Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Peradangan konjuntiva selain memberi keluhan yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir atau benda asing, dan rasa panas juga memberi gejala yang khas di konjuntiva. Jika meluas ke kornea timbul silau dan ada air mata (epifora). Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnya adalah folikel, flikten dan sebagainya.8,9 Gejala objektif dari konjuntivitis adalah:8 a. hiperemi; Merupakan gejala yang paling umum pada konjungtivitis. Terjadi karena pelebaran pembuluh darah sebagai akibat adanya peradangan. Hiperemi mengakibatkan adanya kemerahan pada konjuntiva. Makin kuat peradangan itu makin terlihat merah konjungtiva. b. Epifora atau mata berair. Biasa terjadi pada mata yang terkena benda asing dan meradang. Adanya hiperemi yang berat, terjadi transudasi pembuluh darah dan menambah cairan air mata tersebut. Eksudat adalah produksi dari peradangan konjuntiva. c. Peradangan pada infeksi lebih banyak eksudat ketimbang peradangan alergi. Jenis eksudat akan berbeda pada infeksi dengan Neisseria Gonokokken , eksudat akan berupa nanah. Sedang infeksi koken lain akan memberi getah radang mukus. d. Kemosis. Sembab pada konjuntiva bulbi yang meradang. Biasanya menunjukkan adanya peradangan yang berat, baik di dalam maupun diluar. e. Folikel, Merupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil pada konjuntiva palpebra atau fornicis. Terdapat pada semua infeksi virus, klamidian, alergi dan konjuntivitis akibat obat-obatan, berwarna pucat atau abu-abu. f. Granula. Merupakan bentuk ukuran besar dari follikel, terutama folikel trakoma.

g. Flikten. Bangunan khas berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi dipuncak menguning pucat. Ini merupakan manifestasi alergi bakteri. h. Membran dan pseudomembran, Merupakan hasil proses koagulasi protein di permukaan konjuntiva. Pada pseudomembran koagulum hanya menempel di permukaan, sedang sekret membran koagulumnya menembus keseluruh tebal epitel. Pengelupasan membran akan menimbulkan perdarahan hebat, sedang pada pseudomembran tidak menimbulkan perdarahan. Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi toksik seperti konjungtivitis vernal, dan moluskum kontangiosum.1 Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi 4: 1. Bakterial: - Konjungtivitis Blenore - Konjungtivitis Gonorre - Konjungtivitis Difteri - Konjungtivitis Folikuler - Konjungtivitis kataral - Blefarokonjungtivitis 2. Viral : - Keratokonjungtivitis epidemika - Demam Faringokonjungtivitis - Keratokonjungtivitis New castle - Konjungtivitis Hemoragik akut 3. Jamur 4. Alergi : - Konjungtivitis vernal - Konjungtivitis flikten

KONJUNGTIVITIS VERNALIS Merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh musim semi atau konjungtivits musim kemarau . Konjungtivitis vernalis adalah penyakit bilateral yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun- tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penyakit ini perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal ini karena penyakit ini sering kambuh dan menyerang anak-anak, dengan demikian, memerlukan pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada daerah dingin. 2
2,3

BAB II

KONJUNGTIVITIS VERNALIS

II.1 DEFINISI Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. 1

II.2 KLASIFIKASI Terdapat dua bentuk utama konjungtivitis vernalis (yang dapat berjalan bersamaan), yaitu : 1. Bentuk palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (Cobble Stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edem, dengan kelainan kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya. 2. Bentuk Limbal hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.1

II.3 ETIOLOGI Konjungtivitis vernalis terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20. 4

II.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea. Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian : 1. Konjungtiva palpebra 2. Konjungtiva forniks. 3. Konjungtiva bulbi Yang ada di palpebra disebut konjuntiva palpebra, di fornix disebut konjuntiva fornicis dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi. Konjungtiva forniks merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerakDi sudut nasal, di canthus internus ada lipatan disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju benjolan menyerupai epidermoid yang disebut caruncula.8 Histologis lapisan konjuntiva adalah epitel konjuntiva terdiri atas epitel superficial mengandung sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, di dekat limbus dan epitel ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjuntiva yang terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat. Yang padat adalah tarsus dan ditempat lain jaringan longgar.8 Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri kelenjar Krause (ditepi atas tarsus) yang menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah yang ada di konjuntiva adalah a.siliaris anterior dan a. palpebralis. Konjuntiva mengandung sangat banyak pembuluh limfe. Inervasi syaraf di palpebra oleh percabangan n. oftalmikus cabang N.V. 8 Konjuntiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di fornix atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak. Air mata yang 5

mengalir ke bawah menuju fornix dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis. Dengan demikian konjuntiva dan kornea selalu basah.8,9 Kedudukan konjuntiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata, alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata. Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang keduanya beranastomosis. Yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m. rectus menembus sclera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang- cabang yang mengelilingi kornea.9 Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang berakhir sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra.9

II.5 PATOFISIOLOGI Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobbles tone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang

mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea. Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi. 3

II.6 GAMBARAN HISTOPATOLOGIK Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast. Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan. Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dot s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari 7

eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit. Kolagen maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5 10 lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi. Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar. Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthos is). HornerTrantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.

II.7 GEJALA Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat dan bertahi mata berseratserat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lain-lain) dan kadang-kadang pada pasien muda juga. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler.

Gambar 1. konjungtivitis vernalis. Papilla batu bata di konjungtiva tarsalis superior. 4

Mungkin terdapat tahi mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus. Bintik- bintik Tranta adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa pasien dengan konjungtivitis vernalis selama fase aktif dari penyakit ini. Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra dan limbus, namun pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak timbul parut pada konjungtiva kecuali jika pasien telah menjalani krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang dapat merusak konjungtiva. 2

II.8 DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. 4 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas. 3

II.9 PENGOBATAN Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang. 2 Opsi perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya symptom yang muncul dan durasinya. Opsi perawatan konjungtivitis vernalis yaitu : 1. Tindakan Umum Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa tindakan tersebut antara lain: - Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak. - Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter. - Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari. - Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen. - Kompres dingin di daerah mata. - Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen. - Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut sebagai climato-therapy.

2. Terapi topikal - Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10% 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat 10

serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 20%. Larutan alkalin seperti 1-2% sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya. - Dekongestan. - Antihistamin - NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs) - Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid topikal prednisolone fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Bila sudah terdapat ulkus kornea maka kombinasi antibiotik steroid terbukti sangat efektif. - Antihistamin - Antibakteri - Siklosporin - Stabilisator sel mast seperti Sodium kromolin 4% dan Lodoksamid 0,l%.

3. Terapi Sistemik - Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau deksamethason fosfat 2 3 tablet 4 kali sehari selama 1 2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin . - Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis

4. Tindakan Bedah

11

- Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. 9,12

12

BAB III

KESIMPULAN

Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anakanak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20. Gejala yang spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret mukus yang kental dan lengket, serta hipertropi papil konjungtiva. Tanda yang spesifik adalah Trantas dots dan coble stone. Terdapat dua bentuk dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palbebra dan bentuk limbal. Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun dapat menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Namun tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi dan menurunkan tingkat ketidaknyamanan dari pasien. Perawatan yang dapat diberikan menghindari menggosokgosok mata, kompres dingin di daerah mata, memakai pengganti air mata, memakai obat tetes seperti asetil sistein, antihistamin, NSAID steroid, stabilisator sel mast, obat oral (seperti antihistamin dan steroid), dan pembedahan.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S., 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hal : 133-134. 2. Vaughan, Daniel G., 2000. Oftalmologi Umum edisi ke-4. Jakarta : Penerbit Widya Medika, hlm : 115-116. 3. Wahid, Dian Ibnu. Konjungtivitis Vernalis. Available on : http://diyoyen.blog.friendster.com/2009/05/konjungtivitis-vernalis/. (Diakses Juli 2011) 4. Medicastore. Available on: http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.html (Diakses Juli 2011) 5. PubMed Central Journal list. Vernal Keratoconjunctivitis. Available on:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705659/. (Diakses Juli 2011) 6. Optometry. Keratoconjunctivitis. Available on http://www.optometry.co.uk/articles/docs/0cd52f986c6c4d460c454802aa7cc5b3 _schmid20010223.pdf. (Diakses November 2009) 7. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm 8. Al-Ghozie, M., Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination, FK UMY, Yogyakarta, 2002 9. Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69 10. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga dan Jiwa, 2001 11. sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/konjungtivitis-

vernalis.html#ixzz1RyU5I62r Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial 14

Anda mungkin juga menyukai