindak pidana pasif/negatif (delicta omission) merupakan
tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku dikarenakan adanya
kondisi tertentu yang mengharuskan seseorang berbuat tertentu.
e. Menurut jangka waktu terjadinya, dibedakan menjadi tindak pidana
terjadi seketika dan dalam waktu lama
f. Menurut sumbernya, dibedakan menjadi tindak pidana umum dan
tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah semua tindak
pidana yang dimuat dalam KUHP. Sedangkan tindak pidana khusus
yaitu semua tindak pidana yang terdapat diluar kodifikasi KUHP.
g. Menurut subjek hukumnya, dibedakan menjadi tindak pidana
communia (delicta communia) yang dapat dilakukan oleh siapa saja
dan tindak pidana propria yaitu yang dapat dilakukan oleh seseorang
yang memiliki kualitas pribadi tertentu.
h. Menurut perlu atau tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan,
dibedakan menjadi tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak
pidana aduan (klachtdelicten). Tindak pidana biasa (gewone delicten)
34

adalah tindak pidana yang dilakukan penuntutan terhadap


pembuatnya, hal ini tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang
berhak, sedangkan tindak pidana aduan (klachtdelicten) yaitu tindak
pidana yang dapat dilakukan penuntutan pidana dengan syarat
adanya pengaduan dari orang yang berhak mengajukan pengaduan
tersebut.
i. Menurut ancaman pidananya, dibedakan menjadi tindak pidana
pokok (eenvoudige delicten), tindak pidana diperberat
(gekwalificeerde delicten) dan tindak pidana diperingan
(geprivilegieerd delict).
j. Menurut kepentingan hukum yang dilindungi, artinya tindak pidana
tidak terbatas macamnya tergantung dari kepentingan hukum yang
dilindungi, contohnya tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh,
terhadap harta benda, pemalsuan, pencemaran nama baik, kesusilaan
dan lain-lain.
k. Menurut sudut dari berapa kali perbuatan untuk menjadi larangan,
yaitu tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan tindak
pidana berangkai (samengestelde delicten)

4. Pengertian Narkotika
Secara etimologi narkotika berasal dari bahasa yunani yaitu kata
narke yang artinya terbius sehingga menyebabkan mati rasa atau tidak
merasakan apa-apa lagi.4
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, diterangkan bahwa Narkotika adalah “Zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam

4
Irwan Jasa Tarigan, Narkotika dan Penanggulangannya, (CV Budi Utama, 2017), h.22.
35

golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini


atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan”.
Menurut ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, telah
disebutkan bahwa narkotika “Zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
Menurut Siti Zubaidah di dalam buku beliau menyatakan bahwa
Narkotika adalah obat-obatan yang bekerja pada susunan syaraf pusat
dan digunakan sebagai analgetika (pengurang rasa sakit) pada dunia
kedokteran.5
Menurut Bambang Gunawan di dalam disertasi Dokternya
mengemukakan bahwa Narkotika adalah “Obat-obatan yang dapat
digunakan dalam ilmu kesehatan akan tetapi apabila disalahgunakan akan
menimbulkan penyakit yang sangat mematikan bagi penggunanya dan
menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Narkotika
adalah obat yang digunakan untuk menenangkan syaraf, menghilangkan
rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.6
Dari dua pengertian di atas, sangat jelas bisa kita lihat dan dengan itu
memiliki bunyi pengertian yang sama.

5. Jenis-jenis Narkotika
Dalam buku M. Ridha Ma’roef dikemukakan bahwa jenis narkotika
ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika sintetis. Narkotika

5
Siti Zubaidah, “Penyembuhan Korban Narkotika Melalui Terapi dan Rehabilitasi
Terpadu”, (Medan : IAIN Pers, Desember 2011) h. 85.
6
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Kedua, (Jakarta:Balai Pustaka, Cet.4, 1995), h.683.
36

alam merupakan pengertian narkotika secara sempit, diantaranya


berbagai jenis candu, morphine, heroin, ganja, hashish, codeine and
cocaine. Sedangkan narkotika sintetis merupakan secara luas, yang terdiri
dari Hallucinogen, Depressant and Stimulant.7
Jenis-jenis Narkotika antara lain:8
a. Morfin
Morfin merupakan jenis narkotika yang berasal dari kata
morpheus (dewa mimpi) artinya alkaloid analgesik yang sangat kuat
yang ditemukan pada opium. Morfin ini bekerja langsung pada
sistem saraf pusat sebagai penghilang rasa sakit.
Dampak yang ditimbulkan apabila seseorangan mengkonsumsi
narkotika jenis morfin ini diantaranya:
1) Menurunya kesadaran pengguna
2) Menimbulkan euforia
3) Kebingungan
4) Berkeringat
5) Dapat menyebabkan pingsan dan jantung berdebar-debar
6) Menimbulkan gelisah dan perubahan suasana hati
7) Mulut kering dan warna muka berubah
8) Mengalami kejang lambung
9) Produksi air seni berkurang
10) Mengakibatkan gangguan menstruasi dan impotensi
b. Heroin/Putau
Heroin atau putaw merupakan jenis narkotika yang dihasilkan
dari pengolahan morfin secara kimiawi dan reaksi yang ditimbulkan
apabila seseorang mengkonsumsi heroin itu lebih kuat dari pada
orang yang mengkonsumsi morfin, dan zat ini akan sangat mudah
menembus ke otak. Dampak yang ditimbulkannya antara lain:

7
M.Ridha Ma’roef, Narkotika, Bahaya dan Penanggulangannya, (Jakarta: Kharisma
Indonesia, 1998), h.30-38.
8
Badan Narkotika Nasional, Jenis-jenis Narkoba dan Bahayanya, (28 November 2019),
https://surabayakota.bnn.go.id/jenis-jenis-narkoba-dan-bahayanya/.
37

1) Melambatnya denyut nadi


2) Tekanan darah menurun
3) Otot menjadi lemas
4) Pupil mengecil
5) Hilang kepercayaan diri
6) Suka menyendiri
7) Seringkali berdampak kriminal seperti berbohong, menipu dan
lain sebagainya
8) Kesulitan saat buang air besar
9) Sering tidur
10) Kemerahan dan rasa gatal pada hidung
11) Gangguan bicara (cadel)
c. Kokain
Kokain merupakan jenis narkotika yang berasal dari tanaman
Erythroxylon coca di Amerika Selatan. Pada umumnya daun
tanaman ini digunakan untuk menghasilkan efek stimulan (dengan
cara dikunyah), kokain dapat memicu metabolisme sel menjadi
sangat cepat. Dampak yang ditimbulkan jika seseorang yang
mengkonsumsi kokain:
1) Dapat memberikan efek kegembiraan yang berlebihan bagi si
pengguna
2) Sering merasa gelisah
3) Menururnya berat badan
4) Timbul masalah pada kulit
5) Mengalami gangguan pernafasan sering kejang-kejang
6) Sering mengeluarkan dahak
7) Mengalami emfisema (kerusakan pada paru-paru)
8) Turunnya selera makan
9) Mengalami paranoid
10) Mengalami gangguan penglihatan
11) Sering merasa kebingungan
38

d. Ganja/Cannabis/Marijuana
Jenis narkotika ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica)
merupakan tumbuhan budidaya yang menghasilkan serat dan
kandungan zat narkotika terdapat pada bijinya. Ganja ini dapat
membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang
berkepanjangan tanpa sebab). Seseorang yang mengkonsumsi
narkotika jenis ganja ini akan mengalami yang namanya kecanduan,
jika pemakai diberhentikan, maka pemakai akan mengalami sakit
kepala, mual yang berkepanjangan sering merasa kelelahan dan
badan menjadi lesu. Dampak yang ditimbulkan jika seseorang
mengkonsumsi ganja yaitu:
1) Denyut nadi dan jantung lebih cepat
2) Mulut dan tenggorokan terasa kering
3) Sulit dalam mengingat
4) Sulit diajak berkomunikasi
5) Kadang-kadang terlihat agresif
6) Mengalami gangguan tidur
7) Sering merasa gelisah
8) Berkeringat
9) Nafsu makan bertambah
10) Sering berfantasi
11) Euforia
e. LSD atau Lysergic/Acid/Trips/Tabs
Narkotika jenis LSD merupakan narkotika yang tergolong
halusinogen, berbentuk lembaran kertas kecil, kapsul dan pil.
Dampak yang ditimbulkan apabila seseorang mengkonsumsi LSD
diantaranya:
1) Sering berhalusinasi mengenai berbagai kejadian, tempat, warna
dan waktu
2) Sering terobsesi dengan apa yang ada dalam halusinasinya
39

3) Sering juga mengalami paranoid akibat hal-hal yang di


halusinasi nya
4) Denyut jantung dan tekanan darahnya meningkat
5) Diafragma mata melebar
6) Mengalami demam
7) Sering depresi dan merasa pusing
8) Memiliki rasa panik dan takut berlebihan
9) Mengalami gangguan persepsi
f. Opiate/opium
Narkotika jenis opiat/opium merupakan zat yang berbentuk
bubuk yang dihasilkan oleh tanaman yang bernama papaver
somniferum. Kandungan morfin yang terdapat di dalam bubuk ini
biasa digunakan untuk menghilangkan rasa sakit, dampak yang
ditimbulkan jika seseorang mengkonsumsi narkotika jenis opiat ini
yaitu:
1) Memiliki semangat yang tinggi
2) Sering merasa waktu berjalan begitu lambat
3) Merasa pusing atau mabuk
4) Birahi meningkat
5) Timbul masalah kulit di bagian mulut dan leher
6) Sering merasa sibuk sendiri
g. Kodein
Kodein merupakan jenis obat batuk yang biasa digunakan atau
diresepkan oleh dokter, kodein ini memiliki efek ketergantungan
bagi pengguna. Dampak yang bisa ditimbulkan jika seseorang
mengkonsumsi kodein yaitu:
1) Mengalami Euforia
2) Sering mengalami gatal-gatal
3) Mengalami mual dan muntah
4) Mudah mengantuk
5) Mulut terasa kering
40

6) Mengalami hipotensi
7) Mengalami depresi
8) Sering sembelit
9) Mengalami depresi saluran pernafasan
h. Ekstasi
Narkotika jenis ekstasi ini merupakan senyawa kimia yang
sering digunakan sebagai obat yang dapat mengakibatkan
penggunanya menjadi sangat aktif. Ekstasi ini berbentuk tablet, pil
dan juga serbuk. Ekstasi ini sering disebut juga inex,
Methamphetamines. Dampak jika seseorang mengonsumsi ekstasi
yaitu:
1) Timbulnya euforia
2) Mengalami mual
3) Dehidrasi
4) Timbul percaya diri yang berlebih
5) Sering merasa kebingungan
6) Meningkatnya denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah
7) Mengalami pusing hingga sampai pingsan
8) Gangguan pada daya ingat serta jika dipakai dalam jangka waktu
yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada otak
9) Mengalami gangguan mental
i. Sabu-sabu
Narkotika jenis Sabu-sabu merupakan zat yang biasa digunakan
untuk mengobati penyakit tertentu yang parah, seperti gangguan
hiperaktivitas kekurangan perhatian atau narkolepsi. Dampak yang
ditimbulkan jika seseorang mengkonsumsi sabu-sabu yaitu:
1) Jantung berdebar-debar
2) Naiknya suhu tubuh
3) Mengalami insomnia
4) Timbul euforia
5) Nafsu makan menghilang
41

6) Kurangnya kalsium
7) Mengalami depresi yang berkepanjangan
j. Nipam
Narkotika jenis nipam merupakan sejenis pil koplo yang
dikonsumsi untuk mengurangi ansietas. Biasanya digunakan secara
bersamaan dengan minuman beralkohol yang sebenarnya dapat
berisiko bahaya bagi penggunanya. Dampak yang ditimbulkan jika
seseorang mengkonsumsi nipan yaitu:
1) Mengalami cadel saat berbicara
2) Jalan sempoyongan
3) Wajah menjadi kemerahan
4) Menjadi banyak bicara
5) Kurang fokus
6) Turunnya kesadaran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
berdasarkan Golongannya Narkotika dibedakan menjadi Golongan I,
Golongan II dan Golongan III.
a. Daftar Narkotika Golongan I diantaranya:
Jenis narkotika golongan I merupakan narkotika yang digunakan
dalam penelitian guna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan untuk terapi, hal ini dikarenakan narkotika golongan I sangat
berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi, jika dikonsumsi maka
akan menyebabkan ketergantungan. Maka tidak diperbolehkan untuk
pengobatan. Narkotika yang termasuk golongan ini adalah Ganja, Heroin,
Kokain, Morphine Opium dan lain-lain.
b. Daftar Narkotika Golongan II diantaranya:
Merupakan narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, akan tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Walaupun demikian
pengguna narkotika golongan II hanya untuk terapi dan pengobatan yang
digunakan sebagai pilihan terakhir jika tidak ada pilihan lain. Narkotika
42

golongan dua ini adalah Benzetidin, Betamethadol, Petidin dan


turunannya dan lain sebagainya.
c. Daftar Narkotika Golongan III diantaranya:
Narkotika golongan III merupakan golongan narkotika yang
dipergunakan untuk terapi dan pengobatan. Memiliki daya adiktif atau
potensi ketergantungannya ringan dan dapat juga dipergunakan untuk
penelitian. Jenis narkotika golongan III ini adalah kodein dan turunannya,
Metadon, Naltrexone dan sebagainya.

B. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak di Bawah Umur


1. Pengertian Tindak Pidana Narkotika
Tindak pidana Narkotika di dalam bahasa Inggris dikenal dengan
narcotic crime, dan di dalam bahasa Belanda sering disebut dengan
verdovende misdaad.9
Tindak Pidana Narkotika adalah suatu perbuatan pidana yang
dilakukan oleh subjek pidana yang menggunakan zat atau obat yang
dilarang oleh Undang-Undang yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, baik bagi pelaku
maupun orang lainnya”.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Narkotika


Ketentuan khusus mengenai tindak pidana narkotika diatur dalam
Undang-Undang Narkotika Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148.
Menurut Soedjono Dirdjosisworo, beliau mengatakan bahwa
penggunaan narkotika secara legal hanya dibolehkan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu, seperti pengobatan atau tujuan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Menteri kesehatan dapat memberi izin
ke lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk

9
Rodliyah dan Salim, Hukum Pidana Khusus “unsur dan Sanksi Pidananya”, (Depok:
Rajawali Pers, 2017), h. 85.
43

membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk


persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.10
Perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai perbuatan yang
termasuk ke dalam tindak pidana narkotika di dalam Undang-Undang
narkotika diantaranya yaitu:
1) Pasal 111 yaitu Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
menguasai atau menyediakan narkotika Golongan I dalam bentuk
tanaman;
2) Pasal 112 yaitu Memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan
narkotika Golongan I bukan tanaman;
3) Pasal 113 yaitu Memproduksi, mengimpor, mengekspor atau
menyalurkan narkotika Golongan I;
4) Pasal 114 yaitu Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan narkotika Golongan I;
5) Pasal 115 yaitu Membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito
narkotika Golongan I
6) Pasal 116 yaitu Menggunakan narkotika Golongan I terhadap orang
lain atau memberikan narkotika Golongan I untuk digunakan orang
lain
7) Pasal 117 yaitu Memiliki, menyimpan,menguasai atau menyediakan
narkotika Golongan II;
8) Pasal 118 yaitu memproduksi, mengimpor, mengekspor atau
menyalurkan narkotika Golongan II
9) Pasal 119 yaitu Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau
menyerahkan narkotika Golongan II;
10) Pasal 120 yaitu membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito
narkotika Golongan II;

10
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika di Indonesia, (PT. Citra Aditya, Bandung),
h.15.
44

11) Pasal 121 yaitu menggunakan narkotika Golongan II terhadap orang


lain atau memberikan narkotika Golongan II untuk digunakan orang
lain;
12) Pasal 122 yaitu memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan
narkotika Golongan III;
13) Pasal 123 yaitu memproduksi, mengimpor, mengekspor atau
menyalurkan narkotika Golongan III;
14) Pasal 124 yaitu menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli,manukar atau
menyerahkan narkotika Golongan III;
15) Pasal 125 yaitu membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito
narkotika Golongan III;
16) Pasal 126 yaitu menggunakan narkotika Golongan III terhadap orang
lain atau memberikan narkotika Golongan III untuk digunakan orang
lain;
17) Pasal 127 yaitu setiap penyalahguna narkotika:
a) Narkotika Golongan I bagi diri sendiri
b) Narkotika Golongan II bagi diri sendiri
c) Narkotika Golongan III bagi diri sendiri
18) Pasal 128 yaitu pecandu narkotika yang belum cukup umur,
sebagaimana dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor;
19) Pasal 129 yaitu setiap orang tanpa hak melawan hukum
a) Memiliki, menyimpan dan menguasai atau menyediakan
prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika;
b) Memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan
prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika;
c) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan
prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika;
d) Membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito prekursor
narkotika untuk pembuatan narkotika.
Sanksi pidana dan pemidanaan terhadap tindak pidana narkotika
diantaranya:
45

1) Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok (denda, kurungan, penjara


dalam waktu tertentu/seumur hidup dan pidana mati), pidana
tambahan (pencabutan izin usaha/pencabutan hak-hak tertentu) dan
tindakan pengusiran (bagi warga negara asing).
2) Jumlah atau lamanya pidana bervariasi untuk denda berkisar antara
Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) sampai dengan
10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah), untuk tindak pidana
narkotika, untuk pidana penjara minimal 4 tahun sampai dengan 20
tahun dan seumur hidup.
3) Sanksi pidana pada umumnya (kebanyakan) diancam secara
kumulatif (terutama penjara dan denda).
4) Untuk tindak pidana tertentu ada yang diancam dengan pidana
minimal khusus (penjara maupun denda)
5) Ada pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului
dengan permufakatan jahat, yang dilakukan secara terorganisasi.
Dilakukan oleh korporasi yang dilakukan dengan menggunakan anak
yang masih di bawah umur dan apabila ada pengulangan (recidive)
Tujuan dibuatnya Undang-Undang narkotika diantaranya yaitu:
a) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika.
b) Memberantas peredaran gelap narkotika.
Dari sana dapat kita lihat bahwa perumusan delik dalam
Undang-Undang narkotika berfokus pada penyalahgunaan dan peredar
narkotikanya.

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika


Mengacu kepada Undang-Undang Narkotika, jenis-jenis tindak
pidana narkotika dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika
Tindak pidana penyalahgunaan narkotika itu menyangkut dua
perbuatan yaitu yaitu perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri
sendiri.
46

b. Tindak Pidana Produksi dan jual beli narkotika


Tindak pidana dalam hal produksi dan jual beli narkotika yang
termasuk ke dalamnya ekspor impor serta tukar menukar narkotika.
c. Tindak pidana mengangkut narkotika
Tindak pidana mengangkut narkotika disini termasuk seseorang
yang membawa, mengirim,mengangkut dan mentransito narkotika,
dalam hal mengangkuti ini khusus ditujukan kepada nahkoda kapal
atau kapten penerbangan, dalam hal ini mereka tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik, sesuai dengan Pasal 139 Undang-Undang
Narkotika yang berbunyi:
“Nahkoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum
tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
d. Tindak pidana penguasaan narkotika
e. Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu
narkotika.
Orang tua atau wali memiliki kewajiban untuk melaporkan
pecandu narkotika. Karena jika kewajiban tersebut tidak dilakukan
dapat merupakan tindak pidana bagi orang tua atau wali dan pecandu
yang bersangkutan.
f. Tindak pidana yang menyangkut label dan publikasi
Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang Narkotika, secara
keseluruhan pabrik obat diwajibkan untuk mencantumkan label pada
kemasan narkotika baik dalam bentuk obat maupun bahan baku
narkotika, kemudian berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang
Narkotika dijelaskan bahwa narkotika untuk dipublikasikan
merupakan narkotika yang digunakan oleh kalangan kedokteran dan
farmasi.
47

g. Tindak pidana tentang penyitaan dan pemusnahan narkotika


Setiap barang yang ada kaitannya dengan tindak pidana harus
disita untuk dijadikan barang bukti perkara yang bersangkutan dan
barang bukti itu harus dihadapkan ke persidangan agar majelis hakim
bisa menentukan apakah status dari barang bukti tersebut. Apabila
barang bukti tersebut terbukti digunakan untuk tindak pidana maka
harus ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan.
Dalam hal tindak pidana narkotika kebanyakan barang bukti
yang disita berupa tanaman yang jumlahnya sangat banyak, sehingga
tidak memungkinkan untuk dihadirkan ke persidangan, maka dalam
hal ini penyidik wajib membuat berita acara yang sehubungan
dengan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penyisihan dan
pemusnahan yang kemudian dimasukkan ke dalam berkas perkara.
Dalam hal ini apabila kedapatan penyidik tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik, hal ini juga merupakan suatu tindak pidana.
h. Tindak pidana yang menyangkut pemanfaatan anak di bawah umur
Tindak pidana narkotika tidak semuanya dilakukan oleh orang
dewasa, tetapi ada juga kejahatan ini yang pelakunya adalah anak
dibawah umur (dibawah 18 tahun), yang disuruh oleh orang dewasa.
Maka dari itu perbuatan orang dewasa ini yang telah memanfaatkan
anak dibawah umur untuk menyalahgunakan narkotika termasuk
suatu tindak pidana.
Berkaca ke kehidupan saat ini penyalahgunaan narkotika itu
sangat memprihatinkan, dikarenakan hampir seluruh lapisan
penduduk dunia dengan mudah bisa mendapatkan narkotika,
contohnya saja dari pengedar yang menjualnya di sekolah, di
diskotik dan tempat-tempat lainnya. Bisnis narkotika saat ini itu
sangat banyak diminati dikarenakan keuntungan ekonomis yang
sangat besar.
48

Dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Narkotika telah


dikatakan bahwa: “setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika
Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).”
Dari Pasal di atas dapat diketahui bahwa seluruh perbuatan
yang dilakukan dengan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
proses jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I,
perbuatan tersebut sangat membahayakan dan memiliki pengaruh
kepada tingkat kriminalitas dikarenakan perbuatan tersebut
dilakukan tanpa hak dan dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan
yang menyalahgunakan narkotika atau termasuk tindak pidana yang
dapat dikenakan sanksi hukum.
Ketentuan mengenai sanksi bagi penyalahgunaan Narkotika
telah diatur di dalam Undang-Undang Narkotika yaitu
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

4. Penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur


Anak merupakan generasi muda yang akan melanjutkan estafet
kepemimpidan dan perjuangan bangsa dan negara kedepannya, pada saat
ini generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap narkotika,
dan oleh karena itu perlu diwaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap
ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda dan ketahanan
negara.11

11
Sujono, Bony Daniel, “Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika” (Sinar Grafika, April 2011), h.15.
49

Anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika baik itu pengedar


maupun pemakai itu sudah diatur ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dimana anak yang melakukan
penyalahgunaan narkotika mereka merupakan korban dari permainan
orang-orang dewasa yang ingin memperoleh keuntungan yang besar
dengan menggunakan anak dibawah umur. Jika ditelusuri tidak mungkin
rasanya anak dibawah umur merancang sistem peredaran obat bius
dengan sangat rahasia, rapi dan canggih.
Dalam penyalahgunaan narkotika anak hanyalah dijadikan kurir atau
pemakai yang akan selalu jadi korban atau sengaja dikorbankan orang tua
yang menjadi perancang sistemnya tetap aman dan bebas berkeliaran
untuk menjeret mangsa baru.
Setelah anak dijadikan kurir narkotika, lama-lama kelamaan anak
akan mencoba dan akan menjadi pemakai narkotika. Mereka tidak akan
peduli berapa usianya, apa akibat dari perbuatannya. Anak sebagai
pemakai narkotika yang akan merasakan akibatnya dan menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan narkotika itu sendiri.
Anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika itu berawal dari
kenakalan anak, dimana faktor pemicu terjadinya kenakalan anak secara
umum diantaranya:12
a. Faktor herediter (warisan sejak lahir atau bawaan)
Herediter merupakan aspek individu yang bersifat bawaan sejak
anak masih berada di dalam rahim ibunya yang bermula dari gen
yang diterima anak semenjak saat pembuahan, dan gen tersebut
memiliki potensi untuk terus berkembang di dalam diri anak. Faktor
herediter ini merupakan gabungan dari karakter orang tua yang
mempengaruhi kemampuan intelektual dan kepribadian anak.
Menurut aliran nativisme yang dipelopori oleh Schopenhauer
menyatakan bahwa perkembangan anak telah ditentukan oleh

12
Liza Agnesta Krisna, “Hukum Perlindungan Anak” (CV Budi Utama, Yogyakarta,
Maret 2016), h.12.
50

faktor-faktor yang dibawa sejak lahir.13 Maka dari itu


potensi-potensi yang dimiliki oleh anak sejak lahir menjadi penentu
perkembangan anak pada masa selanjutnya.
b. Faktor lingkungan yang merugikan atau menguntungkan
Faktor lingkungan yang merugikan dan menguntungkan
maksudnya yaitu faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan
karakter anak, lingkungan yang buruk bisa merugikan anak, dimana
anak akan terpengaruh kearah kenakalan akan tetapi lingkungan yang
baik akan membawa anak ke jalan baik, dan susah untuk dipengaruhi
menjadi anak anak nakal.
c. Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis
Kematangan fungsi organis dan psikis anak mempengaruhi
perkembangan anak untuk mencerna mana hal yang baik dan boleh
dilakukan dan mana hal yang buruk yang dilarang untuk
melakukannya. Apabila tetap dilakukan maka anak akan
mendapatkan sanksi-sanksi tertentu.
d. Aktivitas anak sebagai subjek bebas yang berkemauan, kemampuan
seleksi, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi serta usaha
membangun diri sendiri.
Maraknya anak dibawah umur yang menyalahgunakan narkotika
merupakan suatu kegelisahan yang sangat mengganggu masyarakat dan
merusak tumbuh kembangnya anak, hal ini terjadi tentu tidak lepas dari
kenakalan anak yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor tentunya, entah itu
faktor internal maupun faktor eksternal. Kenakalan anak sering kita kenal
dengan “juvenile delinquency” yang berarti anak cacat sosial. Menurut Romli
Atmasasmita delinquency merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang
dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan

13
Nur Amin dan Naimah, “Faktor Hereditas Dalam Mempengaruhi Perkembangan
Intelegensi Anak Usia Dini”, (Jurnal Buah Hati, Vo.7, No.2, September 2020), h.111.
51

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku disuatu negara dan yang oleh


masyarakat itu sendiri dirasakan serta ditafsirkan sebagai perbuatan tercela.14
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, di dalam Pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa:
“Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak
adalah yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.
Dalam Pasal 1 angka 4 dijelaskan bahwa “Anak yang menjadi korban
tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental
dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana”.
Pada Pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa “Anak yang menjadi saksi tindak
pidana yang disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun
yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan
dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang
didengar, dilihat dan/atau dialaminya sendiri”.
Dalam buku “Hukum Pidana Anak” karangan Wagiati Soetedjo
diterangkan sebab-sebab timbulnya kenakalan itu adanya dorongan atau yang
kita kenal dengan yang namanya motivasi. Bentuk motivasi sendiri itu ada 2
(dua) macam yaitu motivasi intrinsik berupa dorongan atau keinginan untuk
melakukan sesuatu yang berasal dari dalam diri seseorang, dan motivasi
ekstrinsik yaitu dorongan yang berasal dari luar diri seseorang.15
1. Adapun yang termasuk motivasi intrinsik antara lain:
a. Faktor intelegentina
Faktor intelegentina artinya kecerdasan seseorang, artinya
seberapa sanggup seseorang itu dalam membuat keputusan. Pada
umumnya anak-anak delinquent itu memiliki intelegensi verbal atau
lebih rendah dan ketinggalan dalam prestasi-prestasi di sekolah,
dengan rendahnya kecerdasan serta rendahnya wawasan sosial

14
Romli Atmasasmita, Problema Kenakalan Anak-anak dan Remaja, (Bandung), h.23.
15
Wagiati Soetedjo dan Melani “Hukum Pidana Anak” (Bandung : Refika Aditama,
2013), h. 16.
52

mereka membuat mudah terseret oleh ajakan buruk untuk menjadi


delinquent jahat.
b. Faktor Usia
Usia merupakan faktor penting dalam sebab timbulnya kejahatan,
di dalam buku Romli Atmasasmita dijelaskan setelah melakukan
penelitian tentang “Juvenile Delinquency” disimpulkan bahwa anak
yang sering melakukan kenakalan dan kejahatan itu berkisar usia
15-18 tahun.
c. Faktor Kelamin
Kenakalan anak tidak hanya dilakukan oleh anak laki-laki saja,
akan tetapi juga oleh anak perempuan, hanya saja perbedaan terletak
pada kuantitas dan kualitas kenakalannya. Kebanyakan kenakalan
yang dilakukan oleh anak laki-laki banyak dilihat dan disaksikan
seperti mencuri, membunuh, pemerkosaan dan lain sebagainya,
sedangkan kenakalan yang dilakukan oleh anak perempuan hanya
sebatas pelanggaran tata tertib umum dan yang parahnya melakukan
persetubuhan diluar perkawinan yang sah, akibat pergaulan bebas.
d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga
Maksud kedudukan disini adalah urutan anak di dalam keluarga,
apakah anak ke satu, dua, tiga maupun seterusnya. Mengenai urutan
anak yang banyak melakukan kenakalan ini terjadi beberapa
pendapat akan tetapi dapat disimpulkan bahwa yang banyak itu
karena anak merupakan anak pertama dan anak tunggal, atau hanya
dia sendiri yang berjenis kelamin beda dari saudaranya, hal itu
membuat mereka di manja di dalam keluarga sehingga tingkah
lakunya sesuai dengan apa keinginannya saja.
2. Adapun yang motivasi Ekstrinsik kenakalan anak yaitu:
a. Faktor Keluarga
Keluarga merupakan madrasah yang pertama bagi anak, artinya
di dalam keluargalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama
kalinya, dalam hal mendidik anak keluarga memiliki peran pengaruh
53

yang sangat penting, jika keluarga baik maka akan membawa


pengaruh positif bagi anak, begitu juga sebaliknya, jika keluarganya
buruk maka akan membawa akibat negatif untuk anak. Hal ini
dikarenakan waktu yang dihabiskan anak lebih banyak dirumah,
maka kemungkinan besar delinquency itu berasal dari keluarga.
Tidak sedikit dari anak yang nakal itu karena faktor keluarga, seperti
anak-anak yang broken home itu memungkinkan untuk dia akan
menjadi anak nakal, karena disebabkan oleh trauma atas perceraian
orang tua yang mempengaruhi pikirannya.
Anak-anak yang broken home itu tidak hanya karena faktor
perceraian orang tua, akan tetapi juga sering terjadi ketika
keluarganya masih utuh (lengkap ayah dan ibunya) akan tetapi
mereka sibuk dengan urusan nya masing-masing, sibuk dengan karir
nya masing-masing, hal tersebut juga bisa memicu terjadinya broken
home pada anak, karena anak dalam usia tertentu itu sangat
membutuhkan yang namanya dukungan, perhatian dari orang tuanya.
Tidak hanya soal materi tapi adakala anak itu ingin di dengar keluh
kesahnya. Karena kesibukan orang tua itu menyebabkan tidak ada
waktu untuk anak, sehingga anak merasa diabaikan, dan untuk
mencari perhatian orang tua mereka dengan melakukan kenakalan.
b. Faktor pendidikan dan sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua bagi anak,
pergaulan di sekolah juga mempengaruhi karakter anak, hal ini
dikarenakan disekolah anak akan berinteraksi dengan teman dan
gurunya, hal itu mempengaruhi bagaimana pergaulan anak, apakah
dengan interaksi tersebut akan menimbulkan efek negatif atau positif,
dikarenakan ketika memasuki pendidikan sekolah tidak semua anak
itu anak baik, ada yang anak nakal yang biasa diberi kebebasan tanpa
kontrol dari berbagai pihak. Ini akan membawa pengaruh bagi
kelakuan anak-anak lainnya.
c. Faktor pergaulan anak
54

Lingkungan tempat anak bergaul atau melakukan kegiatan


sehari-hari itu memiliki pengaruh yang tidak kalah besarnya, karena
dengan lingkungan bermainnya anak akan dengan sangat mudah
mengapresiasikan dirinya untuk melakukan sesuatu, baik itu karena
dorongan teman-teman yang satu geng, maupun teman teman
tongkrongan mereka. Ketika anak bergaul dengan lingkungan yang
baik maka anak akan terbawa aura positif juga, begitu juga
sebaliknya ketika anak bergaul dengan pergaulan yang
lingkungannya tidak baik, mau sebaik apapun anaknya pasti cepat
atau lambat akan terbawa pengaruh negatifnya.
d. Pengaruh Mass-Media
Tidak sedikit penyebab kenakalan anak itu berasal dari
mass-media itu dikarenakan dorongan rasa keingintahuan anak yang
tinggi, seperti karena bacaan maupun tontonan yang mereka saksikan.
Bagi anak-anak yang kebiasaan mengisi hari-harinya dengan
kebiasaan buruk maka itu akan berpengaruh kepada kenakalan si
anak. Akan tetapi jika tontonan si anak baik, maka berpengaruh pula
pada karakternya.
Oleh karena itu perlu adanya penyaringan film-film tertentu
terhadap anak, karena tidak semua hal di sosial media itu bisa dan
boleh disaksikan oleh anak.
Anak yang melakukan penyalahgunaan terhadap narkotika pada
awalnya hanya akan melakukan coba-coba (experimental use)
artinya menggunakan narkotika hanya sekedar untuk memenuhi rasa
ingin tahunya, akan tetapi yang sering terjadi anak justru akan
berkelanjutan dalam pemakainnya. Dalam hal pemakaian berlanjut
maka tujuan anak menggunakan narkotika menjadi meningkat ke
level berikutnya yaitu untuk bersenang-senang. Jika tidak berhenti
sampai ke tahap bersenang-senang dan masih berlanjut maka
pemakaiannya memasuki tahap situasional, orang yang
menggunakan narkotika tahap situasional ini artinya orang tersebut
55

memakai narkotika pada kondisi tertentu seperti saat stress, sedih,


banyak masalah dan lain sebagainya.
Tingkatan terparah apabila seseorang masih tetap
menyalahgunakan narkotika yaitu sampai pada tahap abuse/
penyalahgunaan karena ketergantungan artinya seseorang tersebut
tidak mampu lagi untuk menghentikan dirinya dalam mengkonsumsi
narkotika yang akan menimbulkan gangguan fungsional atau
occupational. Gangguan fungsional atau occupational ditandai
dengan timbulnya perilaku agresif dan terganggunya hubungan sosial
di masyarakar.
Hasil penelitian para ahli yang diterangkan di dalam buku
karangan Harifin disebutkan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya penyalahgunaan narkotika yaitu:
1. Faktor Individu disini faktor individu yaitu terdiri dari aspek
kepribadian dan kecemasan atau depresi. Yang mencakup aspek
kepribadian yaitu rasa ingin tahu, mudah kecewa, sifat tidak sabar
dan rendah diri. Sedangkan yang mencakup di dalam kecemasan atau
depresi adalah dikarenakan tidak ada kemampuan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan dalam hidup sehingga mereka
akan mencari ketenangan dengan menggunakan narkotika
2. Faktor sosial budaya, disini faktor sosial budaya terdiri dari kondisi
keluarga dan pengaruh dari pergaulan bersama teman. Kondisi
keluarga disini contohnya orang tua yang bercerai, orang tua yang
sibuk, dan faktor ekonomi yang menyebabkan anak menjadi depresi.
Faktor pergaulan yaitu berteman dengan pecandu narkotika dan
karena satu syarat ingin diterima di suatu kelompok.
3. Faktor Lingkungan, faktor lingkungan disini mampu mempengaruhi
kondisi psikologis anak serta dengan kurangnya pengertian terhadap
anak bisa mengakibatkan anak akan menjadi pemakai narkotika
56

4. Faktor Narkotika itu sendiri, maksudnya yaitu dengan mudahnya


narkotika didapat serta adanya dukungan dari faktor-faktor di atas
semakin memudahkan untuk menyalahgunakan narkotika.
Menurut Dr.Graham Blaine penyebab terjadinya penyalahgunaan
narkotika yaitu:16
a. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan
yang berbahaya seperti ngebut, berkelahi, bergaul dengan wanita dan
lain sebagainya
b. Untuk menunjukkan tindakan menentang otoritas terhadap orang tua,
guru maupun norma-norma sosial
c. Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks
d. Untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dan keinginan untuk
memperoleh pengalaman sensasional dan emosional
e. Untuk mencari dan menemukan arti hidup
f. Untuk mengisi kekosongan dan kesepian maupun kebosanan
g. Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepenatan hidup
h. Untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan
solidaritas
i. Untuk iseng-iseng dan didorong rasa ingin tahu

5. Sistem peradilan pidana anak di Indonesia


Istilah sitem Peradilan Anak merupakan terjemahan dari istilah “The
Juvenelie Justice System” di Indonesia saat ini dikenal dengan Sistem
Peradilan Pidana Anak. Sebelum berlakunya perubahan Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, di
Indonesia produk hukum yang menyangkut Peradilan anak adalah
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Tujuan
dibentuknya Undang-Undang SPPA di Indonesia yaitu agar terwujudnya
sistem peradilan yang benar-benar memberikan dan menjamin

Sujono dan Bony Daniel, “Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35


16

Tahun 2009 tentang Narkotika” (Jakarta: Sinar Grafika 2011), h. 7-8.


57

perlindungan yang mengutamakan kepentingan terbaik untuk seorang


anak yang sedang berhadapan dengan hukum. Setiap anak selain
mendapatkan pendidikan formal juga wajib mendapatkan pendidikan
moral agar anak bisa tumbuh menjadi sosok yang berguna bagi bangsa
dan negara, Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1990, yang kemudian dituangkan ke dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
kemudian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan
Pidana Anak, yang keseluruhannya mengatur tentang prinsip-prinsip
umum Perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik
untuk anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang serta menghargai
partisipasi anak.
Perlindungan anak di dalam Undang-Undang Sistem Peradilan
Pidana Anak memiliki substansi dimana anak yang berkonflik dengan
hukum ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan
substansi yang mendasar di dalam UU SPPA yaitu pengaturan mengenai
Keadilan Restoratif dengan sistem Diversi yang bertujuan supaya anak
yang berkonflik dengan hukum terhindar dari proses peradilan serta
menghindari stigmatisasi buruk oleh masyarakat terhadap anak. Sehingga
dengan demikian anak bisa kembali ke lingkungannya secara wajar.
Konsep Keadilan Restoratif dengan Diversi lahir karena Institusi
penghukuman bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak
justru di dalamnya rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak
anak. Oleh karena itu dibutuhkan suatu acara dan prosedur di dalam
sistem yang dapat mengakomodasi penyelesaian perkara.17 Keadilan
Restoratif dan Diversi secara tegas diatur dalam Bab II Pasal 6-15

17
Riska Vidya Satriani, Keadilan Restoratif sebagai Tujuan Pelaksanaan Diversi Pada
Sistem Peradilan Pidana Anak, (Artikel Mahkamah Agung Republik Indonesia, Juni 2017).
58

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 dan tata cara Diversi diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Berikut
penjabaran Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dengan konsep
Diversi pada Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia :
a. Diversi
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses
peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Pasal 1 angka 7
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak). Konsep Diversi di Indonesia merupakan suatu
pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang diduga melakukan
tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian
damai antara tersangka atau terdakwa atau pelaku tindak pidana
dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan atau masyarakat,
pembimbing kemasyarakatan anak, polisi, jaksa, atau hakim.
Berdasarkan United Nations Standard Minimum Rules for the
Administration of Juveniles Justice (The Beijing Rules), yang
dimaksud dengan Diversi adalah pemberian kewenangan kepada
aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan-tindakan
kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah
pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal antara lain
menghentikan atau meneruskan atau melepaskan dari proses
peradilan pidana atau mengembalikan atau menyerahkan kepada
masyarakat dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya.18
Tujuan konsep Diversi tertuang dalam Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
diantaranya:
1) Mencapai Perdamaian antara korban dan anak;
2) Menyelesaikan perkara anak di luar proses pengadilan;
3) Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;
4) Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan

18
Alfitra, “Hukum Acara Peradilan Anak”, (Wade Group, Augustus 2019), h.11.
59

5) Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.


Selain hal yang disebutkan di atas, tujuan diversi yaitu untuk
menghindari stigmatisasi kepada anak yang diduga melakukan tindak
pidana, sehingga diharapkan anak bisa kembali ke lingkungan sosial yang
wajar dan juga menegakkan hukum tanpa melakukan tindakan kekerasan
yang menyakitkan dengan cara memberikan kesempatan kepada anak
untuk memperbaiki kesalahannya tanpa melalui hukuman pidana oleh
negara yang mempunyai otoritas penuh, salah satu contoh latar belakang
pentingnya penerapan konsep Diversi dilakukan karena tingginya jumlah
anak yang masuk ke pengadilan pidana dan diputus dengan penjara dan
mengalami kekerasan saat menjalani rangkaian proses dalam sistem
peradilan pidana.19
Berlakunya sistem diversi dalam sistem peradilan pidana anak
didasarkan pada pertimbangan dengan alasan agar dapat memberikan
keadilan kepada pelaku yang telah terlanjur melakukan tindak pidana dan
memberikan kesempatan pada pelaku untuk memperbaiki dirinya.
Terdapat 3 jenis pelaksanaan Diversi, yaitu:
1. Berorientasi kontrol sosial (social control orientation), dalam hal ini
aparat penegak hukum menyerahkan anak pelaku pada
pertanggungjawaban dan pengawasan masyarakat;
2. Berorientasi pada social service, yaitu pelayanan sosial yang
diberikan masyarakat dengan cara memaksimalkan fungsi
pengawasan, perbaikan dan menyediakan pelayanan bagi pelaku dan
keluarganya;
3. Berorientasi pada restorative justice, yaitu dengan cara memberikan
kesempatan kepada pelaku untuk bertanggung jawab atas
perbuatannya kepada korban dan masyarakat. Semua pihak yang
terlibat di dalamnya dipertemukan untuk bersama-sama mencapai
kesepakatan, berupa tindakan apa yang terbaik untuk pelaku.

19
Lidya Ramadhani Hasibuan, Diversi dan Keadilan Restoratif Pembaharuan Sistem
Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (PLEDOI Edisi III,2014), h. 13-14.
60

Dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012


tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan tegas menyatakan bahwa
dalam hal penanganan anak yang berkonflik hukum maka penyidik, jaksa,
hakim wajib mengupayakan tindakan Diversi.
Dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dijelaskan bahwa Diversi dapat
diberlakukan jika pelaku anak diancam dengan pidana penjara dibawah 7
(tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, dalam
hal ini hakim mempertimbangkan kategori tindak pidana, umur anak,
hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas dan dukungan lingkungan
keluarga dan masyarakat, hal ini sesuai dengan Pasal 9 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak.20
Menurut Alfitra di dalam bukunya Hukum Acara Peradilan Anak
dijelaskan bahwa perkara anak yang tidak wajib diupayakan Diversi
adalah perkara anak yang tindak pidananya dilakukan:
1. diancam dengan pidana penjara 7 tahun
2. Merupakan pengulangan tindak pidana
Pengertian “Tidak wajib diupayakan diversi” adalah tidak bersifat
imperative dan fakultatif Artinya perkara anak yang tindak pidananya
diancam pidana penjara 7 tahun dan pengulangan tindak pidana, dapat
saja dilakukan upaya Diversi.21
Pengaturan tentang Diversi yang terdapat dalam Peraturan
Pemerintah Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak dan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65
Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak
Yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun.
b. Keadilan Restoratif (Restorative Justice)

20
Alfitra, “Hukum Acara Peradilan Anak”, (Wade Group, Augustus 2019), h.13.
21
Alfitra, “Hukum Acara Peradilan Anak”,… h.14.
61

Secara regulasi Keadilan Restoratif di Indonesia sebelum


berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 proses
penyelesaian perkara tindak pidana anak dengan keadilan Restoratif
telah ada aturannya di dalam Pasal 45-47 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana akan tetapi tidak dijelaskan secara tegas, dikarenakan
tidak ada pengaturan untuk membentuk suatu lembaga khusus untuk
anak yang memiliki masalah dengan hukum agar tetap mendapatkan
pendidikan.22 Keadilan Restoratif (Restorative Justice) di Indonesia
diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Pasal 1 angka 6
disebutkan bahwa keadilan restoratif (Restorative Justice) adalah
penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku,
korban, keluarga korban/korban dan pihak lain yang terkait untuk
bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
Keadilan restoratif melalui sistem Diversi bertujuan untuk
mengalihkan proses peradilan anak dari peradilan formal ke
peradilan non formal dengan cara melibatkan semua aspek yang
bersangkutan dengan kejadian baik itu pelaku, korban, keluarga,
masyarakat, pembimbing kemasyarakatan anak, polisi jaksa dan
hakim melalui penyelesaian yang menekankan kepada pemulihan
kembali keadaan seperti semula dan bukan untuk pembalasan.
Dalam buku Hukum Acara Peradilan Anak Karangan Alfitra
disebutkan bahwa ada tiga prinsip Keadilan Restoratif (Restoratif
Justice) yaitu :
a. Terjadi pemulihan kepada mereka yang menderita kerugian
akibat kejahatan;
b. Pelaku memiliki kesempatan untuk terlibat dalam pemulihan
keadaan (restorasi);

22
Yul Ernis, Diversi dan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara Tindak
Pidana Anak Di Indonesia, (Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, ISSN:1978-2292, Volume 10,
Nomor2, Juli 2016), h.169.
62

c. Pengadilan berperan untuk menjaga ketertiban umum dan


masyarakat berperan untuk melestarikan perdamaian yang adil.
Menurut Susan Sharpe terdapat 5 (lima) prinsip di dalam
restorative justice yaitu:
1. Restorative justice mengandung partisipasi penuh dan konsensus.
Artinya dalam hal ini korban dan pelaku harus dilibatkan secara aktif
di dalam perundingan. Hal itu bertujuan untuk menemukan
penyelesaian secara komprehensif. Selain itu juga membuka
kesempatan bagi masyarakat untuk ikut duduk bersama memecah
persoalan tersebut, karena masyarakat selama ini banyak merasa
terganggu keamanan dan ketertibannya oleh pelaku;
2. Restorative justice mencari solusi untuk mengembalikan dan
menyembuhkan kerusakan atau kerugian yang diakibatkan dari
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Hal ini juga termasuk upaya
pemulihan atau penyembuhan bagi korban atas tindak pidana yang
menimpanya;
3. Restorative justice memberikan rasa tanggung jawab yang utuh bagi
pelaku agar mampu bertanggung jawab atas perbuatannya. Pelaku
harus menunjukan rasa penyesalannya dan mengakui semua
kesalahannya serta menyadari bahwa perbuatannya tersebut
mendatangkan kerugian bagi orang lain;
4. Restorative justice berusaha menyatukan kembali pelaku sebagai
warga masyarakat dengan masyarakatnya yang selama ini terpisah
akibat tindak pidana. Hal ini dilakukan dengan mengadakan
rekonsiliasi antara korban dan pelaku serta mengintegrasikan
kembali keduanya dalam kehidupan masyarakat secara normal.
Keduanya harus dibebaskan dari masa lalunya demi masa depan
yang lebih cerah;
5. Restorative justice memberikan kekuatan kepada masyarakat untuk
mencegah tindakan kejahatan tidak terulang kembali untuk
selanjutnya. Karena kejahatan akan mengakibatkan kerusakan dalam
63

kehidupan masyarakat, akan tetapi disisi lain kejahatan juga akan


memberikan pembelajaran bagi masyarakat untuk membuka keadilan
yang sebenarnya bagi seluruh lapisan masyarakat.23
Dengan adanya konsep keadilan restoratif (restorative justice)
diharapkan peradilan pidana anak dapat menghasilkan:
1. berkurangnya jumlah anak yang ditahan sementara dan divonis
penjara
2. Menghapuskan stigmatisasi dan mengembalikan anak menjadi
manusia normal, dan diharapkan dapat berguna di masa mendatang
3. Diharapkan anak yang melakukan tindak pidana dapat menyadari
kesalahan nya dan bisa bertanggung jawab terhadap kesalahan, dan
tidak mengulanginya lagi
4. Mengurangi beban kerja pengadilan
5. Menghemat keuangan negara
6. Meningkatkan dukungan orang tua dan peran serta masyarakat untuk
mengatasi anak nakal
7. Pengintegrasikan kembali anak ke dalam masyarakat.24
Hadirnya perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak diharapkan
anak akan terhindar dari perlakuan yang akan merugikan perkembangan anak
yang akan melanjutkan masa depan bangsa dan negara. Perkara Anak yang
berhadapan dengan hukum tidak lagi diselesaikan di pengadilan, akan tetapi
diselesaikan secara keadilan restoratif dengan sistem Diversi.

C. Deskripsi Pemidanaan Terhadap Anak di Bawah Umur Pada Tindak


Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dalam Putusan PN Solok
No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk
1. Kronologi Kasus

23
Marlina, “Hukum Penitensier”, (Bandung : Refika Aditama, 2016), h.74-75.
24
Wagiati Soetedjo dan Melani “Hukum Pidana Anak” (Bandung : Refika Aditama,
2013), h. 136.
64

Perkara Tindak Pidana Khusus Anak di wilayah hukum Pengadilan


Negeri Solok. Terdakwa bernama Alber Saputra Panggilan Aber, lahir di
Solok pada tanggal 12 Oktober 2000, berumur 17 tahun, berjenis kelamin
laki-laki, beragama Islam, berkebangsaan Indonesia dan bertempat
tinggal di Jalan Patimura RT 003 RW 002 Kelurahan Tanjung Paku
Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok. Anak masih berstatus pelajar
yang menempuh pendidikan di SMA kelas 1 (satu).
Anak pada hari Kamis tanggal 15 Februari 2018 pukul 18.00 wib di
Jalan Pattimura Rt. 003 Rw. 002 Kelurahan Tanjung Paku Kecamatan
Tanjung Harapan Kota Solok yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Solok “tanpa hak atau melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman”.
Kejadiannya bermula pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2018 pukul
24.00 wib, anak menghubungi Aldo (DPO) dengan menggunakan
Handphone anak yang bermerek Samsung warna hitam untuk memesan
shabu paket Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah), lalu Aldo menyuruh
anak untuk menjemput paket shabu tersebut ke daerah Gor Batu
Batupang, kemudian anak langsung pergi menuju Gor Batu Batupang,
setelah anak bertemu dengan Aldo kemudian Aldo menunjukkan pada
anak paket shabu yang disimpan dalam kotak rokok yang diletakkan di
pinggir jalan, Aldo mengatakan pada Anak bahwa paket shabu tersebut
adalah paket Rp.400.000,- (empat ratus ribu rupiah), anak menyerahkan
uang sebesar Rp.200.00,- (dua ratus ribu rupiah) pada Aldo dan sisanya
Anak ngutang pada Aldo, kemudian anak mengambil paket shabu yang
ditunjukkan oleh Aldo tersebut. Setelah itu anak langsung pulang ke
rumah, sesampainya di rumah anak membuka kotak rokok yang isinya
adalah paket shabu yang dibungkus dengan plastik klip warna bening.
Kamis,15 Februari 2018 pukul 16.30 wib ketika anak sedang berada
di warnet Tanjung Paku, kemudian anak dihampiri Andi Samjizal yang
meminta paket sabu seharga Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah) kepada
65

anak dan Andi langsung menyerahkan uang sebesar Rp.200.000,- (dua


ratus ribu rupiah) kepada anak, kemudian anak pergi ke rumahnya di
Jalan Pattimura Rt. 003 Rw. 002 Kelurahan Tanjung Paku Kecamatan
Tanjung Harapan Kota Solok untuk mengambil paket shabu pesanan
Andi, sesampainya di rumah anak langsung mengambil paket shabu yang
disimpan dalam kamar rumah anak, anak membagi 3 bagian paket shabu
yang dibeli pada Aldo dengan menggunakan plastik klip warna bening, 1
(satu) paket sabu seharga Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah) dan 2 (dua)
paket sabu seharga Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah), kemudian anak
mengambil paket shabu harga Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah) untuk
diserahkan pada Andi sedangkan 2 (dua) paket shabu harga Rp.50.000,-
(lima puluh ribu rupiah) anak simpan di bawah kasur, kemudian anak
pergi menuju warnet dan menyerahkan paket shabu harga Rp.200.000,-
(dua ratus ribu rupiah) pada Andi.
Pukul 18.00 wib datang petugas polisi ke warnet tempat anak duduk
dan petugas langsung menangkap anak, kemudian anak dibawa ke rumah,
setibanya di rumah anak, kepolisian langsung menggeledah kamar anak
dan menemukan barang bukti berupa 2 (dua) paket kecil yang diduga
Narkotika jenis shabu yang dibungkus dengan plastik klip warna bening
dan 1 (satu) bungkus plastik klip warna bening dibawah kasur, 1 (satu)
set alat hisap shabu (bong) yang terbuat dari plastik coca cola di bawah
lemari kayu dan uang sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah) serta 1
(satu) Handphone merk Samsung warna hitam. Setelah ditanyakan oleh
petugas ternyata shabu tersebut digunakan oleh anak untuk dijual dan
dipakai sendiri.
Anak memakai shabu dengan cara menyediakan botol coca cola
terlebih dahulu, lalu tutup botol tersebut dilubangi sebanyak 2 buah,
lubang yang satu dimasukkan pipet kedalamnya untuk digunakan
menghisap sedangkan lubang yang satu lagi dimasukkan pipet yang
dihubungkan dengan kaca pirek yang sudah berisi shabu, kemudian kaca
pirek yang berisi shabu dibakar dengan api kecil, setelah dibakar
66

kemudian pipet dihisap asapnya, begitu seterusnya sampai shabu di


dalam kaca pirek habis. Dan anak mengatakan bahwa setelah anak
menggunakan Narkotika jenis shabu tersebut anak merasakan semakin
semangat dan pikiran ingin bekerja terus. Kemudian anak dibawa ke
Polres Solok Kota untuk diproses secara hukum.
Berdasarkan Laporan Pengujian Badan POM RI di Padang No.
18.083. 99.20.05.00136.K pada 21 Februari 2018 yang ditandatangani
oleh Dra Fitra Yelli, S.Far. Apt. Penyelia Napza Badan POM RI di
Padang menyebutkan Metamfetamin Positif (+) Narkotika Golongan I
(Lampiran No. Urut 61 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).
Berdasarkan Berita Acara Penimbangan barang bukti dari Perum
Pegadaian Cabang Solok Nomor : 93 / ISLN. BB. 184200 / 2018 tanggal
17 Februari 2018 yang ditimbang dan ditandatangani oleh Novia Gusni,
SE dengan hasil penimbangan : Total berat bersih (A+B) : 0,05 gram
kemudian ditimbang menjadi 2 bagian, Label A1 berat bersih : 0,01 gram
guna pemeriksaan di BPOM RI Cabang Padang Label A2 (A+B) berat
bersih : 0,04 gram guna pemeriksaan di Pengadilan. - Bahwa berdasarkan
surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Urine / Narkoba Nomor :
1031/TU-RS/SK/II/2018, tanggal 15 Februari 2018 dari Rumah Sakit
Umum Daerah Solok yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Soufni
Morawati, Sp.PK atas nama anak Alber Saputra Pgl Aber dengan hasil
pemeriksaan urin : Met amphetamin : Positif.
Berdasarkan kronologis di atas bisa kita ketahui bersama
bahwasanya anak atas nama Alber Saputra Panggilan Alber tidak ada izin
dari pihak yang berwenang atas shabu yang digunakan dan diperjual
belikan tersebut, akan tetapi narkotika tersebut didapatkan oleh anak
secara ilegal dan melawan hukum. Maka berdasarkan surat dakwaan
alternatif dari Jaksa Penuntut Umum perbuatan anak telah melanggar
Pasal 114 ayat (1) untuk alternatif pertama, Pasal 112 ayat (1) untuk
alternatif kedua dan Pasal 127 ayat (1) untuk alternatif ketiga yang
67

terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika.25
2. Tuntutan Jaksa
Perkara penyalahgunaan narkotika oleh anak di bawah umur ini anak
dituntut oleh penuntut umum dengan dakwaan alternatif sebagai berikut:
a. Dakwaan alternafir pertama yaitu anak dituntut dengan Pasal 114
ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
b. Dakwaan alternatif kedua yaitu anak dituntut dengan Pasal 112 ayat
(1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c. Dakwaan alternatif kedua yaitu anak dituntut dengan Pasal 127 ayat
(1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Perkara dengan No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk di dalam proses
pembuktian dan tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut
Umum pada pokoknya menyatakan tuntutan sebagai berikut:
a. Menyatakan anak Alber Saputra Pgl Alber terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak atau
melawan hukum memiliki Narkotika Golongan I bukan tanaman”
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
b. Menjatuhkan pidana terhadap anak dengan pidana penjara selama 2
(dua) tahun di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) di
Tanjung Pati dikurangi selama anak berada dalam tahanan sementara,
pelatihan kerja berupa kewajiban mengikuti program pelatihan kerja
yang diselenggarakan oleh Balai Latihan Kerja di Jalan Raya Padang
Solok Jorong Lubuk Selasih Kabupaten Solok selama 6 (enam)
bulan.
c. Menetapkan barang bukti berupa :
 2 (dua) buah paket kecil yang diduga Narkotika Golongan I
bukan tanaman jenis shabu yang di bungkus dengan plastik klip
warna bening.

25
Putusan Nomor. 2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk, h.5-8.
68

 1 (satu) bungkus plastik klip warna bening.


 1 (satu) set alat hisap shabu (bong) yang terbuat dari plastik coca
cola.
 1 (satu) Handphone merk Samsung warna hitam.
Dirampas untuk dimusnahkan.
 Uang sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
Dirampas untuk negara.
d. Menetapkan agar anak membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,-
(dua ribu rupiah)

3. Pertimbangan Hakim
Perkara No. 2/Pid.Sus-Anak/2018/PN/Slk anak dalam hal ini
diajukan ke muka persidangan berdasarkan surat dakwaan alternatif yang
diajukan oleh penuntut umum, dimana anak didakwa dengan dakwaan
alternatif pertama anak melanggar Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, atau dakwaan alternatif kedua
anak melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, atau dakwaan alternatif ketiga anak melanggar
Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Tindakan yang dilakukan oleh hakim dalam perkara ini harus
dibuktikan dengan mengkaji unsur-unsur dari pasal yang didakwakan
kemudian disesuaikan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan
berserta alat bukti dengan menganalisanya, dikarenakan penuntut umum
mendakwa anak dengan dakwaan alternatif, sehingga majelis hakim telah
memperhatikan fakta-fakta hukumnya, maka pada perkara ini majelis
hakim memilih dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 112 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak, yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. Unsur Setiap Orang
69

Unsur setiap orang yang dimaksud disini adalah siapa saja, setiap
orang, subjek hukum orang perseorangan. Dalam kasus ini bahwa anak
yang dihadapkan di persidangan berdasarkan fakta yang terungkap di
persidangan, anak yang bernama Aber Saputra Pgl Alber adalah subjek
hukum perseorangan yang identitasnya sesuai dengan identitas yang
terdapat dalam surat dakwaan penuntut umum dan anak merupakan orang
yang sehat jasmani dan rohani maka berdasarkan hal tersebut unsur
“setiap orang” disini telah terpenuhi.
b. Unsur tanpa hak melawan hukum
Unsur tanpa hak adalah tidak mempunyai hak bagi dirinya sendiri
dan dilarang oleh Undang-Undang dan aturan hukum yang berlaku,
sedangkan melawan hukum yaitu bertentangan dengan etika, moral dan
peraturan yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan fakta yang terungkap
di persidangan bahwa anak tidak memiliki izin untuk menyimpan 2 (dua)
paket narkotika jenis shabu di dalam rumah anak. Dan juga anak
mengetahui bahwasanya jika menyimpan Narkotika jenis Shabu dilarang
oleh hukum hal itu terlihat ketika anak merasa takut karena menguasai
shabu dan kemudian menyimpannya. Maka dengan demikian unsur
“tanpa hak melawan hukum” telah terpenuhi.
c. Unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika
Golongan I bukan tanaman
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, Laporan
Pengujian Badan POM RI di Padang No.18.083.99.20.05.00136.K, dan
keterangan saksi yang menjelaskan kronologi kejadian, bahwa Perbuatan
anak menyimpan Narkotika jenis Shabu di dalam rumah anak yang
diletakkan di bawah kasur milik anak dan merupakan milik anak yang
diperoleh dari Sdr Aldo memberikan izin supaya Narkotika tersebut
berada ditangan anak merupakan unsur menguasai Narkotika Golongan I,
yang mana narkotika itu dijual dan untuk di gunakan sendiri. Maka
berdasarkan pertimbangan di atas unsur menguasai Narkotika Golongan I
bukan Tanaman telah terpenuhi pada perbuatan si anak.
70

d. Unsur yang dilakukan oleh anak


Narkotika Golongan I pada saat dimiliki oleh anak, anak masih
berumur 17 (tujuh belas) tahun, yang identitasnya dikuatkan oleh Kartu
Keluarga nomor 1372021402060015 yang dikeluarkan oleh Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Solok yang mana dinyatakan
tanggal lahir anak di dalamnya tangga 12 Oktober 2000. maka dengan
demikian unsur yang dilakukan oleh anak sudah terpenuhi.
4. Amar Putusan
Terdakwa Alber Saputra Pgl Alber berdasarkan barang bukti dan
saksi-saksi yang diajukan ke persidangan terbukti bersalah. Maka akan
dijatuhi pidana yang dipandang setimpal dengan perbuatannya serta tidak
lupa pula memperhatikan keadaan-keadaan yang memberatkan
dikarenakan perbuatan anak telah menimbulkan keresahan bagi
masyarakat sekitar. Adapun keadaan yang meringankan:
- Anak menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi
- Anak masih muda dan masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri
Memperhatikan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan
perUndang-Undangan lain yang bersangkutan. Hakim memutuskan
dengan menyatakan anak Alber Saputra Pgl Aber, telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “Tanpa Hak Dan
Melawan Hukum Memiliki Narkotika Golongan I bukan tanaman”
sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua. Dan hakim menjatuhkan
pidana kepada anak oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu)
Tahun dan 6 (enam) Bulan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Tanjung Pati dan pidana pelatihan kerja berupa kewajiban mengikuti
program pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh Balai Latihan Kerja
Solok di Jalan Raya Padang Solok, Jorong Lubuk Selasih, Kabupaten
Solok selama 6 (enam) Bulan.
BAB IV
PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR
DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

A. Faktor Anak di Bawah Umur Melakukan Penyalahgunaan Narkotika


Perkembangan anak tidak berlangsung secara mekanisme otomatis,
sebelum anak menjadi dewasa anak akan melewati beberapa fase terlebih
dahulu. Perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh cara anak
berinteraksi dalam kehidupan sehari-harinya. Bisa kita lihat bahwasanya
anak-anak yang berkonflik dengan hukum dalam hal ini anak-anak yang
melakukan penyalahgunaan terhadap narkotika, tidak langsung dari dirinya
sendiri akan tetapi ada interaksi yang menjadi sebab anak melakukan
penyalahgunaan narkotika, pada kasus ini anak masih berumur 17 tahun yakni
anak berada pada fase ke 3, pada fase ini cara mendidik anak yaitu dengan
berdialog langsung dengan anak. Anak yang masih berumur 17 tahun itu
masih dikategorikan anak yang tumbuh dan berkembang sehingga belum
bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan. Adapun interaksi yang
menjadi faktor sebab anak melakukan penyalahgunaan narkotika yang penulis
ringkas diantaranya:
1. Faktor Keluarga
Faktor keluarga disini memberikan pengaruh yang sangat luar biasa
terhadap karakter seorang anak, dikarenakan anak dari saat dilahirkan
sudah berinteraksi dengan keluarganya. Bagaimana cara didikan anak di
keluarga sangat berarti bagi kehidupan anak di masa mendatang. Karena
keluarga terutama ibu merupakan pendidikan pertama “Madrasatul Ula”
bagi anak-anaknya. Baik atau buruknya karakter anak akan terbentuk dari
bagaimana seorang anak dididik di dalam keluarganya. Didikan anak
yang baik di dalam keluarga akan membentuk karakter anak menjadi baik,
begitu juga sebaliknya, jika didikan anak buruk di dalam keluarganya
maka anak akan menjadi buruk juga, karena anak menempuh fase

71
72

perkembangan pertama di lingkup interaksi dengan keluarganya


yaitu dengan cara bermain.
Konflik di dalam keluarga juga mempengaruhi sifat dan tingkah laku
anak, diantara contoh konflik dalam keluarga yang mempengaruhi
tingkah laku anak yaitu :
a. permasalahan ekonomi
Permasalahan ekonomi merupakan salah satu yang memicu
konflik di dalam keluarga, yang membuat pertengkaran antara kedua
orang tua, hal ini akan menjadi faktor penyebab anak menjadi nakal
dikarenakan hal itu yang disaksikan secara langsung oleh anak,
sementara anak belum mampu meresap apa yang dia saksikan
sehingga menyebabkan anak merasa tertekan dan mengakibatkan
frustasi sehingga anak akan berbuat seenaknya, seperti pergi keluar
dari rumahnya, sehingga ketika berada diluar rumah anak akan
berbuat sesuai keinginan yang bisa menghilangkan pikirannya
tentang kondisi rumah. Hal tersebut memicu anak untuk merokok
hingga akhirnya berujung ke penyalahgunaan Narkotika. Anak akan
berpikir dengan merokok dan narkotika akan membuat pikirannya
tenang dan melupakan kejadian di rumahnya, padahal hal tersebut
hanya meredakan pikiran sementara waktu.
b. Perceraian orang tua
Keluarga yang tidak utuh lagi, karena adanya konflik yang
menyebabkan perceraian antara kedua orang tua sangat
mempengaruhi mental anak. Anak yang awalnya mendapat perhatian
penuh dari kedua orang tua, tetapi setelah perceraian hanya mendapat
perhatian salah satu atau bahkan tidak mendapat perhatian sama
sekali, hal ini sangat mempengaruhi pemikiran anak. Terjadinya
perceraian orang tua menyebabkan anak akan merasakan bahwa
keluarganya berbeda dari keluarga teman-temannya. Terlebih lagi
saat perceraian anak harus memilih mau tinggal dengan ayah atau
ibunya. Pada saat memilih pun tidak sedikit dari orang tua yang
73

menolak untuk merawat anak. Hal ini akan semakin membuat anak
down. Setelah tinggal dengan salah satu orang tua pun kerap kali
anak akan mendapat perlakuan yang tidak seperti biasanya.
contohnya orang tua yang sering marah-marah tidak karuan sehingga
menyebabkan anak tidak betah dirumah dan akan pergi keluar untuk
mencari ketenangan, tetapi justru hal negatiflah yang anak dapatkan.
c. Orang tua yang sibuk
Kesibukan orang tua dalam karir yaitu orang tua yang memiliki
bisnis besar, sehingga sibuk mengurus pekerjaan, dan jarang ada
waktu dengan anak di rumah, bahkan sampai tidak ada waktu untuk
mengurusi anaknya, dan anak ditinggalkan di rumah bersama asisten
rumah tangga dengan dilengkapi semua kebutuhannya. Keadaan
seperti ini membuat anak merasa diabaikan, kenapa tidak karena ada
saatnya anak butuh perhatian, butuh bimbingan dan butuh cerita
dengan kedua orang tuanya. Anak tidak hanya butuh kecukupan saja.
Ketika orang tua sibuk dengan karirnya, sementara anak butuh
berdialog dengan orang tua, butuh perhatian, maka kebanyakan anak
akan mencari cara agar orang tua bisa memperhatikan mereka. Tidak
sedikit anak yang ingin mendapat perhatian orang tua dengan
melakukan berbagai kenakalan. Anak akan berpikir dengan
melakukan kenakalan maka orang tua akan dipanggil ke sekolah
sehingga anak akan bisa bertemu orang tuanya (bagi orang tua yang
sibuk bisnis keluar kota) dan akan bisa bercerita didengar oleh orang
tua dan lain sebagainya. Pada saat sekarang ini tidak sedikit dari
orang tua yang dua-duanya sibuk kerja dan mengabaikan
perkembangan dan pergaulan anak, sehingga menyebabkan anaknya
melakukan kenakalan dan tidak ada kontrol dari siapapun.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial yaitu lingkungan masyarakat, tempat anak bergaul
dengan tema-temannya. Anak bermain bersama teman sebayanya,
karakter, perilaku teman sebaya di pertemanan akan memperngaruhi
74

perilaku anak, seperti narkotika, anak yang awalnya hanya disuruh untuk
mencoba-coba menggunakannya dengan diberikan secara gratis, lama
kelamaan menjadi terbiasa dengan hal tersebut dan kecanduan. Sehingga
anak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hal yang dia
inginkan. Seperti dengan mencuri karena kebutuhan narkotika yang harus
dibeli dan lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan anak menjadi anak
nakal dan akan di cap buruk di pandangan masyarakat.
3. Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan memiliki andil tersendiri dalam menentukan
karakter dan pergaulan anak, karena disekolah anak akan diajarkan oleh
guru-guru dan akan dipertemukan dengan teman-teman dari keluarga
yang berbeda dan dari berbagai latar belakang yang berbeda pula. Perlu
adanya pembelajaran tentang bahaya penyalahgunaan narkotika di
sekolah, karena tidak menutup kemungkinan pertemanan di sekolah akan
menjerumuskan anak menjadi pelaku penyalahgunaan narkotika. Anak
yang berlatar belakang nakal, tidak akan mau nakal sendiri dan akan
mengajak teman-temannya untuk ikutan nakal bersama dirinya. Lantaran
anak tidak akan mau jika hanya dihukum sendiri oleh gurunya. Jika
mereka melakukan kenakalan bersama maka mereka akan dihukum
bersama juga.
4. Faktor Agama
Faktor agama disini menentukan bagaimana karakter anak, ketika
anak sudah taat beragama, anak akan bisa menentukan mana perbuatan
yang baik dan mana yang buruk. Bagitu juga sebaliknya jika anak masih
sedikit pengetahuannya tentang agama maka anak tidak akan tau mana
yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Kalaupun tau anak akan tetap
melakukannya lantaran masih sedikitnya pengetahuan agama mereka.
Ketika anak sudah paham agama maka anak akan mengetahui
bahwasanya narkotika itu tidak boleh dikonsumsi tanpa seizin dokter.
Anak akan memahami bahwa sesuatu hal yang tidak boleh dilakukan
apabila tetap dilakukan dalam agama maka akan mendapatkan dosa.
75

5. Faktor Perkembangan Zaman


Perkembangan zaman sangat mempengaruhi anak untuk bisa cepat
mendapatkan narkotika. Karena dengan adanya perkembangan zaman
alat teknologi dan transportasi semakin canggih. Sehingga anak akan
mudah untuk mendapatkan narkotika, baik itu dari kenalan lewat online
atau dari teman-temanya yang mempunyai akses kepada bandar
narkotika.
6. Faktor Geografis
Faktor geografis termasuk faktor yang sangat mendukung khususnya
di lingkup wilayah Pengadilan Negeri Solok, dikarenakan dua hal yang
pertama yaitu karena Solok merupakan daerah perlintasan, hal ini
menjadi sasaran empuk bagi pengedar narkotika untuk melibatkan anak
di bawah umur sebagai pengedar sekaligus pemakai, yang kedua karena
suhu di daerah Solok sendiri memiliki suhu yang dingin. Hal tersebut
mendukung untuk anak di bawah umur untuk merokok dari semasa
mereka menduduki Sekolah Dasar. Bahkan dari orang tua merekapun,
tidak hanya ayah akan tetapi ibunya pun ikut merokok. Hal tersebut
sudah menjadi hal yang lazim di Solok ketika kita menyaksikan banyak
dari perempuan yang sudah ibu-ibu dan sudah tua akan tetapi kuat untuk
merokok. Sehingga untuk melarang anak nya merokok pun tidak bisa.
Karena didukung oleh faktor suhu cuaca yang dingin di daerah Solok,
sehingga penduduk di daerah Solok mengatakan bahwa dengan mereka
merokok sebagai penghalang agar tidak terlalu merasakan suhu dingin
dan untuk beraktifitas mereka tetap akan merasakan kehangatan di
tubuhnya. Bermula dari rokok maka berlanjut anak mereka ke tahap
narkotika. Karena dari rokoklah narkotika itu dimulai.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berpendapat bahwa anak atas nama
Alber Saputra Pgl Aber melakukan penyalahgunaan terhadap narkotika
karena dipicu oleh dua faktor yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan dan
faktor geografis. Faktor keluarga yang menyebabkan anak melakukan
perbuatan menyalahgunakan narkotika adalah karena kurangnya mendapat
76

perhatian dan pengawasan dari orangtua yang menjadikan anak sebagai anak
nakal, hal itu dikarenakan perceraian antara ayah dan ibu anak yang
menyebabkan semenjak perceraian tersebut ibu anak menjadi kurang waras
dan suka jalan-jalan sendiri sambil merokok, sehingga anak tidak
terperhatikan. Faktor lingkungan berupa pengaruh di lingkungan tempat
tinggal anak, pada saat anak tinggal di Dumai bersama pamannya, lingkungan
di daerah Dumai termasuk kedalam lingkungan yang bebas serta peredaran
narkotika di Dumai sangat marak dan dengan mudahnya narkotika untuk
didapatkan. Banyak anak yang menyalahgunakan narkotika secara bebas, baik
itu menggunakan secara langsung maupun menjual belikan narkotika. Faktor
geografis yang menjadikan anak sebagai penyalahguna Narkotika yaitu
dikarenakan posisi daerah Solok sendiri yang berada di jalur perlintasan dan
cuaca dingin yang sangat mendukung anak untuk menjadi pelaku
penyalahgunaan narkotika. Hal tersebut lah yang menjadikan anak sebagai
pelaku penyalahgunaan narkotika yang ditangani oleh Pengadilan Negeri
Solok.

B. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Terhadap Pelaku


Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak di Bawah Umur
Dalam Putusan PN Solok No.2/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Slk
Dalam hal menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa sangat diperlukan
pengambilan keputusan oleh majelis hakim. Dalam hal mengambil keputusan
hakim harus melihat dengan cermat kesesuaian faktor-faktor yang ada dengan
bukti-bukti yang dihadirkan ke persidangan, sehingga ketika akan
menjatuhkan putusan majelis hakim tidak menyimpang dari yang seharusnya
dan tidak pula melanggar hak asasi dari terdakwa.
Berdasarkan pertimbangan hakim yang telah penulis paparkan di dalam
Bab III, bahwa perkara No. 2/Pid.Sus-Anak/2018/PN/Slk anak dalam hal ini
diajukan ke muka persidangan berdasarkan surat dakwaan alternatif yang
diajukan oleh penuntut umum, dimana anak didakwa dengan dakwaan
alternatif pertama anak melanggar Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor
77

35 Tahun 2009 tentang Narkotika, atau dakwaan alternatif kedua anak


melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, atau dakwaan alternatif ketiga anak melanggar Pasal 127 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Melihat dari unsur-unsur pasal yang didakwakan dan disesuaikan dengan
fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan berserta dengan alat bukti
yang telah di analisis oleh hakim. Maka pada perkara ini majelis hakim
langsung memilih dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 112 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di dalam perkara
ini anak telah memenuhi unsur-unsurnya sebagaimana telah dijelasakan di
dalam Bab III skripsi ini, yang poinnya sebagai berikut:
a. Unsur Setiap Orang
b. Unsur tanpa hak melawan hukum
c. Unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika
Golongan I bukan tanaman
d. Unsur yang dilakukan oleh anak
Berdasarkan barang bukti dan saksi-saksi yang diajukan ke
persidangan anak terbukti bersalah. Maka akan dijatuhi pidana yang
dipandang setimpal dengan perbuatannya serta tidak lupa pula
memperhatikan keadaan-keadaan yang memberatkan dan yang
meringankan. Dalam perkara ini adapun keadaan yang memberatkan
yaitu dikarenakan perbuatan anak telah menimbulkan keresahan bagi
masyarakat sekitar, sedangkan keadaan meringankan yaitu ada dua
diantaranya:
1. Anak menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi
2. Anak masih muda dan masih ada kesempatan untuk memperbaiki
diri
Memperhatikan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan Per
78

Undang-Undangan lain yang bersangkutan, maka pada perkara ini hakim


menjatuhkan putusan kepada Anak yang telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “Tanpa Hak Dan
Melawan Hukum Memiliki Narkotika Golongan I bukan tanaman” yang
di dakwa dengan dakwaan alternatif kedua dengan pidana penjara selama
1 (satu) Tahun dan 6 (enam) Bulan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) Tanjung Pati dan pidana pelatihan kerja berupa kewajiban
mengikuti program pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh Balai
Latihan Kerja Solok di Jalan Raya Padang Solok, Jorong Lubuk Selasih,
Kabupaten Solok selama 6 (enam) Bulan. Dan membebankan biaya
perkara kepada anak sejumlah Rp.3000,- (tiga ribu rupiah).

1. Analisis Penulis
Dalam hal mencapai keadilan yang sesunggguhnya, hakim sebagai
ujung tombak yang terakhir, memiliki peranan yang sangat vital dalam
rangka untuk menemukan kebenaran dari suatu perkara yang sedang
ditangani. Maka dari itu ketika hakim hendak memutus suatu perkara
wajib menelusuri secara cermat setiap rangkaian alur kejadian dan
fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan guna untuk
menghasilkan suatu keputusan yang mencerminkan sebuah keadilan.
Berdasarkan peraturan perUndang-Undangan, yaitu Pasal 183 KUHP
yang berbunyi :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali
apabia dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Pasal 183 KUHAP bisa di pahami bahwasanya dalam menjatuhkan
putusan hakim harus berdasarkan dua alat bukti yang sah di tambah
dengan keyakinan hakim. Apabila terjadi di dalam persidangan terdapat
tidak cukupnya bukti ataupun dari bukti-bukti yang dihadirkan di depan
persidangan tidak mampu membuktikan unsur-unsur dari pasal yang
79

didakwakan penuntut umum maka hakim wajib memberikan putusan


bebas kepada terdakwa.
Berkenaan dengan kasus ini sebagaimana telah diketahui bahwa
terdakwa merupakan seorang anak. Dimana hakim yang menangani
kasus ini menjatuhkan putusan pemidanaan, artinya dalam kasus ini
hakim berkesimpulan bahwa anak terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum telah melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 dan menjatuhkan pidana berupa pidana penjara
selama 1 (satu) Tahun dan 6 (enam) Bulan di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak (LPKA) Tanjung Pati dan pidana pelatihan kerja berupa
kewajiban mengikuti program pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh
Balai Latihan Kerja Solok di Jalan Raya Padang Solok, Jorong Lubuk
Selasih, Kabupaten Solok selama 6 (enam) Bulan.
Menurut penulis keputusan hakim di dalam kasus ini bisa kita lihat
dari tiga sudut pandang yaitu dari sudut pandang Yuridis, Sosiologis dan
Filosofis.
1. Melihat dari sudut pandang Yuridis putusan hakim yang menyatakan
anak bersalah telah melakukan tindak pidana menurut penulis tidak tepat,
karena hukuman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara selama 1
(satu) Tahun dan 6 (enam) Bulan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA) dan 6 (enam) Bulan Pelatihan kerja, itu belum
mempertimbangkan hak-hak anak baik secara proporsional maupun
profesional. Dalam kasus ini pelaku masih dalam kategori anak, sehingga
hakim harus mengacu kepada Undang-Undang Perlindungan anak.
Dalam Pasal 81 ayat (5) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
disebutkan bahwa “Pidana Penjara terhadap anak hanya digunakan
sebagai upaya terakhir” maka sudah seharusnya hakim tidak menjatuhkan
hukuman penjara kepada anak, dan juga di dalam Pasal 81 ayat (1)
dijelaskan bahwa “Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila
keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat”. Pada
dasarkan narkotika merupakan hal yang membahayakan masyarakat,
80

akan tetapi pada kasus ini penulis menilai perbuatan anak belum
membahayakan masyarakat, dan perbuatan anak masih melingkup
dirinya sendiri dan tidak ada korban. Terakhir putusan berupa pelatihan
kerja, hal tersebut penulis nilai tidak sepenuhnya sesuai, disatu sisi bisa
untuk meningkatkan keterampilan anak agar lebih baik kedepannya, akan
tetapi disisi lain membuat anak terpaksa melakukan pekerjaan lantaran
pelaku masih anak.
Secara garis besar dari sudut pandang yuridis putusan yang
dijatuhkan hakim itu belum sesuai meskipun jika kita lihat berdasarkan
fakta di dalam persidangan sendiri anak mengakui perbuatan tersebut
tanpa membantahnya. Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan
Undang-Undang Narkotika, akan tetapi hukuman pidana yang dijatuhkan
sama dengan pidana orang dewasa, alangkah baiknya ada
Undang-Undang khusus yang mengatur tentang Penyalahgunaan
Narkotika oleh anak, karena anak yang berumur 17 tahun masih termasuk
kedalam fase tumbuh dan berkembang dan belum bertanggung jawab
seperti layaknya orang dewasa.
2. Menurut sudut pandang Sosiologis putusan hakim dalam perkara ini
bertentangan dengan unsur sosiologis, hal itu dikarenakan anak masih di
bawah umur, akan tetapi sudah dihukum dengan pidana penjara selama 1
(satu) tahun, pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak selama 6
(enam) bulan dan pelatihan kerja selama 6 (enam) bulan. Melihat dari
kasus yang penulis teliti faktor anak melakukan tindak pidana
penyalahgunaan narkotika yaitu karena keluarga yang tidak utuh yang
menjadikan anak kurang perhatian dan adanya pengaruh dari lingkungan
tempat anak tinggal anak, dan faktor geografis daerah itu sendiri.
Penulis menilai seharusnya hukuman yang diberikan oleh hakim
kepada anak tidak sebanyak itu, akan tetapi cukup dengan pembinaan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak selama waktu tertentu, dan
melakukan rehabilitasi terhadap anak, dikarenakan pada kasus ini anak
juga sebagai pengguna narkotika. Jika memungkinkan anak bisa
81

dikembalikan ke orang tua dengan pengawasan lembaga kemasyarakatan


anak. Faktanya pada kasus ini orang tua anak juga memiliki gangguan
mental pasca perceraian dengan ayah anak, maka dari itu anak bisa
dikembalikan ke keluarganya yang lain yang memiliki kemampuan untuk
mendidik dan mengarahkan anak ke pergaulan yang lebih baik lagi
mengingat usia anak masih berumur 17 tahun dan masih pelajar artinya
masih bisa melanjutkan pendidikan di sekolah, sangat disayangkan anak
yang masih di bawah umur harus menempuh pidana penjara dan tidak
melanjutkan pendidikannya padahal anak masih muda dan masih bisa
memperbaiki diri dan cara interaksi dengan sebaik-baiknya.
3. Menurut sudut pandang filosofis putusan hakim dalam menjatuhkan
hukuman terhadap anak itu kurang tepat dikarenakan di dalam
menjatuhkan hukuman hakim seharusnya memberikan keadilan yang
terbaik untuk anak, karena anak yang dijatuhi hukuman penjara akan
merugikan dirinya sendiri terutama bangsa dan negara. Dalam putusan
hakim penulis menilai putusan yang dijatuhkan bukan yang terbaik untuk
anak melainkan akan membuat anak malu di kalangan teman sebayanya
dan nama anak akan tercoreng di masyarakat, dikarenakan di umur 17
tahun anak telah masuk kedalam kategori anak nakal yang namanya
tertulis di dalam daftar nama anak yang masuk ke dalam pidana penjara.
Sesuai dengan teori keadilan dan sila ke-5 Pancasila bahwasanya
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” putusan yang dijatuhkan
hakim itu belum mementingkan keadilan bagi anak, karena keadilan yang
seharusnya adalah keadilan yang mementingkan hal yang terbaik untuk
anak, jika di di utamakan kepentigan terbaik untuk anak, maka akan
merugikan bangsa dan negara dimasa yang akan datang.
Penyelesain perkara pidana anak telah diatur prosesnya di dalam
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak. Penyelesaian perkara anak dilakukan secara keadilan restoratif,
yaitu dengan cara mengupayakan sistem Diversi. Dalam Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak, di dalam Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi:
82

“Pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak di


pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi”.
Diversi gagal pada tahap penyidikan dan penuntutan, maka sudah
seharusnya sebelum proses persidangan dimulai, hakim wajib
mengupayakan Diversi terlebih dahulu, agar penyelesaian perkara anak
tidak perlu sampai ke penjatuhan pidana, walaupun pidana yang
dijatuhkan di persidangan kepada anak relatif lebih ringan dari pidana
yang dijatuhkan kepada orang dewasa.
Syarat-syarat upaya Diversi dapat dilaksanakan berdasarkan Pasal 7
ayat (2) UU SPPA yaitu:
a. Diancam dengan pidana penjara dibawah 7 tahun; dan
b. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Berdasarkan kasus di atas, anak didakwa dengan dakwaan alternatif
kesatu, kedua dan ketiga oleh penuntut umum dan diambil oleh hakim
hanya dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 yang mana ancaman pidananya paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. Menurut penulis
hakim tidak melakukan upaya Diversi karena ancaman pidananya
minimum 4 tahun dan maksimal 12 (dua belas) tahun sehingga tidak
termasuk kedalam kategori dalam poin a Pasal 7 ayat (2), meskipun poin
b di dalam persidangan juga terungkap bahwa anak baru pertama kali
menghadapi proses hukum sebagai terdakwa, hal itu membuktikan bahwa
tindakan anak tidak tergolong ke dalam pengulangan tindak pidana, oleh
karena itu anak dalam perkara ini tidak wajib diupayakan Diversi dalam
proses penyelesaian perkaranya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengacu pada hasil penelitian yang menjawab pertanyaan penelitian
yang penulis analisa maka dapat diketahui bahwa:
1. Faktor yang memicu anak di bawah umur melakukan penyalahgunaan
narkotika yang semakin meningkat dari hari ke hari, disebabkan oleh 6
(enam) faktor yaitu faktor keluarga, faktor sosial, faktor Pendidikan,
faktor agama, faktor perkembangan zaman dan faktor geografis. Pertama,
faktor keluarga memberikan pengaruh yang sangat luar biasa terhadap
karakter seorang anak, karena anak sejak dilahirkan sudah berinteraksi
dengan keluarganya, jadi cara didikan anak di keluarga itu berarti bagi
kehidupan anak nantinya. Kedua faktor sosial, dikarenakan lingkungan
masyarakat merupakan tempat anak bergaul dengan teman-temannya
yang tidak tahu apakah mereka termasuk anak nakal atau bukan. Ketiga
faktor Pendidikan, kurangnya edukasi anak tentang bahaya
penyalahgunaan narkotika. Keempat faktor agama, ketika anak sudah tau
beragama, anak akan bisa menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk dan yang kelima faktor perkembangan zaman, seiring
perkembangan zaman narkotika akan mudah didapat. Dan yang terakhir
faktor geografis yaitu letak daerah yang merupakan daerah perlintasan
dan suhu di daerah tersebut sangat dingin.
2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan berupa hukuman
dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun, 6 (enam) Bulan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan pelatihan kerja selama 6
(enam) Bulan. Hal tersebut dilihat dari sudut pandang Yuridis, Sosiologis
dan Filosofis belum mempertimbangkan hak-hak anak secara
proporsional dan profesional.

83
84

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, besar harapan
penulis adanya perubahan untuk anak di bawah umur sebagai penyalahguna
narkotika, untuk itu penulis menyarankan beberapa hal untuk dilakukan
diantaranya:
1. Sebaiknya pemerintah membuat aturan khusus terkait narkotika oleh
anak yang akan dijadikan acuan oleh sebagai penerapan hukum terhadap
anak pelaku penyalahgunaan narkotika. Bagi pihak yang berwenang
diharapkan banyak melakukan pembinaan terhadap anak di luar
pendidikan formal guna untuk memberikan edukasi kepada anak, seperti
penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika.
2. Diharapkan kepada seluruh orang tua, guru dan seluruh lapisan
masyarakat untuk lebih mengawasi pergaulan anak dan memberikan
bimbingan agar anak tidak dengan mudah terjerumus ke dalam lembah
narkotika yang akan merugikan dirinya sendiri dan juga masa depan anak
nantinya, karena kejahatan yang menyangkut narkotika dan obat-obat
terlarang bukanlah merupakan kejahatan biasa akan tetapi merupakan
sebuah unordinary crime yang memerlukan comprehension (pemahaman)
secara khusus terhadapnya serta pelaksanaan penegakan hukumnya
secara tegas dan profesional tanpa pandang bulu demi penyelenggaraan
ketahanan nasional yang bagus dalam membangun masyarakat yang adil
dan makmur serta sejahtera, untuk itu hendaknya hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap anak di bawah umur itu memperhatikan
unsur yuridis, sosiologis dan filosofis nya.
85

Daftar Pustaka
1. Buku
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak
Pidana, Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum
Pidana, (Jakarta : Rajawali pers, 2020).

Agnesta, Liza Krisna, “Hukum Perlindungan Anak” CV Budi Utama,


Yogyakarta, Maret 2016.

Alfitra, “Hukum Acara Peradilan Anak”, Wade Group, Augustus 2019.

Atmasasmita, Romli Problema Kenakalan Anak-anak dan Remaja, Bandung,


2015.

Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, Unpam Pers, (November. 2018).

Chazawi, Adami, “Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak


Pidana, Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum
Pidana”, (Jakarta : Rajawali pers, 2020).

Dewa gede Atmadja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-teori Hukum,


(Malang: Setara Pers. 2018).

Efritadewi, Ayu, Modul Hukum Pidana, ( kepulauan Riau: Umrah Press,


Universitas Maritim Raja Ali Haji. 2020).

Hamzah, Andi, KUHP dan KUHAP, (Jakarta : Rineka Cipta.2006).


Irwan Jasa Tarigan, Narkotika dan Penanggulangannya, CV Budi Utama,
2017.

Ma’roef, Ridha, Narkotika, Bahaya dan Penanggulangannya, (Jakarta:


Kharisma Indonesia, 1998).

Marlina, “Hukum Penitensier”, Bandung : Refika Aditama, 2016.

Mertha, Ketut dkk, Buku Ajar Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas
Udayana, 2016.

Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:


PT.Alumni, 2010.

Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram University Press, Juni,


2020).
86

Rahmadani, Lidya Hasibuan, Diversi dan Keadilan Restoratif Pembaharuan,


Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PLEDOI Edisi III, 2014.

Rodliyah dan Salim, Hukum Pidana Khusus “unsur dan Sanksi Pidananya”,
(Depok: Rajawali Pers, 2017).

Sabila, Sharfina “Narkotika Anak Pidana dan Pemidanaan” (Depok:


Rajawali Pers, PT Raja Grafindo Persada, Agustus 2020).

Salim, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali pers,


2012).

Silalahi, Ulber, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung: Refika


Aditama.2009).

Suteki, Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan


Praktik), (Depok: Rajawali Pers. 2020).

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika di Indonesia, PT. Citra Aditya,


Bandung.

Soetedjo, Wagiati dan Melani “Hukum Pidana Anak” Bandung : Refika


Aditama, 2013.

Sujono dan Bony Daniel, “Komentar dan Pembahasan Undang-Undang


Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika” Jakarta: Sinar Grafika, April
2011.

Sofyan, Andi dan Nur Azisa, Hukum Pidana, (Makassar : Pustaka Pena Press,
Cet. Kesatu, 2016.

Wojowasito, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Bandung: Hasta Karya.1997).

Zubaidah, Siti “Penyembuhan Korban Narkotika Melalui Terapi dan


Rehabilitasi Terpadu”, (Medan : IAIN Pers. Desember 2011).

2. Peraturan PerUndang-Undangan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak

Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun


2014 tentang perlindungan anak.
87

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

3. Jurnal
Amin, Nur dan Naimah, “Faktor Hereditas Dalam Mempengaruhi
Perkembangan Intelligensi Anak Usia Dini”, Jurnal Buah Hati, Vo.7,
No.2, September 2020.

Badan Narkotika Nasional, Jenis-jenis Narkoba dan Bahayanya, 28


November 2019.
https://surabayakota.bnn.go.id/jenis-jenis-narkoba-dan-bahayanya/.

Ernis, Yul, Diversi dan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara


Tindak Pidana Anak Di Indonesia, (Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum,
ISSN:1978-2292, Volume 10, Nomor2, Juli 2016).

Helmi, Muhammad, Konsep Keadilan dalam filsafat hukum dan filsafat


hukum islam, sharia departement, STIS Samarinda” (Volume 14,
issue 2, Desember. 2015).

Mahendra, Yusril, Mulyati Pawennei dan Sutiawati, “Efektivitas Penerapan


Hukum Pidana Materil Terhadap Anak Sebagai Pelaku
Penyalahgunaan Narkotika”, Journal of Lex Generalis (JLS) Vol.2,
No.8, (Augustus, 2021).

Nebi, Oktir, “Faktor Penyebab Pengguna Narkotika dikalangan masyarakat”,


(Wajah Hukum, 3.1 81-88, DOI 10.33087/wjh.v3i1.59).

Nur, Andi Aminah, Jumlah Narkotika di Sumbar Mendekati Ambang Batas


Nasional, Republika.co.id, November, 2020
https://republika.co.id/berita/qja5g8384/bnn-jumlah-pengguna-narkoba-
di-sumbar-dekati-batas-nasional.

Oktafianus Tampil, Perlindungan Hukum Terhadap Anak di Bawah Umur


Dalam Tindak Pidana Narkotika, Jurnal Lex et Societatis, Vol. III/ No.
10, (November 2015).

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum (Universitas Islam


Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017).

Puslitdatin, Penggunaan Narkotika di Kalangan Remaja Meningkat, BNN


Republik Indonesia , Augustus 2019.
https://bnn.go.id/penggunaan-narkotika-kalangan-remaja-meningkat/.

Ronie, Pengguna Narkotika di Indonesia Mencapai 3,4 juta orang, FIN (Fajar
Indonesia Network), Juni 2021
88

https://fin.co.id/2021/06/28/pengguna-narkoba-di-Indonesia-capai-34-ju
ta-orang/.

Setiawan, Koesworo, Kemensos Tekan MOU dengan BNN, UNODC dan


Colombo Plan, Siaran Pers, Direktori Jenderal Rehabilitasi Sosial,
Kementerian Sosial Republik Indonesia, Juli 2020
https://kemensos.go.id/kemensos-teken-mou-dengan-bnn-unodc-dan-co
lombo-plan.

Setiawan, Koesworo, Kemensos Tekan MOU dengan BNN, UNODC dan


Colombo Plan, Siaran Pers, Direktori Jenderal Rehabilitasi Sosial,
Kementerian Sosial Republik Indonesia, Juli 2020
https://kemensos.go.id/kemensos-teken-mou-dengan-bnn-unodc-dan-co
lombo-plan.

Vidya, Riska Satriani, Keadilan Restoratif sebagai Tujuan Pelaksanaan


Diversi Pada Sistem Peradilan Pidana Anak, Artikel Mahkamah Agung
Republik Indonesia, Juni 2017.

Yudi, Artikel, Sejarah singkat Narkoba, 2011


https://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2011/10/31/189/sejarah
-singkat-narkoba.

4. Skripsi
Mahdi, Asep, “Tindak Pidana Narkotika Anak Dibawah Umur Dalam
Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Analisis Putusan
Pengadilan No.1409/Pid.B/2009/Pn. \Tangerang)” (S1 Fakultas
Syariah dan Hukum, UIN syarif hidayatullah Jakarta. 2010).

Maula, Ahmad Iqbal skripsi, “analisis putusan nomor


60/pid.sus-anak/2017/pn-tng tentang sanksi hukum terhadap anak
pelaku jual beli narkotika” (S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
syarif hidayatullah Jakarta. 2020).

Yusmasir Skripsi, “sanksi pidana narkotika terhadap anak dibawah umur


menurut hukum islam dan hukum positif (analisis terhadap
Undang-Undang no. 35 tahun 2009 tentang narkotika)” (S1 Fakultas
Syariah dan HUkum UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh : 2016).

5. Putusan
Putusan PN Solok No.2/Pid. Sus-Anak/2018/PN.Slk.

Anda mungkin juga menyukai