Anda di halaman 1dari 39

Disusun Oleh:

Elis Rohmiati, SE Budaya Positif


Pertanyaan
Pemantik Apa yang anda
ketahui dengan
budaya positif?
Makna Disiplin
Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah
satu strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah
penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif,
apakah masih perlu ditinjau kembali? Apa
sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa
kaitannya dengan nilai-nilai kebajikan? Mari kita bahas
makna disiplin dan nilai-nilai kebajikan universal dengan
mengaitkan beberapa pembelajaran awal di modul 1.2
tentang perubahan paradigma teori stimulus respon ke
teori kontrol serta teori 3 motivasi perilaku manusia.
Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku?
Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena
adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita
melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan,
terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau.
Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman atau pujian dari orang
lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang?
Makna Kata Disiplin
makna kata ‘disiplin’ dimaknai
menjadi sesuatu yang dilakukan 1.
seseorang pada orang lain untuk
mendapatkan kepatuhan. Kita
cenderung menghubungkan kata
‘disiplin’ dengan 4.
ketidaknyamanan.

7.
Nilai-nilai Kebajikan
1. Profil Pelajar Pancasila

Sembilan Pilar Karakter terdiri dari Cinta Tuhan dan segenap


2. ciptaannya, Kemandirian dan Tanggung jawab Kejujuran
(Amanah), Diplomatis Hormat dan Santun, Dermawan, Suka
Menolong dan Gotong Royong, Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja
Keras , Kepemimpinan dan Keadilan , Baik dan Rendah Hati
,Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan
3. Empati
Teori Motivasi, Hukuman dan
Penghargaan, Restitusi
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku
manusia:
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan


2.
dari orang lain.

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan


menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka
percaya.
Restitusi
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi
murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga U
mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan BL TL

karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga BD TG

merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan


S

murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan


membantu murid berpikir tentang orang seperti apa
yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus
memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Dihukum oleh Penghargaan
Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Penghargaan efektif jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang kita inginkan,
dalam jangka waktu pendek.
Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan bergantung pada penghargaan
yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam.
Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka selain kita
senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun menjadi tidak
menyadari tindakan baik yang kita lakukan.
Penghargaan Tidak Efektif
Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan
persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, maka Anda akan mendapatkan penghargaan yang
diinginkan.
Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil
hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya.
Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu, maka kita harus terus
menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin orang tersebut meneruskan perilaku yang kita
inginkan.
Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila
diberikan penghargaan hampir pasti tidak berhasil.
Penghargaan Merusak Hubungan
Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan meras
iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut.
Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar kemungkinan
murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap
jujur kepada guru tersebut.
Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.
Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan
akan berhenti mencoba.
Penghargaan Mengurangi Ketepatan
iset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun diminta
untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka harus
memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar-gambar tersebut
hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam bentuk uang) pada saat
mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian yang lain tidak.

Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan.


Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka
diminta mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali
muncul. Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang
benar, dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar.

Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat
dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu jawabannya benar.
Penghargaan Menurunkan Kualitas
Pengamatan dilakukan pada sekelompok mahasiswa/i yang sedang kerja praktik
di sebuah surat kabar universitas; saat itu mereka sedang belajar menuliskan
sebuah artikel tentang sebuah judul berita utama. Seiring waktu mahasiswa/i
tersebut semakin mampu bekerja dengan cepat. Kemudian, ada beberapa
mahasiswa/i yang dibayar untuk setiap judul berita utama yang mereka mampu
hasilkan, dan setelah beberapa lama mahasiswa/i yang dibayar ini hasil
kinerjanya berhenti berkembang. Mereka yang tidak menerima bayaran terus
berupaya mengasah diri menjadi lebih baik.
Penghargaan Mematikan Kreativitas
Murid-murid diminta berpikir mengenai hadiah atau penghargaan
yang bisa mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah puisi.
Kreatifitas kelompok murid-murid ini menjadi berkurang, dibandingkan
dengan yang tidak diberitahukan tentang hadiah yang bisa mereka
terima.
Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan seni atau sebuah penulisan
cerita menjadi kurang kreatif bila dijanjikan sebuah
hadiah/penghargaan.
Dalam tugas-tugas memecahkan masalah, para murid memakan
waktu lebih lama dan memberikan jalan keluar kurang kreatif, saat
mereka dijanjikan suatu penghargaan.
Restitusi sebuah Cara Menanamkan disiplin positif Pada Murid
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk
memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan
karakter yang lebih
kuat (Gossen; 2004)
Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk
mencari solusi untuk
masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan,
dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom
Gossen, 1996).
Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan
dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk
menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah
menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya
kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi
intrinsik.

Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
Dalam restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan untuk menebus
kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau
sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid yang berbuat salah akan
fokus pada tindakan untuk menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, yang
bersifat eksternal, bukannya pada upaya perbaikan diri, yang lebih bersifat internal.
Biasanya setelah menebus kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai
dengan situasi itu sehingga merasa lega, dan seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi.
Keyakinan Kelas
Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-
nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku,
negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya pada pembelajaran 2.1
tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi
seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya,
daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun
demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan
yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi
tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang
mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.
Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas

Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga
kelas.
Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah
pendapat.
Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas

Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat


tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas
besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil
curah pendapat.
Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’. Gantilah
kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.
injau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis
di sana masih banyak yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk
menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan
Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai
kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati. Kegiatan ini juga merupakan
pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke keyakinan sekolah/kelas.
Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan
menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas
tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit
mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan.
Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan
menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.
Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.
Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas
Kebutuhan Bertahan Hidup
Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk
bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai
bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup.
Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman.
Dalam kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah
karena ia lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka
kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk
bertahan hidup (survival).
Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)

Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan
untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial,
kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa
menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap
terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja,
binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.
A
Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi
kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita,
didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk
dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten,
diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan
pengaruh.

Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)


Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan
dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan
kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka
mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan
menarik.

Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)


Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan
tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser
menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan
tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka
bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak
berbeda.
Restitusi - Lima Posisi Kontrol
Penghukum
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang
menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat
yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi
penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”


“Kamu selalu saja salah!”


Pembuat Merasa Bersalah
Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan
menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau
rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”


Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya
mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun
positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru
di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi
seseorang. Mereka akan berkata:“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
Manajer
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid
mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya
sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian,
bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita
menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita
perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di
manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan
bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki
kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”


Pemantau
Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas
perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-
peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat
memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan
posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”

“Apa yang telah kamu lakukan?”


Sisi Segitiga Restitusi

Tayangan

Sisi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)


Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena
melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang
mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya
dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan
cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

Berbuat salah itu tidak apa-apa.


Sisi 2. Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbeh...
Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan
dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah
tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu.
Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus
response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sika
seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah
memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru,
namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

“Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
Sisi 3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)
Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas
sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2),
maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah
menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan
keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?


Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?

Anda mungkin juga menyukai