Anda di halaman 1dari 14

SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK

Pengertian Komunikasi Kelompok


Komunikasi kelompok dapat didefinisikan sebagai pertukaran informasi antara mereka yang
memiliki kesamaan dalam hal budaya, linguistik, dan/atau geografi. Hal ini ditegaskan oleh
Rakhmat (2001 :140) yang menyatakan bahwa komunikasi kelompok digunakan untuk saling
bertukar informasi, menambah pengetahuan, memperteguh atau mengubah sikap dan perilaku,
mengembangkan kesehatan jiwa, dan meningkatkan kesadaran.
Secara Teori Komunikasi Kelompok merupakan sebuah kegiatan atau interaksi yang dilakukan
oleh beberapa orang di dalam sebuah perkumpulan seperti pertemuan, diskusi, rapat atau
berkumpul di suatu tempat dengan jumlah peserta yang relatif kecil. Dengan kata lain,
komunikasi kelompok adalah sebuah pertukaran informasi atau pesan yang terjadi secara
langsung atau bertatap muka antara tiga orang atau lebih. Peran Komunikasi Kelompok bukan
hanya sebagai sarana atau alat pertukaran informasi saja, melainkan memiliki puluhan peran
yang sejalan dengan tujuan dari dibentuknya sebuah kelompok. Tujuan dibentuknya sebuah
kelompok secara tidak langsung sebenarnya akan menjadi tujuan dari komunikasi kelompok
itu sendiri.
Namun, untuk mencapai sebuah tujuan komunikasi kelompok yang efektif dan menghasilkan
sebuah Komunikasi yang Efektif tentunya haruslah melewati beberapa Tahap-tahap
Komunikasi. Tahap-tahap atau proses Komunikasi Lisan di dalam sebuah kelompok tentunya
dipengaruhi juga oleh beberapa komponen atau Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Kelompok yang sedang berjalan, karena faktor – faktor inilah yang nantinya akan berpengaruh
terhadap tujuan komunikasi kelompok tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Usia dan ukuran kelompok
2. Persepsi ataupun pikiran dari anggota kelompok
3. Status dan budaya pada anggota kelompok
4. Struktur kepemimpinan atau kepengurusan kelompok
5. Norma atau etika kelompok
6. Jaringan komunikasi serta kohesi kelompok
7. Kebutuhan interpersonal serta tanggung jawab anggota kelompok
8. Cara berkomunikasi dan kemampuan berkomunikasi
9. Jenis dan fungsi kelompok

PRINSIP-PRINSIP DASAR KOMUNIKASI KELOMPOK


Kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari-hari.
Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder, merupakan wahana bagi setiap orang
untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya berbagi informasi dalam hampir semua
aspek kehidupan. Ia bias merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan pribadi
(keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat merupakan sarana meningkatkan pengetahuan
para anggotanya (kelompok belajar) dan ia bias pula merupakan alat untuk memecahkan
persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota (kelompok pemecahan masalah). Jadi,
banyak manfaat yang dapat kita petik bila kita ikut terlibat dalam sesuatu kelompok yang sesuai
dengan rasa ketertarikan (interest) kita. Orang yang memisahkan atau mengisolasi dirinya
dengan orang lain adalah orang yang penyendiri, orang yang benci kepada orang lain
(misanthrope) atau dapat dikatakan sebagai orang yang antisosial. Ada empat elemen yang
muncul dari definisi yang dikemukakan di atas tersebut, yaitu :
a. elemen pertama adalah interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang
penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara kelompok
dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara
serentak terkait dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain.
Misalnya, mahasiswa yang hanya secara pasif mendengarkan suatu perkuliahan, secara
teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok
apabila sudah mulai mempertukarkan pesan dengan dosen atau rekan mahasiswa yang lain.
b. elemen yang kedua adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu
yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan
interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki
karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.
c. elemen yang ketiga adalah ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompk.
Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. Ada yang
memberi batas 3-8 orang, 3-15 orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah
anggota tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan smallness, yaitu kemampuan setiap
anggota kelompk untuk dapat mengenal dan memberi reaksi terhadap anggota kelompok
lainnya. Dengan smallness ini, kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap anggota
mampu mengenal dan memberi rekasi pada anggota lain atau setiap anggota mampu
melihat dan mendengar anggota yang lain/seperti yang dikemukakan dalam definisi
pertama.
d. elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan dalam
suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat
mewujudkan satu atau lebih tujuannya.

Tujuan Komunikasi Kelompok


Dari beberapa faktor-faktor di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa setiap kelompok akan
memiliki sebuah citra yang baik di mata masyarakat jika seluruh faktor di atas dapat dipenuhi
dan digunakan atau dilakukan dengan baik. Ketika faktor-faktor di atas sudah dilakukan
dengan baik, maka tujuan dari sebuah komunikasi kelompok akan langsung terlihat oleh setiap
anggota kelompok. Tujuan komunikasi kelompok sebenarnya akan paling dipengaruhi oleh
jenis dan fungsi dari sebuah kelompok itu sendiri. Sebagai contoh, tujuan dari komunikasi
kelompok yang dilakukan oleh siswa sekolah tentunya akan berkaitan dengan kegiatan sekolah
yang mereka kerjakan secara berkelompok. Meskipun begitu, secara garis besar komunikasi
kelompok memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Menjalin hubungan sosial antar individu
2. Menyalurkan ide, pikiran, gagasan, saran hingga kritik
3. Menjadi sarana atau alat terapi diri
4. Sarana untuk belajar dan meningkatkan pengetahuan
5. Membuat sebuah keputusan
6. Menghasilkan sebuah solusi
7. Menjadi media penghubung antar pihak
8. Menyusun rencana atau kegiatan kelompok
9. Memecahkan masalah yang dihadapi
10. Mengembangkan kelompok kecil menjadi kelompok besar
Sebuah kelompok yang dibentuk pastinya akan memiliki sebuah tujuan, di mana tujuan tersebut
akan dikomunikasikan secara terus menerus oleh setiap anggota kelompok. Tujuan komunikasi
kelompok secara langsung maupun tidak langsung akan terlihat pada sebuah kelompok yang
kita ikuti. Dari tujuan komunikasi kelompok di atas, tentunya kita sudah memahami kenapa
dan mengapa sebuah kelompok itu dibentuk.

Klasifikasi Kelompok
Tidak setiap himpunan orang disebut kelompok. Dikatakan kelompok jika terdapat kesadaran
dan ikatan antara yang mempersatukan anggotanya.
Menurut Baron & Byrne (1979:558), kelompok memiliki dua tanda psikologis yaitu: pertama,
anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (ada sence of belonging). Kedua, nasib
anggota kelompok saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu
dengan hasil yang lain.
Seseorang memilih suatu kelompok untuk memenuhi kebutuhannya di dalam konteks sosial.
Kelompok menurut Charles Pavitt & Ellen Curtis, yaitu:
• Produktifitas
• Morale

Menurut Gerald Wilson dan Michael Hanna ada 3 hal yang membuat seseorang masuk
dalam suatu kelompok, yakni:
1. Daya tarik anggota kelompok
2. Daya tarik kegiatan & tujuan kelompok
3. Daya tarik menjadi anggota kelompok

Menurut JF Cragan dan David Wright, mengklasifikasikan kelompok menjadi 4 bagian


yaitu:
1. Primary Group dan Secondary Group (kelompok primer dan kelompok sekunder)
2. Ingroup dan Outgroup
3. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan (Membership group dan Reference
group)
4. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Peskriptif.
1. Primary Group dan Secondary Group (kelompok primer dan kelompok sekunder)
Menurut Charles Horton Cooley (1999) mendefinisikan kelompok primer dan sekunder,
yaitu:
a. Kelompok primer: hubungan antar anggota keluarga, teman-teman sepermainan yang
lebih akrab, lebih pribadi, lebih menyentuh hati.
b. Kelompok sekunder: hubungan antar anggota yang tidak terlalu dekat, tidak akrab,
impersonal, tidak menyentuh hati.

2. In Group dan Out Group


Sumner membagi kelompok menjadi ingroup dan outgroup. Berikut penjelasannya.
a. In group (kelompok “kita”) merupakan kelompok dalam, dapat berupa kelompok
primer maupun sekunder.
contoh : Keluarga → In group primer
Fakultas tempat kita belajar → In group sekunder
b. Out group (kelompok “mereka”) merupakan kelompok luar. Seperti letak geografis,
suku bangsa, ideologi, profesi. contoh : orang yang berbeda suku dengan kita.

3. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan


Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group)
dan kelompok rujukan (reference group).
a. Kelompok Keanggotaan: Kelompok di mana individu secara administratif dan fisik
menjadi anggota kelompok itu.
b. Kelompok rujukan: Kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk
menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.
- Jika anda menggunakan kelompok itu sebagai teladan bagaimana seharusnya
bersikap rujukan positif (+).
- Jika anda menggunakan kelompok itu sebagai teladan bagaimana seharusnya tidak
bersikap rujukan negatif ( - ) Contoh :
Saya kuliah di BSI BSI = kelompok keanggotaan saya Saya tidak mau mengikuti /
menyesuaikan diri dengan nilai-
nilai (norma-norma) yang ada di BSI BSI = rujukan (-)

4. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif


John F. Cragan dan David W. Wright membagi kelompok pada dua kategori:
a. Kelompok Deskriptif: klasifikasi kelompok dengan melihat proses
pembentukannya secara alamiah. Kelompok deskriptif dibagi menkadi 3, yaitu :
kelompok tugas (kelompok pemecah masalah), kelompok pertemuan (kelompok
terapi di RS) dan kelompok penyadar (kelompok keamanan)
b. Kelompok Preskriptif: klasifikasi kelompok menurut langkah-langkah rasional
yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya. Terdapat
enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi
panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi


Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi Kelompok dalam perilaku komunikasi, yaitu:
Konformitas, Fasilitasi sosial, dan Polarisasi
a. Konformitas
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok
sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam
kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk
mengatakan dan melakukan hal yang sama.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai
akibat tekanan kelompok, baik yang nyata maupun yang dibayangkan (Kiesler dan Kiesler
dalam Rakhmat, 2001 : 150). Konformitas dipengaruhi oleh faktor situasional dan faktor
personal.
Yang termasuk dalam faktor situasional yang mempengaruhi konformitas kelompok adalah
berbagai karakteristik kelompok seperti kejelasan situasi, konteks situasi, cara
menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh, ukuran kelompok, dan tingkat
kesepakatan kelompok. Sementara itu, faktor personal yang mempengaruhi konformitas
mencakup berbagai karakteristik personal seperti usia, jenis kelamin, stabilitas emosional,
otoritarianisme, kecerdasan, motivasi, dan harga diri.
Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan anda
untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan
rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota
kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

b. Fasilitas Sosial
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau
peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok.
Menurut Allport, yang dimaksud dengan fasilitasi sosial adalah prestasi individu yang
meningkat karena disaksikan kelompok. Inti dari fasilitasi sosial adalah kehadiran
kelompok dapat mempermudah pekerjaan yang dilakukan.
Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965)
menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi
pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan
orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan
dikeluarkannya respon yang dominan.
Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah
yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi
penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon
yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas
kerja individu.
Contoh :
Seorang anak sekolah ketika berada di rumah akan terlihat baik perilakunya . Akan tetapi,
ketika anak ini berada di tengah-tengah kelompoknya (baca: Geng Nero), maka perilakunya
akan berubah menjadi nakal dan agresif. Bahkan ibunya terheran-heran dibuatnya, karena
tidak menyangka anaknya bisa seperti itu, padahal di rumah ia terlihat diam dan kalem.

c. Polarisasi
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi
kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah
diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu.
Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu,
setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.
Polarisasi mengandung beberapa implikasi yang negatif, di antaranya adalah:
(1) Kecenderungan ke arah ekstremisme menyebabkan peserta komunikasi menjadi lebih
jauh dari dunia nyata yang menciptakan peluang bagi mereka untuk berbuat kesalahan
(2) Polarisasi akan mendorong ekstremisme dalam kelompok gerakan sosial atau politik.

Tahap Perkembangan Kelompok


Terdapat empat tahapan perkembangan suatu kelompok, yaitu:
1. Orientasi (Pengenalan)
Masing-masing anggota kelompok saling mengenal satu sama lainnya. Pada tahap orientasi ini
terjadi :
• Penjelasan, maksudnya dari tahap pengenalan semakin jelaslah keinginan tiap-tiap
anggota untuk membentuk kelompok. Dan kemudian timbul,
• Kesepakatan untuk membentuk kelompok. Karena kelompok terdiri atas beberapa
orang, maka
• Masing-masing anggota mencari arah tujuan kelompok tersebut dan saling
mengungkapkan pendapat dan ide-ide yang tentulah berlainan.
Dari ide-ide yang berlainan dengan tujuan yang berlainan pula maka timbul tahap yang ke 2
yaitu: Konflik.
2. Konflik
Pada tahap ini penuh dengan perdebatan tentang ide-ide yang disampaikan oleh anggota
kelompok untuk mencari cara penyelesaian tugas yang tepat.
3. Kemunculan (Emergence)
• Hilangnya konflik dan berargumentasi, tetapi kemunculan kembali keragu-raguan.
• Kelompok mencapai kesepakatan untuk mencapai tujuan berdasarkan ide-ide dari
anggota kelompok.
• Hal ini terjadi karena konflik yang ada telah berkurang begitu juga dengan
argumenargumennya.
• Namun dari kesepakatan itu pula timbul keragu-raguan, “Apakah bisa” atau “apakah
benar” tujuan akan tercapai?
Akan tetapi keragu-raguan akan hilang ketika mamasuki tahap yang ke 4, yaitu :
Penguatan (Reinforcement)

4. Penguatan (Reinforcement)
• Masing-masing anggota kelompok menguatkan keputusan yang mereka ambil itu akan
mendorong dalam pencapaian tujuan kelompok bila ada rasa kebersamaan dalam
kelompok.
• Karena ada penguatan maksud dan tujuan itu akan menciptakan suatu kelompok yang
kompak, maka akan berkuranglah argumen-argumen yang ada karena anggota
kelompok menyadari bahwa telah berada pada tahap akhir untuk mencapai tujuan.
• Kesadaran yang timbul diantara anggota kelompok akan membuat akan menimbulkan
usaha mengungkapkan pendapat yang menuju pada kepentingan kelompok. Kemudian
anggota kelompok mendapatkan tugas-tugas tetentu untuk memudahkan dalam
mencapai tujuan.

Keefektifan Kelompok
Keefektifan Kelompok adalah pencapaian tujuan melalui kerjasama antar anggota kelompok.
Anggota kelompok saling bekerja sama untuk mencapai dua tujuan, yaitu melaksanakan tugas
kelompok dan memelihara moral para anggota kelompok. Keefektifan kelompok dipengaruhi
oleh faktor situasional dan faktor personal. Yang termasuk dalam faktor situasional keefektifan
kelompok mencakup ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok, dan
kepemimpinan.

Sedangkan, yang termasuk dalam faktor personal keefektifan kelompok mencakup kebutuhan
interpersonal dan proses interpersonal. Kebutuhan interpersonal meliputi inklusi, kontrol,
afeksi, tindak komunikasi, peranan. Proses interpersonal meliputi keterbukaan, percaya, dan
empati.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI KELOMPOK


Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a.
melaksanakan tugas kelompok
b. memelihara moral anggota-anggotanya.
Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok disebut Prestasi (Performance) tujuan kedua
diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling
berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari
beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat
memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
Efektivitas kelompok dipengaruhi oleh dua factor, yaitu: (a) factor situasional (karateristik
kelompok dan (b) factor personal (karateristik para anggota kelompok). A. Faktor situasional
meliputi:
(1) Ukuran kelompok,
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok/performance
bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok.
Sehubungan dengan hal tersebut, ada dua tugas kelompok, yaitu tugas koaktif dan tugas
interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain,
tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi
secara terorganisasi untuk menghasilkan produk, atau keputusan.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah
tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen
(mencapai satu pemecahan yang benar), maka hanya diperlukan kelompok kecil supaya
sangat produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber,
keterampilan, dan kemampuan yang terbatas.
Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (menghasilkan berbagai kegiatan
gagasan kreatif ), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
(2) Jaringan komunikasi,
Bagan atau gambar Jaringan Kelompok Roda, Rantai, Y, Lingkaran, dan Jaringan
Kelompok Bintang secara lebih lengkap dapat dilihat di buku Jalaluddin Rahmat,
Psikologi Komunikasi.

Gambar 1. Bagan Jaringan


Pada jaringan komunikasi model roda; seseorang, biasanya pemimpin, menjadi fokus
perhatian. Ia dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap
anggota kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya.
Pada jaringan komunikasi rantai; A dapat berkomunikasi dengan B, B dapat
berkomunikasi dengan dengan C, C dapat berkomunikasi dengan dengan D, dan begitu
seterusnya.
Pada jaringan komunikasi Y, tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orangorang
di sampingnya seperti pada pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat
berkomunikasi dengan hanya seseorang di sampingnya.
Pada jaringan komunikasi lingkaran; setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan
dua orang, di samping kiri dan kanannya. Dengan perkataan lain, dalam model ini tidak
ada pemimpin .
Pada jaringan komunikasi bintang, disebut juga jaringan komunikasi semua saluran/all
channel, setiap anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang
lain.
Dalam hubungannya dengan prestasi kelompok, Leavit menemukan bahwa jaringan
komunikasi roda, yaitu yang paling memusat dari seluruh jaringan komunikasi,
menghasilkan produk kelompok yang tercepat dan terorganisasi.
Sedangkan kelompok lingkaran, yang paling tidak memusat, adalah yang paling lambat
dalam memecahkan masalah. Jaringan komunikasi lingkaran cenderung melahirkan
sejumlah kesalahan.
Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa pola komunikasi yang paling
efektif adalah pola semua saluran. Mengapa? Karena pola semua saluran tidak terpusat
pada satu orang pemimpin, dan pola ini juga paling memberikan kepuasan kepada
anggota serta paling cepat menyelesaikan tugas bila tugas itu berhubungan dengan
masalah yang sulit.
Pola roda adalah pola komunikasi yang memberikan kepuasan paling rendah.
(3) Kohesi kelompok,
Kohesi kelompok berarti adanya semangat kelompok yang tinggi, hubungan
interpersonal yang akrab, kesetiakawanan, dan perasaan “kita” yang dalam. Kohesi
kelompok merupakan kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal
dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok.
Kohesi kelompok diukur dari :
a. keterikatan anggota secara interpersonal satu sama lain
b. ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
c. sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan
kebutuhan personalnya.
Menurut Bestinghaus, ada beberapa implikasi komunikasi dalam kelompok kohesif,
sebagai berikut :
a. Komunikator dengan mudah berhasil memperoleh dukungan kelompok. Jika
gagasannya sesuai dengan mayoritas anggota kelompok.
b. Pada umumnya kelompok yang lebih kohesif lebih mungkin dipengaruhi persuasi.
Ada tekanan ke arah uniformitas dalam pendapat, keyakinan, dan tindakan.
c. Komunikasi dengan kelompok yang kohesif harus memperhitungkan distribusi
komunikasi di antara anggota-anggota kelompok.
d. Dalam situasi pesan tampak sebagai ancaman kepada kelompok, kelompok yang
lebih kohesif akan cenderung menolak pesan.
e. Sebagai konsekuensi dari poin 4 di atas, maka komunikator dapat meningkatkan
kohesi kelompok agar kelompok mampu menolak pesan yang bertentangan.
(4) Kepemimpinan.
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk
bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling
menentukan keefektifan komunikasi kelompok.
Ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis, dan laissez faire. a.
Gaya Kepemimpinan Otokratis
Dalam Gaya Kepemimpinan Otokratis, seorang Pemimpin atau Manajer Otokratis
tidak memberikan wewenang pengambilan keputusan kepada bawahan.
Pengambilan Keputusan dengan gaya kepemimpinan Otokratis ini biasanya tidak
melakukan konsultasi atau mendengarkan gagasan dari bawahan terlebih dahulu.
Gaya kepemimpinan ini sangat berguna pada saat keputusan harus diambil
secepatnya atau ketika keputusan tersebut tidak memerlukan masukan maupun
kesepakatan dengan tim atau bawahannya. Manajer atau Pemimpin yang
menggunakan gaya otokratis ini harus memiliki keahlian pada bidang dimana dia
harus mengambil keputusan dan kemampuan dalam mempengaruhi anggota Tim
ataupun bawahannya untuk bekerja sama agar tercapainya tujuan yang
dikehendakinya.
Namun di sisi negatifnya, anggota Tim atau bawahannya akan merasa tidak dihargai
sehingga berkurangnya motivasi kerja dan mengakibatkan tingginya tingkat absensi
dan pertukaran karyawan.
b. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Dalam Gaya Kepemimpinan Demokratis, Seorang Pemimpin atau Manajer
biasanya meminta pendapat atau nasehat dari anggota Tim atau bawahannya
sebelum mengambil keputusan. Anggota Tim ataupun bawahannya didorong untuk
lebih kreatif dan diberi kesempatan untuk menyampaikan saran atau gagasan
mereka meskipun keputusan terakhir masih berada di tangan Manajernya.
Keputusan terakhir yang diambil pada dasarnya merupakan kesepakatan dari
anggota tim dengan pemimpinnya atau bawahan dengan manajernya.
Karyawan atau anggota Tim yang bekerja di bawah gaya kepemimpinan
manajemen Demokratis ini cenderung lebih bersemangat dan memiliki kepuasan
kerja dan produktivitas yang tinggi. Namun di sisi negatifnya, gaya kepemimpinan
Demokratis ini akan kurang efektif jika dihadapi dengan permasalahan atau situasi
yang mengharuskan pemimpin atau manajernya mengambil keputusan yang cepat.
c. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire
Dalam Manajemen yang mengadopsi Gaya Kepemimpinan Laissez-faire, Manajer
atau Pemimpin akan memberikan bawahan kebebasan penuh dalam mengambil
keputusan yang berkaitan dengan tugas yang dikerjakannya dan tentunya dengan
batas waktu yang telah ditentukan oleh Manajer mereka. Para Manajer akan
memberikan pendapat dan bimbingan ataupun sumber daya lainnya jika diperlukan.
Gaya Kepemimpinan Laissez-faire ini menghasilkan motivasi dan kepuasan kerja
karyawan yang tinggi. Namun akan berdampak negatif bagi bawahan yang tidak
dapat mengatur waktunya dengan baik dan bagi mereka yang tidak memiliki
keahlian serta pengetahuan yang cukup dalam mengerjakan tugasnya.

B. Factor personal meliputi:


(1) kebutuhan interpersonal, (2)
tindak komunikasi,
(3) peranan.

Bentuk Komunikasi Kelompok


Secara garis besar, komunikasi kelompok terdiri daru dua bentuk, yaitu komunikasi kelompok
deskriptif dan komunikasi kelompok preskriptif.
1. Komunikasi kelompok deskriptif
Menurut para ahli komunikasi kelompok, terdapat tiga kategori kelompok yaitu kelompok
tugas, kelompok pertemuan, dan kelompok penyadar yang measing-masing
menggambarkan tahapan perkembangan proses kelompok.
(a) Kelompok Tugas. Menurut Aubrey Fisher, perkembangan proses kelompok terdiri dari
empat tahap, yaitu orientasi, konflik, pemunculan, dan peneguhan.
(b) Kelompok Pertemuan. Menurut Bennis dan Sheperd, perkembangan proses kelompok
terdiri dari dua tahap, yaitu kebergantungan pada otoritas dan kebergantungan satu
sama lain.
(c) Kelompok Penyadar. Menurut James Chesebro, John Cragan, dan Patricia
McCullough, terdapat empat perkembangan proses kelompok penyadar, yaitu
kesadaran diri akan identitas baru, identitas kelompok melalui polarisasi, menegakkan
nilai-nilai baru bagi kelompok, dan menghubungkan diri dengan kelompok
revolusioner.
2. Komunikasi Kelompok Preskriptif
Berdasarkan formatnya, komunikasi kelompok dibagi menjadi dua macam yaitu kelompok
privat dan kelompok public. Yang termasuk dalam kelompok privat diantaranya adalah
kelompok pertemuan, kelompok belajar, panitia, dan konferensi. Sedangkan, yang
termasuk dalam kelompok publik diantaranya adalah diskusi panel, wawancara terbuka,
forum, dan simposium.
(a) Format diskusi
Menurut para ahli, terdapat beberapa format diskusi yang didasarkan pada susunan
tempat duduk, urutan siapa yang berbicara dan kapan, dan aturan waktu yang diizinkan
untuk berbicara. Berbagai format diskusi diantaranya adalah :
• Diskusi meja bundar – komunikasi bebas dilakukan oleh anggota kelompok karena
susunan tempat duduk yang bundar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susunan
meja bundar memudahkan partiisipasi spontan yang lebih demokratis daripada
susunan meja segiempat yang lebih otokratis dan kaku.
• Simposium – serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dari
sebuah topik atau posisi yang pro dan kontra terhadap masalah yang kontroversial,
dalam format diskusi yang sudah dirancang sebelumnya.
• Diskusi panel – format khusus yang anggota-anggota kelompoknya berinteraksi,
baik berhadaphadapan maupun melalui seorang moderator, diantara mereka sendiri
dan dengan hadirin, tentang masalah yang kontroversial. Umumnya, susunan
tempat duduk diskusi panel meletakkan peserta diskusi pada meja segiempat yang
menghadap khalayak, dengan moderator duduk di tengah-tengah diantara dua pihak
yang berdiskusi.
• Forum – adalah waktu tanya jawab yang terjadi setelah diskusi terbuka. Khalayak
memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan tanggapan.
Terdapat lima macam forum, yaitu forum ceramah, forum debat, forum dialog,
forum panel, dan forum simposium.
• Kolokium – format diskusi yang memberikan kesempatan pada wakil-wakil
khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seorang
atau beberapa ahli.
• Prosedur perlementer – format diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi
yang besar pada periode waktu tertentu ketika sejumlah keputusan harus dibuat.
Para peserta harus mengikuti peraturan tata tertib yang telah ditetapkan secara
eksplisit.
(b) Sistem Agenda Pemecahan Masalah
Secara umum, terdapat tiga pola urutan acara pemecahan masalah yang dapat
membantu penyelesaian tugas kelmpok sebagaimana yang diungkapkan oleh para ahli.
Tiga pola tersebut adalah urutan pemecahan masalah kreatif, urutan berpikir reflektif,
dan urutan solusi ideal.
• Urutan pemecahan masalah kreatif. Dikembangkan oleh Alex Osborn, Sidney J.
Parnes, dkk yang ditujukan untuk melahirkan gagasan baru atau mengembangkan
ide yang memerlukan daya imajinasi.
• Urutan berpikir reflektif. Urutan ini menganjurkan adanya kritik sebelum
pemecahan masalah dinyatakan.
• Pola solusi ideal. Digunakan untuk mengatasi masalah yang akan mempengaruhi
berbagai macam kelompok yang mempunyai kepentingan yang berlainan, atau yang
membutuhkan dukungan berbagai jenis orang yang mempunyai nilai yang
berlainan.
FUNGSI KOMUNIKASI KELOMPOK
1. Fungsi pertama dalam kelompok adalah Hubungan Sosial, dalam arti bagaimana suatu
kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di antara para
anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan
kepada anggotanya untuk melakukan sktivitas yang informal, santai dan menghibur.
2. Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti bagaimana sebuah kelompok
secara formal maupun informal bekerja unutk mencapai dan mempertukarkan pengetahun.
Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota kelompok,
kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun demikian,
fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak,
bergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi baru yang dikontribusikan, jumlah
partisipan dalam kelompok serta frekuensi interaksi di antara para anggota kelompok.
Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompk membawa
pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang
disumbangkan msing-masing anggota, mustahil fungai edukasi ini akan tercapai.
3. Dalam fungsi Persuasi, seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan anggota
lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat
usahausaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk tidak diterima oleh
para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan
dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha
mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian malah
membahayakan kedudukannya dalam kelompok.
4. Fungsi kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan
persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah (problem solving)
berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya;
sedangkan pembuatan keputusan (decision making) berhubungan dengan pemilihan antara
dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahn masalah menghasilkan materi atu bahan untuk
pembuatan keputusan.
5. Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan
kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok
terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnhya. Tentunya,
individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan
manfaat, namun usaha utamanya adalh membantu dirinya sendiri, bukan membantu
kelompok mencapai konsensus. Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok
konsultasi perkawinan, kelompok penderita narkotika, kelompok perokok berat dan
sebagainya. Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan nama
pengungkapan ciri (self disclosure). Artinya, dalam suasana yang mendukung, setiap
anggota dianjurkan untuk berbicara secara terbuka tentang apa yang menjadi
permasalahannya. Jika muncul konflik antar anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang
yang menjadi pemimpin atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya.
Budaya Kelompok
Budaya kelompok muncul ketika suatu jaringan terbentuk dimana simbol dan aturan yang ada
dibakukan melalui komunikasi.
Fungsi budaya kelompok :
a. Membentuk identitas kelompok yang membedakan satu kelompok dengan kelompok
yang lain.
b. Memberikan rasa kebersamaan.

Anda mungkin juga menyukai