Anda di halaman 1dari 7

3.

1 Metode

Pada umumnya dalam menguji keefektifitasan triphala dalam menghilangkan bakteri

E. faecalis para peneliti menggunakan randomisasi dengan gigi manusia berakar tunggal

yang telah diekstraksi yang akan diuji efektifitas antibakteri E. faecalis dengan bahan irigasi

menggunakan triphala. Motode yang digunakan dalam uji efektivitas antibakteri dalam

beberapa penelitian terdapat perbedaan dalam jenis media yang digunakan, durasi

dilakukannya inkubasi pada sampel, dan jenis bahan irigasi pembanding yang digunakan.

Bakteri E. faecalis dihitung menggunakan CFU pada setiap plates menggunakan bacterial

colony count dan indikator dapat juga dinilai dengan menghitung zona inhibisi yang

terbentuk.

Terdapat banyak penelitian yang telah mengevaluasi penggunaan bahan herbal yang

memiliki aktivitas antimikroba sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar, salah satunya

menggunakan triphala. Penelitian yang dilakukan Thomas et al. tahun 2017 pada penelitian

menggunakan 49 gigi manusia berakar tunggal. Mahkota gigi di decoronated sampai ke

cemento enamel junction. Kemudian dilakukan preparasi akses. Sampel kemudian diautoklaf

selama 15 menit pada suhu 121°C, lalu gigi dikultur dalam nutrient broth. Kemudian sampel

diinkubasi selama satu minggu dalam kondisi aerobik. Setelah masa inkubasi, lima gigi

dipilih sebagai kontrol positif, sedangkan sisanya secara acak dibagi menjadi tiga grup. Grup

dibagi menjadi 3, grup I menggunakan penyinaran laser menggunakan diode laser, grup II

diirigasi dengan larutan NaOCl 3%, grup III dengan larutan triphala. Setelah prosedur irigasi

selesai, saluran akar diberi dengan normal saline dari masing-masing tabung reaksi

diaplikasikan pada nutrient agar culture plates dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 48

jam. CFU pada setiap plates dihitung menggunakan bacterial colony counter.24

Penelitian lain yang dilakukan oleh Divia et al. pada tahun 2018 menggunakan

metodologi dengan 60 gigi manusia premolar berakar tunggal yang baru diekstraksi dengan
apeks matured dan bakteri E. faecalis (ATCC 29212). Enam puluh sampel disterilkan pada

121º C selama 15 menit. Suspensi bakteri kemudian diinokulasi, dan sampel diinkubasi

secara aerobik pada suhu 37°C dalam inkubator biochemical oxygen demand (BOD) selama

48 jam. Media mikrobiologi yang digunakan adalah Mueller Hinton broth dan Blood agar

medium. Setelah inkubasi, jumlah Colony Forming Unit’s (CFU) dihitung dengan digital

colony counter. Gigi dibagi secara acak menjadi lima grup yang masing-masing terdiri dari

12 gigi: grup I: air suling, grup II: NaOCl, grup III: MC, grup IV: Triphala, dan grup V:

GTPs. Gigi dalam grup yang berbeda diirigasi dengan larutan uji. Setelah inkubasi, jumlah

CFU dicatat.10

Penelitian Choudhary et al. pada tahun 2018 menggunakan metodologi yang

dilakukan pada 84 gigi permanen manusia dengan akar tunggal yang di ekstraksi. Semua gigi

di decoronated untuk mendapatkan panjang akar 11 mm. Sampel kemudian diautoklaf dua

kali pada interval waktu 24 jam dengan suhu 121°C. Setelah itu dilakukan inokulasi mikroba

pada setiap saluran akar. E. faecalis dikultur pada brain heart infusion (BHI). Bagian akar

yang diinokulasi dibagi secara acak menjadi enam grup irigasi. Grup I: MCJ, grup II: triphala

jus, grup III: NaOCl, grup IV: CHX, grup V: kelompok kontrol, grup VI: air suling (kontrol

negatif), lalu diinkubasi pada 37°C selama 48 jam. Setelah inkubasi masing-masing plates

kultur dinyatakan sebagai CFU/mL. CFU yang didapatkan untuk setiap kelompok dihitung

tiga kali dan kemudian dicatat dan dihitumg rata-ratanya.20

Penelitian Srikumar et al. tahun 2020 menggunakan metode dengan 140 gigi premolar

mandibula manusia dengan akar tunggal yang diekstraksi. Semua gigi di decoronated hingga

cemento enamel junction untuk mendapatkan sampel yang seragam dengan panjang sekitar

12 mm. Preparasi dilakukan menggunakan Nickel-Titanium rotary ProTaper dengan teknik

crown down. Semua gigi kemudian di autoklaf pada suhu 121ºC. Kemudian E. faecalis

diinkubasi secara anaerob pada 37ºC selama 48 jam. Pertumbuhan E. faecalis pada plates
agar kemudian dilihat dan jumlah Colony Forming Unit (CFU's) dihitung dengan digital

colony counter lalu dicatat. Kekeruhan pada media menandakan bahwa masih terdapat

pertumbuhan bakteri menggunakan media tryptic soy agar plates. Semua gigi secara acak

dibagi menjadi tujuh grup dengan 20 gigi per setiap grup tergantung pada irigasi saluran akar

yang digunakan yaitu Grup I: triphala, grup II: Green Tea Polyphenols, grup III: Biopure

MTAD, grup IV: larutan Qmix 2in1, grup V: 2% CHX, grup VI: 5% NaOCl, grup VII:

normal saline. Agar plates kemudian diperiksa untuk pertumbuhan E. faecalis dan jumlah

Colony Forming Unit’s (CFU’s) dihitung dengan digital colony counter.23

Metode penelitian yang digunakan Kiran et al. pada tahun 2020 menggunakan 30

pasien dengan gigi karies mencapai pulpa, lalu dilakukan preparasi akses. Kemudian sampel

disubkultur ke agar Blood, serta diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah itu swab

steril dimasukkan ke dalam suspensi bakteri dan dipindahkan ke agar Muller Hinton berbasis

agar Blood untuk bakteri Enterococcocus. Petri dish dibuat lubang atau sumuran sedalam 6

mm dan di setiap lubang atau sumuran diberikan triphala, NaOCl dan normal saline sebagai

kontrol negatif, lalu diameter zona hambat diukur menggunakan agar Blood dan nilainya

dibandingkan satu sama lain untuk menentukan efek antimikroba dari irigasi saluran akar

setelah di inkubasi selama 24 jam.22

Metode Brar et al.

Bakteri yang diuji adalah E. faecalis (MTCC 439). E. faecalis murni ditumbuhkan pada blood infusion
agar plates. Mikroorganisme diinokulasi ke dalam tabung yang berisi 5mL larutan garam steril 0,9%.
Suspensi diatur dengan menggunakan tabung McFarland untuk mencocokkan kekeruhan menjadi
1,5x108 cfu/mL. Blood infusion agar plates diberikan perlakukan dengan bahan irigasi uji, kemudian
empat sumur (kedalaman 4mm × diameter 6mm) dipotong di agar-agar, satu untuk setiap larutan
irigasi uji (kunyit, triphala, klorheksidin dan salin). Ke dalam setiap sumur ditempatkan 0,4 ml salah
satu irigasi, menggunakan jarum suntik steril. Pelat kemudian diinkubasi pada 37 ° C di bawah
kondisi atmosfer yang sesuai (80% N2, 10% CO2, 10%, H2) selama tujuh hari dalam kondisi anaerobik
dalam inkubator CO2. Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri di sekitar sumur yang berisi zat
uji dicatat setelah masa inkubasi. Zona hambat ditentukan dalam milimeter dengan mengukur jarak
terpendek antara margin luar sumur dan pertumbuhan mikroba awal, metode yang telah ditetapkan
sebelumnya. Setiap percobaan dilakukan enam kali dan mean dan standar deviasi dari pengukuran
zona hambat dihitung.

Metode somayaji

Empat puluh gigi premolar mandibula berakar tunggal yang diekstraksi dikumpulkan. Gigi
dibersihkan secara ultrasonik dan kemudian dilakukan dekoronasi pada cement-enamel junction
dengan bantuan diamond disc. Gigi di kelompokan menjadi 4 kelompok; Grup I; Gugus natrium
hipoklorit (n=10), Golongan II; Kelompok triphal (n=10), Kelompok III; kelompok Withania somnifera
(n=10) dan Kelompok IV; Grup Triphal + Withania somnifera (n=10). Gigi dari semua kelompok
dicelupkan ke dalam natrium hipoklorit selama satu menit dan dicuci dengan saline. Setelah ini,
panjang kerja ditentukan dan kanal diperbesar hingga ukuran file protaper F2 (Dentsply, USA), diikuti
dengan irigasi dengan EDTA selama 1 menit untuk menghilangkan lapisan smear yang dihasilkan
selama prosedur. Gigi diautoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

Semua gigi disuspensikan dalam tabung eppendorf terpisah yang mengandung kaldu Brain Heart
Infusion yang kaya nutrisi sebagai media (BHI). Strain ATCC (American type cell culture) dari E.
faecalis (29112) dikultur dan diinokulasi ke dalam tabung Eppendorf yang berisi blok. Itu disesuaikan
untuk mengandung 1x106 CFU (Unit Pembentuk Koloni) /ml, sesuai dengan tabung 0,5 McFerlands.
Suspensi ini diinkubasi pada suhu 370ºC dalam air orbital shaker dengan kecepatan 100
putaran/menit (MTS 2, IKA, Staufen, Jerman). Gigi dalam kaldu BHI disimpan dalam shaker orbital
selama 12 jam. Gigi diinokulasi dengan bakteri dan diinkubasi selama 45 hari. Dihitung dengan CFU

3.3 Sediaan, durasi. konsentrasi

Penelitian yang dilakukan oleh Thomas et al. menggunakan bentuk sediaan larutan

triphala dengan konsetrasi 50% sebagai bahan irigasi yang digunakan perendaman selama 5

menit. Hasil menunjukkan bahwa triphala memiliki antibakteri E. faecalis yang lebih baik

daripada 3% NaOCl.24 Hal yang sama ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh

Srikumar et al. dimana sampel diirigasi menggunakan larutan triphala 2 ml dengan


konsentrasi 6% selama 5 menit. Hasil menunjukkan bahwa triphala sama efektifnya dengan

NaOCl 5% dan CHX 2% sebagai antibakteri terhadap E. faecalis.23

Pujar et al. diirigasi menggunakan larutan triphala 3 ml dengan konsentrasi 6% yang

digunakan selama 10 menit. Hasil menunjukkan bahwa larutan triphala 6% dalam waktu 10

menit efektif terhadap antibakteri yang baik terhadap biofilm E. faecalis yang terbentuk pada

substrat gigi, tetapi tidak lebih baik daripada NaOCl 3%. 26 Hal yang sama terhadap penelitian

Garg et al. peneliti menggunakan bahan irigasi berupa larutan triphala 3ml dengan

konsentrasi 6% selama 10 menit. Hasil menunjukkan bahwa triphala sama efektifnya

terhadap biofilm E. faecalis dengan NaOCl 5,25% dan propolis.11

Penelitian Brar et al. menggunakan bahan irigasi berupa larutan triphala 0,4 ml

dengan konsentrasi 25%. Hasil menunjukkan bahwa triphala lebih baik sebagai inhibitor

terhadap E. faecalis dibandingkan turmenic, tetapi tidak lebih baik dari CHX 2%. 21 Pada

penelitian Somayaji et al. peneliti menggunakan bentuk sediaan larutan triphala 5ml dengan

konsentrasi 8% selama 1 menit. Hasil menunjukkan bahwa triphala tidak dapat

menghilangkan bakteri E. faecalis secara keseluruhan, maka dari itu tripahala tidak seefektif

NaOCl.13

Berdasarkan penjabaran penelitian diatas, sebagian besar peniliti menggunakan jenis

larutan triphala dengan konsentrasi 6%, sebanyak 5ml. Durasi pemakaian bahan irigasi

triphala yang digunakan bervariasi dari 1 menit, 5 menit dan 10 menit. Pada beberapa

penelitian ini yang paling banyak digunakan peneliti yaitu menggunakan bentuk sediaan

larutan triphala dengan konsentrasi 6% dan direndam selama 10 menit.

1.1 Potensi Triphala sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar

Berdasarkan hasil dari penelitian Divia et al. penghitungan koloni bakteri E. faecalis

sebelum di irigasi dihitung menggunakan CFU pada sampel gigi yang nilai nya bervariasi
dari 825 hingga 1119 CFU/µl. Setelah aplikasi bahan irigasi pada masing-masing sampel,

nilai CFU hasil yang paling baik yaitu NaOCl <1 CFUs/l, diikuti triphala 15,92 CFUs/l,

green tea polyphenols 56,67 CFU/µ, Morinda citrifolia 158,17 CFUs/l dan air suling 944,50

CFUs/µl, yang berarti triphala tidak lebih baik dari NaOCl, tetapi lebih baik dibandingan

green tea polyphenols dan Morinda citrifolia.10

Hasil dari penelitian Brar et al menunjukan bahwa CHX 2% memiliki zona inhibitor

yang paling besar terhadap bakteri E. faecalis dibandingkan triphala dan turmenic dengan

rata-rata zona inhibitor CHX 2% (32.77 mm ), triphala (24.08 mm) dan turmenic (12.95 mm),

maka dari itu hasil penelitian ini adalah triphala menunjukan aktivitas yang kurang lebih

setara dengan CHX terhadap bakteri E. faecalis.21

Hasil dari penelitian Thomas et al. didapatkan hasil bahwa kelompok dioda laser

menunjukkan aktivitas antimikroba tertinggi dengan nilai CFU paling sedikit yaitu 8,0

CFUs/l, lalu nilai rata-rata CFU NaOCl 69,80 CFUs/l dan triphala 58,60 CFUs/l. Maka dari

itu hasil dari penelitian ini efektivitas antimikroba yang lebih kuat terhadap E. faecalis yaitu

dioda laser, lalu diikuti triphala dan NaOCl yang menunjukkan hasil terhadap antibakteri E.

faecalis.24

Hasil dari penelitian Bhargava et al. didapatkan bahwa NaOCl menunjukkan jumlah

paling sedikit terhadap koloni mikroba pada kedalaman 50 m, 100 m dan 150 m. NaOCl

memiliki aktivitas antimikroba maksimum, diikuti oleh neem. Tidak ada perbedaan yang

signifikan antara NaOCl, Neem, triphala dari hasil perhitungan jumlah koloni dan

menunjukkan efektivitas dalam mengirigasi terhadap E.faecalis, lalu diikuti oleh teh hijau.25

Hasil dari penilitian Somayaji et al. gigi yang diirigasi dengan triphala menunjukkan

hasil jumlah koloni rata-rata 4,6 ± 0,003 dibandingkan Withania somnifera yang

menunjukkan jumlah koloni rata-rata 4,1 ±0,004 lakh yang secara signifikan, lalu NaOCl
dengan rata-rata jumlah koloni 3,6 ± 0,003 lakh, tetapi kombinasi triphala dan Withania

somnifera tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam jumlah koloni rata-rata 3,70

± 0,004 lakh) bila dibandingkan dengan irigasi dengan NaOCl. Maka dari itu hasil yang

didapatkan adalah triphala merupakan bahan paling tidak efektif dalam menghilangkan E.

faecalis.13

Hasil dari penelitian Choudhary et al. menunjukkan bahwa 2% CHX adalah irigasi yang paling
efektif (0,87+0,66 CFU/ml), diikuti oleh 1% NaOCl (1,43+0,53 CFU/ml), meskipun tidak efektif dalam
mendisinfeksi saluran akar secara menyeluruh. Bahan rigasi yang menggunakan Triphala (3,37+0,56
CFU/ml), air suling (3,01+0,66 CFU/ml), dan MCJ (3,51+0,29 CFU/mL) menunjukkan aktivitas
antibakteri yang sebanding dalam urutan penurunannya. Irigasi herbal menjanjikan untuk menjadi
irigasi yang efisien, tetapi persiapan standar yang mudah digunakan harus tersedia untuk
memperluas manfaat alam bagi kedokteran gigi.

Hasil penelitian Kiran et al. menunjukkan hasil zona hambat yang dihasilkan oleh 10% Triphala dan
0,5% NaOCl. Hasil perhitungan dari nilai zona hambat yang dihasilkan oleh Triphala 10% adalah
23,83 mm dan NaoCl 0,5% adalah 20,97 mm. Maka dari itu hasil menunjukkan bahwa 10% Triphala
memiliki keefektifitasan antimikroba yang lebih baik secara statistik daripada 0,5% NaOCl.

Hasil penelitian Srikumar et al. menunjukkan QMix 2in1 efektif sebagai antibakteri yang maksimal
(30,10 CFUs/l) terhadap E. faecalis dibandingkan dengan bahan irigasi yang menggunakan Triphala
(62,15 CFUs/l), larutan 5% NaoCl (61,15 CFUs/l) dan 2% CHX (61,75 CFUs/l) yang menunjukkan
efektif sebagai antibakteri yang setara terhadap E. faecalis.

Penggunaan triphala sebagai bahan irigasi saluran akar alternatif herbal yang aman terbukti
menguntungkan mengingat beberapa karakteristik yang tidak diinginkan dari bahan kimia irigasi
saluran akar yang umum digunakan (NaOCl, CHX) dalam perawatan endodontik. Penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk secara meyakinkan merekomendasikan larutan Triphala sebagai irigasi
saluran akar dalam perawatan endodontik.

Anda mungkin juga menyukai