Anda di halaman 1dari 4

Kerajaan Aceh

Letak Kerajaan Aceh


Kerajaan Aceh merupakan kerajaan yang berkembang sebagai kerajaan islam
yang mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Karena
letaknya strategis yaitu terletak di daerah Sumatra yang dekat dengan letak
perdagangan internasional maka dari itu perkembangan kerajaan ini menjadi
sangat pesat.
Selain itu, ramainya aktifitas pelayanan pelayaran perdagangan kerajaan
Aceh, juga mempengaruhi perkembangan hidup Kerajaan Aceh dalam berbagai
macam bidang seperti politik, ekonomi, social dan juga budaya. Wilayah
kekuasaannya terbentang mulai dari daerah Deli sampai daerah Semenanjung
Malaka.
Faktor geografis pula lah yang menyebabkan kerajaan Aceh maju,
daerahnya yang berada selat malakan menjadi pintu masuk bagi pada pedagang
yang akan masuk ke Indonesia, selain itu, ada sungai yang mengarah langsung
ke daratan yang memudahkan pedagang membawa barang dagangannya.
Kehidupan Politik Kerajaan
Setelah malaka berhasil diduduki oleh Portugis pada tahun 1511,
Kerajaan Aceh mulai berkembang dikarenakan sebagian besar pedagang-pedagang
besar islam dari Malaka pindah ke Aceh. Selain itu, penyebab lainnya Aceh
menjadi ramai ialah karena runtuhnya Samudra Pasai ke tangan Portugis pada
tahun 1521.
Dan berdasarkan silsilah sultan – sultan Aceh, dan berita – berita
Eropa, kerajaan Aceh berhasil melepaskan diri dari kerajaan pedir. Dan pada
saat itu pula berdirilah kerajaan Aceh dengan raja pertama dipimpin oleh
Sultan Ali Mughayat pada tahun 1514-1528. Dan pada masa kepemimpinan Sultan
Iskandar Muda pada tahun 1607 – 1636, kerajaan Aceh mengalami Kejayaan.
Sultan Iskandar Muda memiliki suatu cita – cita untuk menjadikan Aceh
menjadi kerajaan yang kuat nan besar. Oleh karena itu, Sultan Ali Mughayat
memiliki tekat untuk menakhlukkan kerajaan – kerajaan di Semenanjung
Malaka diantaranya Pahang, Kedah, Perlak, Johor dan masih banyak lagi.
Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal, kepemimpinannya digantikan oleh
Sultan Iskandar Tani pada tahun 1636-1641. Dan kemudian kerajaan Aceh
mengalami kemunduran dikarenakan tidak ada sultan – sultan yang kuat lagi,
sehingga Aceh pada tahun 1641 tidak mampu lagi untuk melawan Belanda yang
pada saat itu menguasai Malaka. Walaupun demikian, Aceh adalah daerah
terakhir dan yang sangat susah dikuasai oleh Belanda karena kekompakan
masyarakatnya didukung dengan semangat Islam.
Berikut adalah raja-raja yang pernah menjadi raja di kerajaan Aceh
1. Sultan Ali Mughayat Syah
Sultan Ali Mughayat Syah adalah sultan pertama dari Kerajaan Aceh. Ia
memegang tampuk kekuasaan dari tahun 1514-1528 M. Di bawah kuasanya,
Kerajaan ini memiliki wilayah mencakup Banda Aceh- Aceh Besar.
Selain itu, Kerajaan Aceh juga melakukan perluasan ke beberapa wilayah di
Sumatera Utara, yaitu daerah Daya dan Pasai. Sultan Ali juga melakukan
serangan terhadap kedudukan Portugis di Malaka dan juga menaklukkan
Kerajaan Aru.
2. Sultan Salahuddin
Salahuddin merupakan anak dari Sultan Ali Mughayat Syah. Setelah
meninggalnya Sultan Ali Mughayat Syah, pemerintahan dilanjutkan oleh
putranya tersebut. Sultan Salahuddin memerintah dari tahun 1528-1537 M.
Sayangnya, Sultan Salahudin kurang memperhatikan Kerajaannya saat berkuasa.
Maka dari itu, Kerajaan ini sempat mengalami kemunduran. Akhirnya di tahun
1537 M, tampuk kekuasaan pindah ke tangan saudaranya, Sultan Alaudin Riayat
Syah.

3. Sultan Alaudin Riayat Syah


Sultan Alaudin Riayat Syah berkuasa  dari tahun 1537-1568 M.  Di
bawah kekuasaannya, Kerajaan ini berkembang pesat menjadi Bandar utama di
Asia bagi pedagang Muslim mancanegara. Lokasi Kerajaan Aceh yang strategis
menjadi peluang untuk menjadikannya sebagai tempat transit bagi rempah-
rempah  Maluku. Dampaknya, Kerajaan Aceh saat itu terus menghadapi
Portugis.
Kerajaan Aceh dibawah kepemimpinan Alaudin Riayat Syah juga memperkuat
angkatan laut. Selain itu, Kerajaan ini juga membina hubungan diplomatik
dengan Kerajaan Turki Usmani.
4. Sultan Iskandar Muda
Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan ini mengalami
puncak kejayaannya. Iskandar Muda memimpin dari tahun 1606 – 1636 M.
Sultan Iskandar Muda melanjutkan kepemimpinan dari sultan Alauddin Riayat
Syah.
Iskandar Muda memberikan terobosan baru untuk Kerajaan. Beliau mengangkat
pimpinan adat untuk setiap suku serta menyusun tata negara (qanun) yang
menjadi pedoman penyelenggaraan aturan Kerajaan.  Saat itu, Kerajaan Aceh
menduduki 5 besar Kerajaan Islam terbesar di dunia setelah Kerajaan
Maroko, Isfahan, Persia dan Agra.Kerajaan ini berhasil merebut pelabuhan
penting dalam perdagangan (pesisir barat dan timur Sumatera, dan Pesisir
barat Semenanjung Melayu). Selain itu, Kerajaan Aceh juga membina hubungan
diplomatik dengan Inggris dan Belanda untuk memperlemah serangan Portugis.

5. Sultan Iskandar Thani


Sultan Iskandar Tahani memerintah dari tahun 1626-1641 M. Berbeda
dengan sultan-sultan sebelumnya yang mementingkan ekspansi, Iskandar Thani
memperhatikan pembangunan dalam negeri.
Selain itu, sektor pendidikan agama Islam mulai bangkit di masa
kepemimpinannya. Terbukti dari lahirnya buku Bustanus salatin yang dibuat
oleh Ulama Nuruddin Ar-Raniry.  Meskipun Iskandar Thani hanya memerintah
selama 4 tahun, Aceh berada dalam suasana damai. Syariat Islam sebagai
landasan hukum mulai ditegakkan. Hubungan dengan wilayah yang ditaklukkan
dijalan dengan suasana liberal, bukan tekanan politik atau militer.

Kondisi Ekonomi Kerajaan


Perekonomian masyarakat Aceh pada saat itu yang paling utama adalah
perdagangan. Pada suatu daerah yang subur banyak menghasilkan lada. Karena
daerah – daerah pantai timur dan barat di kuasai oleh Aceh, maka jumlah
ekspor ladanya pun semakin bertambah banyak.
Selain itu karena beberapa daerah Semenanjung Malaka juga dikuasai oleh
Aceh, juga menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan juga
lada. Dan selat Malaka juga menjadi daerah kekuasaan Aceh yang mana selat
ini merupakan jalan dangang internasional. Sehingga banyak pedagang –
pedagang dari bangsa asing yang berdagang ke daerah Aceh seperti Belanda,
Inggris, Arab, Persia, Turki, India dan lain sebagainya.
Adapun barang – barang yang diekspor ke luar negeri antara lain beras,
lada (minangkabau), rempah – rempah (Maluku) dan barang – barang yang di
import ke Indonesia di kala itu antara lain kain dari Koromendal (India),
Jepang dan China, Minyak Wangi dari Eropa dan Timur Tengah. Dan perlu
diketahui juga bahwa kapal – kapal Aceh juga termasuk kapal yang aktif di
dalam perdagangan dan pelayaran sampai ke laut merah.
Selain hasil bumi, perdagangan yang maju menjadi penghasilan yang cukup
tinggi, ditambah dengan pajak, karena Malaka dikuasi oleh Portugis dan
menerapkan pajak yang sangat tinggi, otomatis banyak pedagang yang memilih
berlabuh di Aceh dengan pajak yang lebih rendah dari pada Malaka.

Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial di kerajaan Aceh pada saat itu muncul dua golongan
yang saling berebut untuk menjadi golongan yang berpengaruh di Aceh. Dua
golongan itu ialah golongan Teuku dan golongan Teungku. Yang mana golongan
Teuku ini merupakan golongan dari orang-orang bangsawan yang memegang
kekuasaan sipil.
Sedangkan golongan Teungku merupakan golongan dari para ulama’ yang
memiliki peran penting di dalam bidang agama. Di dalam golongan para
ulama’ yang memegang kekuasaan atas dasar agama, masih ada dua persaingan
yaitu persaingan antara aliran Syiah dengan aliran Ahlussunnah wal
Jama’ah. Pada saat kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, aliran yang
berkembang dengan pesat adalah aliran syi’ah. Adapun tokoh pada aliran ini
adalah Hamzah Fansuri dan selanjutnya dilanjutkan oleh Syamsuddin Pasai.
Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, aliran ahlussunnah waljama’ah menjadi
berkembang pesat. Adapun tokoh pada aliran ini adalah Nurruddin Ar Raniri
yang mana tokoh ini berhasil menuliskan sejarah Aceh dengan judul
Bustanussalatin. Selain daalam bidang sosialnya, dalam bidang budaya dapat
diketahui dengan adanya Bangunan Masjid peninggalan Sultan Iskandar Muda
sebagai bukti. Di dalamnya ada bangunan masjid Baiturrohman.

Runtuhnya Kerajaan Aceh


Karena kewalahan mengalahkan dan menakluki Aceh, maka pemerintah
Hindia-Belanda mempelajari terlebih dahulu masyarakat aceh dengan mengirim
Dr. Christian Snougck Hurgronje ( seorang antropolog ) dengan menyusup
berpura-pura untuk masuk pada agama islam dan tatkala itu beliau diterima
dengan baik oleh masyarakat Aceh. Setelah beliau masuk islam, beliau
mendapatkan kepercayaan dari para pemimpin Aceh dan tatkala itu pula beliau
mulai mengetahui apa saja kelemahan dari masyarakat Aceh. Kemudian beliau
menyarankan kepada Belanda untuk menyerang para Ulama’ karena kekuatan
masyarakat Aceh terletak pada para Ulama’.
Kemudian Belanda melakukan serangan dan alhasil, serangan itu
membuahkan hasil, Belanda dapat menguasai Aceh. Setelah Aceh dikuasai oleh
Belanda, kemudian Dr. Christian Snougck Hurgronje diangkat sebagai gubernur
Aceh pada tahun 1898 yang mana pada saat itu, sebagian besar wilayah Aceh
telah dikuasai oleh Belanda.
Pada saat anak dan ibunya Sultan Muhammad Dawud ditangkap oleh Belanda,
maka pada tahun 1093 Sultan Muhammad Dawud menyerahkan diri kepada Belanda.
Sehingga pada tahun 1904 runtuhlah kesultanan Aceh ditandai dengan jatuhnya
semua wilayah Aceh ke tangan Belanda pada saat itu.

Peninggalan Kerajaan Aceh


Setelah kerajaan Aceh runtuh, ada beberapa peninggalan kerajaan Aceh yang
masih tersisa, diantaranya :
1. Masjid Baiturrahman
Masjid Baiturrahman merupakan masjid peninggalan kerajaan Aceh yang
dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda tahun 1612 Masehi.
Masjid ini pernah di Bakar oleh Belanda pada saat agresi militer Belanda
yang ke dua.
2. Taman Sari Gunongan
Taman sari gunongan adalah taman yang dibangun pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda yang mana taman ini dibangun sebagai hadiah untuk
putrid Boyongan di kerajaan Pahang yang mana putri ini merupakan putri yang
sangat dikagumi oleh Sultan Iskandar Muda.
3. Masjid Indra Puri
Masjid Indra Puri merupakan Masjid tua yang mana diketahui bahwa
dahulunya masjid ini merupakan benteng Hindu yang menguasai tanah Aceh.
Setelah islam masuk, sekitar tahun 1300 masehi benteng ini dialihfungsikan
menjadi masjid.
4. Benteng Indra Prata
Benteng Indra Prata merupakan peninggalan kerajaan Aceh yang terletak
di pesisir pantai Aceh. Benteng ini merupakan benteng yang fungsinya sangat
vital bagi pertahanan laut sehingga masih dijaga keasliannya oleh Sultan
Iskandar Muda hingga sekarang.
5. Pinto Khop
Pinto khop merupakan bangunan peninggalan kerajaan Aceh yang mana pada
saat itu berfungsi sebagai pintu masuk untuk menuju ke taman Putroe Phang.
Adapun yang unik pada bangunan ini adalah bentuk atapnya yang menyerupai
kubah.
Itulah beberapa peninggalan kerajaan Aceh dan masih banyak lagi
peninggalan-peninggalannya.

Anda mungkin juga menyukai