Anda di halaman 1dari 5

Nama : Farizal Firmansyah

NIM : 195120101111049
Mata Kuliah : Corporate Social Responsibility
Kelas : A-6

REVIEW JURNAL
Saat kita mendengar kata Corporate Social Responsibility (CSR) mungkin yang
terbesit pertama kali adalah mengenai tanggung jawab sebuah perusahaan terhadap
masyarakat. Namun lebih dari itu konsep CSR tidak hanya berkaitan antara perusahaan dan
masyarakat. Prespective dari CSR juga berkembang dari waktu ke waktu. Dalam tulisan ini
penulis akan mencoba menjabarkan mengenai apa saja prespektif CSR yang ada, komponen
CSR, termasuk perkembanganya dalam era pandemi covid-19. Melalui tulisan ini penulis
akan mengulas dua jurnal yang berkaitan dengan CSR. Pertama, jurnal yang berjudul
“Corporate Social Responsibility: Perspectives on the CSR Construct’s Development and
Future” yang dipublish oleh Archie B. Carroll tahun 2021. Kedua, jurnal yang berjudul
“Updating the Critical Perspective on Corporate Social Responsibility” yang dipublish oleh
Gerard Hanlon dan Prof Peter Fleming pada tahun 2009. Kedua jurnal ini sama-sama
membahas mengenai konsep CSR mulai dari awal mula muncunya istilah CSR sampai
dengan mengenai konsep new normal untuk CSR yang diakibatkan oleh pandemi covid-19.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya saat mendengar kata CSR kita akan
langsung terpikirkan mengenai tanggung jawab sebuah perusahaan kepada lingkungan
masyarakat. Dalam hal ini para perusahaan akan memberikan kesan bahwa proses bisnis yang
dijalaninya sesuai dan masih berjalan lurus dengan para kepentingan masyarakat (Fleming &
Hanlon, 2009). Pada awalnya pelaksanaan program CSR masih sering dipertanyakan,
argumen-argumen pertanyaan yang terbentuk adalah “Apakah tanggung jawab sosial menjadi
peran perusahaan?” dan “Jika perusahaan yang menjadi penanggung jawab sosial, lantas apa
peran negara?”. Walaupun dalam konsepnya CSR memang sebuah cara bagaimana
perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam sistem operasi bisnis
mereka. Namun pertanyaan-pertanyaan mengenai kewajiban pelaksanaan CSR bagi
perusahaan tetaplah ada.
Selain berguna bagi masyarakat kegiatan CSR juga secara tidak langsung berdampak
bagi sebuah perusahaan. Dalam jurnal ini disebutkan bagaimana program CSR membantu
untuk memperbaiki nama baik perusahaan dari kasus-kasus bisnisnya. Hal ini pernah terjadi
dalam kasus Nike dan Gap, Nestle, BP, dan banyak perusahaan lainnya. Selain dianggap
sebagai tanggung jawab sosial bagi lingkungan dan masyarakat. CSR juga berperan sebagai
muka dari perusahaan di mata masyarakat. Ditengah era kapitalisme saat ini perusahaan
cenderung mempunyai image untuk mengambil untung sebanyak-banyaknya untuk
kepentingan mereka sendiri dan golongannya. Namun dengan adanya CSR maka ambisi ini
sedikit tertahan karena perusahaan juga harus menjaga hubungan dengan masyarakat,
konsumen, negara, pekerja dan aspek lainnya (Fleming & Hanlon, 2009). Program CSR juga
termasuk cara untuk tetap menjaga etika bisnis perusahaan sesuai dengan peraturan yang ada,
perusahaan tidak hanya mementingkan profit namun juga lingkungan dan masyarakat. Selain
itu CSR juga berperan sebagai strategi legitimasi perusahaan di maat masyarakat maupun
pemerintah.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa terdapat pemikiran kritis dari
pelaksana kegiatan CSR. Hal ini terkait dengan bagaimana peran perusahaan yang
legitimasinya mirip dengan sebuah negara. Negara semakin dipandang bukan sebagai
pemecah masalah melainkan hanya pihak ketiga. Pada akhirnya masyarakat lebih
mengharapkan program-program yang dilaksanakan oleh program CSR sebagai pemecah
masalah mereka dibanding dengan solusi yang diberikan negara. Hal ini bisa terjadi karena
terdapat perbedaan budget yang sangat signifikan antara sebuah negara dan perusahaan dalam
hal pemecahan masalah. Contohnya hal ini terjadi pada perusahaan-perusahaan tambang
seperti Freeport and Newmont yang menghasilkan begitu banyak profit sehingga mempunyai
dana besar untuk melaksanakan program CSR. Perusahaan saat ini telah berperan sebagai
institusi dan sudah menjadi bagian stuktur sosial masyarakat karena peran dan kehadirannya
yang begitu massif di dalam masyarakat.
Namun pada pelaksanaanya kegiatan CSR sebuah perusahaan tidak selalu berjalan
mulus. Sama seperti birokrasi lainnya dalam pelaksanaan CSR banyak pihak yang berperan
dan memegang kepentingan. Jika kuasa perusahaan lebih besar dibanding sebuah negara
maka dampak negatif yang akan terjadi adalah negara tidak memiliki kekuatan untuk
melawan. Hal ini terjadi pada masyarakat ogoni di Nigeria dan Afrika, mereka mendapat
kerugian dari aktivitas perusahaan minyak internasional yaitu Shell. Masyarakat setempat
harus merasakan dampak emisi gas yang membahayakan bagi kesehatan mereka (Fleming &
Hanlon, 2009). Namun karena dalam hal ini posisi Shell lebih kuat dibanding negara Nigeria
maka pada akhirnya pengeboran minyak tetap terlaksana. Posisi antara masyarakat,
perusahaan, dan negara dalam pelaksanaan CSR harusnya sama rata. Tidak ada pihak-pihak
yang lebih tinggi satu sama lain, dalam pelaksanaan CSR ketiga pihak yang memegang
kepentingan utama inilah yang akan mengatur mengenai bagaimana pelaksanaan dari
program CSR itu sendiri. Jika perusahaan yang memegang kekuasaan lebih tinggi maka
negara dan masyarakat tidak akan berdaya. Jika negara yang memegang kekuasaan lebih
tinggi dan tidak sesuai dengan prinsip perusahaan maka perusahaan akan memikirkan
kembali mengenai pengeluaran dana kegiatan CSR. Terakhir, jika masyarakat lebih tinggi
dibanding negara dan perusahaan maka pada akhirnya tuntutan-tuntutan CSR yang ada hanya
menguntungkan satu pihak yaitu masyarakat setempat.
Jurnal dengan judul “Updating the Critical Perspective on Corporate Social
Responsibility” yang dipublish oleh Gerard Hanlon dan Prof Peter Fleming menekankan
bagaimana sebuah pelaksanaan CSR terkait dengan apsek legitimasi, masyarakat, negara dan
politik antara sebuah perusahaan, masyarakat, dan sebuah negara. Dalam jurnal ini dijelaskan
bagaimana pandangan-pandangan kontradiktif pelaksanaan CSR serta bagaimana CSR
seringkali digunakan sebagai pembentuk citra perushaan. Selain itu pelaksanaan CSR juga
tidak selamanya berjalan dengan mulus, dari pandangan perusahaan sendiri masih sering
mempertanyakan apakah sebuah tanggung jawab sosial menjadi tugas perusahaan untuk
memenuhinya? Lantas jika iya, apa peran negara selama ini? Terakhir, CSR saat ini telah
menjadi stuktur sosial dalam masyarakat. Dekatnya lokasi perusahaan dengan lingkungan
masyarakat serta besarnya dana pelaksanaan kegiatan CSR membuat masyatakat lebih
terbantu dengan adanya program CSR dibanding program yang dilaksanan pemerintah untuk
menegakan kesejahteraan sosial.
Setelah mengetahui bagaimana peran dan fungsi CSR saat ini, selanjutnya kita akan
melihat prepektif-prespektif CSR dari masa kemasa mulai dari era 1950-1999 sampai dengan
2000-2020 serta masa depan CSR terutama dengan kondisi pandemi seperti saat ini. Jurnal
yang berjudul “Corporate Social Responsibility: Perspectives on the CSR Construct’s
Development and Future” dipublish oleh Archie B. Carroll pada tahun 2021 diawali dengan
membahas era modern CSR pada tahun 50-an. Berlanjut pada tahun 1970-an berdasarkan
prespektif akademik terdapat tiga definisi CSR yaitu pertama Corporate Social
Responsibility (CSR1) → Corporate Social Responsiveness (CSR2) → Corporate Social
Performance (CSP). Perbedaan yang paling terlihat dari definisi-definisi tersebut adalah pada
CSR 1 perusahaan lebih mengarah pada kewajiban implisit sebuah perusahaan sedangkan
dalam CSR 2 lebih ditekankan pada response sebuah perusahaan dalam masalah lingkungan
sosial. Sejak tahun 1979 definisi dari CSP terus berkembang dan berubah namun tetap
menjadi awal dasar dari prepektif CSR saat ini. Di tahun 1980-an misalnya konsep pemangku
pkepentingan dan etika bisnis mulai didiskusikan. Berlanjut pada era 1990-an prespektif akan
CSR semakin berkembang luas kali ini terkait dengan kewarganegaraan perusahaan,
keberlanjutan, etika bisnis, manajemen kepentingan dan lain-lain.

Kemudian prespektif akan CSR kembali berkembang pada era 2000-2020. Namun
pertanyaanya masih sama yaitu mengenai “Kepada siapa sebuah perusahaan harus
bertanggung jawab?” atau “Bagaimana seharusnya perusahaan memposisikan diri dalam
masyarakat?” pertayaan-pertayaan ini masih menjadi diskusi terbuka hingga saat ini. Namun
yang pasti dalam era ini diskusi akademis mengenai CSR kembali berkembang mengenai
bagaimana hubungan anttara keuangan perusahaan dan kinerja sosial. Selain itu pada era ini
juga mulai berkembang mengenai istilah CSR explisit dan inplisit. Dalam era ini terlihat
bagaimana penerapan program CSR pada setiap negara atau benua berbeda-beda. Di amerika
sendiri penerapan CSR akan berjalan secara explisit dengan melibatkan seluruh pihak hal ini
sesuai dengan kebijakan yang dianut oleh negara Amerika Serikat. Sedangkan untuk negara
bagian di eropa sistem program CSR lebih digerakan secara implist dengan memasukannya
kedalam lembaga-lembaga pemangku kepentingan (Carroll, 2021). Selain itu pada era 2000-
2020 juga berkembang mengenai istilah CSR global yang dihasilkan dari minat perusahaan
pada negara berkembang. Dalam hal ini pada negara berkembang penerapan CSR akan
berfokus pada tadisi budaya, mengelola kesenjangan, prioritas ekonomi-sosial serta response
kritis.

Kemudian masuk pada era new normal untuk CSR, era yang terjadi saat ini yaitu
ditengah pandemi yang melanda semua elemen masyarakat mengalami dampaknya tidak
terkecuali sebuah perusaahan. Disaat perusahaan mencari cara untuk bertahan, mereka juga
masih mempunyai kewajiban yang sama untuk memberikan tanggung jawab sosial bagi para
masyarakat dalam program CSR. Pada era ini juga berkembang mengenai gagasan CSR 3.0
dan 4.0 yang lebih melibatkan kondisi geografis, usia, sosial ekonomi, inklusivitas, inovasi
serta kolaborasi dengan mitra-mitra terkait. Sehingga program CSR tidak hanya berputar
pada aksi filantropi sebuah perusahaan melainkan benar-benar di kaji sedemikan rupa agar
dampaknya tepat sasaran dan bermanfaat bagi para masyarakat. Di era pandemi ini kegiatan
program CSR mendapat tantangan baru terutama mengenai karyawan dan konsumen, kontrak
sosial, stategi CSR, pelaporan kegiatan CSR, serta hal-hal lainnya. Dengan hadirnya pandemi
yang membuat interaksi sosial masyarakat berubah menjadi aktivitas online. Maka akan
menjadi tantangan tersendiri bagi para perusahaan untuk menerapkan program CSR mereka.
Dari masyarakat sendiri pun juga mendapat tantangan karena dengan ketidak jelasan pandemi
covid-19 yang sedang berlangsung masyarakat tidak bisa merasakan program CSR secara
langsung seperti pada tahun-tahun sebelumnya yang dilaksanakan secara konvensional.

Selama dua puluh tahun CSR telah berkembang sampai dengan saat ini,
perkembangan akan CSR sampai saat ini tidaklah berhenti. Berdasarkan dua jurnal yang
sudah penulis ulas dapat terlihat bagaimana berkembangnya prespektif CSR mulai dari awal-
awal muncul hingga pada era pandemi seperti saat ini. Diskusi mengenai tanggung jawab
perusahaan juga masih berlangsung mengenai bagaimana sebuah perusahaan harus
bertanggung jawab dan memposisikannya diantara masyarakat dan negara. Selain itu,
pendorong utama dari berkembangnya CSR adalah ekspansi bisnis perusahaan-perushaan
multi nasional ke negara-negara berkembang. Dengan kondisi geografis dan sosial yang
berbeda dari negara asal maka sudah pasti penerapan programnya akan berbeda disetiap
kasus atau daerah. Walaupun masih diperdebatkan menurut penulis sendiri pada akhirnya
sebuah perushaan harus bertanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungan sekitar
melalui program CSR. Terlebih juga perusahaan tersebut mengekploitasi sumber daya alam
atau manusia suatu daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Carroll, A. B. (2021). Corporate Social Responsibility: Perspectives on the CSR Construct’s
Development and Future. Business and Society, 60(6), 1258–1278.
https://doi.org/10.1177/00076503211001765
Fleming, P. P., & Hanlon, G. (2009). Updating the Critical Perspective on Corporate Social
Responsibility. Sociology Compass, 2(6), 1–12.

Anda mungkin juga menyukai