Anda di halaman 1dari 5

1.

Upaya untuk mencegah terjadinya Disintegrasi

Dalam disintegrasi pasti ada penyebab terjadinya perpecahan bangsa yang dilatar belakangi oleh
proses perselisihan, perbedaan pendapat yang tidak ada solusi karena merasa sama-sama memiliki
kepentigan dan kebenaran tujuan, perbedaan ideologi yang mencolok dan berakhir pada perpecahan itu
sendiri.

Perpecahan bangsa akan terjadi jika semua elemen masyarakat tidak mempercayai dan
mendukung kerangka persatuan dalam menjaga integritas suatu bangsa dan ada pihak yang selalu
dirugikan. Maka harus ada solusi dalam mencegah dari dampak disintegrasi bangsa yang merugikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Beberapa upaya dalam pandangan saya untuk mencegah terjadinya disintegrasi :

1. Membangun dan menghidupkan selalu komitmen, kesadaran, dan kehendak untuk bersatu
2. Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun consensus dan membangun
kelembagaan yang berakarkan nila-nilai Pancasila dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan
bangsa.
3. Perlunya merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas, dan tepat dalam aspek kehidupan dan
pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
4. Diperlukannya kepemimpinan yang arif dan bijaksana, serta efektif.

Kesimpulannya, bahwa kita harus meningkatkan rasa Nasionalisme sekaligus mementingkan


kepentingan bersama (Negara) dibandingkan mementingkan kepentingan golongan atau pribadi.
Contohnya sendiri banyak partai politik yang hanya mementingkan partai sendiri dibandingkan tujuan
utama mereka untuk membangun negara semakin maju, hal ini memilukan walaupun tidak semuanya
seperti itu.

2. Pendapat mengenai Hubungan Luar Negeri berdasarkan kepentingan Nasional

Indonesia adalah negara yang menjaga hubungan baik dengan negara-negara lain di luar negeri, dan
memakai azas politik bebas aktif. Politik luar negeri ini pun berorientasi pada kepentingan nasional.

Pemerintah Indonesia, sejak masa orde baru, menganut azas bebas aktif. Artinya adalah bisa dengan
fleksibel bergaul dengan semua negara, tidak peduli apakah ia menganut liberalisme, kapitalisme,
atau komunisme. Sejak mencanangkan gerakan non blok, pemerintah memang lebih luwes dalam
bergaul. Sehingga semakin banyak negara yang menjadi sahabat Indonesia.

Menurut saya, pada dasarnya hubungan luar negeri sangat penting dijalin oleh seluruh negara di
dunia. Suatu hubungan internasional akan menciptakan kedamaian antarnegara dan menghindari
terjadinya konflik yang berdampak kepada masyarakat dunia. Hubungan luar negeri demi
kepentingan nasional yang dimaksudkan adalah suatu bentuk usaha Indonesia untuk mencapai
tujuan negara sebagaimana seperti yang dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.

3. Pendapat mengenai Tragedi 1965 yang dinilai sebagai pelanggaran HAM berat

Pada tahun1965-1966 telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM berat terhadap mereka yang dituduh
sebagai anggota maupun terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Akibatnya, lebih dari dua juta
orang mengalami penangkapan sewenang-wenang, penahanan tanpa proses hukum, penyiksaan,
perkosaan, kekerasan seksual, kerja paksa, pembunuhan, penghilangan paksa, wajib lapor dsb.
Tidak hanya korban, keluarga korban pun turut mengalami diskriminasi atas tuduhan sebagai
keluarga PKI. Selain harus kehilangan pekerjaan, banyak diantarannya yang tidak bisa melanjutkan
pendidikan, dikucilkan dari lingkungan hingga kesulitan untuk memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang layak.

Pemerintah menjanjikan kompensasi bagi korban pelanggaran HAM berat dalam peraturan yang
baru, dinilai ‘membingungkan’. Presiden Joko Widodo menandatangani PP No. 35 Tahun 2020
tentang “Perubahan PP Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan
Kepada Saksi dan Korban” pada tanggal 7 Juli 2020 dan telah diundangkan pada tanggal 8 Juli 2020.
Dalam PP tersebut negara akan menutupi setiap kerugian yang nyata diderita setiap korban
dalam bentuk berupa kompensasi, bantuan medis, dan psikologis.

Menurut pandangan saya, seharusnya pemerintah tidak hanya fokus dalam memenuhi setiap
kerugian yang dialami oleh korban pelanggaran HAM berat masa lalu dan terorisme. Pemerintah
harus juga mengakui telah melakukan kejahatan kemanusiaan besar masa lalu serta menghukum
para pelaku kejahatan. Dikarenakan pelaku mengatasnamakan negara maka negara harus
bertanggung jawab dan mengaku di depan publik telah melakukan kejahatan kemanusiaan.

4. Penjelasan mengenai perbedaan antara Sistem Demokrasi Pancasila, Sistem


Demokrasi Liberal, dan Sistem Demokrasi Terpimpin

a. Demokrasi Pancasila
Merupakan suatu paham demokrasi yang berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung di
dalam ideologi Pancasila. Ada juga yang menyebutkan bahwa demokrasi Pancasila merupakan
suatu paham demokrasi yang sumbernya berasal dari falsafah hidup bangsa Indonesia yang
digali berdasarkan kepribadian rakyat Indonesia.
- Pemerintah ikut terlibat dalam mengatur masalah perekonomian guna mencapai sebuah
kemakmuran bangsa, adanya saling kerjasama serta membantu satu sama lain dalam
kegiatan ekonomi.
b. Demokrasi Liberal (Konstitusional)
Merupakan sebuah sistem politik yang menganut kebebasan dan melindungi hak-hak individu
dari kekuasaan pemerintah.
- Kondisi perekonomian tidak stabil, karena terjadi banyak pemberontakan di daerah,
keadaan ekonomi memburuk
c. Demokrasi Terpimpin
Merupakan sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpin negara. Konsep sistem demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden
Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956-1965.

Perbedaan antara Sistem Demokrasi Pancasila, Sistem Demokrasi Liberal, dan Sistem
Demokrasi Terpimpin

Perbedaan Pancasila Liberal Terpimpin

Cara Dengan Dengan suara Dengan


pengambilan musyawarah, terbanyak musyawarah,
keputusan bila gagal, bila gagal,
dilakukan diserahkan
voting ke PBR

Paham Pancasila Liberalisme Sosialisme

Sistem Kerakyatan Liberal Terpusat


Ekonomi (pasar dan (mekanisme
koperasi) pasar)

5. Membuat artikel singkat mengenai Dekrit Presiden

SETELAH DEKRIT PRESIDEN MENGAPA UUD SEMENTARA 1950


TIDAK BERLAKU

Konstitusi yang digunakan oleh negara Indonesia saat ini adalah UUD 1945, dengan Demokrasi
Pancasila.

Namun, Indonesia pernah menggunakan beragam jenis demokrasi selama masa perkembangannya


sejak merderka. 

Salah satu jenis demokrasi yang dahulu pernah digunakan Indonesia yaitu Demokrasi Terpimpin. 

Demokrasi Terpimpin yang sudah dirintis pada 1957, sebenarnya baru resmi berjalan sejak 1959,
ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden.
Adapun Dekrit Presiden dikeluarkan pada saat jalannya pemerintahan Indonesia mengalami
ketidakstabilan. 

Dilansir dari Kompas.com, bunyi dari Dekrit Presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada
5 Juli 1959 adalah sebagai berikut. 

1. Dibubarkannya Konstituante

2. Diberlakukannya kembali UUD 1945

3. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950

4. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan


Agung Sementara (DPAS) yang diberlakuakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Jadi, berlakunya Demokrasi Terpimpin menjadi titik akhir berlakunya UUDS 1950. Lalu, apa
alasan UUDS 1950 perlu diganti? 

Dilansir dari Buku Panduan Pusat Sejarah Konstitusi terbitan Mahkamah Konstitusi Republik


Indonesia, berikut ini informasi mengenai UUDS 1950.

Rancangan UUDS 1950 dibuat dengan adanya kesepakatan antara pemerintah RIS (Republik
Indonesia Serikat) dan pemerintah RI. 

Pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS dibubarkan dan menjadi Republik Indonesia serta menggunakan
UUDS 1950 yang menggunakan Sistem Parlementer.

Jadi, UUDS 1950 dibentuk dan digunakan setelah dibubarkannya RIS, tepatnya
sebelum dikeluarkannya Dekrit Presiden 1959.

Pembubaran RIS karena adanya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan rakyat untuk meminta
Indonesia menjadi NKRI kembali. 

Kenapa UUDS disebut 'sementara' ? Karena konstitusi ini dianggap hanya bersifat sementara.

Pemberlakuan UUDS 1950 menunggu terpilihnya Dewan Konstituante hasil pemilihan umum yang
akan menyusun konstitusi baru.

Hal tersebut tertuang pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
dalam Sidang Pertama babak ketiga Rapat ke-71 DPR.

Sayangnya, pada saat UUDS 1950 ini berlaku, terjadi pergantian kabinet pemerintahan yang masa
menjabatnya sebentar. 

Terhitung dari tahun 1950 sampai 1959, sudah ada tujuh kali pergantian kabinet pemerintahan.
Berikut ini di antaranya. 

1. Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951)


2. Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1952)

3. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953)

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953-Agustus 1955)

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956-Maret 1957)

1. Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951)

2. Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1952)

3. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953)

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953-Agustus 1955)

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956-Maret 1957)

7. Kabinet Juanda (Maret 1957-Juli 1959)

Ketidakberhasilan Konstituante dalam menjalankan tugasnya mendorong pemerintah untuk segera


bertindak agar kekacauan politik segera diatasi. Presiden Soekarno berpidato di depan Konstituante
pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.

Anda mungkin juga menyukai