Anda di halaman 1dari 3

Para petugas medis menjadi prajurit terdepan 'memerangi' virus corona.

Mereka
berhadapan langsung dengan pasien yang terjangkit virus Covid-19.
Di tengah keterbatasan alat dan fasilitas kesehatan, para petugas medis amat rawan
terpapar virus corona.
Buktinya, di DKI Jakarta saja ada 81 tenaga kesehatan positif mengidap virus tersebut.
Hingga Selasa (31/03), setidaknya 11 dokter dan seorang perawat meninggal dunia
akibat terpapar virus corona.
Namun, walau berrisiko terpapar virus dan minimnya alat kesehatan, mereka terus
bersemangat untuk bekerja memberikan pelayanan dan pengobatan kepada para
pasien.
Berikut cerita-cerita para petugas medis yang dirangkum oleh BBC News Indonesia.

Afit kini bekerja sebagai suster merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum
Daerah Pasar Minggu.
Ia mengabadikan dan membagikan hari-hari yang dilewati kepada masyarakat melalui
Youtube.
Para tenaga medis di RSUD Pasar Minggu diharuskan tinggal di tempat khusus yang
disediakan dan jauh dari keluarga.
Untuk mengobati rasa rindunya, ia selalu membawa baju anaknya yang masih
membutuhkan air susu ibu (ASI).
"Alhamdulilah pagi ini sudah dapat susu (ASI) untuk anak saya di rumah, about sixty or
something. Yah, tidak apa namanya juga ibu pekerja, yang ibu-ibu karier di luar sana
juga tahu kalau kita ada sedikit gangguan akan berpengaruh sama produksi ASI kita,"
kata Afit.
Menurut Afit, ASI yang sudah dikumpulkan kemudian dijemput sang suami. Ia pun
hanya bisa berbicara dan bertatap muka dari kejauhan dengan suami, tanpa bisa
berpelukan melepas rindu.
"Salam buat Aro (anak) yaa, makasih Momo (suami)," kata Afit sambil menatap suami
berjalan meninggalkannya.

Alat pelindung diri (APD) bagi para petugas medis merupakan pertahanan utama dalam
menangkal Covid-19.
Alat itu seperti masker, kacamata pelindung, pakaian pelindung tubuh 'hazmat', dan
sarung tangan.
Debryna Dewi bekerja sebagai dokter di RS Wisma Atlet. Lewat Instagram, ia
menceritakan kesulitan yang dihadapi.
Pertama, kata Debryna, para dokter harus mengenakan APD hampir sepuluh jam.
"Bagaimana kalau lapar, haus dan lainnya? Bagi yang sudah biasa puasa akan oke sih.
Tapi untuk menahan pipis itu susah sih. Kalau saya sih mentalnya belum kuat untuk
pakai popok. Jadi saya berusaha menahan sekuat mungkin," kata Debryna.
Ia melanjutkan, para petugas medis pun selalu was-was jika pakaian pelindung tubuh
yang bolong.
"Ada keparnoan kalau ada bolong sedikit saja, parno gitu kan, jadi benar-benar keep
checking ke teman, Jika ada yang sobek terus langsung diselotip. Itu sebenarnya agak
ribet karena tiap kali lihat bolong langsung cari selotip dan pasang dulu," ujarnya.
Menurut Debryna, selama bekerja di Wisma Atlet, para petugas medis tinggal di sana,
tidak boleh ke mana-mana dan akan dikarantina 14 hari jika tugasnya selesai.

Apa yang dirindukan Debryna?


Ia mengaku kangen dengan keadaan dunia seperti dulu, seperti jalan-jalan ke luar dan
mengunjungi restoran yang baru buka.
"Virus itu tidak bisa dilihat, bahkan waktu masuk dalam tubuh kita saja kita tidak tahu.
Sampai akhirnya kita tiba-tiba sakit dan menular. Terus terang waktu teman-teman saya
tanya bagaimana rasanya mau masuk ke Wisma Atlet itu, saya takut sih."
Ia pun berpesan ke pada masyarakat untuk tinggal di rumah, dan jaga jarak.
"Kami, tenaga medis, istilahnya bagaimana cara meminimalisasikan apa yang sudah
terjadi. Pasien yang sudah terinfeksi bagaimana caranya supaya dia bisa
terselamatkan. Tapi poinnya di sini kan, bagaimana tidak bisa tersebar?"

Di Cirebon, Dicki yang berprofesi sebagai dokter ahli paru menceritakan dilema yang
dihadapi saat memeriksa pasien corona.
"Ketika melakukan pemeriksaan pasien itu rasanya tidak aman, takut, merasa kasihan
dengan pasien. Tapi kami juga memikirkan bagaimana keluarga kita di rumah kalau
misalkan kita ada apa-apa," kata Dicki melalui aplikasi Whatsapp.
Dicki pun mengungkapkan kurangnya fasilitas kesehatan yang dimiliki rumah sakit.
Menurutnya, sangat sulit untuk melakukan tes swab karena alatnya tidak ada, dan tidak
ada pula tempat penyimpanan spesimen (TM).
"Bahkan rapid tes yang dijanjikan pun sebenarnya sampai saat ini kami belum dapat,
padahal itu sangat dibutuhkan bagi kami."

Dicki mengungkapkan para pasien di Cirebon adalah mereka yang datang dari luar
kota, terdapat setidaknya empat pasien dalam pengawasan (PDP).
Dalam Twitter-nya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa dalam delapan hari
terakhir ada 876 bus antarprovinsi yang membawa 14 ribuan penumpang dari
Jabodetabek ke provinsi lain.
Jumlah itu, kata Jokowi, belum termasuk mereka yang menggunakan kereta api, kapal,
pesawat dan mobil pribadi. "Mobilitas orang sebesar itu sangat berisiko memperluas
penyebaran COvid 19."

Berdasarkan laporan dari Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad
Yurianto, per tanggal 31 Maret 2020, pemerintah telah mendistribusikan lebih dari
191.000 APD ke seluruh rumah sakit di Indonesia yang menangani kasus Covid-19.
"Masker bedah sudah lebih dari 12 juta kita distribusikan. Masker N-95 lebih dari 133
ribu telah didistribusikan ke seluruh masyarakat. Seluruh RS rujukan telah disiapkan
bahkan RS darurat yang melaksanakan kegiatan rawat-an pun telah kita aktifkan," kata
Yurianto
"Kemudian ratusan ribu rapid diagnotis test sudah dibagikan dan terus dilakukan tes
screening sehingga bisa dilakukan dengan maksimal."
Dalam keterangan pers Selasa (31/03) Yurianto menyatakan terjadi penambahan kasus
positif baru sebanyak 114 kasus sehingga total menjadi 1.528 kasus di Indonesia.
Terdapat enam pasien yang sembuh sehingga menjadi 81 orang sembuh.
Dan ada 18 kasus kematian baru sehingga total 136 orang meninggal.
Sebelumnya, Achmad Yurianto, menyebutkan, RS rujukan nasional yang disiapkan
pemerintah telah menambah ruang isolasi sampai dengan 1.967 ruangan untuk
perawatan sedang hingga berat.

Kemudian, RS Wisma Atlet yang sudah dioperasionalkan sudah merawat inap 411 pas

Anda mungkin juga menyukai