Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Studi Kelayakan Bisnis
Studi kelayakan bisnis menurut Umar (2005:p8), studi kelayakan bisnis
merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis
layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasikan secara
rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang
tidak ditentukan. Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:p7) studi kelayakan bisnis
adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha
atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak
usaha tersebut dijalankan. Tujuan utama studi kelayakan adalah untuk
mengetahui apakah ide bisnis tersebut dapat dilaksanakan. Jika ide bisnis
ditemukan layak, rencana bisnis dapat disusun untuk mendapatkan dukungan
keuangan. Tujuan dari studi kelayakan juga untuk menganalisis proposal
bisnis untuk menentukan apakah proyek tersebut layak dan apakah harus
ditindaklanjuti. Menentukan apakah suatu bisnis layak sebelum didirikan
mencegahnya seorang investor dari membuang-buang uang dan waktu untuk
usaha bisnis yang gagal.
2.2 Tahapan Studi Kelayakan Bisnis
Dalam melaksanakan studi kelayakan bisnis atau usaha, ada beberapa
tahapan studi yang dikerjakan menurut Umar (2005:p21), yaitu :
1. Penemuan Ide Produk atau Jasa yang akan dibuat haruslah berpotensi
untuk dijual dan menguntungkan. Karena itu, penelitian terhadap
kebutuhan pasar dan jenis produk atau jasa dari usaha harus dilakukan.
Penelitian jenis produk dapat dilakukan dengan kriteria-kriteria bahwa
suatu produk atau jasa dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar yang
masih belum terpenuhi, memenuhi kebutuhan manusia tetapi produk atau
jasa tersebut belum ada.
2. Tahap Penelitian Setelah ide-ide proyek dipilih, selanjutnya dilakukan
penelitian yang lebih mendalam dengan memakai metode ilmiah. Proses
itu dimulai dengan metode ilmiah:
a. Mengumpulkan data
b. Mengolah data dengan memasukkan teori-teori yang relevan
c. Menganalisis dan menginterpretasi hasil pengolahan data
3. Tahap Evaluasi Ada tiga macam evaluasi proyek. Pertama, mengevaluasi
usulan proyek yang akan didirikan. Kedua, proyek yang sedang
beroperasi. Dan yang Ketiga, mengevaluasi proyek yang baru selesai
dibangun. Evaluasi berarti membandingkan antara sesuatu dengan satu
atau lebih standar atau kriteria, dimana standar atau kriteria ini bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Evaluasi berarti membandingkan antara
sesuatu dengan satu atau lebih standar atau kriteria, dimana standar atau
kriteria ini bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
4. Tahap Pengurutan Usulan yang Layak Jika terdapat lebih dari satu usulan
proyek bisnis yang dianggap layak dan terdapat keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki menejemen untuk merealisasikan semua
proyek tersebut, maka perlu dilakukan pemilihan proyek yang dianggap
paling penting untuk direalisasikan. Sudah tentu, proyek yang
diprioritaskan ini mempunyai skor tertinggi jika dibandingkan dengan
usulan proyek yang lain berdasarkan kriteria-kriteria penilaian yang telah
ditentukan.
5. Tahap Rencana Pelaksanaan Setelah suatu usulan proyek dipilih untuk
direalisasikan, perlu dibuat suatu rencana kerja pelaksanaan
pembangunan proyek itu sendiri. Mulai dari menentukan jenis pekerjaan,
jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana, ketersediaan dana dan sumber
daya lain, kesiapan manajemen dan lain-lain.
6. Tahap Pelaksanaan Setelah semua persiapan yang harus dikerjakan
selesai disiapkan, tahap pelaksanaan proyek pun dimulai. Semua tenaga
pelaksana proyek, mulai dari pemimpin sampai pada 13 tingkat yang
paling bawah, harus bekerja sama dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
rencana yang telah diterapkan.
2.3 Pengertian Payback Period
Menurut Abdul Choliq dkk (2004) dapat diartikan sebagai jangka waktu
kembalinya investasi yang telah dikeluarkan, melalui keuntungan yang
diperoleh dari suatu proyek yang telah direncanakan. Sedangkan menurut
Bambang Riyanto (2004) adalah suatu periode yang diperlukan untuk dapat
menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan proceeds atau
aliran kas netto (net cash flows).
Menurut Djarwanto Ps (2001) menyatakan bahwa payback period
lamanya waktu yang diperlukan untuk menutup kembali original cash outlay.
Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian tersebut maka dapat dikatakan
bahwa payback period dari suatu investasi menggambarkan panjang waktu
yang diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu investasi dapat diperoleh
kembali seluruhnya. Analisis payback period dalam studi kelayakan perlu
juga ditampilkan untuk mengetahui seberapa lama usaha atau proyek yang
dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi. Metode analisis payback
period bertujuan untuk mengetahui seberapa lama (periode) investasi akan
dapat dikembalikan saat terjadinya kondisi break even point (jumlah arus kas
masuk sama dengan jumlah arus kas keluar). Analisis payback period
dihitung dengan cara menghitung waktu yang diperlukan pada saat total arus
kas masuk sama dengan total arus kas keluar. Dari hasil analisis payback
period ini nantinya alternatif yang akan dipilih adalah alternatif dengan
periode pengembalian lebih singkat. Penggunaan analisis ini hanya
disarankan untuk mendapatkan informasi tambahan guna mengukur seberapa
cepat pengembalian modal yang diinvestasikan. Rumus payback periode
merupakan pengembalian jika arus kas per tahun jumlahnya berbeda payback
period.
n + (a-b) / (c-b) x 1 tahun
Keterangan :
N = Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum bisa menutup
investasi mula-mula
A = Jumlah investasi mula-mula B = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun
ke – n
C= Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke n + 1
Rumus periode pengembalian jika arus kas per tahun jumlahnya sama
payback period = (investasi awal) / (arus kas) x 1 tahun. Sehingga jika
periode pengembalian lebih cepat bisa dikatakan layak dan maupun
sebaliknya jika periode pengembalian lebih lama makan bisnis tersebut dapat
dikatakan tidak layak dan jika usulan proyek investasi lebih dari satu, maka
periode pengembalian yang lebih cepat yang dipilih.
2.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Payback Period
Kelebihan dari metode payback period akan dengan mudah dan
sederhana bisa di hitung untuk mennentukan lamanya waktu
pengembalian dana investasi. Memberikan informasi mengenai
lamanya break even. Bisa digunakan sebagai alat pertimbangan resiko
karena semakin pendek payback periodnya maka semakin pendek pula
resiko kerugiannya. Dapat digunakan untuk membandingkan dua
proyek yang memiliki resiko dan rate of return yang sama dengan cara
melihat jangka waktu pengembalian investasi (payback period) apabila
payback periodnya lebih pendek itu yang dipilih. Sedangkan untuk
kelemahan dari metode ini mengabaikan penerimaan-penerimaan
investasi atau proceeds yang diperoleh sesudah payback periode
tercapai. Metode ini juga mengabaikan time value of money (nilai waktu
uang). Tidak memberikan informasi mengenai tambahan value untuk
perusahaan. Payback periods digunakan untuk mengukur kecapatan
kembalinya dana, dan tidak mengukur keuntungan proyek
pembangunan yang telah direncanakan.
2.3.2 Metode Periode Pengembalian Pay Back Period
Pada dasarnya periode pengembalian () adalah jumlah periode
(tahun) yang diperlukan untuk mengembalikan (menutup) ongkos
investasi awal dengan tingkat pengembalian tertentu. Latar belakang
digunakannya Pay Back Period adalah sebagai berikut:
a. Bilamana investasi yang dianalisis sangat tidak pasti hasilnya
setelah jangka waktu tertentu.
b. Bilamana dana yang dimiliki perusahaan jumlahnya terbatas,
sehingga pertimbangan terutama ditujukan kepada investasi yang
dapat memberikan hasil secepatnya.
c. Investasi yang mempunyai payback periode yang pendek
memberikan earning per share yang lebih menarik dalam jangka
pendek. Jika perusahaan menggunakan metode ini dengan motif
tersebut sebenarnya perusahaan mengorbankan pertumbuhannya di
masa depan.
Perhitungannya dilakukan berdasarkan aliran kas baik tahunan
maupun yang merupakan nilai sisa. Untuk mendapatkan periode
pengembalian pada suatu tingkat pengembalian (rate of return) tertentu
digunakan model formula berikut :
0 = −𝑃 + ∑ 𝐴𝑡 𝑁1 𝑡=1 ( 𝐹 ⁄ , 𝑖 %,𝑡)
Dimana At adalah aliran kas yang terjadi pada periode t dan N’
adalah periode pengembalian yang akan dihitung. Apabila At sama dari
satu periode ke periode lain (deret seragam) maka persamaan dapat
dinyatakan berdasarkan faktor P/A sebagai berikut :
0 = −𝑃 + ∑ 𝐴𝑡 𝑁1 𝑡=1 ( 𝐴 ⁄ , 𝑖 %,𝑡)
Apabila suatu alternatif memiliki masa pakai ekonomis lebih besar
dari periode pengembalian (N’) maka alternatif tersebut layak diterima.
Sebaliknya, bila N’ lebih besar dari estimasi masa pakai suatu alat atau
umur suatu investasi maka investasi atau alat tersebut tidak layak
diterima karena tidak akan cukup waktu untuk mengembalikan modal
yang dipakai sebagai biaya awal dari investasi tersebut.
2.4 Menetapkan MARR
Tingkat bunga yang dipakai patokan dasar dalam mengevaluasi dan
membandingkan berbagai alternatif dinamakan MARR (Minimum Attractive
Rate of Return). MARR ini adalah nilai minimal dari tingkat pengembalian
atau bunga yang bias diterima oleh investor. Dengan kata lain bila suatu
investasi menghasilkan bunga atau tingkat pengembalian (Rate of Return)
yang lebih kecil dari MARR maka investasi tersebut dinilai tidak ekonomis
sehingga tidak layak untuk dikerjakan. Ada beberapa cara yang disarankan
untuk menetapkan besarnya MARR, diantaranya adalah :
1. Tambahkan suatu presentase tetap pada ongkos modal (cost of capital)
perusahaan.
2. Nilai rata-rata tingkat pengembalian (ROR) selama 5 tahun yang lalu
digunakan sebagai MARR tahun ini.
3. Gunakan MARR yang berbeda untuk horizon perencanaan yang berbeda
dari investasi awal.
4. Gunakan MARR yang berbeda untuk pengembangan yang berbeda dari
investasi awal.
5. Gunakan MARR yang berbeda pada investasi baru dan investasi baru dan
investasi yang berupa proyek perbaikan (baca: reduksi) ongkos.
6. Gunakan alat manajemen untuk mendorong atau menghambat investasi,
tergantung pada kondisi ekonomi keseluruhan dari perusahaan.
7. Gunakan rata-rata tingkat pengembalian modal para pemilik saham untuk
semua perusahaan pada kelompok industry yang sama.
8. Setelah menghitung semua rata-rata maka perhitungan tersebut dapat
dilihat sebagai faktor dalam penentuan layak sebuah usaha.
Besarnya MARR akan dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya adalah
ketersediaan modal (uang), ketersediaan kesempatan investasi, kondisi bisnis,
tingkat inflasi, ongkos modal (cost of capital) perusahaan , peraturan pajak,
peraturan pemerintah, tingkat keberanian menanggung risiko bagi pengambil
keputusan, tingkat risiko/ketidakpastian yang dihadapi dan berbagai hal lain
yang sejenis. MARR dapat dinyatakan sebelum pajak maupun sesudah pajak.
Hubungan keduanya dapat dinyatakan sebagai berikut :
MARR (sebelum pajak) = 𝑀𝐴𝑅𝑅 (𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘) : (1−𝑡 )
Dimana t adalah tingkat pajak pendapatan kombinasi (baik yang
dikenakan oleh pemerintah pusat maupun daerah).
2.5 Net Present Value (NPV)
Menurut Syafaruddin Alwi (2001:163), “Net Present Value” merupakan
model yang memperhitungkan pola cash flows keseluruhan dari suatu
investasi, dalam kaitannya dengan waktu, berdasarkan Discount Rate tertentu.
Menurut Bambang Riyanto (2001:p126), “Present Value” menunjukan
beberapa nilai uang pada saat ini untuk nilai tertentu dimasa yang akan
datang. Kegiatan perhitungan Net Present Value (NPV) di suatu perusahaan
perlu dilakukan oleh tenaga keuangan perusahaan yang berkompeten
didalamnya. Hal ini dikarenakan kesalahan hitung nilai yang ada dapat
mempengaruhi tingkat besat kecilnya pendapatan laba yang ada di
perusahaan. Net Present Value (NPV) bisa dihubungkan dengan dana
perusahaan yang mengalami penjumlahan ketika dana yang ada sudah tidak
bercampur dengan dana investasi. Hal ini dapat dikaitkan dengan total modal
bersih yang didapatkan oleh perusahaan dengan ditambahkan laba yang
bersih. Untuk itulah, Net Present Value (NPV) diartikan sebagai analisa
keuangan yang digunakan untuk menentukan layak tidaknya usaha yang
dilakukan oleh perusahaan dilihat melalui nilai sekarang dari arus kas bersih
yang akan diterima oleh perusahaan yang bersangkutan dibandingkan dengan
nilai sekarang dari modal investasi yang dikeluarkan perusahaan. Inilah
analisa keuangan perusahaan yang dikaji menurut pengeluaran investasi yang
dilakukan oleh perusahaan.
Simulasi Perhitungan Net Present Value (NPV) Selain pengertian Net
Present Value (NPV) yang daoat anda simak di atas, tentunya anda dapat
melihat sekaligus cara perhitungan Net Present Value (NPV) yang ada di
perusahaan. Hal ini dikarenakan perhitungan Net Present Value (NPV) tidak
bisa langsung ditentukan dengan besaran dana yang ada melainkan harus
melalui perhitungan menggunakan rumus perhitungan keuangan tertentu.
Contoh permasalahan :
Perusahaan A merupakan perusahaan produksi yang sudah beroperasi
selama satu tahun. Kemudian selama proses produksi tersebut, perusahaan
telah melakukan pencatatan dana yang ada di laporan kas laba rugi. Menurut
laporan data kas laba rugi tersebut dapat diketahui bahwa perusahaan A
memiliki kas bersih sebesar Rp. 10.000.000. Sedangkan, data lainnya yang
ada di laporan tersebut antara lain yaitu besaran dana investasi perusahaan
yaitu sebesar Rp. 7.000.000. Dengan besaran kedua dana ini maka dapat
diketahui nilai Net Present Value (NPV) yang dimiliki oleh perusahaan A.
Cara perhitungannya cukup mudah yaitu dengan mengkurangkan nilai kas
bersih dengan nilai investasi yang telah dikeluarkan. Berikut simulasi
perhitungan Net Present Value (NPV) di perusahaan tersebut yakni : Nilai
Net Present Value (NPV) = (nilai kas bersih) – (nilai investasi perusahaan) =
Rp. 10.000.000 – Rp 7.000.000 = Rp. 3.000.000 Penentuan nilai Net Present
Value (NPV) ini dapat dilihat dengan ketentuan berikut :
1. Nilai Net Present Value (NPV) > 0 merupakan penilaian usaha
perusahaan layak untuk dilaksanakan
2. Nilai Net Present Value (NPV) < 0 merupakan penilaian usaha
perusahaan yang tidak layak untuk dilaksanakan
2.6 Break Event Point (BEP)
Menurut Carter dan Usry (2005:272) menyatakan break even point
adalah titik dimana biaya dan pendapatan sama dengan nol. Sedangkan
menurut Bustami dan Nurlela (2007:208) analisis BEP adalah suatu cara atau
teknik yang digunakan oleh seorang manajer perusahaan untuk mengetahui
pada volume (jumlah) penjualan dan volume produksi berapakah suatu
perusahaan yang bersangkutan tidak menderita kerugian dan tidak
memperoleh laba. Dari uraian yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa
analisis break even point adalah suatu teknik yang digunakan untuk
mengetahui tingkat produksi maupun tingkat penjualan dimana dari tingkat
produksi dan penjualan tersebut perusahaan tidak mengalami kerugian
maupun mendapatkan keuntungan (impas). Dengan mengetahui titik impas,
manajer perusahaan dapat mengindikasikan tingkat penjualan yang
disyaratkan agar terhindar dari kerugian, dan diharapkan mampu mengambil
langkah-langkah dalam margin kontribusi penjualan yang tepat untuk periode
selanjutnya. Dengan megetahui titik impas ini, manajer juga dapat
mengetahui sasaran volume penjualan yang harus dicapai oleh perusahaan.
2.7 Internal Rate of Return
Menurut Syafaruddin Alwi (2001:p173), “Prinsip dari konsep IRR adalah
bagaimana menentukan discount rate yang dapat mempersamakan Present
Value of Proceed dengan Outlay”. Metode ini untuk membuat peringkat
usulan investasi dengan menggunakan tingkat pengembalian atas investasi
yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto yang menyamakan nilai
sekarang dari arus kas masuk proyek yang diharapkan terhadap nilai sekarang
biaya proyek atau sama dengan tingkat diskonto yang membuat NPV sama
dengan nol. IRR yang merupakan indikator tingkat efisiensi dari suatu
investasi. Suatu proyek/investasi dapat dilakukan apabila laju
pengembaliannya (rate of return) lebih besar dari pada laju pengembalian
apabila melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito bank, reksadana
dan lain-lain). IRR digunakan dalam menentukan apakah investasi
dilaksanakan atau tidak, untuk itu biasanya digunakan acuan bahwa investasi
yang dilakukan harus lebih tinggi dari (MARR). Penerimaan atau penolakan
usulan investasi ini adalah dengan membandingkan IRR dengan tingkat
bunga yang disyaratkan (required rate of return). Apabila IRR lebih besar
dari pada tingkat bunga yang disyaratkan maka proyek tersebut diterima,
apabila lebih kecil diterima. Sedangkan untuk IRR adalah nilai discount rate i
yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Discount rate yang
dipakai untuk mencari present value dari suatu benefit atau biaya harus senilai
dengan opportunity cost of capital seperti terlihat dari sudut pandangan pada
penilai proyek. Konsep dasar opportunity cost pada hakikatnya merupakan
pengorbanan yang diberikan sebagai alternatif terbaik untuk dapat
memperoleh sesuatu hasil dan manfaat atau dapat pula menyatakan harga
yang harus dibayar untuk mendapatkannya.

Anda mungkin juga menyukai