Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sila pertama Pancasila sebagai dasar filsafat Negara adalah “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, bepersatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada hakikat
bahwa pokok negara adalah manusia. Karena negara sebagai lembaga hidup bersama dan
sebagai lembaga kemanusiaan, dan juga manusia adalah sebagai makhlukTuhan Yang
Maha Esa, sehingga adanya manusia sebagai akibat adanya Tuhan Yang Maha Esa
sebagai kausa prima. Tuhan sebagai asal mula segala sesuatu, adanya Tuhan adalah
mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas serta sebagai pengatur tata
tertib alam (Notonagoro, 1975 : 78). Dengan demikian, sila pertama ini mendasari,
meliputi, dan menjiwai keempat sila lainnya.

Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Negara yang merupakan hidup
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan untuk
mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau
makhluk yang beradab.

Dalam sila pertama ini terkandung bahwa negara yang didirikan adalah sebagai
pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena
itu, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan
moral negara, moral penyelenggaraan negara, politik negara, pemerintahan negara,
hokum dan peraturan perundanga-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga
negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikianlah kiranya nilai-
nilai etis yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esayang dengan sendirinya
sila pertama tersebut mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam masalah “Negara Pancasila yang Negara BerKetuhanan Yang Maha Esa” ini, kami
selaku penulis makalah ini akan merumuskan permasalahan-permasalah sebagai berikut :

1. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara Terhadap Sila ke-1


2. Tentang Sila Ketuhanan yang Maha Esa dalam Pancasila
3. Konsep Tentang Negara dan Agama yang ditentukan oleh Dasar Ontologis Manusia
4. Mengembangkan Sikap yang Percaya dan Takwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dalam kehidupan sehari-hari

Page | 1
5. Mewujudkan Kehidupan Yang Didasari Iman dan Takwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, Dalam Kehidupan Keluarga, Kampus, dan masyarakat
6. Pemahaman dan Pelanggaran terhadap Pancasila

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan kami
selaku penulis dan kepada para pembaca agar dapat mengembangkan sikap hormat-
menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang
berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Selain itu, makalah ini dibuat untuk memenuhi permohonan dosen kami Bapak Ali
Akbar, M. Pd. I sebagai tugas kelompok mata kuliah Pancasila. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi orang-orang yang membacanya, sesuai dengan harapan beliau dan harapan
kita semua.

Page | 2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara terhadap Sila ke-1

Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang hanya ada di negara kita.
Dalam Pancasila telah dijamin kebebasan hidup beragama terutama pada sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa. Isi Pancasila telah diterima oleh umat beragama di
Indonesia karena mengandung pengertian umum yang tidak bertentangan dengan dasar
keyakinan masing-masing agama. Yang menjadi keharusan ialah setiap bangsa
Indonesia mesti berketuhanan Yang Maha Esa Bila melihat sejarah sebelum datangnya
agama Budha, Hindu, Kristen dan Islam, bangsa indonesia telah mempunyai
kepercayaan tentang Tuhan walaupun bentuk kepercayaannya masih sangat sederhana
yaitu Animisme dan Dinanisne. Kenyataan inilah yang menunjukan bahwa bangsa
Indonesia sudah sejak dulu telah mempunyai kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha
Esa.

Pengakuan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebenarnya telah
dinyatakan pula dalam UUD 1945, baik pada bagian pembukaan maupun pada bagian
batang tubuhnya. Pada bagian pembukaan, terdapat dalam alinea ke-3 yang
menyatakan bahwa “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.

Pada bagian Batang Tubuh, tercantum pada pasal 29 ayat 1 dan 2, sebgai berikut:

1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan
beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu.

Pengaturan kehidupan beragama di Indonesia secara yuridis diperkuat


oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana tercantum
pada:

 Pasal 156 A :

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan
sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

1. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan,atau penodaan


terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia
2. Dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga yang tidak
bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Page | 3
 Pasal 175 :

“Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan merintangi


pertemuan agama umum yang diizinkan atau upacara penguburan mayat duhukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan”

2.2 Tentang Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila

Sila keTuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber dan menjiwai pelaksanaan sila-sila
lain.

Dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Apabila ditinjau dari sudut tata uraian wahyu yang diturunkan, maka terbukti ayat-
ayat wahyu tentang hubungan amal ibadah manusia kepada Tuhan yang Maha Esa
yang mengandung ajaran tentang keyakinan iman adalah lebih dahulu diturunkan
daripada wahyu-wahyu tentang hubungan antara manusia yang menyangkut
masalah keduniawian dan sosial.

2. Selanjutnya ditinjau dari sudut tata urutan sila-sila dalam pancasila, maka ternyata
sila KeTuhanan yang Maha Esa menduduki tempat yang pertama dan utama karena
itu menjadi sumber dan menjiwai sila-sila yang lainnya. Urutan ini tidak dapat
dibolak-balikan dan merupakan suatu kebulatan yang utuh.

Kesimpulannya yang dapat ditarik bahwa sila KeTuhanan yang Maha Esa menjadi
sumber dan menjiwai sistem filsafat di Indonesia, karena dinyatakan sistem filsafat yang
religius. Tegasnya kehidupan beragama dan berkeTuhanan yang Maha Esa dalam
masyarakat, bangsa dan Negara Republik Indonesia merupakan perwujudan pengamalan
pancasila atau sebaliknya, perumusan pancasila merumuskan Ketuhanan yang Maha Esa
sebagai sila I berdasarkan orientasi sosial negara yang agamatis/ Religius. Sebab isi dan
wujudnya secara intrinsik memang megandung watak dan inti keagamaan, sebab
KeTuhanan yang Maha Esa adalah inti agama dasar kepercayaan.

2.3 Konsep Tentang Negara dan Agama yang ditentukan oleh Dasar Ontologis Manusia

1. Hubungan Negara dan Agama Menurut Pancasila


Jika dirinci makna hubungan negara dengan agama menurut negara
Pancasila adalah sebagai berikut:

a. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa


b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang berKetuhanan Yang Maha
Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi intuk memeluk dan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing

Page | 4
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya
manusia berkadudukan kodrat sebagai makhlu Tuhan
d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama antar golongan agama dan
pemeluk agama
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil
paksaan bagi siapapun juga
f. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam
menjalankan agama dalam negara
g. Segala aspekdalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai
dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma-norma
hokum positif maupun norma moral baik moral negara maupun moral para
penyelenggara negara
h. Negara pada hakikatnya merupakan “…berkat rahmat Tuhan Yang Maha
Esa

2. Hubungan Negara dan Agama menurut Paham Theokrasi.

Bahwa antara agama dengan negara tidak dapat dipisahkan. negara


menyatu dengan agama, pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman
Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis. Dalam praktek
kenegaraan terdapat dua macam pengertian negara theokrasai, yaitu :

a. Negara Theokrasi Langsung


Dalam sistem negara theokrasi langsung, kekuasaan adalah otoritas Tuhan.
Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan yang
memerintah adalah Tuhan.
b. Negara Theokrasi Tidak Langsung
Menyatakan bahwa pemerintahan bukan diperintah langsung oleh Tuhan,
melainkan Kepala Negara atau Raja, yang memiliki otoritas atas nama
Tuhan. Kekuasaan dalam negara merupakan suatu karunia dari Tuhan. Raja
mengemban tugas suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya.

3. Hubungan Negara dan Agama menurut Paham Sekulerisme.

Sekulerisme berpandangan bahwa negara adalah hubungan keduniawian atau


masalah-masalah keduniawian ( hubungan manusia dengan manusia). Adapun agama
adalah urusan akhirat yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan.
Konsekuensinya hukum positif sangat di tentukan oleh komitmen warga negara
sebagai pendukunng pokok negara. Negara adalah urusan hubungan horizontal antar
manusia dalam mencapai tujuannya, adapun agama adalah menjadi urusan umat
masing-masing agama. Walaupun dalam agama sekuler membedakan antara agama
dengan negara, namun lazimnya warga negara di berikan kebebasaan dalam memeluk
agama masing-masing.

Page | 5
4. Hubungan Negara dan Agama menurut Paham Liberalisme

Negara memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama dan


menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya nasing-masing. Namun Tuhan atau
atheis, bahkan negara liberal memberi kebebasan untuk menilai dan mengkritik
agama misalnya tentang Nabi, Rasul, Kitab Suci bahkan Tuhan sekalipun. Misalnya
Salman Rusdi yang mengkritik kitab suci dengan tulisan ayat-ayat setan. Karena
menurut paham liberal bahwa kebenaran individu adalah sumber kebenaran tertinggi.

5. Hubungan Negara dan Agama menurut Paham Komunisme

Agama menurut komunisme adalah realisasi fanatis makhluk manusia,


agama adalah keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu menurut komunisme
Marxis, agama adalah merupakan candu masyarakat.

Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat etheis bahkan bersifat


antitheis, melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai yang tertinggi dalam
negara adalah materi sehingga nilai manusia ditentukan oleh materi.

Page | 6
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

1. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara terhadap Sila ke-1

Inti dari pembahasan ini adalah bahwa warga negara Indonesia diwajibkan untuk
berKetuhanan Yang Maha Esa. Didalam makalah ini sudah dijelaskan dasar-dasar
kewajiban warga negara untuk berKetuhanan Yang Maha Esa.

2. Tentang Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila

Sila keTuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber dan menjiwai pelaksanaan
sila-sila lain.
Dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Ditinjau dari sudut hakikat manusia yang terdiri atas petensi-potensi


rohani dan jasmani.

b. Apabila ditinjau dari sudut tata uraian wahyu yang diturunkan.

c. Selanjutnya ditinjau dari sudut tata urutan sila-sila dalam pancasila.

3. Konsep Tentang Negara dan Agama yang ditentukan oleh Dasar Ontologis
Manusia.

Dalam hal dibedakan dalam 5 hal yaitu

a. Hubungan Negara dan Agama menurut Pancasila

b. Hubungan Negara dan Agama menurut Paham Theokrasi

c. Hubungan Negara dan Agama menurut paham Sekulerisme

d. Hubungan Negara dan Agama menurut Paham Liberalisme

e. Hubungan Negara dan Agama menurt Paham Komunisme

4. Mengembangkan Sikap yang Percaya dan Takwa Terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dalam Kehidupan Sehari-hari

Ada beberapa pedoman yang dapat dilakukan oleh warga negara, yaitu;

Page | 7
a. Percaya dan Taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
b. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
c. Saling menghormati dan kebebasan menjalankan Ibadat sesuai dengan
agama dan kepercayaannya. Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan kepada orang lain.

Page | 8
DAFTAR PUSTAKA

Daman, Rozikin. 1992. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta : Rajawali Pers.

Hadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Jogjakarta: Kanisius

Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila . Yogyakarta : Paradigma

Notonagoro. 1995. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta : Bumi Aksara

Salam, Burhanudin. 1996. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Srijanti dkk. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi


mengembangkan Etika Berwaga Negara. Jakarta : Salemba Empat.

Page | 9

Anda mungkin juga menyukai