Anda di halaman 1dari 3

Pandangan Mengenai Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka

Oleh Nicko_TS_PKT04
Dengan begitu pesatnya perkembangan di dunia industri dan teknologi, mengharuskan adanya
inovasi baru dalam dunia Pendidikan agar dapat mencetak bibit – bibit muda yang kompeten dan
dapat bersaing di dunia internasional. Dan perguruan tinggi menjadi salah satu Lembaga yang
diberikan beban berat karena dari sana lah diharapkan munculnya lulusan-lulusan muda
berkualitas yang akan membawa nama Indonesia ke kancah dunia. Oleh sebab itu pada tahun
2020, menteri Pendidikan Indonesia bapak Nadiem Anwar Makarim, B.A, M.B.A
mencanangkan sebuah program Kampus Merdeka yang bertujuan untuk mengembangkan sistem
pembelajaran tidak hanya di dalam kampus tetapi juga diluar kampus atau di dunia kerja.
Dengan adanya program ini, bapak menteri berharap agar kreatifitas mahasiswa tidak terbatasi
karena peraturan-peraturan dan jadwal ketat kampus yang membuat mahasiswa memiliki sedikit
ruang untuk mengembangkan dirinya dan merasakan ketatnya persaingan di luar kampus.
Diharapkan mahasiswa dapat terbiasa dengan yang disebut dunia kerja professional sehingga
Ketika mereka lulus, mereka langsung dapat berkontribusi dengan maksimal dan tidak
memerlukan waktu adaptasi yang terlalu lama dengan dunia baru.
Selain memberikan hak keleluasaan kepada mahasiswa, program ini juga memberikan ruang
yang lebih kepada perguruan tinggi agar dapat menerapkan sistem pembelajaran terbaik dan
kemudahan untuk menaikan akreditasi mereka serta diberikan hak untuk membuka prodi baru
yang memberikan mahasiswa lebih banyak pilihan dan dapat menyesuaikan dengan minat dan
kemampuan terbaik mereka.
Menurut saya, program kampus merdeka adalah sebuah terobosan baru yang sangat millennial
karena sangat menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, mendukung kreatifitas tanpa batas, dan
juga beradaptasi dengan kemajuan teknologi dimana pembelajaran tidak melulu harus saling
bertatap muka, tidak melulu harus selalu di dalam kelas dan tidak selalu membosankan.
Dengan program ini juga, mahasiswa dapat mendapatkan Pendidikan terbaik karena para
pembimbing di dunia Pendidikan juga harus melewati akreditasi yang ketat sehingga nantinya
mahasiswa akan dibimbing oleh pengajar terbaik yang sangat kompeten di bidangnya. Dengan
belajar dari guru terbaik, maka diharapkan para mahasiswa juga dapat menyerap ilmu – ilmu
yang dapat digunakan untuk kemajuan bangsa di masa depan.
Program kampus merdeka yang baru dicanangkan pada tahun 2020 ini juga sepertinya
mendapatkan respon yang sangat baik. Baik dari para pengajar maupun peserta didik karena
metode nya menyenangkan dan berbeda dengan metode konvensional. Namun demikian, tidak
ada program yang sempurna tidak terkecuali program kampus merdeka ini.

Seperti yang saya kutip dari pilarpkbijateng.or.id, menurut mereka Program ini banyak diragukan
di kalangan mahasiswa karena mengubah cukup banyak hal fundamental dalam pendidikan di
perguruan tinggi, salah satunya kurikulum. Selain itu harus ada pengaturan yang jelas bagi
perusahaan yang membuka pemagangan bagi mahasiswa nantinya. Hal tersebut menandakan
adanya kekhawatiran bahwa program magang yang dicanangkan justru malah menjadi alat bagi
industri untuk mendapatkan tenaga kerja murah.

Program baru yang memberikan otonomi kepada kampus untuk membuka program baru yang
sudah harus bekerja sama dengan organisasi dinilai berdekatan dengan pendekatan pasar, artinya
mahasiswa ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan industri. Selain itu jam belajar yang diganti
menjadi jam kegiatan memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk magang selama 2
semester. Padahal magang dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk
pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi kerja, bukan tujuan akademik dan penuhan
kurikulum atau persyaratan suatu profesi tertentu. Kemudian mengenai jangka waktu
pemagangan paling lama satu tahun, jika lebih dari satu tahun maka harus dituangkan dalam
perjanjian pemagangan baru dan dilaporkan kepada dinas kabupaten atau kota setempat (Pasal 7
ayat 4 dan ayat 5 Kepmenakertrans No. 22/2009).

Dan juga menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid
Matraji yang saya kutip dari kanal berita tirto.id, PTN BH itu sendiri adalah bentuk
komersialisasi pendidikan tinggi yang "mengeksklusi anak-anak dari kalangan tidak mampu."
Mempermudah kampus berbadan hukum dianggap sama saja memperluas praktik komersialisasi
pendidikan. Pernyataan Ubaid selaras dengan tulisan Darmaningtyas dkk dalam buku Melawan
Liberalisasi Pendidikan (2013). Di sana dijelaskan PTN BH--yang muncul pertama kali
pascareformasi--pada dasarnya melepaskan tanggung jawab negara dalam menjamin pendidikan
bagi warganya. Kampus-kampus PTN BH perlahan dicabut subsidinya oleh negara. Kampus,
dengan dalil otonomi non-akademik, diminta mencari uang sendiri untuk biaya operasional.
Akhirnya yang paling mudah dilakukan adalah menaikkan biaya kuliah. Pada akhirnya biaya
kuliah yang tinggi semakin sulit dijangkau si miskin.

Ubaid juga menyebut Nadiem terlalu mengikuti logika industri. Menurutnya ini bertolak
belakang dengan fungsi pendidikan tinggi yang seharusnya lebih mengedepankan kebutuhan dan
pengembangan ilmu pengetahuan. "Soal kebutuhan industri itu memang penting, tapi tri dharma
perguruan tinggi harus tetap didahulukan. Jika melulu tunduk pada industri, maka kampus
menjadi agen-agen kapitalis yang jauh dari misi kemanusiaan,". Ubaid juga mempermasalahkan
mengapa bapak Nadiem seperti mengeluarkan kebijakan sapu jagat untuk seluruh 'kampus
konvensional', tapi seolah abai dengan kampus berbasis pendidikan dan praktik, seperti Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan politeknik. Kampus-kampus yang berbasis
pendidikan LPTK contohnya seperti Universitas Negeri Jakarta (UNJ) atau Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) yang 'melahirkan' guru.
Memang tidak ada kebijakan yang dapat menyenangkan semua orang, tetapi menurut saya tidak
ada salahnya mencoba hal baru yang inovatif dan modern. Karena menurut saya dengan arus
deras perubahan ekonomi dan industri, kita tidak bisa hanya diam dan terombang ambing
terbawa arus tetapi kita harus bangkit dan bergerak berusaha untuk menunggangi arus tersebut
sehingga kita tidak hanya akan dikendalikan dan di tabrakan dengan kepentingan – kepentingan
kalangan atas tetapi kita juga menjadi pemain yang dapat bergerak bebas seperti seorang
peselancar yang dapat mengendalikan arah papan selancarnya dan menolak untuk terbawa arus
ombak yang deras tetapi menciptakan jalannya sendiri dan tampil sebagai pemenang.
Yang terpenting untuk mahasiswa adalah pandai untuk memilah dan kritis terhadap kebijakan
yang ada. Jangan hanya melihat suatu kebijakan dari satu sisi saja tetapi melihat dengan
gambaran yang lebih luas. Membaca banyak referensi dan tidak menutup diri terhadap pendapat
pro kontra yang ada tetapi menganalisa dengan seksama sehingga kita bisa menyerap ilmu yang
baik entah itu dari pihak yang pro maupun kontra.
Sebagai penutup, mungkin saya akan menyampaikan pendapat saya mengenai topik pembahasan
ini. Saya berada di pihak yang pro karena menurut saya sistem pembelajaran dengan kurikulum
konvensional cukup membosankan. Tidak ada salahnya menerima kemajuan baik dari teknologi
maupun sistem Pendidikan. Toh nantinya kita akan menghadapi dunia professional yang keras
dan penuh persaingan, jadi apa salahnya belajar Ketika kita masih di kampus.
Kalau menurut kalian bagaimana?

Anda mungkin juga menyukai