Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN MANAJEMEN NYERI

BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang paling umum kita temukan/dapatkan ketika kita
sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di tataran pelayanan
rawat jalan maupun rawat inap, yang karena seringnya keluhan itu kita temukan kadang kala
kita sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga perhatian yang kita berikan
tidak cukup memberikan hasil yang memuaskan di mata pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi berkaitan
juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku, sehingga dalam
penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur yang terlibat di dalam
pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan penanganannya sudah menjadi
keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama perawat yang dalam rentang waktu 24 jam
sehari berinteraksi dengan pasien.
Nyeri kronis sering kali diasosiasikan dengan diabetes, kanker, HIV/AIDS, dan depresi.
Selain itu, dikaitkan juga dengan penyakit usia lanjut, seperti ruam saraf, artritis (nyeri sendi),
nyeri punggung, dan nyeri otot. ”Sudah saatnya mengedukasi penderita, tenaga kesehatan, dan
masyarakat tentang nyeri kronis serta perlunya mengurangi rasa sakit berkepanjangan.
Mengurangi dan mengatasi rasa sakit adalah tujuan penting bagi tenaga medis.
Pengendalian rasa sakit dapat membantu pasien untuk sembuh lebih cepat. ”Selain itu,
mengurangi risiko komplikasi setelah operasi, seperti radang paru dan penggumpalan darah,
pengelolaan rasa sakit menjadi bagian integral dari proses akreditasi untuk keselamatan dan
kualitas penanganan pasien.
Rasa nyeri harus menjadi indikator utama seseorang membutuhkan penanganan medis.
Penatalaksanaannya menjadi satu dari lima hal vital yang harus diukur pada penanganan
pasien.
Untuk memperbaiki kualitas penanganan rasa nyeri dan pengelolaan rumah sakit,
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan JCI dan Pfizer Indonesia melakukan perbaikan
kualitas manajemen di rumah sakit.
Penyedia jasa kesehatan dan rumah sakit lokal diperkenalkan protokol penanggulangan
atau penatalaksanaan nyeri yang efektif. Selama ini, pemantauan kondisi medis dilakukan
dengan mengukur tinggi dan berat badan serta berbagai indikasi kondisi kesehatan vital, seperti
tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, dan suhu tubuh. Kerusakan jaringan “nyeri
bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung
berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal masa kehidupannya.
Forum internasional JCI bertujuan menyarankan dokter untuk mengevaluasi dan
memperbaiki prosedur penanganan penyakit serta penerapan standar internasional perawatan
kesehatan di Indonesia.
B. Tujuan
Agar pasien mendapatkan penanganan nyeri yang paripurna sehingga hak pasien terpenuhi
untuk tidak merasakan nyeri selama perawatannya dan penanganan nyeri yang diterima pasien
sesuai.

C. Pengertian
Nyeri adalah “ suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata.
BAB II
RUANG LINGKUP

Manajemen nyeri harus dilakukan kepada pasien baik rawai inap maupun rawat jalan yang
mengeluh nyeri. Maka dari itu assessment awal nyeri sangat penting dilakukan agar hak pasien
terpenuhi, untuk tidak merasakan nyeri dalam proses pengobatannya.
BAB III
TATA LAKSANA

A. Materi Nyeri
Tipe Nyeri :
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain
mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu :

a. Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan,
b. Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa
penyembuhan atau tidak progresif
c. Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses
penyakit lain yang progresif.
Respon terhadap Nyeri
Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku.
a. Untuk nyeri akut
 repon fisiologis :
 adanya peningkatan tekanan darah (awal),
 peningkatan denyut nadi,
 peningkatan pernapasan,
 dilatasi pupil, dan
 keringat dingin,
 respon perilaku :
 gelisah,
 ketidakmampuan berkonsentrasi,
 ketakutan dan disstress.
b. Untuk nyeri kronis
 respon fisiologis :
 tekanan darah normal,
 denyut nadi normal,
 respirasi normal,
 pupil normal,
 kulit kering,
 respon perilaku :
 imobilisasi atau ketidak aktifan fisik,
 menarik diri, dan putus asa,
karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis ini maka tugas
tim kesehatan, perawat khususnya menjadi tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya
Penatalaksanaan Manajemen Nyeri
Dalam penanganan nyeri, pengkajian merupakan hal yang mendasar yang
menentukan dalam kualitas penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus harus
dilakukan baik pada saat awal mulai teridentifikasi nyeri sampai saat setelah intervensi,
mengingat nyeri adalah suatu proses yang bersifat dinamik, sehingga perlu dinilai secara
berulang-ulang dan berkesinambungan.
Ada beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk menilai nyeri yaitu :
 Simple Descriptive Pain Distress Scale,
 Visual Analog Scale (VAS),
 Pain Relief Visual Analog Scale,
 Percent Relief Scale
 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale ,
Diantara kelima metode tersebut diatas 0 – 10 Numeric Pain Distress Scale yang paling sering
digunakan, dimana pasien diminta untuk “merating” rasa nyeri tersebut berdasarkan skala
penilaian numerik mulai angka 0 yang berarti tidak da nyeri sampai angka 10 yang berarti
puncak dari rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri yang dirasakan sudah bertaraf sedang.
Penanganan Nyeri
a. Manajemen nyeri non farmakologik.
Pendekatan non farmakologik biasanya menggunakan terapi perilaku (hipnotis,
biofeedback), pelemas otot / relaksasi, akupuntur, terapi kognitif (distraksi), restrukturisasi
kognisi, imajinasi dan terapi fisik.
b. Manajemen nyeri dengan pendekatan farmakologik
Ada tiga kelompok utama obat yang digunakan untuk menangani rasa nyeri :
- Analgetika golongan non narkotika
- Analgetika golongan narkotika
- Adjuvan
c. Prosedur invasif
Prosedur invasif yang biasanya dilakukan adalah dengan memasukan opioid ke dalam
ruang epidural atau subarakhnoid melalui intraspinal, cra ini dapat memberikan efek
analgesik yang kuat tetapi dosisnya lebih sedikit. Prosedur invasif yang lain adalah blok
saraf, stimulasi spinal, pembedahan (rhizotomy,cordotomy) teknik stimulasi, stimulasi
columna dorsalis.
B. Assesment Awal Nyeri

Klasifikasi penangan nyeri RSKB Hasta Husada :

1. Skala Nyeri 1-3, penatalaksanaan oleh Petugas baik Perawat maupun Bidan

2. Skala Nyeri 4-6, penatalaksanaan oleh DPJP

3. Skala Nyeri 7-10, penatalaksanaan oleh Tim Nyeri


Pengkajian nyeri juga bisa dilakukan dengan metode mnemonic PQRST nyeri. Mnemonic
PQRST nyeri lebih berfokus pada aspek biologis. Mnemonik PQRST nyeri terdiri dari 5 indikator
utama, yaitu:

1. Provokes and Palliate (faktor pencetus)

Pengkajian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang menjadi predisposisi nyeri. Perawat
akan mengkaji penyebab atau stimulus nyeri yang dirasakan oleh pasien. Kemudian, ia akan
menanyakan bagaimana peristiwa yang menyebabkan nyeri dan faktor apa saja yang dapat
mengurangi nyeri

2. Quality (kualitas)
Pengkajian Quality dilakukan dengan menilai bagaimana rasa nyeri dapat dirasakan secara
subjektif oleh pasien. Hal ini berlaku jika pasien dalam keadaan sadar dan dapat mengutarakan
rasa nyeri yang dialaminya. Namun, perlu diingat bahwa pain tolerance setiap pasien bisa
berbeda-beda.

3. Region and Radiation (lokasi dan radiasi)


Pengkajian dilakukan dengan menganalisis lokasi nyeri dan radiasinya. Pasien akan diminta
menunjukkan area tubuh yang terasa sakit akibat luka lebam, sayatan, luka dalam, dan lain-lain.
Dalam hal ini, nyeri yang bersifat difus (menyebar) akan sulit untuk diidentifikasi.

4.Severity (keparahan)
Tingkat keparahan pasien terhadap rasa nyeri termasuk indikator yang paling subjektif. Pada
pengkajian ini, pasien akan diminta menggambarkan rasa nyeri dalam kategori ringan, sedang,
atau berat.

5. Time (durasi)
Pengkajian ini dilakukan dengan menganalisis durasi dan rangkaian nyeri yang dirasakan oleh
pasien cedera kepala. Perawat atau tenaga kesehatan akan menanyakan pasien kapan nyeri
tesebut mulai dirasakan.

PASIEN RAWAT JALAN


1. Beri Salam dan memperkenalkan diri
2. Lakukan pengkajian skala, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan kualitas nyeri.
3. Observasi reaksi nonverbal
4. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti:
a. Kompres dingin
b. Massage kulit
c. Kompres panas
d. Relaksasi seperti lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman dan nafas dalam.
e. Tekhnik distraksi yakni mengalihkan perhatian ke stimulus lain seperti menonton televisi,
membaca koran, mendengarkan musik
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri saat setelah diberikan terapi dan pada saat pasien kontrol
ulang

PASIEN UGD
1. Petugas member salam dan memperkenalkan diri
2. Petugas mengkaji skala nyeri
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri farmakologi kolaborasi dengan dokter
6. Beri kenyamanan pasien samapi skala nyeri yang dapat diterima pasien
7. Kaji ulang skala nyeri sebelum pasien dikirim ke ruangan

PASIEN DENGAN KONDISI NYERI HIS PERSALINAN

1. Ajarkan teknik non Farmakologi seperti :


a) Massage kulit
b) Relaksasi seperti lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman dan nafas dalam.
c) Tekhnik distraksi yakni mengalihkan perhatian ke stimulus lain seperti menonton televisi,
membaca koran, mendengarkan musik

C. Assesment Nyeri Ulang

1. Petugas memberi salam dan perkenalkan diri, kaji ulang skala nyeri pasien
2. Bila skala nyeri 1-3 ajarkan pasien dan keluarga dengan terapi non farmakologi yang dirasa
paling nyaman
3. Bila penanganan nyeri diberikan intervensi obat injeksi kaji ulang skala nyeri nyeri 1-5 menit
setelah pemberian obat injeksi
4. Bila penanganan nyeri diberikan intervensi obat oral / lainya, kaji skala ulang nyeri 1 jam
setelah pemberian intervensi
5. Untuk pengkajian nyeri ulang diruangan, kaji skala nyeri pada 1 x shift bila skor nyeri 1 -3
6. Bila Skor nyeri 4-6 lakukan kaji ulang skala nyeri setiap 3 jam sekali
7. Bila Skor nyeri 7-10 lakukan kaji ulang setiap 1 jam sekali, dan hubungi Tim Nyeri RSKB
Hasta Husada
8. Pengkajian skala nyeri diberhentikan apabila skor nyeri pasien 0

D. Edukasi nyeri
1. Pada derajat ringan (1-3) yaitu dilakukan edukasi dengan relaksasi dan distraksi
didokumentasikan pada RM di kolom pengkajian nyeri ulang.
2. Apabila dengan tehnik relaksasi dan distraksi, keluhan nyeri tidak berkurang dilakukan
kolaborasi medis untuk pemberian terapi dan menjelaskan kegunaan obat anti nyeri.
3. Pasien yang mengalami nyeri derajat sedang (skala 4-6) dilakukan kolaborasi medis
untuk pemberian terapi jenis NSAID
4. Pasien yang mengalami nyeri derajat berat (skala 7-10) dilakukan kolaborasi medis
untuk pemberian terapi jenis opioid
5. Apabila dengan pemberian terapi farmakologi jenis opioid, tetapi keluhan nyeri belum
teratasi maka, bila diperlukan Dokter DPJP akan merujuk kepada tim nyeri.
E. Pelatihan nyeri
Rumah sakit hasta husada melakukan pelatihan manajemen nyeri. Adapun tujuan dari
pelatihan ini agar dapat mengenali faktor-faktor, penyebab timbulnya nyeri dan melakukan
pendokumentasian di status nyeri rumah sakit serta mampu melakukan komunikasi dan
kerjasama dengan bidang lain dalam penatalaksanaan nyeri rumah sakit.

BAB IV
DOKUMENTASI

Manajemen nyeri di dokumentasikan pada :


1. Formulir Assesment nyeri awal ( Rawat jalan / Rawat inap)
2. Formulir Assesment Nyeri Ulang
3. Formulir Edukasi terintregrasi
4. CPPT
5. Lembar injeksi

BAB V
PENUTUP

Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang holistik/ menyeluruh, hal ini karena
nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh karena itu kita tidak boleh hanya
terpaku hanya pada satu pendekatan saja tetapi juga menggunakan pendekatan-pendekatan yang
lain yang mengacu kepada aspek kehidupan manusia yaitu biopsikososialkultural dan spiritual,
pendekatan non farmakologik dan pendekatan farmakologik tidak akan berjalan efektif bila
digunakan sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam rangka mengatasi/
penanganan nyeri pasien. Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berrespon secara
berbeda terhadap nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan antar individu yang
satu dengan yang lainnya. Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai
upaya untuk mencari solusi yang tepat untuk menanganinya, untuk itu pengkajian harus selalu
dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru dari nyeri
yang dirasakan oleh pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer 7 bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.Jakarta.EGC

2. Tamsuri, A.(2006).Konsep dan penatalaksanaan nyeri, Jakarta: EGC

3. A journey down the Pain patway, The pain cure : The Proven Medical Program that Helps
End your Chronic Pain (2004)

4. Konsil Kedokteran Indonesia, Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik, Jakarta,
2006.

Anda mungkin juga menyukai