Lia Putikasari
Lia Putikasari
id
SKRIPSI
Oleh :
LIA PUTIKASARI
K6404005
Oleh :
LIA PUTIKASARI
K6404005
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Pada hari :
Tanggal :
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
The objective of research is to find out: (1) the occurrence of violation and
criminal action in the national examination (UN) implementation in SMK PGRI 4
Ngawi East Java, (2) the form of violation and criminal action in the national
examination (UN) implementation in SMK PGRI 4 Ngawi East Java, and (3) the
way of coping with the violation and criminal action in the national examination
(UN) implementation in SMK PGRI 4 Ngawi East Java.
This research employed a descriptive qualitative method and the research
objects were the vice Principal, Teachers, Employees, former students and former
students’ parents in SMK PGRI 4 Ngawi East Java. Techniques of collecting data
used were in-depth interview for finding out the complete and in-depth answer
with direct observation and document recording.
The conclusion obtained from the result of research shows that (1) the
violation and criminal action in the national examination (UN) implementation is
due to the students’ high passing standard, another reason underlying many
violations leading to the criminal action is the school’s concern that the school’s
reputation will decline if many students does not pass through the UN, (2) the
form of criminal action in the national examination (UN) implementation in SMK
PGRI 4 Ngawi East Java constitutes the National Examination text abuse viewed
from the civic education perspective has violated the basic competence in civic
education including firstly the civic knowledge that the persons committing the
criminal action or the school officials whose occupation is as an educator
showing the lack of understanding about the citizenship knowledge, he/she should
have or equip him/herself with citizenship knowledge, secondly, the civic
disposition, the action committed by the educator is because the lack of
understanding of the meaning of values containing in the civic education, such as
the absence of personally awareness of being responsible corresponding to the
provision because the educator should give good exemplar, model, reference and
precedent for his/her pupil, thirdly civil skills, the teacher should participate in
make his/her students successful by debriefing and discussing about UN, (3) the
ways of coping with the violation and criminal action in the implementation of UN
include to improve the quality of teacher and students, to review the parameter, to
improve the organization and supervision technique, to give firm sanction to the
violator, the UN’s independent team really undertakes its task and function fairly
and responsibly, to improve the examination system and standard minimum
graduation, and to use the education mapping.
6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Kewarganegaraan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk
bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr.rer.nat.Sajidan, M. Si., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin penyusunan
skripsi.
2. Drs. Saiful Bachri, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial FKIP UNS yang telah memberikan izin penyusunan skripsi.
3. Dr. Sri Haryati, M. Pd., Ketua Program Pendidikan Kewaganegaraan yang
telah memberikan izin penyusunan skripsi kepada penulis serta membantu
penulis dalam menyelesaikan studi.
4. Dra. Hj. CH Baroroh, M. Si., Pembimbing I yang telah membimbing penulis
selama ini dengan penuh perhatian dan kesabaran.
5. Drs. H. Utomo, M. Pd., Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Kewaganegaraan
yang telah memberikan sebagian ilmunya kepada penulis dengan tulus ikhlas
selama ini.
7. Wakil Kepala Sekolah SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi
ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak mendapatkan imbalan dari Allah
SWT.
9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penulis
10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan penentuan kelulusan peserta didik dilakukan oleh pendidik/ guru dan satuan
pendidikan/ sekolah.
Terlepas dari pro dan kontra seputar UAN (Ujian Akhir Nasional) yang
tahun 2005 ini berubah nama menjadi UN (Ujian Nasional), pemerintah tetap
teguh pada kebijakannya untuk memberlakukan Ujian Nasional di tahun-tahun
mendatang. Berikut ini, informasi singkat sejak UN mulai diberlakukan dan
rencana pemerintah di tahun 2006 mendatang. Dinamika pelaksanaan Ujian
Nasional berkembang dari tahun ke tahun.
Pada awal April 2003, pemerintah menetapkan kebijakan baru tentang
Ujian Akhir Nasional (UAN). Siswa SMP dan SMA atau sekolah sederajat peserta
UAN 2003 yang memiliki nilai ujian kurang dari tiga dinyatakan tidak lulus.
“Ketentuan tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan
menengah,” demikian kata Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen)
Depdiknas Indra Djati Sidi di tengah-tengah maraknya pro dan kontra berkaitan
dengan UAN ini.
Pada tahun-tahun sebelumnya, ujian yang diselenggarakan dinamakan
EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Siswa dinyatakan lulus jika
nilai rata-rata seluruh mata pelajaran yang diujikan dalam EBTANAS adalah
enam, meski terdapat satu atau beberapa mata pelajaran bernilai di bawah tiga.
Namun, mulai 2003, siswa kelas 3 SMP dan 3 SMA harus belajar lebih keras agar
nilai murni UAN tidak kurang dari angka tiga karena soal Ujian Akhir Nasional
dibuat oleh Depdiknas dan pihak sekolah tidak bisa mengatrol nilai UAN.
Para siswa yang tidak lulus UAN masih diberi kesempatan untuk
mengikuti ujian ulangan UAN selang satu minggu sesudahnya. Jika dalam ujian
ulangan UAN siswa tetap memiliki nilai kurang dari angka tiga, maka dengan
terpaksa mereka dinyatakan tidak lulus atau hanya dinyatakan tamat sekolah. Hal
ini bisa dilihat dari fakta di lapangan. Tiga persen (828 siswa) dari 26.252 siswa
SMA/MA di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dinyatakan tidak lulus.
Sedangkan untuk jenjang SMP/MTs, 1.700 siswa (sekitar 3,7 persen) dari total
peserta Ujian Akhir Nasional sebanyak 46.475 siswa, dinyatakan tidak lulus.
18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Berkaitan dengan nilai penting tentang hasil Ujian Nasional ini, maka
pengawasan di ruang ujian dilakukan oleh tim pengawas ujian nasional dengan
sistem silang murni antarsekolah/madrasah.
Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasionall Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2005/2006) Pasal 13
bahwa :
1. Sekolah penyelenggara ujian nasional harus melibatkan dua orang unsur independen dalam
pelaksanaan ujian.
19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Tugas unsur independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah memantau penerimaan dan
penyimpanan soal, pelaksanaan pengawasan ujian nasional, pengumpulan lembar jawaban,
pengiriman lembar jawaban ke penyelenggara ujian nasional kabupaten/kota (Departemen
Pendidikan Nasional, 2005: 7).
20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
harus segera disimpan. Namun sisa soal tersebut dikerjakan dan jawabannya
diedarkan dalam bentuk SMS dan contekan kecil ke seluruh peserta ujian.
Selain bentuk pelanggaran-pelanggaran di atas, ada pula kasus
penggelapan naskah soal UN oleh oknum kepala sekolah SMK PGRI 4 Ngawi
Jawa Timur (Seputar Indonesia, 15 Juni 2007 Hal 5). Kasus ini termasuk dalam
tindak pidana kejahatan, dimana telah disidangkan di Pengadilan Negeri Ngawi,
Jawa Timur. Selain kepala sekolah tersebut, yang ikut menjadi terdakwa adalah,
Guru dan Kepala Staff Tata Usaha. Dalam sidang tersebut diketahui motif
terdakwa melakukan penggelapan naskah soal UN karena ingin meluluskan semua
siswanya dan bukan untuk menjual soal tersebut. Karena sebagai kepala sekolah,
dia ditargetkan untuk meluluskan sebanyak 96% dari seluruh siswa. Siswa SMK
yang menjadi peserta UN adalah sebanyak 484 siswa. Niat menggelapkan naskah
ujian muncul pada saat mereka mendapat tugas mengambil naskah ujian dari
Dinas Pendidikan Jawa Timur untuk kemudian diamankan di Polres Ngawi.
Seluruh terdakwa saat itu adalah rombongan yang berada dalam satu mobil.
Karena saat itu tidak ada polisi yang ikut dalam rombongan, lalu timbullah niat
untuk menggelapkan.
Mengenai pelanggaran dan tindak kejahatan dalam pelaksanaan ujian
nasional bila dilihat dari perspektif Civic Education sangat menyimpang atau
sangat bertentangan dengan ilmu yang di pelajari, ternyata dalam pelanggaran
ujian nasional ada kasus oknum pejabat sekolah yang kedudukannya sebagai
pendidik seharusnya menunjukkan kelakuan yang layak sesuai harapan
masyarakat, dan seorang guru di harapkan berperan sebagai teladan dan rujukan
dalam masyarakat, khususnya bagi anak didik yang dia ajar. Bahwa seorang guru
yang memiliki kewajiban sebagai pendidik bagi anak didiknya dan seharusnya
memberikan contoh yang baik, dalam hal ini telah melakukan perbuatan yang
tidak patut di contoh yaitu menggelapkan naskah Ujian Nasional hal ini termasuk
dalam tindak kejahatan, menyangkut dengan tindakan tersebut berarti guru itu
telah melanggar nilai kode etik seorang guru dimana nilai-nilai moral telah di
langgar selain itu telah melanggar ketentuan hukum pidana yang telah termuat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu perbuatan
21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penggelapan barang, dalam kasus ini yang di gelapkan adalah Naskah Ujian
Nasional. Penggelapan barang tergolong dalam tindak Kejahatan yang melanggar
pasal 372 KUHP. Tindakan tersebut telah menjatuhkan harkat dan martabat
seorang guru sebagai pendidik. Jika dilihat dari kasus tersebut maka tidak
mencerminkan adanya sikap yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai seorang
individu dan sosial selain itu tindakan tersebut tidak mencerminkan peranan
warga negara yaitu salah satunya Kewajiban yang sama bagi setiap warga negara
untuk menjunjung/ mematuhi hukum dan pemerintahan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti
PELANGGARAN DAN KEJAHATAN DALAM PELAKSANAAN UJIAN
NASIONAL DI LIHAT DARI PERSPEKTIF CIVIC EDUCATION (Studi Kasus
di SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka agar
permasalahan dapat di bahas secara operasional dan sesuai dengan sasaran
penelitian yang diharapkan maka dapat di rumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Mengapa terjadi pelanggaran dan tindak kejahatan dalam pelaksanaan Ujian Nasional di SMK
PGRI 4 Ngawi Jawa Timur?
2. Bagaimanakah bentuk pelanggaran dan tindak kejahatan dalam pelaksanaan Ujian Nasional di
SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur bila di lihat dari perspektif Civic Education?
3. Bagaimana cara mengatasi pelanggaran dan tindak kejahatan dalam pelaksanaan Ujian
Nasional yang terjadi di SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur?
C. Tujuan Penelitian
Dalam melakukan sebuah penelitian, pasti mempunyai tujuan yang
hendak di capai. Demikian pula dalam penelitian ini, penulis melakukan
penelitian dengan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui terjadinya pelanggaran dan tindak kejahatan dalam pelaksanaan Ujian
Nasional di SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur.
2. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran dan tindak kejahatan dalam pelaksanaan Ujian
Nasional di SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur bila di lihat dari perspektif Civic Education.
22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3. Untuk mengetahui cara mengatasi pelanggaran dan tindak kejahatan dalam pelaksanaan Ujian
Nasional yang terjadi di SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur.
D. Manfaat Penelitian
Dalam melakukan sebuah penelitian, di harapkan hasil penelitian dapat memberikan
manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis yang dapat diambil yaitu:
a. Penelitian yang dilaksanakan diharapkan berguna untuk memberikan kontribusi terhadap
pengembangan ilmu pendidikan, khususnya Civic Education atau Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) yang berkaitan dengan pelanggaran dan tindak kejahatan dalam
pelaksanaan Ujian Nasional.
b. Bagi perguruan tinggi, diharapkan dapat digunakan untuk menambah khazanah kekayaan
literatur di bidang pelanggaran dan tindak kejahatan dalam pelaksanaan Ujian Nasional.
c. Sedangkan bagi peneliti, dapat digunakan untuk memperluas wawasan dan pengalaman nyata
di bidang ilmu pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang dapat diambil yaitu:
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para praktisi (termasuk
penegak hukum) maupun para pengambil kebijakan sebagai bahan masukan guna
memperbaharui peraturan perundang-undangan sehingga implementasi dan
penerapannya dapat berjalan lebih baik sesuai dengan Hak dan Kewajiban Warga
Negara. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan ilmiah
dalam penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ujian Nasional dalam Konteks Pendidikan Nasional
a. Hakekat Pendidikan Nasional
Pada hakekatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional
mempunyai fungsi sebagai : pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan dan
pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, memberi kesempatan yang
sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dan
23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan
dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual, emosional dan spiritual peserta
didik dalam memahami sesuatu, mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat
eksternal, sampai tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan
dengan pemahahaman dan dirinya dan lingkungan kulturalnya.
Keempat: Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalani misi pendidikan nasional,
diperlukan suatu acuan dasar oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan,
yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yang terkait
dengan penyelenggaraan pendidikan. dalam kaitan ini kriteria dan kriteria
penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan : (1)
Pendidikan yang berisi muatan yang seimbang (2) Proses pembelajaran yang
demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas dan dialogis (3) Hasil
pendidikan yang bermutu dan terukur (4) Berkembangnya profesionalisme
pendidik dan tenaga kepedidikan (5) Tersedianya sarana dan prasarana belajar
yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal (6)
Berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan
dan (7) Terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada
peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Pendidikan Nasional adalah Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan jaman. Pendidikan Nasional sendiri merupakan
pengembangan dari arti kata Pendidikan, dimana dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1
dan 3 menyebutkan pengertian, fungsi dan tujuan pendidikan yaitu :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk menambah kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, ketrampilan pada dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yaitu : Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan
dasar dan menengah setelah :
1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran
2) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah
raga dan kesehatan.
3) Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi
4) Lulus ujian nasional (Anonim, 2005: 197).
31
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kalau diteliti pasal-pasal mengenai Kejahatan dan Pelanggaran dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) ternyata bahwa:
1) Apa yang termasuk dalam kelompok Kejahatan adalah merupakan perbuatan-
perbuatan yang “berat” dan diberi ancaman hukuman yang tinggi sedangkan yang
termasuk dalam kelompok Pelanggaran merupakan perbuatan yang “ringan”
dengan ancaman hukuman yang rendah;
2) Macam perbuatan dalam Kejahatan jauh lebih banyak jumlahnya dari pada apa
yang termasuk dalam kelompok Pelanggaran (Wantjik Saleh, 1983: 20).
c. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Mengenai jenis-jenis tindak pidana seperti diungkapkan oleh M. Sudrajat Bassar
(1986: 10) adalah sebagai berikut: “(1) Tindak Pidana Materiil (materieel delict), (2) Tindak
Pidana Formil (formeel delict), (3) Commiissie Delict, (4) Ommissie Delict, (5) Gequalifieceerd
Delict, (6) Voortdurend Delict”. Adapun penjelasan diatas adalah sebagai berikut Tindak pidana
materiil dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tanpa
merumuskan ujud dari perbuatan itu. Tindak pidana formil dirumuskan sebagai ujud perbuatannya,
tanpa mempersoalkan akibat yang di sebabkan oleh perbuatan itu. Commiissie Delict adalah tindak
pidana yang berupa melakukan suatu perbuatan positif, umpamanya membunuh, mencuri dan lain-
lain. Jadi hampir meliputi semua tindak pidana. Ommissie Delict adalah melalaikan kewajiban
untuk melakukan sesuatu, umpamanya tidak melalukan pemberitahuan dalam 10 hari hal kelahiran
atau kematian kepada Pengawas Jawatan Catatan Sipil (pasal 529 KUHP). Gequalifieceerd Delict
istilah ini di gunakan untuk suatu tindak pidana tertentu yang bersifat istimewa, umpamanya
pencurian (pasal 363 KUHP), apabila pencurian dilakukan dengan di ikuti perbuatan yang lain,
misalnya dengan merusak pintu. Voortdurend Delict adalah tindak pidana yang tidak ada henti-
hentinya.
d. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana yang termasuk dalam Kelompok Kejahatan
Bentuk-bentuk tindak pidana yang termasuk dalam kelompok kejahatan, seperti
diungkapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada tiga puluh dua bentuk
kejahatan yaitu: “Kejahatan terhadap keamanan negara, Kejahatan terhadap martabat Presiden dan
Wakil Presiden, Kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala negara sahabat serta
wakilnya, Kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan, Kejahatan terhadap
ketertiban umum, Perkelahian tanding, Kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi
orang atau barang, Kejahatan terhadap penguasa umum, Sumpah palsu dan keterangan palsu,
Pemalsuan mata uang dan uang kertas, Pemalsuan materai dan merek, Pemalsuan surat, Kejahatan
terhadap asal-usul dan perkawinan, Kejahatan terhadap kesusilaan, Meninggalkan orang yang
perlu ditolong, Penghinaan, Membuka rahasia, Kejahatan terhadap kemerdekaaan orang,
Kejahatan terhadap nyawa, Penganiayaan, Menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan,
Pencurian, Pemerasan dan pengancaman, Penggelapan, Perbuatan curang, Merugikan pemihutang
atau orang yang mempunyai hak, Menghancurkan atau merusakkan barang, Kejahatan jabatan,
Kejahatan pelayaran, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap sarana/prasarana
34
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
penerbangan, Penadahan penerbitan dan percetakan, Aturan tentang pengulangan kejahatan yang
bersangkutan dengan berbagai-bagai bab” (Anonim, 2005: vii).
e. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana yang termasuk dalam Kelompok Pelanggaran
Bentuk-bentuk tindak pidana yang termasuk dalam kelompok pelanggaran, seperti
diungkapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada sembilan bentuk
pelanggaran yaitu:
1) Tentang Pelanggaran Keamanan Umum bagi Orang atau Barang dan kesehatan
2) Pelanggaran Ketertiban Umum
3) Pelanggaran Terhadap Penguasa Umum
4) Pelanggaran Mengenai Asal-Usul dan Perkawinan
5) Pelanggaran Terhadap Orang yang memerlukan Pertolongan
6) Pelanggaran Kesusilaan
7) Pelanggaran Mengenai Tanah, Tanaman, dan Pekarangan
8) Pelanggaran Jabatan
9) Pelanggaran Pelayaran (Anonim, 2005: ix)
Apabila suatu perbuatan tidak termasuk ke dalam salah satu dalam golongan kelompok
tersebut diatas, Maka berarti perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, terkecuali kalau
ada suatu peraturan atau Undang-Undang yang dengan tegas menyatakan bahwa perbuatan itu
merupakan tindak pidana.
Umpamanya di negara Indonesia, sejak merdeka telah banyak di undangkan peraturan
atau Undang-Undang yang menyatakan suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana, sehubungan
timbulnya berbagai perbuatan yang tidak disebut dalam KUHP sebagai tindak pidana, akan tetapi
masyarakat merasakannya sebagai suatu perbuatan yang masyarakat anggap melawan hukum.
Untuk hal ini maka pemerintah dapat mengeluarkan suatu peraturan atau Undang-Undang yang
menyatakan bahwa suatu perbuatan tersebut menjadi suatu tindak pidana.
Oleh karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) itu telah terkodifisir dan
tidak mungkin peraturan-peraturan atau Undang-Undang tindak pidana yang baru dimasukkan ke
dalam KUHP, maka peraturan atau Undang-Undang yang di buat kemudian tidak dapat
dimasukkan kedalam KUHP dan berada di luar KUHP sehingga hal ini biasa disebut sebagai
“tindak pidana di luar KUHP” atau disebut “tindak pidana khusus”.
f. Tinjauan tentang Pencurian
Yang dimaksud dengan pencurian menurut hukum pidana, ialah perbuatan mengambil
sesuatu barang yang semuanya atau sebagiannya kepunyaaan orang lain disertai maksud untuk
memiliki dan dilakukan dengan melawan hukum (Gerson W. Bawengan 1983: 147).
Menurut Pasal 362 KUHP, Pencurian berbunyi:
Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian,
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah (Anonim, 2005: 121).
35
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Jika diteliti rumusan tindak pidana pencurian tersebut, perbuatan itu terdiri dari unsur-
unsur:
1) barang siapa,
2) mengambil barang sesuatu,
3) barang kepunyaan orang lain,
4) dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum (Suharto, 1996: : 38).
Dalam bukunya (Gerson W. Bawengan 1983: 147), Unsur-unsur yang harus dipenuhi
bahwa pencurian sebagai tindak pidana adalah:
1) adanya perbuatan mengambil;
2) yang diambil adalah suatu barang;
3) seluruhnya atau sebagiannya barang itu adalah kepunyaan orang lain;
4) pengambilan disertai maksud untuk memiliki dengan melawan hukum.
Dapat dijelaskan mengenai Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP tersebut
adalah:
1) Unsur barang siapa, yang dimaksud dengan barang siapa ialah “orang” , subjek
hukum yang melakukan perbuatan.
Yang dimaksud dengan barang, tidak sekedar berupa benda belaka, tetapi telah
diperluas dengan termasuk hewan, tenaga listrik ataupun gas.
2) Yang dimaksud dengan mengambil ialah sebelum perbuatan dilakukan. Barang itu
belum berada didalam kekuasaan pengambil, Perbuatan mengambil dapat dipandang
telah terwujud, bilamana barang yang diambil itu telah berpindah ke dalam
lingkungan kekuasaan pengambil.
3) Mungkin pula bahwa yang mengambil itu mempunyai hak atas sebagian dari pada
barang yang diambilnya, dan sehubungan dengan hal demikian itu maka unsur ke 3
menyebut tentang pengambilan atas barang yang seluruhnya atu sebagiannya adalah
milik orang lain.
4) Pengambilan, harus disertai maksud untuk memiliki dengan melawan hukum.
Bila mana kita kembali meneliti bentuk pencurian sebagaimana diancam dalam KUHP,
maka akan kita jumpai :
1) pencurian biasa, pasal 362 KUHP;
2) pencurian berkualipikasi, pasal 363 KUHP;
3) pencurian dengan kekerasan, pasal 365 KUHP;
4) pencurian enteng, pasal 364 KUHP;
5) pencurian dalam lingkungan keluarga, pasal 367 KUHP (Gerson W. Bawengan 1983:
148).
36
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Menurut Pasal 363 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) “Pencurian
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun antara lain pencurian ternak, pencurian pada waktu
ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal
terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang, pencurian di
waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan
oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak, pencurian
yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pencurian yang untuk masuk ke
tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan
merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian jabatan palsu” (Anonim, 121-122).
Menurut Pasal 365 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) “Pencurian
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun antara lain pencurian yang didahului, disertai
atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk
mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang
yang dicuri. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun antara lain jika perbuatan
dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya,
di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan, jika perbuatan dilakukan
oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan
merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian
jabatan palsu, jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. Jika perbutan mengakibatkan
kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Diancam dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau
lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal“ (Anonim, 2005: 122-123).
g. Tinjauan tentang Penggelapan
Jika dalam pencurian perbuatan mengambil itu dilakukan dengan jalan mengambil
sesuatu barang dan keadaan barang itu masih terletak di luar kekuasaan pengambil, maka perkara
penggelapan, barang sebagai obyek sudah berada di dalam tangan pengambil.
37
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Menurut Suharto (1996: 41) Unsur-unsur pasal 372 KUHP sebagai berikut :
1) barang siapa
2) melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri
3) barang sesuatu
4) milik orang lain
5) barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.
Memiliki adalah suatu perbuatan mengalihkan hak orang lain menjadi hak yang
berkehendak memiliki dan tentulah dalam hal ini dilakukan tanpa izin pemilik asli. Dengan
pengalihan hak yang demikian itu, maka sipengambil hak itu bertindak seolah-olah pemilik asli,
dan tindakan-tindakan dapat berbentuk menjual, menggadaikan atu menyewakan dan sebagainya.
Pasal 373 KUHP berbunyi :
Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372 KUHP, apabila yang digelapkan bukan
ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam sebagai
penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
paling banyak dua ratus lima puluh rupiah (Anonim, 2005: 125).
Penggelapan enteng sebenarnya tak lain daripada penggelapan biasa denga kondisi
peringanan sehubungan dengan nilai yang rendah lagi pula bukan hewan.
Sebagai penggelapan enteng, maka pasal 373 KUHP hanya memberikan ancaman
hukuman maximal tiga bulan penjara atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 250.-
Pasal 374 KUHP berbunyi :
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang
disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat
upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun (Anonim, 2005:
126).
38
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
bahwa orang yang memegang barang itu adalah berhubungan dengan pekerjaan atau jabatannya
atau karena memperoleh upah. Pasal 374 KUHP itu akan lebih banyak dibahas dalam bidang
pidana khusus yaitu korupsi, teristimewa bilamana dikaitkan dengan pasal 415 dan 417 KUHP.
Pasal 375 KUHP berbunyi :
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk
disimpan, atau yang dilakukan oleh pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat,
pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku
demikian, dianca dengan pidana penjara peling lama enam tahun (Anonim, 2005: 126).
Penggelapan berat sebagaimana diatur dengan pasal 375 KUHP, mengancam hukuman
penjara setingi-tingginya enam tahun. Pemberatan itu dihubungkan dengan keadaan terpaksa
untuk menyimpan barang, misalnya karena malapetaka atau bencana alam, namun kemudian
sipenyimpan melakukan penggelapan. Termasuk dalam kondisi penggelapan berat ialah mereka
yang merupakan wali, kurator atau pengurus dan sebagainya.
Unsur pokok dari penggelapan ialah bahwa barang yang di gelapkan
harus ada di bawah kekuasaan si pelaku, dengan cara lain daripada dengan
melakukan kejahatan. Jadi barang itu oleh yang punya di percayakan atau dapat
dianggap di percayakan kepada si pelaku.
Pada pokoknya, dengan perbuatan penggelapan si pelaku tidak
memenuhi kepercayaan yang dilimpahkan atau dapat dianggap dilimpahkan
kepadanya oleh yang berhak atas suatu barang.
3. Konsep Civic Education
a. Pengertian Civic Education
Secara bahasa istilah Civic Education oleh sebagian pakar di terjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Istilah Pendidikan Kewargaan di wakili oleh Azyumardi Azra
dan Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta sebagai
Pengembang Civic Education di Perguruan Tinggi yang pertama. Sedangkan
istilah Pendidikan Kewarganegaraan di wakili oleh Zamroni, Muhammad Numan
Soemantri, Udin S. Winataputra dan Tim CICED (Center Indonesian for Civic
Education), Merphin Panjaitan, Soedijarto dan pakar lainnya.
Menurut Zamroni berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan
warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui
aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru kesadaran bahwa
39
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Adapun menurut Landon E. Beyer (1999: 4) mengatakan bahwa “Civic Education is the
fundational course work in school designed to prepare young citizenship for an active role in their
comunicaties in their adult lives”. PKn adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang
dirancang untuk mempersiapkan warga muda agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif
dalam masyarakat (http: // Journal Article Excerpt. com).
Pendapat lain menurut Steven E. Finkel (2002: 64) mengatakan bahwa “The results
suggest that civic education and other group mobilization processes are highly complementary in
both cuntries; civic education training stimulates individual political behavior in much the same
way as does participation in other kinds of secondary groups activities” (http: // Journals
Cambridge. org).
Dari definisi diatas, semakin mempertegas pengertian Civic Education karena bahannya
meliputi pengaruh positif dari pendidikan sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar
sekolah. Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun program Civic Education yang
diharapkan akan menolong para peserta didik untuk (a) mengetahui, memahami dan mengapresiasi
cita-cita nasional, (b) dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung jawab
dalam berbagai masalah seperti masalah pribadi, masyarakat dan negara. Jadi, Pendidikan
Kewargaan (Civic Education) adalah program pendidikan yang memuat bahasan mengenai
kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya dengan negara, demokrasi, HAM dan
masyarakat madani (Civil Society) yang dalam implementasinya menerapkan prinsip-prinsip
pendidikan demokratis dan humanis.
b. Kompetensi Dasar Pendidikan Kewargaan ( Civic Education )
Dalam pembelajaran Pendidikan Kewargaan, kompetensi dasar, atau sering di sebut
kompetensi minimal, yang akan ditrasformasikan dan ditransmisikan pada peserta didik terdiri dari
tiga jenis :
40
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
akan kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan komitmen untuk peduli serta
terlibat dalam penyelesaian persoalan-persoalan yang terkait dengan pelanggaran
HAM
41
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sampai 4 (empat), tetap tidak bisa lulus UN, hal ini dinyatakan oleh Yunan
Yusuf, ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (Warta Kota,
Sabtu, 5 Mei 2007, Hal 3). Bila nilai ujian lainnya tinggi dan akhlaknya baik
tetapi nilai UN-nya dibawah 4 (empat) tetap tidak lulus. Begitu juga
sebaliknya, bila UN tinggi, tapi nilai ujian sekolah di bawah standar
kelulusan, siswa bisa tetap tidak lulus.
Akibat standar kelulusan siswa yang tinggi ini menyebabkan
terjadinya berbagai pelanggaran bahkan tindak kejahatan dalam
pelaksanaan UN di hampir seluruh daerah di Indonesia. Alasan lain yang
mengakibatkan banyaknya pelanggaran dan tindak kejahatan dalam UN ini
adalah kekhawatiran dari pihak sekolah bahwa nama baik sekolah yang
bersangkutan akan turun jika banyak diantaranya siswanya yang tidak
lulus. Sebagian masyarakat masih berpendapat jika keberhasilan suatu
sekolah dilihat dari banyaknya siswa yang berhasil lulus, apabila banyak
yang tidak lulus otomatis kepercayaan masyarakat terhadap sekolah
tersebut akan berkurang dan bisa jadi sekolah tersebut akan kekurangan
murid. Kekhawatiran juga melanda sekolah apabila banyak siswa yang tidak
lulus adalah adanya demonstrasi dari orang tua yang tidak lulus dan
tindakan anarkis dari siswa yang tidak lulus tersebut. Selain itu reputasi
Dinas Pendidikan Kota akan turun dan dianggap tidak berhasil
menyelenggarakan pendidikan karena prosentase kelulusan yang kecil.
Berbagai pelanggaran pada UN terjadi ketika bahan UN telah
didistribusikan ke sekolah atau madrasah pada hari terjadinya UN, bukan
pada tahap pendistribusian dari tingkat pusat, percetakan, propinsi hingga
ke kabupaten/kota.
Pelanggaran terjadi ketika bahan UN dijemput oleh sekolah
penyelenggara. Biasanya soal diambil pada pukul 05.00 subuh, waktu yang
tersedia antara pukul 05.00 sampai dengan pukul 07.30 digunakan oleh
oknum guru atau kepala sekolah untuk membuka amplop soal UN,
mengerjakannya, serta menutup kembali amplop tersebut. Jawaban inilah
yang nanti beredar dalam bentuk SMS dan contekan kecil yang dibawa
42
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
masuk ke ruang ujian oleh guru sekolah penyelenggara atau ditulis di papan
tulis di ruang ujian.
Pelanggaran lain yang ditemukan adalah ada sekolah yang sengaja
mendesain kelasnya hanya berjumlah kurang dari 20 orang sehingga ada
sisa soal di kelas itu. Padahal menurut Prosedur Operasional Standar
(POS), sisa soal harus segera disimpan. Namun sisa soal tersebut dikerjakan
dan jawabannya diedarkan dalam bentuk SMS dan contekan kecil ke
seluruh peserta ujian (Republika, Sabtu, 5 Mei 2007, Hal 4).
Selain itu, sekolah-sekolah yang tidak ingin muridnya gagal dalam
UN telah membentuk tim sukses untuk meluluskan para muridnya. Tim
Sukses ini beranggotakan guru-guru yang mata pelajarannya menjadi mata
pelajaran yang diujikan dalam UN.
Sebelum UN dilaksanakan, pihak sekolah telah mengundang tim
pengawas yang akan mengawasi UN di sekolah tersebut. Mereka diberi
pengarahan agar tidak terlalu ketat dalam mengawasi UN dan segala bentuk
pelanggaran yang terjadi tidak perlu dicatat. Karena sewaktu UN berjalan,
para murid akan saling memberitahukan jawaban ujian yang berasal dari
guru yang telah mendapatkan jawaban dari soal ujian yang telah dibuka
terlebih dahulu sebelum UN dimulai. Para guru pengawas tersebut, pada
saat UN berjalan hanya duduk di depan kelas sambil membaca saja dan
seolah tidak peduli akan segala sesuatu yang berjalan pada waktu ujian.
Tidak lupa para pengawas ini pun diberi amplop yang berisi uang sogokan
(Tempo, 4 Mei 2007, Hal 5).
Apabila setelah UN berakhir masih ada siswa yang belum selesai
mengisi lembar jawaban dengan jawaban yang benar, maka waktu yang
tersedia digunakan oleh pihak sekolah untuk membetulkan jawaban sebelum
semua jawaban dikumpulkan ke rayon masing-masing.
Siswa juga diminta hadir lebih awal ke sekolah sebelum pengawas
datang dan siswa tersebut diberi tahu kunci jawaban oleh tim sukses dan
guru yang telah mengerjakan soal-soal UN pada hari itu.
43
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang kritis, cerdas, dan berkeadaban atau smart and good citizens. Oleh karena itu, dalam
intrumentasi dan praksis pendidikannya secara progmatik di kembangkan civic intelligence
(kecerdasan warga negara) yang mencakup tiga hal yaitu: (1) civic knowledge (pengetahuan
kewarganegaraan), (2) civic skills (keterampilan kewargaan), dan (3) civic dispositions (sikap
kewargaan) melaui berbagai interaksi pembelajaran yang bersifat partisipasif; kajian individual
dan kelompok, yang diakhiri dengan penilaian belajar yang berlandaskan pada penguasaan
keseluruhan kompetensi kewargaan secara proporsional.
Dalam Civic Education di harapkan para peserta didik memiliki kreativitas tinggi,
memiliki kemandirian, dan sikap toleransi yang tinggi. Di samping itu agar peserta didik dapat
menemukan jati dirinya sebagai manusia yang sadar akan tanggung jawab individu dan sosial.
B. Kerangka Berpikir
Ujian Nasional merupakan wujud dari penilaian hasil belajar oleh
pemerintah. Penilaian hasil belajar tersebut bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk Ujian
Nasional. Ujian Nasional tersebut harus dilaksanakan secara obyektif,
berkeadilan, dan akuntabel. Sedangkan untuk pelaksanaannya dapat dilakukan
sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun
pelajaran. Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, Dasar seleksi masuk
jenjang pendidikan berikutnya, Penentuan kelulusan peserta didik dari
program dan/atau satuan pendidikan, Pembinaan dan pemberian bantuan
kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
Perbuatan akan jadi suatu tindak pidana apabila perbuatan itu,melawan hukum,
merugikan masyarakat, dilarang oleh aturan pidana, pelakunya diancam dengan pidana.
Pembentuk Undang-undang membuat penggolongan tindak pidana dari berbagai undang-undang
hukum pidana, yaitu penggolongan kejahatan dan pelanggaran. Apa yang termasuk dalam
kelompok Kejahatan adalah merupakan perbuatan-perbuatan yang “berat” dan diberi ancaman
hukuman yang tinggi sedangkan yang termasuk dalam kelompok Pelanggaran merupakan
perbuatan yang “ringan” dengan ancaman hukuman yang rendah, Macam perbuatan dalam
Kejahatan jauh lebih banyak jumlahnya dari pada apa yang termasuk dalam kelompok
Pelanggaran.
46
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Alternatif penyelesaian
masalah
47
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar : 1
Bagan Kerangka Pemikiran
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
48
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi
penting dalam penelitian kualitatif.
Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari tertulis sederhana sampai lengkap, dan
bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Demikian
pula arsip yang ada umumnya berupa catatan-catatan yang lebih formal bila dibanding
dengan dokumen. Sebagai catatan formal arsip sering memiliki peran sebagai sumber
informasi yang sangat berharga bagi pemahaman suatu peristiwa. Sumber data berupa
arsip dan dokumen biasanya merupakan sumber data pokok dalam penelitian
kesejarahan, terutama untuk mendukung proses interprestasi dari setiap peristiwa yang
diteliti
(H.B Sutopo 2002 :69).
Dalam teknik dokumentasi peneliti melakukan telaah kepustakaan dan content
analysis. Menurut H.B Sutopo (2002 :69) “mencatat dokumen disebut juga content
analysis dan yang dimaksud peneliti bukan hanya sekedar mencatat isi penting yang
tersurat dalam dokumen atau arsip tetapi juga tentang maknanya yang tersirat”.
Dokumen atau arsip yang digunakan peneliti dalam penelitian ini berupa Surat Putusan
dari Pengadilan Negeri Ngawi tentang Identitas Pelaku Tindak Kejahatan Penggelapan Naskah
Ujian Nasional dan hukuman pidana atas para pelaku.
F. Validitas Data
Agar hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
maka di perlukan adanya validitas data untuk menjaga keabsahan data yang
dikumpulkan, validitas data merupakan sarana untuk membuktikan bahwa
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang ilmiah.
Didalam bukunya H.B Sutopo (2002: 78) menyebutkan ada empat
macam trianggulasi data yaitu :
1. Trianggulasi data atau disebut trianggulasi sumber adalah penelitian dengan menggunakan
berbagai sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sejenis.
2. Trianggulasi penelitian yaitu cara yang mana hasil penelitian baik data maupun kesimpulan
mengenai bagian tertentu atau keseluruhan diuji validitasnya dari berbagai peneliti.
3. Trianggulasi metodologis yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data yang
sejenis tetapi dengan teknik pengumpulan data yang berbeda.
4. Trianggulasi teori yaitu melakukan penelitian dengan topik yang sama dan datanya dianalisis
dengan menggunakan beberapa perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan
yang di kaji.
54
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sumber data yang berbeda, yang digali dari sumber data informan, arsip dan
peristiwa selama kegiatan berlangsung.
G. Analisis Data
Menurut Lexy J. Moleong (2005: 280) “Analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan tempat dirumuskan hipotesis
kerja seperti yang disarankan oleh data”. Sedangkan menurut HB. Sutopo (2002:
91) berpendapat bahwa “Dalam proses analisis data terdapat 4 komponen utama
yang harus dipahami oleh setiap peneliti kualitatif. Empat komponen utama
tersebut adalah : (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, (4)
penarikan kesimpulan/ verifikasi”.
1. Pengumpulan Data
Kegiatan ini digunakan untuk memperoleh informasi yang berupa
kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan observasi, wawancara, dan
dokumen. Data yang diperoleh masih berupa data yang mentah yang tidak teratur,
sehingga diperlukan analisis agar data menjadi teratur.
2. Reduksi Data
Merupakan suatu proses seleksi, pengfokusan penyederhanaan dan
abstraksi dari field note (data mentah). HB. Sutopo (2002: 92) berpendapat bahwa:
“Reduksi data adalah bagian dari proses analisis, yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan
mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan”.
3. Sajian Data
Merupakan rakitan dari organisasi informasi yang memungkinkan
kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian data dapat berupa matriks, gambar atau
skema, jaringan kerja kegiatan dan tabel. Semuanya dirakit secara teratur guna
mempermudah pemahaman informasi.
4. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan akhir akan diperoleh bukan hanya sampai pada akhir
pengumpulan data, melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupa
55
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pengulangan dengan melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan
yang di ambil lebih kuat dan bisa dipertanggung jawabkan.
Keempat komponen utama tersebut merupakan suatu rangkaian dalam
proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan,
dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa
mengandung salah satu komponen. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam
bagan berikut ini:
1. Pengumpulan Data
GambarSimpulan
4. Penarikan 2. /verifikasi
Verifikasi
Data Model Analisis Interaktif
( HB. Sutopo, 2002 : 96 )
56
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
58
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ruang perpustakaan, 1 ruang multimedia, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang tata usaha,
masjid, ruang osis, WC, lapangan basket, lapangan voli, lapangan futsal, kantin dan tempat parkir.
Semua sudah berstatus milik sendiri dan berdiri di atas tanah hak milik bersertifikat.
SMK PGRI 4 NGAWI didukung oleh tenaga pendidik dan kependidikan muda yang
profesional dan inovatif serta memiliki fasilitas gedung milik sendiri, laboratorium komputer,
laboratorium bahasa, laboratorium penjualan, sistem pembelajaran menggunakan sistem multi
media.
SMK PGRI 4 NGAWI memiliki Bursa Kerja Khusus (BKK) yang telah mengantarkan
lulusan bekerja di dalam negeri (Batam, Jakarta, Surabaya, Semarang dan Palembang) serta ke luar
negeri (Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Taiwan dan Hongkong).
Jumlah tenaga pendidik (guru) di SMK PGRI 4 Ngawi seluruhnya 53 orang, terdiri dari
Guru Tetap sejumlah 6 orang, Guru Tidak Tetap sejumlah 44 orang, Guru Bantu Pusat sejumlah 1
orang dan Guru Bantu Daerah sejumlah 2 orang. Latar belakang pendidikannya mayoritas sudah
S1 sejumlah 50 orang, D3 sejumlah 2 orang dan D2 sejumlah 1 orang.
60
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
serta menutup kembali amplop tersebut. Jawaban inilah yang nanti beredar
dalam bentuk SMS dan contekan kecil yang dibawa masuk ke ruang ujian
oleh guru sekolah penyelenggara atau ditulis di papan tulis di ruang ujian.
Pelanggaran lain yang ditemukan adalah ada sekolah yang sengaja
mendesain kelasnya hanya berjumlah kurang dari 20 orang sehingga ada
sisa soal di kelas itu. Padahal menurut Prosedur Operasional Standar
(POS), sisa soal harus segera disimpan. Namun sisa soal tersebut dikerjakan
dan jawabannya diedarkan dalam bentuk SMS dan contekan kecil ke
seluruh peserta ujian (Republika, Sabtu, 5 Mei 2007, Hal 4).
Selain itu, sekolah-sekolah yang tidak ingin muridnya gagal dalam
UN telah membentuk tim sukses untuk meluluskan para muridnya. Tim
Sukses ini beranggotakan guru-guru yang mata pelajarannya menjadi mata
pelajaran yang diujikan dalam UN.
Sebelum UN dilaksanakan, pihak sekolah telah mengundang tim
pengawas yang akan mengawasi UN di sekolah tersebut. Mereka diberi
pengarahan agar tidak terlalu ketat dalam mengawasi UN dan segala bentuk
pelanggaran yang terjadi tidak perlu dicatat. Karena sewaktu UN berjalan,
para murid akan saling memberitahukan jawaban ujian yang berasal dari
guru yang telah mendapatkan jawaban dari soal ujian yang telah dibuka
terlebih dahulu sebelum UN dimulai. Para guru pengawas tersebut, pada
saat UN berjalan hanya duduk di depan kelas sambil membaca saja dan
seolah tidak peduli akan segala sesuatu yang berjalan pada waktu ujian.
Tidak lupa para pengawas ini pun diberi amplop yang berisi uang sogokan
(Republika, Sabtu, 5 Mei 2007, Hal 4).
Apabila setelah UN berakhir masih ada siswa yang belum selesai
mengisi lembar jawaban dengan jawaban yang benar, maka waktu yang
tersedia digunakan oleh pihak sekolah untuk membetulkan jawaban sebelum
semua jawaban dikumpulkan ke rayon masing-masing.
Siswa juga diminta hadir lebih awal ke sekolah sebelum pengawas
datang dan siswa tersebut diberi tahu kunci jawaban oleh tim sukses dan
guru yang telah mengerjakan soal-soal UN pada hari itu.
66
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
“Gimana ya Mbak, kalau ingat waktu ujian dulu, kita kerjasama, sms an, buat
contekan agar bisa lulus..Habis kalau sampai tidak lulus, saya malu banget, sama
tetangga, apalagi sama orang tua..”
Perasaan malu juga dialami orangtua jika anaknya tidak lulus, uang yang
telah mereka gunakan untuk membiayai anaknya seolah-olah tidak ada hasilnya.
Hal ini sesuai dengan wawancara dengan, Orang tua mantan siswa SMK PGRI 4
Ngawi Jawa Timur. (CL nomor 3).(Wawancara dilakukan pada hari Senin tanggal
21 Juli 2008, pukul 14.40 WIB)
“Wah..kalau sampai anak saya nggak lulus, mau ditaruh dimana muka saya ini
Mbak..sudah lah bayar sekolahnya mahal..eh, ujiannya nggak lulus pula”
Kekhawatiran tersebut, tidak saja dialami oleh siswa, guru maupun orang tua siswa.
Kekhawatiran juga dialami oleh sekolah. Kekhawatiran sekolah adalah persentase kelulusan ujian
nasional yang diperoleh kecil. Jika persentase kelulusan kecil maka sekolah akan menanggung
beban moral terhadap masyarakat karena merasa gagal dalam melakukan proses pembelajaran di
sekolah. Kegagalan tersebut juga sebagai indikator mutu sekolah, walaupun sebenarnya angka
kelulusan hanya merupakan salah satu indikator keberhasilan sekolah. Namun selama ini
masyarakat menilai bahwa mutu sekolah dapat dilihat dari angka kelulusan yang dicapai.
Hal ini seperti hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah SMK
PGRI 4 Ngawi, Jawa Timur.(CL nomor 4). (Wawancara dilakukan pada hari
Senin tanggal 21 Juli 2008, pukul 10.30 WIB).
“UN ini memang menjadi beban moral kami. Bagaimana tidak, kalau sampai banyak
siswa sekolah kami yang tidak lulus, pasti masyarakat akan mempertanyakan mutu
sekolah ini. Padahal sebagai sekolah swasta, mutu tersebut menjadi tolok ukur
perolehan siswa pada tahun ajaran berikutnya”
Bahkan usaha penolakan pelaksanaan ujian nasional juga dilakukan oleh
sebagian dari kalangan pendidik. Mereka merasa bahwa penilaian adalah
merupakan hak pendidik, jadi kurang pas bila dievaluasi selain pendidik,
begitulah yang terjadi di tahun sebelumnya.
Kekhawatiran yang dimiliki oleh siswa, sekolah maupun pemerintah
daerah, baik tingkat kabupaten maupun propinsi menumbuhkan semangat untuk
melakukan usaha untuk meraih sukses dalam ujian nasional. Bentuk upaya itu bisa
berupa tambahan pelajaran, try out ujian nasional, supervisi persiapan ujian
nasional dan bentuk-bentuk lain yang serupa.
69
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
70
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dipertanggungjawabkan secara hukum. Yang dimaksud Subyek Hukum dalam Keputusan ini
adalah para Terdakwa yaitu : Drs. H. Ma’mun Effendi Bin Muhadi, Drs. Fusi Santoso Bin Wiro
Diharjo, Bambang Sugeng Winarno, SH Bin Soenardi dan Agus Sulaiman Bin Karto Dharjo
Pardi. Semuanya dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, sehingga dapat dimintakan
pertanggungan jawab atas perbuatannya.
b. Unsur Dengan Sengaja dan Melawan Hukum Memiliki Barang
Yang dimaksud Dengan Sengaja dan Melawan Hukum Memiliki Barang adalah suatu
perbuatan itu telah dilakukan dengan disadari atau telah ada niat dari Pelaku, baik untuk
melakukan perbuatan itu sendiri atau untuk timbulnya suatu akibat dari perbuatan yang akan
dilakukannya, dimana perbuatan tersebut dilakukan tanpa seijin ataupun sepengetahuan pihak
yang berwenang dengan cara menganggap ataupun memperlakukan sesuatu benda seolah-olah
miliknya sendiri, padahal para Terdakwa mengetahui bila Naskah Ujian Nasional tersebut
merupakan Dokumen Rahasia Negara yang hanya boleh diambil, disimpan dan dibuka melalui
prosedur yang telah ditentukan Pemerintah.
c. Unsur Seluruhnya atau Sebagian Milik Orang Lain
Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Ujian Nasional SMK Tahun Pelajaran
2006/2007 yang akan dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 17 April 2007, maka Pemerintah
melalui Diknas Kabupaten Ngawi pada hari Sabtu tanggal 14 April 2007 telah membagikan
Naskah Ujian Nasional kepada masing-masing sekolah di seluruh Wilayah Kabupaten Ngawi
termasuk Sekolah SMK PGRI-4 yang kepala sekolahnya adalah Terdakwa I Drs. H. Ma’mun
Effendi.
Berdasarkan penjelasan diatas Unsur Yang Seluruhnya atau Sebagian Milik Orang Lain
telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
d. Unsur Dan Yang Ada Padanya Bukan Karena Kejahatan
Perbuatan para Terdakwa menerima penyerahan Naskah Ujian Nasional tersebut
memang dikehendaki ataupun seijin dari Diknas Kabupaten Ngawi oleh karenanya jelas menurut
hukum bahwa penguasaan barang berupa Naskah Ujian Nasional tersebut oleh para Terdakwa
bukan karena kejahatan melainkan sesuai dengan kewenangannya yang untuk selanjutnya
diserahkan dan disimpan di Polsek Ngawi untuk pengamanan.
Berdasarkan penjelasan di atas Unsur Yang Seluruhnya atau Sebagian Milik Orang
Lain telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
e. Unsur Dilakukan Oleh Dua Orang atau Lebih Secara Bersama-sama
Dapat disimpulkan bahwa perbuatan menyisihkan sebagian Naskah Ujian
Nasional dan Kaset tersebut adalah dikehendaki bersama-sama oleh para
Terdakwa sesuai perannya masing-masing, hal mana dapat diketahui dari tidak
adanya salah satu dari para Terdakwa yang menyatakan keberatan dengan
74
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dalam masyarakat, khususnya bagi anak didik yang dia ajar. Bahwa seorang guru
yang memiliki kewajiban sebagai pendidik bagi anak didiknya dan seharusnya
memberikan contoh yang baik, dalam hal ini telah melakukan perbuatan yang
tidak patut di contoh yaitu menggelapkan naskah Ujian Nasional hal ini termasuk
dalam tindak kejahatan, menyangkut dengan tindakan tersebut berarti guru itu
telah melanggar nilai kode etik seorang guru dimana nilai-nilai moral telah di
langgar selain itu telah melanggar ketentuan hukum pidana yang telah termuat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu perbuatan
Penggelapan barang, dalam kasus ini yang di gelapkan adalah Naskah Ujian
Nasional. Penggelapan barang tergolong dalam tindak Kejahatan yang melanggar
pasal 372 KUHP. Tindakan tersebut telah menjatuhkan harkat dan martabat
seorang guru sebagai pendidik. Jika dilihat dari kasus tersebut maka tidak
mencerminkan adanya sikap yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai seorang
individu dan sosial selain itu tindakan tersebut tidak mencerminkan peranan
warga negara yaitu salah satunya Kewajiban yang sama bagi setiap warga negara
untuk menjunjung/ mematuhi hukum dan pemerintahan.
Selain itu maraknya tindak kejahatan dan pelanggaran dalam pelaksanaan Ujian
Nasional baik yang dilakukan sekolah, guru dan siswa bertentangan dengan Civic Education
(Pendidikan Kewarganegaraan). Karena Civic Education merupakan pembelajaran yang
dimaksudkan sebagai wahana pendidikan yang bertujuan memfasilitasi seorang pendidik, agar
dapat membentuk kepribadian, mengembangkan diri menjadi warga negara yang kritis, cerdas, dan
berkeadaban atau smart and good citizens. Oleh karena itu, dalam intrumentasi dan praksis
pendidikannya secara progmatik di kembangkan Komponen-komponen atau Kompetensi dasar
Civic Education yang mencakup tiga hal yaitu: (1) civic knowledge (kompetensi pengetahuan
kewargaan), (2) civic dispotions (kompetensi sikap kewargaan) dan (3) civic skills (kompetensi
keterampilan kewargaan).
Menurut Ketiga Kompetensi dasar yang dimiliki Civic Education yaitu (1) civic
knowledge (kompetensi pengetahuan kewargaan), (2) civic dispotions (kompetensi sikap
kewargaan) dan (3) civic skills ( kompetensi keterampilan kewargaan) yang ada diatas maka
Tindakan Kejahatan dalam pelaksanaan Ujian Nasional apabila dilihat dari perspektif Civic
Education sangat bertentangan dengan ilmu yang di pelajari, hal ini dapat dilihat yang pertama
kompetensi civic knowledge (kompetensi pengetahuan kewarganegaraan) bahwa oknum-oknum
yang melakukan tindakan kejahatan adalah oknum pejabat sekolah yang kedudukanya sebagai
pendidik menunjukkan kurangnya pemahaman mengenai pengetahuan kewarganegaraan
76
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
segala aspek kehidupan, mampu bertindak lebih aktif dalam memberikan pendalaman materi
ataupun masukan kepada para peserta didik untuk lebih giat belajar karena Ujian Nasional (UN)
merupakan Kegiatan penilaian hasil belajar siswa yang menentukan lulus atau tidaknya para siswa.
Bagi para peserta didik sebagai harapan masa depan bangsa, seharusnya para siswa atau anak didik
mengetahui benar tanggung jawab dan kewajiban besar yang dibebankan di bahu mereka yaitu
memiliki kecakapan partisipasif dan bertanggung jawab terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara jadi sebagai peserta didik tidak hanya diharapkan cerdas, aktif dan kritis tetapi juga
memiliki komitmen kuat menjaga persatuan dan integritas bangsa selain itu kewajiban untuk dapat
belajar dan menuntut ilmu maka dari itu para siswa untuk bisa rajin belajar, giat membaca buku
sehingga tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam Ujian Nasional.
Pada Intinya ketiga kompetensi dasar pada Civic Education harus dimiliki oleh para
pendidik dan peserta didik yaitu memiliki pengetahuan mengenai kewarganegaraan, memiliki
kecakapan-kecakapan intelektual dan memiliki nilai-nilai yang terdapat dalam ilmu
kewarganegaraan.
b. Dengan meninjau kembali alat ukurnya (Naskah Ujian).
Sebetulnya pelanggaran dalam pelaksanaan ujian nasional semacam ini sudah
melanggar tata tertib, namun hal yang semacam ini tidak muncul dalam permukaan walaupun ada
tim pengawas independen. Dengan kecurangan seperti itu maka tidak aneh jika sekolah yang
betul-betul taat pada tata tertib malah gagal dalam ujian nasional. Dengan kecurangan-kecurangan
tersebut menjadikan ujian nasional tidak dapat digunakan sebagai fungsi yang sebenarnya seperti
tersebut dalam Permendiknas No 34 yaitu “Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi”. Untuk itulah agar ujian nasional betul-betul dapat digunakan
sebagai alat guna mengukur ketercapaian kompetensi lulusan secara nasional, maka setiap
komponen yang terkait dalam pelaksanaan ujian nasional harus berpegang pada ketentuan-
ketentuan yang telah dibuat. Adapun jika hasilnya buruk secara nasional maka yang perlu ditinjau
kembali adalah alat ukurnya. Mungkin alat ukur (naskah ujian) terlalu sulit dan belum pas untuk
mengukur siswa kita secara nasional. Bisa juga terjadi terlalu mudah sehingga perlu dinaikkan
tingkat kesulitannya. Adapun untuk mengatasi sementara jika terjadi angka kelulusan sangat
rendah secara nasional maka bisa dilaksanakan ujian ulangan perbaikan seperti yang telah
dilakukan.
c. Dengan memperbaiki teknik penyelenggaraan.
Menyediakan perlengkapan pelaksanaan ujian yang memadai.Misalnya, dalam mata
pelajaran bahasa Inggris, salah satu kemampuan yang diujikan adalah listening. Supaya bisa
menjawab soal dengan baik, peserta ujian memerlukan alat untuk mendengar (tape dan earphone).
Maka tape dan earphone seharusnya sudah tersedia di sekolah-sekolah yang akan
menyelenggarakan ujian.
78
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
79
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perhatian khusus. Dalam hal penempatan guru, misalnya, pemerintah daerah bisa
menggunakan peta tersebut. Guru bukanlah satu-satunya faktor utama dalam
pencapaian mutu pendidikan. Kendati demikian, kompetensi guru tetap
merupakan faktor penentu. Karena itu, penyebaran guru jangan sampai
sembarangan.
Oleh karena itulah, kebijakan menaikkan standar kelulusan yang akan
diterapkan media tahun ini mudah-mudahan bisa dipahami secara wajar oleh
masyarakat kita. Ke depan, standar kelulusan bagi siswa diharapkan makin lama
makin tinggi. Konsekuensinya, jika seorang siswa belum mencapai standar
minimum tersebut, ia tidak boleh diluluskan. Justru dengan cara tersebut seluruh
komponen pendidikan, terutama guru dan orangtua, benar-benar ikut terpacu
kesadarannya untuk menyekolahkan anak-anaknya bukan untuk sekadar
mendapatkan ijazah, melainkan kecerdasan, daya kritis, dan etika moral.
C. Temuan Studi
Berdasarkan data penelitian yang telah dipaparkan diatas dalam
penelitian ini, peneliti menemukan beberapa temuan studi yaitu:
1. Terjadinya Pelanggaran dan Tindak Kejahatan dalam Pelaksanaan UN di
SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur
Akibat standar kelulusan siswa yang tinggi menyebabkan terjadinya
berbagai pelanggaran bahkan tindak kejahatan dalam pelaksanaan UN di
hampir seluruh daerah di Indonesia. Alasan lain yang mengakibatkan
banyaknya pelanggaran dan tindak kejahatan dalam UN ini adalah
kekhawatiran dari pihak sekolah bahwa nama baik sekolah yang
bersangkutan akan turun jika banyak diantaranya siswanya yang tidak
lulus. Sebagian masyarakat masih berpendapat jika keberhasilan suatu
sekolah dilihat dari banyaknya siswa yang berhasil lulus, apabila banyak
yang tidak lulus otomatis kepercayaan masyarakat terhadap sekolah
tersebut akan berkurang dan bisa jadi sekolah tersebut akan kekurangan
murid.
2. Bentuk Pelanggaran dan Tindak Kejahatan dalam Pelaksanaan UN di SMK PGRI Ngawi
Jawa Timur bila dilihat dari Perspektif Civic Education
80
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Bentuk Tindak Kejahatan dalam pelaksanaan UN di SMK PGRI Ngawi Jawa Timur
berupa Penggelapan Naskah Ujian nasional.
Perbuatan yang dilakukan oleh para oknum pejabat Sekolah di SMK
PGRI 4 Ngawi, Jawa Timur. Dapat dilihat atau di tinjau melalui dua aspek yang
pertama dari segi hukum dan kedua perspektif civic education, maka dapat dilihat
sebagai berikut :
Pertama, Apabila dilihat atau di tinjau dari segi hukum, maka
termasuk tindakan Kejahatan, dimana telah melakukan tindak pidana “
Penggelapan yang dilakukan secara bersama” sebagaimana diatur dalam surat
dakwaan melanggar Pasal 372 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan yang berbunyi : Barang siapa
dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali
atau sebagian kepunyaan orang lain, dan yang ada padanya bukan karena
kejahatan, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara selama-lamanya
empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah.
Kedua, Apabila dilihat dari Perspektif Civic Education, Maraknya pelanggaran
dalam pelaksanaan Ujian Nasional baik yang dilakukan sekolah, guru dan siswa bertentangan
dengan Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan). Karena Civic Education merupakan
pembelajaran yang dimaksudkan sebagai wahana pendidikan umum yang bertujuan memfasilitasi
seorang pendidik, mahasiswa atau peserta didik agar dapat mengembangkan diri menjadi warga
negara yang kritis, cerdas, dan berkeadaban atau smart and good citizens. Oleh karena itu, dalam
intrumentasi dan praksis pendidikannya secara progmatik di kembangkan Komponen-komponen
atau Kompetensi dasar dalam Civic Education yang mencakup tiga hal yaitu: (1) civic knowledge
(kompetensi pengetahuan kewargaan), (2) civic dispotions (kompetensi sikap kewargaan) dan (3)
civic skills (kompetensi keterampilan kewargaan). Maka mengenai tindak kejahatan dan
pelanggaran dalam pelaksanaan ujian nasional bila dilihat dari perspektif Civic Education sangat
menyimpang atau sangat bertentangan dengan ilmu yang di pelajari terutama pada tiga
kompetensi dasar yang dimiliki Civic Education seperti yang telah di sebutkan di atas.
3. Cara mengatasi Pelanggaran dan Tindak Kejahatan dalam pelaksanaan UN yang terjadi di SMK
PGRI 4 Ngawi Jawa Timur
a. Dengan membenahi mutu pendidik (guru) dan peserta didik (siswa)
Dalam hal ini Guru harus memiliki skills atau keterampilan yang tinggi supaya mampu
menjadikan peserta didiknya menjadi warga negara yang bermutu dan bertanggung jawab dalam
81
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
segala aspek kehidupan. Pada Intinya ketiga kompetensi dasar pada Civic Education harus dimiliki
oleh para pendidik dan peserta didik yaitu memiliki pengetahuan mengenai kewarganegaraan,
memiliki kecakapan-kecakapan intelektual dan memiliki nilai-nilai yang terdapat dalam ilmu
kewarganegaraan.
b. Dengan meninjau kembali alat ukurnya (Naskah Ujian)
Untuk itulah agar ujian nasional betul-betul dapat digunakan sebagai alat guna mengukur
ketercapaian kompetensi lulusan secara nasional, maka setiap komponen yang terkait dalam
pelaksanaan ujian nasional harus berpegang pada ketentuan-ketentuan yang telah dibuat. Adapun
jika hasilnya buruk secara nasional maka yang perlu ditinjau kembali adalah alat ukurnya.
Mungkin alat ukur (naskah ujian) terlalu sulit dan belum pas untuk mengukur siswa kita secara
nasional. Bisa juga terjadi terlalu mudah sehingga perlu dinaikkan tingkat kesulitannya. Adapun
untuk mengatasi sementara jika terjadi angka kelulusan sangat rendah secara nasional maka bisa
dilaksanakan ujian ulangan perbaikan seperti yang telah dilakukan.
c. Dengan memperbaiki teknik penyelenggaraan.
Menyediakan perlengkapan pelaksanaan ujian yang memadai.Misalnya, dalam mata
pelajaran bahasa Inggris, salah satu kemampuan yang diujikan adalah listening. Supaya bisa
menjawab soal dengan baik, peserta ujian memerlukan alat untuk mendengar (tape dan earphone).
Maka tape dan earphone seharusnya sudah tersedia di sekolah-sekolah yang akan
menyelenggarakan ujian.
d. Dengan memperbaiki teknik pengawasan
Dalam penyelenggaraan ujian, pengawasan menjadi bagian penting dalam UN untuk
memastikam tidak terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh peserta. Fungsi pengawasan ini
diserahkan kepada guru dengan sistem silang pengawas tidak berasal dari sekolah yang
bersangkutan, tapi dari sekolah lain. Maka dengan hal tersebut agar dijalankan sesuai dengan
kesepakatan yang telah di tentukan dan agar tidak terjadi kecurangan-kecurangan dalam
mengawasi para siswa.
e. Adanya sangsi yang tegas kepada si pelanggar tanpa terkecuali dan apabila terjadi
pelanggaran harus dapat ditindak sampai tuntas
Apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan ujian nasional sudah seharusnya ditindak
sampai tuntas. Sudah sedemikianlah semestinya aturan itu dibuat, jika terjadi pelanggaran maka
sangsi harus diterima. Sehingga oknum-oknum yang melanggar dan yang belum melanggar tidak
akan melakukan pelanggaran pada ujian nasional berikutnya.
f. Tim-tim independen dalam pelaksanaan ujian nasional harus betul-betul menjalankan tugas
dan fungsinya dengan jujur dan bertanggung jawab
Adapun tim independen juga harus betul-betul menjalankan fungsinya, tidak malah
memberikan iklim untuk terjadinya kecurangan. Sudah semestinya jika mengetahui terjadinya
kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional maka tim independen membuat laporan
82
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sehingga dapat ditindaklanjuti. Bagaimanapun juga keberadaan ujian nasional sangat kita perlukan
untuk mengetahui standar mutu secara nasional.
g. Dengan cara membenahi sistem ujian dan standar minimum kelulusan
Melihat persoalan standar kelulusan tidak bisa setengah-setengah dan
cukup sekali gebrakan. Apalagi untuk mengubah cara pandang lama, yaitu
kebijakan semua siswa naik kelas atau tamat belajar yang diterapkan di hampir
semua sekolah. Untuk itu, ada beberapa pendapat yang melatar belakangi
munculnya keinginan kuat tersebut, dan kemudian bisa juga dijadikan acuan bagi
masyarakat di masa mendatang.
h. Dengan pemetaan pendidikan
Dalam upaya menciptakan sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah,
pemetaan pendidikan merupakan hal mutlak, terutama menyangkut kompetensi
tenaga pengajar. Pemerintah tidak serta-merta mampu memenuhi kebutuhan
tenaga guru untuk ditempatkan di daerah-daerah. Sementara tuntutan akan mutu
pendidikan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Terjadinya Pelanggaran dan Tindak Kejahatan dalam Pelaksanaan Ujian
Nasional di SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur
Pelanggaran dan Tindak Kejahatan dalam pelaksanaan Ujian Nasional
terjadi akibat standar kelulusan siswa yang tinggi sehingga hal ini menyebabkan
terjadinya berbagai pelanggaran bahkan tindak kejahatan dalam pelaksanaan UN
di SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur bahkan hampir di seluruh daerah di
83
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
84
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. IMPLIKASI
Berdasarkan kesimpulan yang telah di kemukakan di atas, maka
implikasi yang dapat di sampaikan sebagai berikut:
1. Terjadinya Pelanggaran dan Tindak Kejahatan dalam pelaksanaan Ujian
Nasional di SMK PGRI 4 Ngawi Jawa Timur
Karena standar kelulusan siswa yang tinggi mengakibatkan terjadinya
berbagai pelanggaran bahkan tindak kejahatan dalam pelaksanaan UN di hampir
seluruh daerah di Indonesia maka dari itu dengan cara membenahi sistem ujian
sekaligus standar minimum kelulusan dan pemerintah lebih meninjau,
menimbang, meneliti, dan mengukur apakah kebijakan yang telah dibuat
berdampak baik atau malah beresiko buruk terhadap kemajuan pendidikan.
2. Bentuk Pelanggaran dan Tindak Kejahatan dalam pelaksanaan UN di SMK
PGRI 4 Ngawi Jawa Timur bila dilihat dari Perspektif Civic Education
Karena ketakutan dan beban moral apabila anak didiknya gagal dalam
Ujian nasional terjadilah Penggelapan Naskah Ujian Nasional yang telah
dilakukan oknum pejabat sekolah, salah satunya adalah seorang guru maka dari
itu tindakan tersebut tidak terjadi karena Para pelaku yang berprofesi sebagai
seorang pendidik adalah tidak etis dan tidak terpuji melakukan perbuatan tercela
seperti tersebut, seperti arti kata “guru” dalam bahasa Jawa, yaitu “digugu” dan
“ditiru” yang artinya semua ucapan dan tingkah lakunya akan dijadikan panutan
bagi Siswa didiknya dalam bertindak, seorang guru lebih bertindak positif seperti
memperbaiki kualitas guru, memotivasi guru untuk memberikan jam-jam
tambahan kepada para anak didiknya untuk membahas materi-materi yang di
85
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ujikan dalam Ujian Nasional atau memberikan semangat kepada anak didiknya
untuk lebih giat belajar dalam menghadapi Ujian Nasional.
3. Cara mengatasi Pelanggaran dan Tindak Kejahatan dalam pelaksanaan UN yang terjadi di
SMK PGRI 4 Ngawi jawa Timur
Karena cara mengatasi pelanggaran dan tindak kejahatan dalam pelaksanaan ujian
nasional tidak dapat dilakukan sendiri maka dari itu semua pihak dalam hal ini perlu ada
kerjasamanya dan harus ada sangsi yang tegas kepada si pelanggar dan para pelaku tindak
kejahatan tanpa terkecuali dan apabila terjadi pelanggaran bahkan sampai terjadi tindak kejahatan
harus dapat ditindak sampai tuntas.
C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang peneliti ajukan serta pengalaman selama penelitian ini
dilaksanakan, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Dengan cara membenahi sistem ujian dan standar minimum kelulusan
Kenyataan ini, suka atau tidak, makin memperjelas sikap sense of
belonging masyarakat kita yang sebenarnya rendah atau kurang sama sekali
terhadap sektor pendidikan. Padahal, salah satu jalan untuk mendongkrak mutu
pendidikan nasional ke arah yang lebih baik, diperlukan keberanian untuk
mengambil kebijakan strategis dan perubahan cara pandang yang terlalu formal.
Salah satunya adalah dengan cara membenahi sistem ujian sekaligus standar
minimum kelulusan.
Melihat persoalan standar kelulusan tidak bisa setengah-setengah dan
cukup sekali gebrakan. Apalagi untuk mengubah cara pandang lama, yaitu
kebijakan semua siswa naik kelas atau tamat belajar yang diterapkan di hampir
semua sekolah. Untuk itu, ada beberapa pendapat yang melatar belakangi
munculnya keinginan kuat tersebut, dan kemudian bisa juga dijadikan acuan bagi
masyarakat di masa mendatang.
2. Bagi Pendidik (Guru)
Pertama, memperbaiki kualitas guru kita yang kurang membanggakan.
Hal ini disinyalir karena faktor kualitas guru berbanding lurus dengan
kewibawaan guru di negeri ini yang juga mengalami keadaan serupa. Diakui,
banyaknya lembaga pendidikan guru di negeri ini sudah tidak lagi mendapatkan
input calon guru bermutu. Beramai-ramai calon mahasiswa mulai enggan memilih
86
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
87
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
88
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
W Bawengan Gerson. 1983. Hukum Pidana di dalam Teori dan Praktek. Jakarta :
P.T Pradnya Paramita
Slamet Widodo. 2007. Mei 5 ”BSNP Evaluasi Pelanggaran Ujian”. Warta Kota.
3.
Tya Eka. 2007. Mei 5 ”Pelanggaran Ujian Nasional Karena Alasan Hati”,
Republika. 4.
89