Makalah Kelompok 11
Makalah Kelompok 11
Oleh:
TITIN. KS 210404502037
RISMA TANGKE ALLO 210404501017
TITIN WIRATNI 210404502025
Dosen Pengampu:
Dr. H. Abdullah Pandang, M.Pd
Sahril Buchori, S.Pd.,M.Pd
Puji syukur Kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat dan Karunia-Nya,
sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai pelengkap tugas perkuliahan pada
mata kuliah Profesi BK. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung Penyusun untuk menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih tidak lupa
Penyusun haturkan kepada bapak Dr. H. Abdullah Pandang, M.Pd dan bapak Sahril
Buchori, S.Pd.,M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah ini.
Penulis telah berusaha menyusun tugas ini dengan sebaik mungkin. Namun. tentunya
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini. Sehingga. dengan
segala kerendahan hati Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan serta informasi yang
bermanfaat bagi semua pihak. khususnya bagi Penulis pribadi.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Seperti layaknya sebuah pembelajaran bimbingan dan konseling juga membutuhkan apa
yang dinamakan setrategi dalam pelaksanaanya. Dalam hal untuk mengetahui strategi apa yang
tepat untuk digunakan kepada seorang yang hendak dibimbing (konseli) itulah seorang yang
hendak membimbing (konselor) membutuhkan kode etik untuk menjalankan profesinya
tersebut.
Dalam masalah bimbingan dan konseling kode etik sangat dibutuhkan. kode etik
dibutuhkan ketika seseorang (konselor) hendak membimbing seorang atau individu (konseli)
kearah pengembangan pribadinya. peran kode etik yaitu sebagai acuan dan tuntunan dalam
memberikan masukan-masukan kepada konseli agar masukan yang diberikan oleh konselor
tidak menyelewwng atau keluar dari aturan-aturan, norma-norma yang berlaku dimasyarakat
maupun di kalangan konselor sendiri.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis dalam makalah ini mengkaji materi dengan
judul “Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun pokok permasalahan yang akan dikaji sebagai
berikut:
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan Pengertian Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
2. Menganalisis Tujuan dan Peran Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
3. Mengetahui Peran Kode Etik Profesi Bimbingan Dan Konseling
4. Memahami Perkembangan Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
5. Mengetahui Permasalahan dalam Penerapan Kode Etik Profesi Bimbingan dan
Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
Kata ”etika” dalam bahasa Inggris ”ethics” artinya ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak; hal tingkah laku dan kesusilaan. Dalam bahasa Yunani kuno ”Ethos” berarti timbul
dari kebiasaan adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral. Namun dalam bahasa Indonesia etik dan etika
diartikan berbeda. Kata ”etik” mempunyai dua arti yaitu 1) kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan ahlak; 2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Sementara etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral (akhlak).
Berdasarkan karakteristik seperti yang telah dikemukakan di atas, maka setiap praktisi
bimbingan dan konseling dalam melaksanakan tugasnya harus diiringi etika-etika khusus.
Etika dalam proses konseling disusun dalam bentuk kode etik profesi sehingga mudah
dipahami, dihayati, dan dilaksanakan oleh konselor. Menurut Sunaryo Kartadinata (2011:15)
kode etik profesi adalah regulasi dan norma perilaku profesional yang harus diindahkan oleh
setiap anggota profesi dalam menjalankan tugas profesi dan dalam kehidupannya di dalam
masyarakat. Menurut Abkin (2006:94) kode etik merupakan suatu aturan yang melindungi
profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah ketidaksepakatan internal dalam suatu
profesi, dan melindungi atau mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik.
Selanjutnya Abkin (2006:92) mengemukakan bahwa kekuatan dan eksistensi suatu profesi
muncul dari kepercayaan publik. Etika konseling harus melibatkan kesadaran dan komitmen
untuk memelihara pentingnya tanggungjawab melindungi kepercayaan klien.
Abkin (2006:94) mengemukakan bahwa penegasan identitas profesi Bimbingan dan
Konseling harus diwujudkan dalam implementasi kode etik dan supervisinya. Sunaryo
Kartadinata (2011:15) menjelaskan bahwa penegakan dan penerapan kode etik bertujuan
untuk: (1) menjunjung tinggi martabat profesi; (2) melindungi masyarakat dari perbuatan
malpraktik; (3) meningkatkan mutu profesi; (5) menjaga standar mutu dan status profesi, dan
(6) penegakan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling di Indonesia sebagaimana disusun oleh ABKIN
(2006:69) memuat hal-hal berikut:
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dipahami bahwa seorang konselor tidak
hanya dituntut secara teknis menguasai keseluruhan aspek teoritis dan praktis Bimbingan dan
Konseling, namun juga harus memiliki segenap aspek kepribadian yang positif. Setiap
pelanggaran terhadap kode etik dapat menyebabkan kerugian bagi diri konselor sendiri maupun
pihak yang dilayani. Bahkan Abkin menegaskan bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik
akan mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia.
Tujuan adanya kode etik profesi adalah untuk anggota dan organisasi profesi itu sendiri.
Secara umum, menurut R. Hermawan S (1979) dalam Soetjipto & Raflis Kosasi (2011: 31-31)
tujuan kode etik profesi yaitu:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi, dalam hal ini kode atik dapat menjaga
pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai
memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahtraan para anggotanya, yang dimaksud dari
kesejahtraan disini meliputi baik kesejahtraan lahir (material) maupun kesejahtraan batin
(spiritual atau mental)
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, tujuan lain kode etik dapat juga
berkaitan dengan peningkatan kegiatan pegabdian profesi, sehingga bagi para anggota
profesi dapat lebih mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam
melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan
yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk mmeningkatkan mutu profesi, untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga
memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota
untuk aktif berpartisipasi kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam
membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Menurut ABKIN (2010: 2-3) kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia
memiliki lima tujuan, yaitu:
1. Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan professional bagi anggota organisasi
dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Membantu anggota organisasi dalam membangun kegiatan pelayanan yang professional.
3. Mendukung misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN)
4. Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang
dating dari dan mengenal diri anggota profesi
5. Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan atau konseling.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan kode etik profesi bimbingan
dan konseling adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi bimbingan dan konseling,
membantu menjaga dan memelihara kesejahtraan anggota profesi bimbingan dan konseling
dalam membangun kegiatan pelayanan yang professional, memberikan panduan perilaku yang
berkarakter dan professional bagi anggota profesi dalam meningkatkan mutu organisasi
profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, dan melindungi anggota profesi
dan sasaran layanan atau konseli dengan meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi.
Pentingnya kode etik profesi bimbingan dan konseling bagi seorang konselor dalam
menjalankan tugasnya menurut Mungin Eddy Wibowo (2005: 53), yaitu:
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya kode etik profesi
bimbingan dan konseling adalah dapat melindungi dan memperkuat kepercayaan publik
(public trust) dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, mengatur hubungan
konselor dengan konseli, teman sejawat, lembaga tempat bekerja, pimpinan, dan profesi lain
yang ada hubungannya dengan profesi bimbingan dan konseling dalam mengontrol anggota
profesi bimbingan dan konseling Ketika bertingkah laku tidak sesuai dengan etika yang
diharapkan oleh masyarakat.
Pengaturan konseling oleh badan profesi disebagian besar negara semakin meningkat.
Salah satu fungsi organisasi profesional seperti British Association for Counselling and
Psychoterapy atau British Psychological Society adalah untuk menegaskan standar etik praktik.
Untuk mencapai tujuan ini, kedua badan tersebut telah mengeluarkan kode etik bagi praktisi,
disertai dengan prosedur dalam menghadapi keluhan berkenaan dengan perilaku tidak etis. Di
Amerika Serikat, kode etik di publikasikan oleh American Psychiatric Association, American
Psychological Association, American Association for Marital and Family Theraphy, and
American Association and of Counselling and Development. Selain itu, beberapa dewan
legislatif negara di bagian AS telah merancang kode etik sebagaimana yang dimiliki oleh
berbagai kelompok dan agen profesi lainnya. Semua konselor yang terlatih dan kompoten
sekarang melakukan praktik harus mampu menunjukkan kode etik tertentu kepada kliennya.
Sampai musim gugur 2001, British Association for Counseling and Psychoterapy (BACP)
menjalankan Code of Ethics and Practice for Counsellor, yang mencakup karakteristik
konseling, tanggung jawab, kompetensi, manajemen kerja, kerahasiaan dan iklan. BACP
mengganti kode etik ini dengan Ethical Framework for Good Practice in Counseling and
Psychotheraphy (2001), yang memberikan penekanan lebih besar kepada moralitas dan nilai
positif.
Penting untuk di catat bahwa kode etik ini dikembangkan bukan hanya untuk melindungi
klien dari pelecehan atau malapraktik yang dilakukan oleh konselor, tapi juga untuk melindungi
profesi konseling dari campur tangan pemerintah dan menguatkan klaennya untuk mengontrol
bidang ke pakaran profesional tertentu. Komite kode etik dan kode praktik berfungsi
menunjukkan kepada dunia luar bahwa konseling berjalan sesuai aturan, bahwa konselor dapat
diandalkan untuk memberikan pelayanan profesional.
Kode etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat oleh American Counseling
Association (ACA) oleh Donald Super yang disetujui pada tahun 1961 berdasarkan kode etika
American Psychological Assosiation yang asli (Allen, 1986 dalam Gladding, 2012: 69). Kode
etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat saat konveksi yang diselenggarakan di
Malang pada tahun 1975 oleh Organisasi Profesi Bimbingan dinamakan Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI), yang sekarang Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) yang mengikat anggota organisasi profesi (Tim Dosen PBB FIP UNY, 2000: 4).
Setiap kali diadakannya konveksi Organisasi Profesi, kode etik sebaiknya dikembangkan dan
dikaji Kembali agar dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat-saat tertentu
sehingga para anggota profesi dapat menjalankan tugas dan peranannya tanpa melanggar kode
etik yang telah ditetepkann secara tertulis dalam kode etik profesi tersebut.
Kode etik bimbingan dan konseling di Indonesia sebagaimana disusun oleh ABKIN
(2006 : 69) memuat hal-hal berikut:
Prayitno & Erman Amti (2004) menjelaskan bahwa masih banyak kesalahpahaman
tentang Bimbingan dan Konseling. Salah satu penyebabnya adalah bidang bimbingan dan
konseling digeluti oleh pihak yang bukan berlatar belakang dari pendidikan bimbingan dan
konseling. Pelaksanaan Bimbingan dan konseling umumnya hanya untuk mengurusi siswa-
siswa yang bermasalah, baik yang dipanggil langsung oleh Konselor maupun dirujuk oleh
pihak lain, sehingga wajar apabila siswa tidak mau memanfaatkan pelayanan Bimbingan dan
Konseling. Mereka memiliki anggapan bahwa apabila datang ke ruangan BK maka
menunjukan ia mengalami ketidakberesan tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas terkait dengan permasalahan dalam penerapan kode etik,
penulis dapat merumuskan sumber permasalahannya antara lain:
1. Pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling yang kurang memiliki kompetensi.
Hal ini dikarenakan banyak guru BK yang tidak berlatar belakang pendidikan Bimbingan
dan Konseling. Selain itu kemauan guru BK untuk mengembangkan kompetensi seperti
mengikuti pelatihan/ seminar/ worskhop atau melanjutkan pendidikan yang linear masih
rendah. Implikasi dari rendahnya penguasaan kompetensi tersebut yakni buruknya
pelayanan yang diberikan kepada pengguna pelayanan konseling, seperti ada guru BK
yang menjadi polisi sekolah, guru BK yang pemarah/galak, guru BK yang tidak mampu
menyusun program BK, guru BK yang tidak mampu melakukan kerjasama dengan rekan
sejawat, di luar profesi atau hubungan dengan lembaga, ketidakmampuan guru BK dalam
menerapkan ilmu pendidikan ketika melaksanakan pelayanan, ketidakmampuan guru BK
dalam melakukan evaluasi dan melakukan tindak lanjut dari evaluasi, serta masih banyak
lagi.
2. Pihak di luar BK. Bimbingan dan Konseling merupakan bagian dari sistem pendidikan
itu sendiri, sehingga bagaimana dukungan dari sistem akan memberikan warna postif
pada terlaksananya pelayanan konseling. Namun seperti yang kita lihat bahwa beberapa
kebijakan yang dibuat oleh pihak tertentu justru mengaburkan hakikat pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan para
pembuat kebijakan mengenai pelaksanaan pelayanan konseling yang ideal. Contohnya
seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa ada kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak
berwenang untuk mengangkat guru mata pelajaran menjadi guru Bimbingan dan
Konseling dikarenakan lebihnya guru mata pelajaran. Dapat dibayangkan bagaimana
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh tenaga yang
tidak mengerti mengenai bimbingan dan konseling.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kode etik profesi BK merupakan pedoman dan landasan moral yang berisi laporan bagi
anggota profesi BK yang mencakup tingkah laku, sikap, akhlak, dan perbuatan yang
wajib dipatuhi dan di amalkan oleh setiap anggota organisasi profesi BK dengan harapan
dapat bertanggungjawab dalam menjalani tugasnya sebagai seorang professional.
2. Tujuan kode etik profesi bimbingan dan konseling adalah untuk menjunjung tinggi
martabat profesi bimbingan dan konseling, membantu menjaga dan memelihara
kesejahtraan anggota profesi bimbingan dan konseling dalam membangun kegiatan
pelayanan yang professional, memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan
professional bagi anggota profesi dalam meningkatkan mutu organisasi profesi.
3. Kode etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat saat konveksi yang
diselenggarakan di Malang pada tahun 1975 oleh Organisasi Profesi Bimbingan
dinamakan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), yang sekarang Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
B. Saran
Adapun makalah yang penulis susun ini didasari dari referensi-referensi yang penulis
dapatkan baik dari buku maupun pengetahuam dari online. Jika terdapat kesalahan dan
kekurangan dari makalah ini, penulis harap kritik/saran dari pembaca, guna untuk mewujudkan
perubahan lebih baik di kemudian harinya.
DAFTAR PUSTAKA
McLEOD, J. (2010). Pengantar Konseli Teori dan Studi Kasus . Jakarta: Kencana.
Sujadi, E. (2018). Kode Eetik Profesi Konseling Serta Permasalahan dalam Penerapannya .
Jurnal Ilmu Pendidikan, 69-77.
Pengurus Daerah ABKIN Jawa Tengah. (2006). Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia. Jawa Tengah
Prayitno & Amti, E. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka
Cipta.