MAKALAH Aden
MAKALAH Aden
Disusun Oleh
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, yang telah
memberikan kita karunia serta nikmatnya hingga pada saat ini kita masih bisa melaksanakan
proses belajar di sekolah ini. Shalawat beriringan salam, mari kita sampaikan ke Rasul Allah
SAW yang telah membawa tangan umatnya dari alam kegelapan hingga menuju alam yang
terang dengan iman dan taqwa.
Apabila nantinya dalam penyusunan makalah kami ini ada kekurangan dan ketidak
sempurnaan saya terlebih dahulu memohon maaf.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Keadaan masyarakat sumatra sebelum masuknya islam.............................. 3
2.2. Masuk dan berkembangnya islam di sumatera utara .................................. 4
2.3 masuk dan berkembangnya islam di sumatera selatan ............................... 7
1.1 Latar Belakang
Berbicara mengenai kapan dan siapa yang membawa islam di Sumatra selatan, bisa
dikatakan sebuah pertanyaan yang di anggap sacral. Why? Penulis berasumsi bahwasanya,
sampai detik ini belum ada bukti yang otentik akan masuknya islam di nusantara terkhusus di
Sumatra-selatan. Penulis berasumsi bahwa bukti-bukti dari sejarawan semisal, Hamka, Snowk,
dan lain-lain hanya meneliti berdasarkan bukti peninggalan saja dan kemudian di musawarohkan
atau diseminarkan oleh berbagai tokoh-tokoh sejarawan, semisal di medan pada tahun 1963 yang
kemudian dari berbagai hasil seminar dipergunakan sebagai documenter hasil penelitian.
Apakah para sejarawan itu salah dalam meneliti? Saya kira tidak. Sebab, masuk dan
berkembang islam di bumi nusantara ini tidak meninggalkan kitab, atau manuskrip-
manuskrip dan hanya meninggalkan Nisan, dan sebuah cultur. Sudah sangat bisa dipastikan
bahwasanya. Sejarawan pun lumayan kesulitan untuk menafsirkan atau meneliti secara otentik.
Bagitu pula dengan sebuah nisan, bagi penulis, Nisan pun perlu sekiranya mendapat perhatian
secara khusus. Alat yang mampu digunakan untuk meneliti barang kali di antaranya metode
dealektika dengan orang-orang terdahulu.
Nah, dari berbagai jalan yang digunakan sejarawan, perlu sekiranya penulis melampirkan
hasil kajian pustaka, yang insa allah akan menghantarkan kita pada kebenaran yang otentik.
Kendati kebenaran itu sulit untuk diraba, terlebih dilihat. Melihat kawasan kerajaan Sriwijaya
yang bisa dikatakan tempat yang sangat Strategis, baik dalam aspek hubungan antar pulau,
berdangan, dan tempat yang digunakan para politikus untuk menghasilkan pelbagai rempah-
rempah yang dimiliki oleh bumi nusantra. Dan kita dapat mlihat bahwa kekuasaan kerajaan
sriwijaya juga amat luas.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam hal penulisan rumusan masalah penulis pun mengalami kegalauan. Penulis galau
harus dari mana memulai, mengingat begitu sulit mencari refrensi. Bahkan penulis pun sempat
berasumsi bagaimana sebenarnya keotentikan documenter risalah masuk dan berkembangnya
islam di Sumatra selatan. Hingga pada akhirnya penulis mencoba mendiskripsikan keadaan
subektif dari pelbagai refrensi yang ada. Namun, sekali lagi penulis hanya menyajikan sebuah
pendiskripsiaan bukan sebuah kesimpulan. Adapun penulis mencoba mengsignifikasikan
menjadi beberapa rumuan masalah:
1. Sejarah masuknya islam di bumi Sumatra Selatan?
Sebenarnya masih banyak probelematika yang bergelut di hati penulis, penulis sendiri
sebenarnya mengiginkan akan sistematisanya materi yang hendak di sajikan kepada ibu dosen
dan temen-temen sekalian. Sebab, disini penulis sendiri berasal dari bumi Sumatra-Selatan. Akan
tetapi, Sangat ironis bukan? Ketika penulis sendiri tidak paham sepahamnya terkait dengan
eksistensinya sendiri. Namun, itulah kami selaku pemateri, kami berusaha untuk menyajikikan
yang terbaik. Fa insa allah
\
BAB II
PEMBAHASAN
Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan sampai dengan
abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-bangunan masjid,
makam, ataupun lainnya.
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H merupakan fase pertama proses
kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para
pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini dapat diketahui
berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke
wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke– 7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi, mungkin
dalam kurun waktu abad 1—4 H terdapat hubungan pernikahan anatara para pedagang atau
masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam
baik sebagai istri ataupun keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera, baru
ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita bernama
Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di Meunahasah Beringin
kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.
KERAJAAN PERLAK
Kata Perlak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Kayei Peureulak” (Kayu Perlak). Kayu
ini sangat baik digunakan untuk bahan dasar pembuatan perahu kapal, sehingga banyak dibeli
oleh perusahaan-perusahaan perahu kapal. Dan di Perlak banyak tumbuh jenis pepohonan ini,
sehingga disebut negeri Perlak (Perlak).
Perlak merupakan salah satu pelabuhan perdagangan yang maju dan aman pada abad ke- 8 M.
sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang muslim. Dengan demikian, secara
tidak langsung berkembanglah masyarakat Islam di daerah ini. Factor utamanya yaitu karena
sebab pernikahan antara saudagar-saudagar muslim dengan perempuan-perempuan pribumi.
Sehingga menyebabkan lahir keturunan-keturunan yang beragama Islam.
Hal ini semakin berkembang sehingga berdirinya kerajaan Islam Perlak yaitu pada hari selasa
bulan muharram tahun 225 H (840 M). dan sultannya yang pertama adalah Syed Maulana Abdul
Aziz Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah. Kemudian Bandar
Perlak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah.[1][1][3]
Islam terus berkembang di Perlak, dan hal ini terlihat jelas pada abad ke – 13 M. pada abad ini,
perkembangan Islam di Perlak melebihi dari daerah-daerah lain di Sumatera. Hal ini bersumber
pada riwayat Marco Polo yang tiba di Sumatera pada tahun 1292 M. Ia mengatakan bahwa pada
saat iu di Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan, yang semuanya menyembah berhala kecuali
satu, itu kerajaan Perlak.
Kerajaan Perlak terus berdiri hingga akhirnya bergabung dalam kerajaan Islam Samudera Pasai
pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Dzahir (1289 – 1326 M)
KERAJAAN ACEH
Kerajaan ini berdiri pada abad ke- 13 M. Pada awalnya Aceh merupakan daerah taklukan
kerajaan Pidir. Namun berkat jasa Sultan Ali Mughiyat Syah, Aceh akhirnya mampu melepaskan
diri dan berdaulat penuh menjadi Kerajaan. Atas jasa beliau, akhirnya Sultan Mghiyat Syah
dinobatkan menjadi Raja pertama.
Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607—1638 M).
2.3. MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI SUMATERA SELATAN
Palembang adalah kota yang memiliki letak geografis yang sangat strategis. Sejak masa kuno,
Palembang menjadi tempat singgah para pedagang yang berlayar di selat Malaka, baik yang akan
pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya maupun yang akan melewati jalur barat ke
India dan negeri Arab serta terus melewati jalur barat ke India dan negeri Arab serta terus ke
Eropa. Dan selain pedagang, para peziarah pun banyak menggunakan jalur ini. Persinggahan ini
yang memungkinkan terjadinya agama Islam mulai masuk ke Palembang (Sriwijaya pada waktu
itu) atau ke Sumatera Selatan.
Ada sebuah catatan sejarah Cina yang ditulis oleh It’sing, ketika ia berlayar ke India dan
akan kembali ke negeri Cina dan tertahan di Palembang. Kemudian ia membuat catatan tentang
kota dan penduduknya. Ada dua tempat di tepi selat Malaka pada permulaan abad ke– 7 M yang
menjadi tempat singgah para musafir yang beragama Islam dan diterima dengan baik oleh
penguasa setempat yang belum beragama Islam yaitu Palembang dan Keddah. Dengan demikian
dapat disimpulkan, pada permulaan abad ke- 7 M di Palembang sudah ada masyarakat Islam
yang oleh penguasa setempat (pada waktu itu Raja Sriwijaya) telah diterima dengan baik dan
dapat menjalankan ibadah menurut agama Islam.
Selain itu, ada sumber yang menyebutkan bahwa telah ada hubungan yang erat antara
perdagangan yang diselenggarakan oleh kekhalifahan di Timur Tengah dengan Sriwijaya. Yaitu
dengan mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan raja Ta-che
(sebutan untuk Arab) ke Kalingga pada 674 M, dapatlah dipastikan bahwa di Sumatera Selatan
pun telah terjadi proses awal Islamisasi. Apalagi T’ang menyebutkan telah adanya kampong
Arab muslim di pantai Barat Sumatera.[2][2]
Sesuai dengan keterangan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia tidak mengadakan
invasi militer dan agama, tetapi hanya melaui jalan perdagangan. System penyebaran Islam yang
tidak kenal misionaris dan tidak adanya system pemaksaan melalui perang, melinkan hanya
melaui perdagangan saja memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan penyebaran agama
Budha, dapat menerima kehadiran Islam di wilayahnya.
Berdasarkan sejarah, Sriwijaya terkenal memiliki kekuatan maritim yang tangguh.
Walaupun ada yang meragukan hal tersebut karena melihat kondisi maritime bangsa Indonesia
sekarang.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan putra pribumi ikut berlayar bersama para
pedagang Islam ke pusat agama Islam yaitu mekkah. Dan tidak menutup kemungkinan pula,
putera pribumi mengadakan ekspedisi ke timur tengah untuk memperdalam keilmuan agama
Islam.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia tidak serta merta menunggu para
pedagang Islam baik itu dari bangsa Arab ataupun sekitarnya untuk mencari tambahan
pengetahuannya tentang ajaran agama Islam.
KESULTANAN PALEMBANG
Pada waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di daerah ini
ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M). Pada awalnya ia
beragama Hindu, lalu kemudian memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwasanya pada waktu
itu, Islam sudah dominant di Palembang.
Pada suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu Kertabumi, yang
bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir dari rahimnya seorang anak
yang bernama Raden Patah.
Pada tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah), menghadap Prabu
Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa Bintoro, yang nantinya
berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak yang pada akhirnya
menghancurkan Majapahit.
Pada tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami kekalahan. Para
pembesar kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan bermigrasi ke Palembang yang
kemudian mendirikan kerajaan Islam Palembang
Pada akhirnya kesultanan Palembang hilang karena dihapus status kesultanannya oleh colonial
Belanda
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya islam disumatra-selatan tidak ubahnya
seperti terjadi pada wilayah Indonesia lainnya, dilakukan oleh putra Indonesia dan tidak berjalan
pasif. Dengan pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata
dengan upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh bangsa arab,
pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah (750-1268), juga
perdagangan dari Sriwijaya berlayar ketimur tengah. Hal yang demikian ini tidak bertentangan,
sekalipun Sriwijaya sebagai pusat pengembangan ajaran budha, tetapi, karena watak Indonesia
yang mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menghormati perbedaan agama, maka, di
wilayah kerajaan Sriwijaya di izinkan masuknya agama islam melalui jalur perdagangan. Factor
yang terakhir inilah yang memungkinkan Sriwijaya menempuh Sistem pintu terbuka dalam
menghadapi kenyataan masuknya agama islam.
3.1 Saran
Kami selaku penulis menyarankan bahwa setelah membaca makalah ini diharapkan agar
pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang sejarah perkembangannya islam di sumatera