Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen haemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat. (1, 2, 3) Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86mol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di Washington, namun pada tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown University Medical Centre Washington D.C. tahun 2002). (4) Tujuan membahas topik ini adalah agar dapat menyikapi kasus-kasus ikterus secara maksimal sehingga kasus kernikterus, gangguan otak yang sifat menetap serta terjadinya kematian dapat dihindarkan. (4) BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA HIPERBILIRUBINEMIA

Definisi Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari presentil 90. (1, 2, 3) Epidemiologi Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010, maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis). Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang
2

bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur. (1, 2, 3, 5) Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibanding bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa factor antara lain; (1, 2, 3) Asupan cairan o Kelaparan o Frekuensi menyusui o Kehilangan berat badan/dehidrasi Hambatan ekskresi bilirubin hepatic o Pregnandiol o Lipase-free fatty acids o Unidentified inhibitor Intestinal reabsorption of bilirubin o Pasase mekonium terlambat o Pembentukan urobilinoid bakteri o Beta-glukoronidase o Hidrolisis alkaline o Asam empedu Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran haemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat. (1)
3

Sedangkan ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera akiat akumulasi bilirubin tidak terkonjugasi yang
4

berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL. Ikterus dibagi menjadi dua yaitu ikterus fisiologis dan ikterus nonfisiologis. (1, 2, 3) Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang, maupun cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Untuk kebanyakan bayi fenomena ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologis tidak disebabkan oleh factor tunggal tapi kombinasi dari berbagai factor yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi pada bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance bilirubin. Umumnya kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 samapi 2 minggu. (1, 2, 3) Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. Kadar normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg/dL dan berkisar dari 1,4 sampai 1,9 mg/dL. (1, 2, 3) Ikterus non fisiologis dulu disebut dengan ikterus patologis, tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut : (1, 2, 3, 6) Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam.

Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil).

Ikterus bertahan selama 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.

Bilirubin ensefalopati dan kernikterus Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada system saraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir dan dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah Kerni kterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons dan serebelum. Kern ikterus digunakan untuk keadaan klinis yang kronik dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin. (1, 2, 3, 7) Manifetasi klinis akut bilirubin ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik, dan reflex hisap buruk, sedangkan pada fase intermediate ditandai dengan moderate stupor, irritabilitas, dan hipertoni. Untuk selanjutnya bayi akan demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni. Manifestasi hipertonia dapat berupa retrocollis dan opistotonus. (1, 2, 3, 7) Manifestasi klinis Kern ikterus : pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, dysplasia dental-enamel, paralisis upward gaze. (1, 2, 3, 7) Etiologi Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi : (1, 2, 3) 1. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi ileh obat misalnya salisilatm sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Faktor risiko (1, 2, 7)

Manifestasi klinik Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain: (1, 2, 6) Pada permulaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar Letargi Kejang Tidak mau menghisap Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot Perut membuncit Pembesaran pada hati Feses berwarna seperti dempul Muntah, anoreksia, fatigue, Warna urin gelap.

Patofisiologi Pembentukan Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada

pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin. (1, 2, 3, 5)

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik). (1, 2) Transportasi Bilirubin Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat non toksik. (1, 2)

Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. (1, 2) Obat obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:

Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, Fenilbutazon ) Antiseptik, desinfektan ( Metil, Isopropyl ) Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, Sulfamethizole, Sulfamoxazole ) Penicilin ( Propicilin, Cloxacillin ) Lain lain ( Novabiosin, Triptophan, Asam mendelik, kontras x ray )

Pada bayi kurang bulan ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermia, hemolisis dan septikemia. Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas dan berisiko pula untuk keadaan nerotoksisitas oleh bilirubin. (1, 2) Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu: (1) 1) Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum. 2) Bilirubin bebas 3) Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal. 4) Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum. Asupan Bilirubin Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari sintesis de novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan
10

bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal. (1, 5) Berkurangnya kapasitas pengambilan hepaatik bilirubin tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini terjadi karena adanya defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke empedu selama 3-4 hari pertama kehidupan. Walaupun demikian defisiensi ambilan ini dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi ringan pada minggu kedua kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatic mencapai kecepatan normal yang sama dengan orang dewasa.
(1, 5)

Konjugasi Bilirubin Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl transferase ( UDPG T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan ke dalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya. (1, 5) Eksresi Bilirubin Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik. (1) Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim -glukoronidase yang dapat menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi). (1)
11

Kecepatan produksi bilirubin adalah 6-8 mg/kgBB per 24 jam pada neonatus cukup bulan sehat dan 3-4 mg/kgBB per 24 jam pada orang dewasa sehat. Sekitar 80 % bilirubin yang diproduksi tiap hari berasal dari hemoglobin. Bayi memproduksi bilirubin lebih besar per kilogram berat badan karena massa eritrosit lebih besar dan umur eritrositnya lebih pendek. (1) Pada sebagian besar kasus, lebih dari satu mekanisme terlibat, misalnya kelebihan bilirubin akibat hemolisis dapat menyebabkan kerusakan sel hati atau kerusakan duktus biliaris, yang kemudian dapat mengganggu transpor, sekresi dan ekskresi bilirubin. Di pihak lain, gangguan ekskresi bilirubin dapat menggangu ambilan dan transpor bilirubin. Selain itu, kerusakan hepatoseluler memperpendek umur eritrosit, sehngga menmbah hiperbilirubinemia dan gangguan proses ambilan bilirubin olah hepatosit. (1) Mekanisme hiperbilirubinemia dan ikterus Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi : pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik. (1, 2)
12

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi. 1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada animea sel sabit), sel darah merah abnormal (sterositosis herediter), anti body dalam serum (Rh atau autoimun), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran (limpa dan peningkatan hemolisis). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang (talasemia, anemia persuisiosa, porviria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern Ikterus. (1, 2) 2. Gangguan pengambilan bilirubin Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu ikterus neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di temukan defisiensi glukoronil transferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat konjugasi bilirubin. (1, 2) 3. Gangguan konjugasi bilirubin Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus fisiologis pada neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase.
13

Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang. (1, 2) Kern Ikterus atau bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi.(1, 2) Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau (gelombang yang panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural Bilirubin (foto isumerisasi) menjadi isomer-isomer yang larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di konjugasi terlebih dahulu. Fenobarbital (Luminal) yang meningkatkan aktivitas glukoronil transferase sering kali dapat menghilang ikterus pada penderita ini. (1) 4. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstra hepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan niokimia yang sama. (1, 2)

14

Sumber lain ada juga yang menyatakan penyebab dari hiperbilirubinemia adalah : a. Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (inkompatibilitas golongan darah dan Rh), defek sel darah merah pada defisiensi G6PD atau sferositosis, polisetemia, sekuester darah, infeksi) b. Penurunan konjugasi bilirubin, prematuritas, ASI, defek congenital yang jarang)
c. Peningkatan reabsorpsi bilirubin dalam saluran cerna : ASI, asfiksia, pemberian

ASI yang terlambat, obstruksi saluran cerna.


d. Kegagalan eksresi cairan empede : infeksi intrauterine, sepsis, hepatitis, sindrom

kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik)(1, 2) Klasifikasi ikterus pada neonatus Ikterus fisiologis : terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan nilai puncak 68 mg/dL biasanya tercapai pada hari ke 3-5. Pada bayi kurang bulan nilainya 10-12 mg/dL, bahkan sampai 15 mg/dL. Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dL/hr. Ikterus patologis : terjadi dalam 24 jam pertama. Peningkatan akumulasi bilirubin serum > 5 mg/dL/hr. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin total serum > 17mg/dL. Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan dan setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. Bilirubin direk >2 mg/dL. Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan. Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain : (6) Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari
15

waktu. hemoglobin, infeksi,atau

Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit

suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui. Pembagian derajat ikterus Berdasarkan Kramer dapat dibagi : (4) Derajat ikterus I II Daerah ikterus Kepala dan leher Perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg%

Sampai badan atas (diatas 9,0mg% umbilicus)

III

Sampai

badan

bawah 11,4mg%

(dibawah umbilicuks hingga tungkai atas diatas lutut)

IV

Sampai

lengan,

tungkai 12,4mg%

bawah lutut V Sampai telapak tangan dan 16,0mg% kaki

16

P e m e r i k s a a n p e n u n j a n g P e m e r i k s

17

Anda mungkin juga menyukai