Tugas Hukum Benda
Tugas Hukum Benda
NPM : 1906303550
Mata Kuliah : Asas-Asas Hukum Perdata
No. Urut :7
Kelas : C – Paralel
1. Bezit
Bezit diatur mulai dari Pasal 529 sampai dengan 569 KUHPerdata. Menurut Pasal 529
KUHPerdata yang dimaksud dengan bezit adalah:
“Kedudukan seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan diri sendiri maupun
dengan perantaraan orang lain dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang
yang memiliki kebendaan itu.”
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa bezit adalah kedudukan seseorang yang menguasai suatu
benda seolah-olah miliknya sendiri yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Bezit
berasal dari kata zitten yang artinya menduduki dan orang yang membezit disebut bezitter.
Kedudukan berkuasa atau bezit berlaku terhadap benda bergerak sesuai Pasal 1977 ayat (1)
KUHPerdata. Dengan demikian, barangsiapa yang menguasai benda bergerak maka ia
dianggap sebagai pemilik. Hal ini berbeda bagi mereka yang menguasai benda tidak
bergerak. Mereka yang menguasai benda tidak bergerak tidak dapat dianggap sebagai
pemilik. Dengan demikian untuk benda bergerak cukup dengan adanya penguasaan atas
bendanya seseorang sudah dianggap sebagai pemilik. Sedangkan untuk benda tidak bergerak
hal tersebut tidak cukup, dengan demikian selain adanya penguasaan atas bendanya juga
harus didukung dengan adanya bukti-bukti kepemilikan secara yuridis seperti sertifikat untuk
dapat dianggap sebagai pemilik. Hal tersebut mengingat ketentuan bezit tidak berlaku
terhadap benda tidak bergerak.
Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk adanya bezit, yaitu:
1) Corpus Harus: ada hubungan antara orang yang bersangkutan dengan bendanya.
2) Animus: hubungan antara orang dengan benda itu harus dikehendaki oleh orang
tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka harus dibedakan antarabezit/burgerlijk bezit dengan
detentie/naturlijk bezit. Dalam detentie seseorang menguasai suatu benda tetapi tidak ada
kehendak untuk memiliki misalnya seseorang yang menguasai suatu benda karena menyewa
atau meminjam.
Bezit dapat diperoleh melalui dua cara:
a) Occupatio (Pendudukan)
Seseorang menguasai suatu benda yang tidak ada pemiliknya atau benda-benda yang
digolongkan dengan resimullius. Contohnya seperti menangkap burung di hutan, dan
menangkap ikan di laut.
b) Penyerahan (Levering)
Seseorang menguasai suatu benda melalui penyerahan dari orang lain yang telah
menguasai terlebih dahulu. Contohnya dengan meninggalnya seseorang maka
penguasaan atas suatu benda berpindah pada ahli warisnya.
2. Eigendom
Dengan berlakunya Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) maka ketentuan hak milik sebagaimana diatur dalam KUHPerdata tidak
berlaku terhadap tanah dan benda-beda yang berkaitan dengan tanah. Hal ini karena untuk
tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah berlaku ketentuan UUPA.
Berdasarkan ketentuan Pasal 570 KUHPerdata, hak milik adalah hak menikmati kegunaan
suatu benda secara leluasa dan berbuat bebas atas kebendaan itu, asal tidak bertentangan
dengan undang-undang dan peraturan umum juga tidak mengganggu hak-hak orang lain. Arti
menikmati secara leluasa maksudnya adalah seseorang dapat mengalihkan, menyewakan,
meminjamkan, bahkan dapat merusaknya. Sedangkan pembatasannya adalah UU, ketertiban
umum dan kesusilaan. Namun sejak adanya UU No. 5 tahun 1960 hak yang leluasa tersebut
tidak dapat dipertahankan lagi mengingat hak milik harus berfungsi sosial sehingga seseorang
tidak dapat lagi berbuat seenaknya terhadap hak yang menjadi miliknya khususnya hak milik
atas tanah.
Permintaan kembali yang didasarkan pada hak eigendom, dinamakan revindicatie. Baik
sebelum perkara diperiksa di depan hakim, maupun sementara perkara sedang dalam
pemeriksaan hakim, pengguggat berhak meminta agar benda yang diminta kembali itu disita.
Penyitaan ini dinamakan revindicatoir beslag. Dalam gugatan yang dimasukkan kepada
hakim itu pihak penggugat cukup mengajukan, bahwa benda yang dimintanya kembali itu
adalah miliknya. Jadi tidak perlu dalam gugatannya diuraikan bagaimana ia mendapatkan hak
milik itu.2
Untuk memperoleh hak milik dapat melalui beberapa cara sebagaimana diatur dalam Pasal
584 KUHPerdata. Hal tersebut terdiri dari:
1) Pendakuan (Toegening)
2) Perlekatan (Natrekking)
3) Lewat waktu atau daluwarsa (Verjaring)
1
Budi Cahyono, Akhmad dan Ahlan Sjarif, Surini, “ Mengenal Hukum Perdata”, (Depok: CV.Gitama Jaya,
2008), hal 91.
2
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 2003), hal 70.
4) Pewarisan
5) Penyerahan (Levering)
3. Opstal
Hak Opstal atau dikenal juga dengan sebutan Hak Numpang Karang diatur dalam Bab VII
Buku ke-II KUH Perdata, yakni disebut dalam Pasal 711 KUH Perdata yang berbunyi:
“Hak numpang karang adalah hak kebendaan untuk mempunyai gedung bangunan atau
tanaman di atas tanah orang lain.”
Setiap orang yang mempunyai hak numpang karang atas sebidang pekarangan, boleh
mengalihkannya kepada orang lain atau memberikannya dengan hipotek. Ia juga boleh
membebani pekarangan tadi dengan pengabdian pekarangan tetapi hanya untuk jangka waktu
selama ia boleh menikmati haknya.3
4. Hak Erfpacht
Menurut Pasal 720 dan Pasal 721 KUHPerdata, Hak Erfpacht merupakan hak kebendaan
yang memberikan kewenangan yang paling luas kepada pemegang haknya untuk menikmati
sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pemegang Hak Erfpacht boleh
menggunakan kewenangan yang terkandung dalam Hak Eigendom atas tanah.
3
Hasanah, Sovia. Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstal dan Hak Gebruik,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58e28281dd903/hak-ieigendom-i--hak-ierfpacht-i--hak-
iopstal-i-dan-hak-igebruik-i/, diakses pada 9 April 2020.
“Hak guna usaha adalah hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya barang tak bergerak
milik orang lain, dengan kewajiban membayar upeti tahunan kepada pemilik tanah, sebagai
pengakuan tentang pemilikannya, baik berupa uang maupun berupa hasil atau pendapatan.
Alas hak lahirnya hak guna usaha harus diumumkan dengan cara seperti yang ditentukan
dalam Pasal 620.”4
Semua hak si pemilik tanah dijalankan oleh orang yang memegang hak erfpacht dan
pengakuan terhadap hak si pemilik hanya berupa pembayaran canon tersebut. Hak erfpacht
banyak dipergunakan untuk perusahaan besar (cultures) atau pembukaan tanah yang masih
belukar dan berhubung dengan itu ia diberikan untuk waktu yang lama, biasanya 75 tahun.
Hak ini dapat dijual atau dipakai sebagai jaminan hutang (hipotek). Hak erfpacht berpindah
pada para ahli waris apabila orang yang mempunyai hak meninggal.5
5. Vruchtgebruik
Pasal 756 KUHPerdata, menyebutkan bahwa hak memungut hasil adalah hak kebendaan
untuk mengambil hasil dari barang milik orang lain, seakan-akan dia sendiri pemiliknya,
dengan kewajiban memelihara barang tersebut sebaik-baikinya. Selanjutnya menurut Pasal
759 KUHPerdata, hak memungut hasil dapat diperoleh karena undang-undang atau karena
kehendak pemilik.
4
Hasanah, Sovia. Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstal dan Hak Gebruik,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58e28281dd903/hak-ieigendom-i--hak-ierfpacht-i--hak-
iopstal-i-dan-hak-igebruik-i/, diakses pada 9 April 2020.
5
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 2003), hal 76.
6. Levering
berdasarkan sistem kausal yang dianut di Indonesia maka perjanjian belum mengakibatkan
beralihnya hak milik. Hak milik baru beralih dengan adanya penyerahan. Untuk penyerahan
benda bergerak berwujud dapat dilakukan dengan cara penyerahan secara fisik. Berdasarkan
Pasal 612 KUHPerdata, dengan penyerahan secara fisik maka secara hukum hak milik atas
benda bergerak berwujud sudah beralih. Sedangkan untuk benda tidak bergerak berdasarkan
Pasal 612 KUHPerdata dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan. Khusus
untuk tanah tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah penyerahannya dilakukan
dengan pembuatan akta dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana diatur
dalam UUPA jo PP No 10 tahun 1961 jo PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Selanjutnya guna memenuhi unsur publisitas maka Akta PPAT tadi perlu didaftarkan melalui
Kantor Pendaftaran Tanah setempat yang dibuktikan dengan keluarnya sertifikat hak atas
tanah sebagai bukti yang sah pengalihan hak atas tanah.7
6
Markeling, I Ketut, Hukum Perdata Pokok Bahasan: Hukum Benda, (Denpasar: Universitas Udayana, 2016),
hal 19.
7
Budi Cahyono, Akhmad dan Ahlan Sjarif, Surini, “ Mengenal Hukum Perdata”, (Depok: CV.Gitama Jaya,
2008), hal 91.