Referat Vaginosis Bakterial (Dhea Nadhila 712019035)
Referat Vaginosis Bakterial (Dhea Nadhila 712019035)
VAGINOSIS BAKTERIAL
Disusun Oleh:
Dhea Nadhila, S.Ked
Pembimbing:
dr. Lucille Anisa Suardin, Sp.KK, FINSDV
Referat berjudul:
Vaginosis Bakterial
712019035
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kulit dan Rumah Sakit Daerah Palembang
Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
Periode Juli 2022
Dosen Pembimbing
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat mengenai “Vaginosis
Bakterial” sebagai salah satu tugas individu di Departemen Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari. Shalawat dan salam selalu tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa referat ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan dimasa mendatang.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan,
dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan maupun tulisan. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih terutama
kepada:
1. dr. Lucille Anisa Suardin, Sp.KK,FINSDV selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa yang
tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah
SWT. Amin.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Maksud dan Tujuan ........................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1. Vaginosis Bakterial ......................................................................... 3
BAB III. PENUTUP ........................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
wanita setelah 6 bulan terapi. Survei di Amerika Serikat menunjukkan 6,5% wanita
mengalami >1 episode KVV dan 8% mengalami >4 episode KVV dalam setahun.
Bakterial vaginosis yang rekuren dapat meningkat pada wanita yang mulai aktivitas
seksualnya sejak umur muda, lebih sering juga terjadi pada wanita berkulit hitam
yang menggunakan kontrasepsi dan merokok. Bakterial vaginosis yang rekuren
prevalensinya juga tinggi pada wanita yang berganti-ganti pasangan seksualnya
ataupun yang sering menggunakan pembersih vagina.1,2
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang
khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odour).2
Adapun maksud dan tujuan dari referat ini adalah sebagai berikut:
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Penyakit bakterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang
memeriksakan kesehatannya dari pada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi
bergantung pada tingkatan sosial ekonomi penduduk pernah disebutkan bahwa 50
% wanita aktif seksual terkena infeksi Gardnella vaginalis, tetapi hanya sedikit
yang menyebabkan gejala sekitar 50 % ditemukan pada pemakai AKDR dan 86
% bersama-sama dengan infeksi Trichomonas.2
Vaginosis Bakterial yang rekuren dapat meningkat pada wanita yang mulai
aktivitas seksualnya sejak umur muda, lebih sering juga terjadi pada wanita
berkulit hitam yang menggunakan kontrasepsi dan merokok. Bakterial vaginosis
yang rekuren prevalensinya juga tinggi pada pasangan-pasangan lesbi, yang
mungkin berkembang karena wanita tersebut berganti-ganti pasangan seksualnya
ataupun yang sering menggunakan pembersih vagina. 2
7
Prevalensi BV di Amerika Serikat 29% dan prevalensi KVV 70-75% pada
wanita usia reproduktif. Angka kesembuhan jangka panjang rendah, BV kambuh
pada 40% wanita dalam 3 bulan setelah selesai terapi antibiotika dan pada 50%
wanita setelah 6 bulan terapi. Survei di Amerika Serikat menunjukkan 6,5%
wanita mengalami >1 episode KVV dan 8% mengalami >4 episode KVV dalam
setahun.1
8
Gambar 1. Flora Normal dan Abnormal Vagina
Faktor Risiko2
Vaginosis Bakterial merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
ketidak-seimbangan pH dan jumlah flora normal vagina. Keadaan ini tidak terjadi
begitu saja, namun disebabkan oleh beberapa faktor seperti penggunaan
pembersih kewanitaan yang tidak tepat, keadaan lingkungan yang lembab,
penggunaan celana ketat, tidak mengganti celana dalam, kurang kekebalan tubuh,
merokok, penggunaan kontrasepsi, dan lain sebagainya. Dapat dilihat dari faktor-
faktor tersebut sebagian besar disebabkan oleh pola hidup wanita yang kurang
sehat. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat menyebabkan terjadinya
pergeseran pH vagina, berkurangnya Lactobacillus sp. sebagai flora normal
vagina, atau pertumbuhan berlebih dari kuman-kuman normal yang ada di vagina.
Selain faktor tersebut diatas, perlu diingat bahwa Indonesia memiliki iklim
tropis sehingga menyebabkan keadaan tubuh menjadi lebih lembab bila
dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini tentunya perlu disadari oleh
wanita Indonesia agar menjadi lebih waspada akan kebersihan tubuh terutama
organ kewanitaan. Kebiasaan sederhana seperti mengganti celana dalam bila
terasa lembab, mengganti pembalut minimal empat jam sekali, dan mengelap
vagina setelah buang air kecil dan besar dengan handuk atau tissu kering tanpa
pewangi tentunya dapat mengurangi risiko terjadinya BV.
2.1.4 Patogenesis3
Ekosistem vagina adalah biokomuniti yang dinamik dan kompleks yang
terdiri dari unsur-unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi. Salah satu
9
komponen lengkap dari ekosistem vagina adalah mikroflora vagina endogen, yang
terdiri dari gram positif dan gram negatif aerobik, bakteri fakultatif dan obligat
anaerobik. Aksi sinergetik dan antagonistik antara mikroflora vagina endogen
bersama dengan komponen lain, mengakibatkan tetap stabilnya sistem ekologi
yang mengarah pada kesehatan ekosistem vagina.
Beberapa faktor / kondisi yang menghasilkan perubahan keseimbangan
menyebabkan ketidak-seimbangan dalam ekosistem vagina dan perubahan pada
mikroflora vagina. Dalam keseimbangannya, ekosistem vagina didominasi oleh
bakteri Lactobacillus sp. yang menghasilkan asam organik seperti asam laktat,
hidrogen peroksida (H2O2), dan bakteriosin. Asam laktat seperti organic acid
lanilla yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp., memegang peranan yang penting
dalam memelihara pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 - 4,2), dimana merupakan
tempat yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri khususnya mikroorganisme
yang patogen bagi vagina.
Vaginosis Bakterial timbul akibat perubahan ekosistem mikrobiologis
vagina, sehingga bakteri normal dalam vagina (Lactobacillus spp.) sangat
berkurang. Secara in vitro, Lactobacillus vagina akan menghambat G. vaginalis,
Mobiluncus dan batang anaerob Gram-negatif. Beberapa galur Lactobacillus
dapat menghasilkan hidrogen peroksidase (Hp2) yang banyak dijumpai dalam
vagina normal dibandingkan dengan vagina pasien bakterial vaginosis. Zat amin
yang dihasilkan oleh mikroorganisme, mungkin melalui kerja dekarboksilase
mikroba, berperan dalam bau amis abnormal yang timbul bila duh vagina ditetesi
dengan larutan kalium-hidroksida (KOH) 10%. Pemeriksaan ini disebut sebagai
tes amin atau whiff test atau sniff test sebagai akibat penguapan amin aromatik
termasuk putresin, kadaverin, dan trimetilamin pada keadaan pH alkali.
Trimetilamin dianggap paling berpesan dalam bau duh vagina yang dikeluhkan
oleh perempuan yang menderita vaginosis bakterial.3
Cairan vagina pasien Vaginosis Bakterial mengandung banyak endotoksin,
sialidase, dan glikosidase yang akan mendegradasi musin sehingga mengurangi
viskositasnya, dan menghasilkan duh tubuh vagina yang homogen dan encer.
Pada pemeriksaan mikroskopis cairan vagina pasien tidak ditemukan atau hanya
10
sedikit sel lekosit polimorfonuklear. Demikian pula laktobasilus, namun dijumpai
banyak organisme berbentuk kokobasilus. Gardnerella spp berbentuk batang dan
Mobiluncus spp. berbagai bentuk dan ukuran, bersama dengan mikroorganisme
anaerob dan flora normal yang ada dalam vagina, berkumpul dan meliputi
permukaan sel epitel, membentuk sel yang disebut sebagai clue cells.
Gardnella vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang variabel
gram yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina
dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat
berkurangnya jumlah Lactobacillus sp. yang menghasilkan hidrogen peroksida.
Lactobacillus sp. sendiri merupakan bakteri anaerob batang besar yang membantu
menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob lain untuk
tumbuh di vagina.
Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia
produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan
jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan
sekresi dari kelenjar Bartolini. Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal
yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan
dari berbagai infeksi.
Pada vaginosis bakterial dapat terjadi simbiosis antara Gardnella vaginalis
sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif
dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH
sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan Gardnella vaginalis.
Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel
epitel dan menyebabkan duh tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina.
Basil-basil anaerob yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides
bivins, B. capilosus dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.
Vaginosis Bakterial yang sering rekurens bisa disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan tentang faktor penyebab berulangnya atau etiologi penyakit ini.
Walaupun alasan sering rekurennya belum sepenuhnya dipahami namun ada 4
kemungkinan yang dapat menjelaskan yaitu :
11
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab
vaginosis bakterial. Laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi
Gardnella vaginalis mengandung Gardnella vaginalis dengan biotipe yang
sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki-laki
(asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan vaginosis
bakterial cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak
menggunakan pelindung.
2. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme vaginosis bakterial yang
hanya dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.
3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sp.
sebagai flora normal yang berfungsi sebagai protektor dalam vagina.
4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor hostnya
pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis Vaginosis Bakterial dapat digunakan kriteria Amsel yaitu
terdapat 3 dari 4 kriteria berikut: (1) discharge vagina tipis dan homogen; (2) pH
vagina lebih tinggi dari 4,5; (3) bau amis pada cairan vagina setelah penambahan
larutan 10% kalium hidroksil (KOH) (whiff test); dan (4) ditemukan clue cells
pada pemeriksaan mikroskopis. Pewarnaan Gram dari hapusan vagina merupakan
pemeriksaan penunjang baku emas untuk diagnosis BV. Penyulit BV yaitu
rekurensi, fasilitasi transmisi infeksi menular seksual lain, ruptur membran
prematur pada kehamilan, kelahiran preterm, infeksi intra amniotik, dan
endometritis pasca partus.1
Sebanyak 50-75% BV tidak menunjukkan gejala. Keluhan dapat berupa
keputihan berwarna putih dan atau keabuan disertai bau amis yang dirasakan
setelah berhubungan seksual atau setelah menstruasi. Gejala klinis yaitu pruritus,
peradangan, dispareunia, atau nyeri abdomen bagian bawah jarang dikeluhkan.
Pada pemeriksaan fisik vulva dan perineum tampak normal, terkadang tampak
sedikit duh tubuh putih keabuan. Pada pemeriksaan spekulum, tampak lapisan
12
vagina dengan cairan homogen melekat pada dinding vagina; serviks terlihat
normal, pada pemeriksaan pelvis bimanual biasanya normal.3
Pemeriksaan Fisik2
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang
khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odour). Bau tersebut disebabkan oleh adanya
amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa
(pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin
yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita
mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat
asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau
ditemukan lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
atau Candida albicans.
Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul
kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, disuria, atau nyeri waktu
kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain. Pada pemeriksaan
biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering berwarna putih atau
abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Sekret
tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau
kelainan yang difus.
Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih
tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran
13
bergerombol. Pada penderita dengan vaginosis bakterial tidak ditemukan
inflamasi pada vagina dan vulva. Vaginosis Bakterial dapat timbul bersama
infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga
menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan preparat basah dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes
cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi
dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan
kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel
vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis).
Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98%
untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial
vaginosis.
Cara pemeriksaannya : Pemeriksaan preparat basah dilakukan dengan
meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas
objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue
cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri
(terutama Gardnerella vaginalis).
Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98%
untuk mendeteksi vaginosis bakterial. Clue cells adalah penanda bakterial
vaginosis, > 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram. Skoring jumlah
bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial dengan pewarnaan
Gram.
14
Gambar 3. Skoring Pewarnaan Gram Duh Vagina
Gambar 4. A. Clue cell pada preparat basah. B. Clue cell dengan pewarnaan
Gram. C. Clue cell pada uji Papanicolaou.
2. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai
akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob.
Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis.
3. Tes lakmus
Untuk Ph Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna
kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada
80- 90% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5. 4 Kultur vagina Kultur
15
Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial vaginosis.
Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada vaginosis bakterial tanpa gejala
klinis tidak perlu mendapat pengobatan.
4. Uji H2O2
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas
objek akan segera membentuk gelembung busa (foaming bubbles) karena
adanya sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau pada
vaginitis deskuamatif, sedangkan pada vaginosis bakterialis atau kandidiasis
vulvovaginal tidak bereaksi.
2.1.6 Tatalaksana2
Penyakit baktrerial vaginosis merupakan penyakit yang cukup banyak
ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4
wanita akan sembuh dengan sendirinya, hal ini diakibatkan karena organisme
Lactobacillus vagina kembali meningkat ke level normal, dan bakteri lain
mengalami penurunan jumlah. Namun pada beberapa wanita, bila bakterial
vaginosis tidak diberi pengobatan, akan menimbulkan keadaan yang lebih parah.
Oleh karena itu perlu mendapatkan pengobatan, dimana jenis obat yang digunakan
hendaknya tidak membahayakan dan sedikit efek sampingnya.
Semua wanita dengan bakterial vaginosis simtomatik memerlukan
pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara bakterial
vaginosis dengan wanita hamil dengan prematuritas atau endometritis pasca
partus, maka penting untuk mencari obat-obat yang efektif yang bisa digunakan
pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya menggunakan antibiotik seperti
metronidazol dan klindamisin untuk mengobati bakterial vaginosis.
a. Terapi sistemik
1. Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang
memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x 400
mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari.
Jika pengobatan ini gagal, maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin)
yang merupakan pilihan kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan
16
sekitar 66%).
2. Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan
metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka
kesembuhan 94%.
Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat
menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya menggunakan pengobatan
intravagina untuk perempuan menyusui.
3. Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama
7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap
metronidazol.
4. Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
5. Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
6. Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
7. Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
b. Terapi Topikal
1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
2. Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
4. Triple sulfonamide cream (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan
Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari.
Menurut Swati (2021) pada kasus vaginitis jika perlu, antihistamin oral dapat
digunakan. Mandi air hangat akan memperburuk pruritus. Mandi dan kompres
17
dingin sangat membantu. Sabun yang keras tidak pernah direkomendasikan pada
vulva. Diphenhydramine akan terlalu menenangkan untuk penggunaan siang hari;
antihistamin yang direkomendasikan untuk pruritus adalah cetirizine. Pada AH 1
generasi pertama efek sedasi terjadi dalam waktu 30 menit sampai 1 jam setelah
pemakaian obat, dan mencapai puncak pada 1 - 2 jam, lama kerja bisa
berlangsung 4 - 6 jam, walaupun ada beberapa obat yang dapat bertahan selama
24 jam atau lebih. Dosis pemberian AH1 generasi pertama biasanya diberikan
interval waktu antara 4 -8 jam sehari.4
Pada AH1 generasi kedua, dosis diberikan 1 - 2 kali sehari karena lama
kerjanya lebih panjang dibandingkan dengan AH1 generasi pertama, sehingga
dikenal dengan AH long acting. Obat ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai
puncak dalam waktu 1 - 2 jam, lama kerja bervariasi, misalnya untuk setirizin
mencapai puncak dalam 1 jam dengan lama kerja sampai 8 jam. Sedangkan contoh
lain, yaitu feksofenadin yang merupakan metabolit aktif dari terfenadin, mencapai
puncak dalam 2 - 3 jam dan bertahan selama 14 jam, sedangkan loratadin dapat
bertahan hingga 8 – 24 jam.4
18
penurunan angka berat bayi lahir rendah. Pada wanita hamil, perubahan hormonal
dapat meningkatkan konsentrasi Lactobacilli, sehingga dapat menurunkan angka
kejadian BV. Selain itu, penurunan frekuensi hubungan seksual selama kehamilan
dapat berkontribusi dalam menurunkan prevalensi BV.
19
vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.
2.1.8 Prognosis
Vaginosis Bakterial dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun
tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat
dipakai. Prognosis bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya dapat
disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus.
Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka kesembuhan
yang tinggi (84-96%).2
2.1.9. Komplikasi
Vaginosis Bakterial sering kali dikaitkan dengan sekuele di traktus genital
bagian atas. Pada perempuan tidak hamil, vaginosis bakterial dapat meningkatkan
risiko infeksi pasca histerektomi, penyakit radang panggul, risiko lebih mudah
terinfeksi N.gononhoeae dan C.trachomatis, memudahkan terinfeksi HIV melalui
jalur seksual. Pada ibu hamil yang menderita vaginosis bakterial, dapat
meningkatkan risiko persalinan prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah,
infeksi cairan amnion, korioamnionitis, ataupun penyakit radang panggul pasca
abortus. Pada keadaan seseorang menderita vaginosis bakterial atau ketiadaan
Lactobacillus vagina dapat meningkatkan risiko tertular HIV sampai 2 kali lipat
melalui hubungan heteroseksual.5
2.1.10. Pencegahan
1. Edukasi
Pasien diberi edukasi mengenai BV yang disebabkan
ketidakseimbangan flora normal vagina menyebabkan resistensi
Lactobacilli, serta peranan aktivitas seksual yang dapat meningkatkan
keparahan dan rekurensi BV. Edukasi penyebab BV disebutkan
“terkait secara seksual” dan tidak “ditularkan secara seksual”;
pasangan seksual diedukasi, tingkat aktivitas seksual diminimalisir
atau menggunakan kondom agar dapat mengurangi rekurensi BV.
20
Khan, dkk. melaporkan pada pengobatan dengan plasebo atau
clindamycin, tidak ada perbedaan bermakna dalam frekuensi
kekambuhan atau rekurensi pasangan mereka.
2. Pencegahan Transmisi Penyakit
Sirkumsisi pria menjadi salah satu cara mencegah penyakit genital
seperti BV. Tobian, dkk. melaporkan penurunan angka BV pada
wanita dengan pasangan pria yang menjalani sirkumsisi dibandingkan
wanita dengan pasangan pria yang belum disirkumsisi di Uganda.
Penurunan risiko BV ini diduga akibat penurunan jumlah bakteri di
penis pria dan penurunan bakteri anaerobik proinflamatorik pada
populasi pria yang menjalani sirkumsisi.
3. Pencegahan Rekurensi dengan Probiotik
Rekurensi frekuensi tinggi dapat memengaruhi kualitas hidup.
Donders, dkk. melaporkan metronidazole intravaginal memberikan
perbaikan sebesar 70%. Pencegahan rekurensi dengan probiotik
adjuvan telah diuji dalam sejumlah penelitian. Setelah perawatan
dengan 1 gram metronidazole per hari selama seminggu, 125 wanita
Nigeria pre-menopause dengan BV diobati dengan Lactobacillus
rhamnosus GR-1 dan Lactobacillus reuteri RC14 oral selama 1 bulan,
hasilnya menunjukkan perbaikan.
Penelitian oleh MacPhee, dkk. pada 40 wanita membandingkan tingkat
kesembuhan BV dengan probiotik dan antibiotik intravaginal; L.
rhamnosus GR-1 dan L. reuteri RC-14 diberikan setiap malam selama
5 hari dibandingkan dengan metronidazole gel 0,75% diaplikasikan
secara vaginal dua kali sehari, hasil menunjukkan bahwa probiotik
lebih efektif.
Profilaksis dengan probiotik 1 kapsul berisi 8 miliar unit pembentuk
koloni L. rhamnosus, L. acidophilus, dan Streptococcus thermophilus
menghasilkan tingkat rekurensi vaginosis bakterial lebih rendah
dibandingkan plasebo. Profilaksis probiotik jangka pendek dapat
ditoleransi dengan baik dan mengurangi risiko G. vaginalis selama 11
21
bulan setelah pengobatan. Studi lain mengungkapkan bahwa
suplementasi probiotik menghasilkan angka kesembuhan klinis setelah
13 hari pemberian serta setelah periode menstruasi pertama,
dibandingkan kelompok plasebo. Suplementasi probiotik Lactobacilli
vagina penting untuk menghambat pertumbuhan bakteri setelah terapi
antibiotik, intervensi ini dapat dianggap sebagai pengobatan tambahan
baru untuk mencegah kekambuhan atau rekurensi vaginosis bakterial,
bahkan pada populasi berisiko tinggi.
22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Vaginosis Bakterial merupakan suatu infeksi yang disebabkan
ketidakseimbangan jumlah flora normal vagina dan bakteri lain yang ada di
vagina. Perlu diingat bahwa vagina bukan organ steril karena banyak bakteri
yang terdapat disekitarnya.
2. Vaginosis Bakterial disebabkan oleh ketidakseimbangan pH pada vagina,
berkurangnya Lactobascilus sp. sebagai flora normal vagina, atau
pertumbuhan yang berlebihan bakteri lain seperti Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, Prevotella, Bacteroides, dan Mycoplasma sp.
3. Faktor risiko vaginosis bakterial disebabkan oleh beberapa faktor seperti
penggunaan pembersih kewanitaan yang tidak tepat, keadaan lingkungan
yang lembab, penggunaan celana ketat, tidak mengganti celana dalam,
kurang kekebalan tubuh, merokok, penggunaan kontrasepsi, dan lain
sebagainya.
4. Diagnosis vaginosis bakterial dapat digunakan kriteria Amsel yaitu terdapat
3 dari 4 kriteria berikut: (1) discharge vagina tipis dan homogen; (2) pH
vagina lebih tinggi dari 4,5; (3) bau amis pada cairan vagina setelah
penambahan larutan 10% kalium hidroksil (KOH) (whiff test); dan (4)
ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopis.
5. Tatalaksana pada vaginosis bakterial dapat diberikan terapi sistemik, terapi
topikal dan obat-obatan simtomatik lainnya.
6. Prognosis vaginosis bakterial sangat baik, karena infeksinya dapat
disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3
kasus.
23
DAFTAR PUSTAKA
24