Panduan Penggunaan Liturgi
Panduan Penggunaan Liturgi
I. PENGANTAR
Liturgi (Agendre) yang dipakai oleh BNKP merupakan warisan misionaris yang disusun
menurut liturgi yang dikenal di Jerman pada abad 19. Namun penting diketahui bahwa
gereja-gereja di Jerman telah lama dan berulang-ulang membaharui Liturginya. Memang
BNKP pernah merevisi Liturgi, namun hanya bersifat teknis, dan belum disusun menurut
liturgi Gereja Lutheran, padahal BNKP telah menentukan identitas sebagai Gereja
Lutheran dan anggota Lutheran World Federation (LWF). Oleh karenanya pada Rapat
Kerja Pendeta dan Persidangan Majelis Sinode BNKP terus menerus menggumuli dan
akhirnya diputuskan untuk melakukan pembaharuan Liturgi dan menyusunnya baik
dalam Bahasa Nias (dan Pulau-Pulau Batu), maupun Bahasa Indonesia.
Melalui pembahasan yang panjang dan mendalam tentang pembaharuan Liturgi BNKP,
maka disepakati ada 3 (tiga) model liturgi yang disusun dan dipakai di BNKP, yakni:
Liturgi menurut Gereja Lutheran, demikian juga liturgi kontemporer yang disebut dengan
“Liturgi Kreatif”; serta liturgi yang mengadaptasi unsur-unsur kebudayaan Nias, yang
disebut dengan “Liturgi Kontekstual”. Inilah hasil keputusan Persidangan Majelis Sinode
BNKP sejak tahun 2007 di Telukdalam, dan terakhir tahun 2015 di Padang.
Bertolak dari keputusan Persidangan Majelis Sinode seperti dikemukakan di atas, maka
disusunlah Liturgi (Agendre) BNKP dalam bingkai Lutheran, baik dalam Bahasa Nias
maupun dalam Bahasa Indonesia. Liturgi (Agendre) inilah yang digunakan di BNKP
mulai 1 Januari 2016. Agar warga jemaat maupun pelayan dapat memahami liturgi baru
ini, maka dengan ini disusun panduan menyangkut pemahaman arti dan makna unsur-
unsur liturgi, penatataan interior gereja, dan penjelasan tentang kain dan warna liturgi,
termasuk jubah dan stola.
Bertolak dari pemahaman ibadah tersebut, maka dalam liturgi Lutheran terdapat
perjumpaan dan dialog antara “Tuhan” dengan “umat-Nya”. Tuhan yang memanggil dan
menghimpun, Tuhan yang mengampuni, Tuhan yang berfirman, Tuhan berkarya melalui
Sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus, Tuhan yang mengutus dan memberkati. Pada
pihak lain, umat menyambut panggilan dan pelayanan Allah dengan:
Dengan pemahaman ibadah sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka ada 6 (enam)
point dalam Liturgi BNKP yang baru ini, yang mengalami perubahan:
Pertama, Panggilan dan Salam. Pada bagian ini telah dipindahkan dari Pengakuan Dosa
ungkapan “Tuhan Allah beserta saudara-saudara” – “Roh-Nya menyertai saudara” –
menjadi unsur salam, karena sesungguhnya ungkapan tersebut merupakan “salam rasuli”.
Kedua, Votum mengalami perubahan, yakni ditambahnya unsur introitus (Firman
pembukaan yang sesuai dengan Tahun Gerejawi) dan Doa pembukaan.
Ketiga, Persembahan. Pada liturgi (Agendre) yang lama ada 3 (tiga) kali pelaksanaan
pengumpulan persembahan, yakni sebelum khotbah; sesudah khotbah dan sebelum doa
syafaat. Pada Liturgi baru ini, hanya ada satu kali waktu pengumpulan persembahan,
walaupun jumlah kantong persembahan yang diedarkan tetap sama, yakni 3 (tiga)
kantong atau lebih. Di sini ada pengantar Firman Tuhan, ada nyanyian yang menghantar
persembahan, serta doa persembahan.
Keempat, Pengakuan Iman Rasuli. Dilaksanakan setelah khotbah, sebagai sambutan umat
atas Sabda Tuhan yang didengarnya.
Kelima, Doa Bapa Kami. Seturut dengan dilaksanakannya Revisi Sura Ni’amoni’ö, maka
yang dimuat dalam Liturgi ini adalah hasil revisi yang telah dilakukan oleh Tim Lembaga
Alkitab Indonesia bersama gereja-gereja anggota PGI di Kepulauan Nias.
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Keenam, Pengutusan, yakni adanya ungkapan pengutusan umat untuk beribadah dalam
kehidupan sehari-hari, dan kemudian berkat (howuhowu).
Agar para pelayan dan segenap warga jemaat memahami arti dan makna unsur-unsur
liturgi tersebut, maka dalam panduan ini diuraikan unsur-unsur liturgi dan teknis
pelaksanaannya.
1
Dalam prosesi dapat berbaris satu, dan juga bisa berbaris 2. Bila berbaris dua, maka bagian depan adalah
pembawa Salib dan Alkitab, kemudian pembawa lilin, dan diikuti oleh para pelayan.
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
e. Penting dipahami bahwa yang memanggil umat, bukanlah manusia, melainkan
Allah Tri-Tunggal. Itulah sebabnya “Salam” disampaikan atas nama-Nya dan bukan
atas nama “majelis jemaat”. Rumusan panggilan dan salam ini telah dimuat dalam
liturgi yang dilakukan secara responsoria. Para pelayan perlu mensosialisasikannya
kepada warga jemaat sesuai dengan liturgi yang telah disusun.
2. NYANYIAN
Setelah salam, maka umat diundang untuk datang dihadapan Tuhan dengan sorak-sorai
melalui nyanyian, memuji dan mensyukuri anugerah Tuhan. Ini sesuai dengan
Mazmur 100:4 “Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke
dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-
Nya!”
3. VOTUM/INTROITUS/DOA
a) Ibadah bukanlah seperti pertemuan biasa atau rapat akbar, dan juga bukan seperti
upacara adat-istiadat, atau pertemuan pemerintahan. Ibadah adalah persekutuan
umat dengan Tuhan dan sesama, dimana Allah berkarya dan umat menyambut-Nya.
Allah melayani, umat bersyukur dan menyembah. Itulah sebabnya umat datang dan
berhimpun hanya di dalam nama Allah Tri-Tunggal.
b) Votum ini adalah suatu penyataan dan peneguhan bahwa perhimpunan umat adalah
persekutuan anak-anak Tuhan, yang datang ke hadapan Tuhan untuk beribadah.
Oleh karenanya, baik pada ibadah minggu, maupun pada persekutuan doa atau
penelaahan Alkitab, wajiblah meneguhkan persekutuan di dalam nama Allah Tri-
Tunggal dengan menggunakan votum.
c) Sikap umat ketika liturgos mengungkapkan votum atau persekutuan di dalam nama
Allah Tri-Tunggal adalah mengaminkan (Amin atau Yaduhu).
d) Setelah votum, dilanjutkan dengan Firman Tuhan yang disebut dengan “introitus”.
Firman Tuhan yang dibaca di sini merujuk dan sesuai dengan nama minggu
menurut Tahun Gerejani. Tujuannya adalah supaya umat memahami nama minggu
pada pelaksanaan ibadah tersebut, baik nama minggu biasa maupun hari-hari raya
Gerejani. Sambutan terhadap firman introitus ini adalah dengan bernyanyi:
HALELUYA, atau HOSIANA, atau MARANATA – sesuai dengan minggu
menurut Tahun Gerejani. Penting diketahui bahwa Firman Tuhan dalam introitus ini
terdiri dari beberapa ayat yang disusun menurut Tahun Gerejani. Liturgos dapat
memilih salah satu dari introitus tersebut sebagaimana pada lampiran-I Liturgi ini.
e) Setelah nyanyian, maka dilanjutkan sambutan umat dengan doa, yang juga disusun
menurut Tahun Gerejani (Lihat lampiran-II).
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
f) Dalam pelaksanaan unsur “Votum/Introitus/Doa”, jemaat diundang berdiri dan
kembali duduk setelah doa.
g) Pelaksana votum adalah Liturgos (Satua Niha Keriso, Guru Jemaat, Pendeta atau
pelayan lainnya yang telah diordinasi/ditahbis atau diteguhkan untuk jabatan
pelayan tersebut). Apabila yang melayani sebagai Liturgos bukan unsur pelayan,
tetapi dipimpin oleh non-pelayan (misalnya dari unsur komisi atau warga) terutama
pada Ibadah Kreatif (atau yang dikenal dengan ibadah semi KKR selama ini), maka
votum dilaksanakan oleh pengkhotbah.
2
Lihat lampiran-III rumusan doa pengakuan dosa.
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
(1-2 menit) pada unsur Doa Pengakuan Dosa, melainkan dilaksanakan pada liturgi
Perjamuan Kudus.
c) Hendaknya umat mengikuti dalam hati masing-masing doa pengakuan dosa
tersebut, dan menyanyikan dengan sungguh nyanyian “Tuhan Kasihani” (KJ. No 42
atau KJ. No. 39:1 atau KJ.No. 29).
d) Bertolak dari 1 Yohanes 1:9 yang berkata: “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia
adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan
menyucikan kita dari segala kejahatan.” – maka Pelayan Ibadah (Liturgos)
menyampaikan “berita pengampunan dosa”3. Tuhan telah membenarkan dan
mendamaikan kita melalui Yesus Kristus, sehingga kita beroleh pembenaran dan
pendamaian. Oleh karenanya, kita juga terpanggil mewujudkan damai dengan
sesama.
e) Umat menyambut berita pengampunan dosa tersebut dengan nyanyian Malaikat
dalam Lukas 2:14: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Mahatinggi, dan damai
sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Nyanyian ini
diungkapan dengan responsoria. Liturgos berkata: “Kemuliaan bagi Allah di tempat
yang Mahatinggi”, dan umat melanjutkan dengan mengatakan: “…dan damai
sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”
f) Sikap umat pada Doa Pengakuan ini adalah berdiri. Dalam tradisi gereja lain
(terutama Katolik Roma dan aliran lainnya) sikap umat adalah duduk atau berlutut.
Tetapi BNKP tetap mempertahankan tradisi yang telah dimulai pada masa
misionaris, yang mengadopsi tradisi Nias dahulu, di mana seseorang yang bersalah
mengaku kesalahan di hadapan Salaŵa dan Ere serta para aparat pemerintahan
dengan sikap bediri. Tradisi yang diwarisi misionaris inilah yang diikuti di BNKP
hingga kini. Tetapi perlu dipahami bahwa yang paling penting adalah kerendahan
hati mengaku dosa di hadapan Tuhan dan memohon pengampunan dari Tuhan.
3
Lihat lampiran-IV untuk perikop lain sesuai Tahun Gerejani.
4
Ada tiga cara umat menyambut pembacaan Firman Tuhan sebelum khotbah yaitu: 1). Sakramen Baptisan; 2).
Pengumpulan persembahan; 3). Koor dan Vokal Group.
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
b) Dalam Liturgi lama, Sabda Tuhan disambut dengan nyanyian “HALELUYA….”,
tetapi pada Liturgi yang baru, berhubung HALELUYA telah dinyanyikan
menyambut Votum, maka sambutan umat untuk Firman Tuhan adalah dengan
mengatakan: Amin.
7. SAKRAMEN BAPTISAN
1) Karya penebusan dan penyelamatan Allah bagi dunia disambut dengan iman
percaya kepada Yesus Kristus. Salah satu bukti iman adalah membawa anak yang
telah dipercayakan Tuhan pada umat-Nya untuk menjadi anggota keluarga Allah,
karena anak-anak itu dikasihi oleh Tuhan, dan bagi merekalah janji keselamatan
Allah itu. Inilah yang dilaksanakan pada Sakramen Baptisan. Penting diperhatikan
bahwa dalam Liturgi Sakramen Baptisan, ada pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan kepada orangtua, dan sebelum itu orangtua bersama seluruh jemaat
mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli. Oleh karenanya tidak lagi diulangi sesudah
khotbah. Tetapi bila tidak ada Sakramen Baptisan, maka Pengakuan Iman
dilaksanakan sesudah khotbah sebagai sambutan atas pemberitaan Firman Tuhan.
2) Pelaksanaan Liturgi Sakramen Baptisan adalah di belakang meja Altar, tetapi
ketika pelaksanaan baptisan, maka pendeta datang di depan meja Altar untuk
melaksanakan pembaptisan.
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
1) Para kolektan mengedarkan kantong persembahan kepada warga jemaat,
dengan cara bertahap. Diedarkan perkantong persembahan dengan tujuan agar
ada kesempatan kepada warga jemaat untuk memberi persembahannya baik
yang pertama maupun kedua dan seterusnya.
2) Cara lain adalah warga jemaat diberi kesempatan untuk datang ke depan
menyampaikan persembahannya di tempat yang telah disediakan (menurut
jenis atau banyaknya persembahan).
3) Dapat juga dengan cara gabungan, khususnya bila ada persembahan
persepuluhan atau pembangunan dan diakonia. Caranya ialah kolektan
mengedarkan kantong persembahan pertama hingga ketiga secara bertahap;
kemudian deretan bangku/tempat yang telah memberi persembahannya datang
ke depan memberi persembahan persepuluhan atau pembangunan atau
diakonia (sesuai program jemaat).
8.1.3. Tata cara pelaksanaan liturgi pada pengumpulan atau penyampaian persembahan
ini, sebagai berikut:
1) Telah tersedia meja/tempat persembahan di depan, di tempat paduan suara
selama ini, yang ditempatkan berhadapan/simetris dengan meja altar.
2) Acara dipimpin oleh Liturgos dengan berkata: “Sekarang diberi kesempatan
kepada jemaat memberikan persembahan yang pertama, kedua dan ketiga,
kepada Tuhan dengan mengingat Firman Tuhan yang mengatakan :
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
a. Pada saat menyanyikan lagu “YA’E ZUMANGE”, maka para petugas atau
kolektan serentak melangkah dari belakang ke depan dengan mengikuti
irama lagu “YA’E ZUMANGE” untuk membawa di tempat yang telah
disediakan. Dan ketika para kolektan hampir tiba di depan, pengkhotbah
menuju belakang meja persembahan untuk menerima persembahan jemaat
dari para kolektan.
b. Setelah kolektan tiba di depan, salah seorang dari antara mereka berdoa
mewakili umat menyampaikan persembahan kepada Tuhan, kemudian
menyerahkan kepada pengkhotbah dan pengkhotbah yang meletakkan di
atas meja/tempat persembahan, dan seterusnya mempersilahkan jemaat
duduk kembali.
5) Apabila cara yang ditempuh dengan warga jemaat datang ke depan
menyampaikan persembahan, maka teknisnya sebagai berikut:
a. Telah disediakan tempat persembahan menurut jenis atau jumlah
persembahan yang telah diprogramkan.
b. BPMJ telah menentukan personil petugas persembahan yang datang ke
depan dan berdoa setelah selesai penyampaikan persembahan.
c. Umat datang memberi persembahan ke depan pada saat mulai
dinyanyikan: “YA’E ZUMANGE”.
d. Setelah selesai menyampaikan persembahan, Liturgos mengundang jemaat
bangkit berdiri dan petugas datang ke depan (menurut jumlah dan jenis
persembahan) mengambil/mengangkat (bila berupa kerangjang) setinggi
dada, lalu salah seorang diantara petugas atau kolektan berdoa.
e. Setelah selesai berdoa, maka pengkhotbah menerima persembahan tersebut
dan menaruhnya di tempat yang telah disediakan, barulah petugas kembali
ke tempat dan Liturgos mempersilahkan jemaat duduk kembali.
6) Penting diperhatikan: Apabila ada persembahan persepuluhan, maka setelah
petugas berdoa, lalu pengkhotbah menerima tempat persepuluhan tersebut dari
petugas, lalu pengkhotbah berkata: “Bawalah seluruh persembahan
persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN
semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap
langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. Aku
akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya
hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah
bagimu, firman TUHAN semesta alam.”
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
Kemudian meletakkan persembahan tersebut di tempat yang telah disediakan,
selanjutnya petugas kembali ke tempat dan liturgos mempersilahkan umat
duduk kembali.
9. KOOR/VOKAL GROUP
a) Sebagai respon kita atas Kabar Baik dan keselamatan daripada-Nya, maka kita
bersyukur dengan memuji memuliakan Tuhan, melalui Koor dan Vocal Group.
b) Ada baiknya syair dari paduan suara atau vocal group disesuaikan dengan nama
minggu atau nats khotbah pada minggu itu. Tetapi boleh juga syair lain untuk
memuliakan nama Tuhan.
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
c) Tempat pelaksanaan Koor/Vokal Group, sebaiknya di tempat duduk masing-masing
yang telah dikhususkan untuk paduan suara, atau tempat lain dengan tidak
membelakangi “Altar”, karena koor/vocal group adalah sambutan umat atas karya
penyelamatan Tuhan bagi umat-Nya. Koor/Vocal Group adalah pujian untuk
memuliakan Tuhan. Penting dipahami bahwa bagi Gereja Lutheran, segenap
pelayanan Tuhan bagi umat-Nya melalui para hamba-Nya (seperti Panggilan
beribadah, Penyampaian Berita Pengampunan Dosa, Pembacaan Firman, pelayanan
Sakramen, Penahbisan, Pemberitaan Firman, Pengutusan dan Berkat) dilaksanakan
di Altar, yang adalah simbol kehadiran Allah. Sebaliknya seluruh sambutan umat
(Doa, Pujian baik nyanyian bersama maupun paduan suara, Persembahan, Ikrar
menyambut Firman Tuhan dengan Pengakuan Iman Rasuli, sambutan pengutusan
dan berkat) dilaksanakan ditempat umat berada.
d) Liturgos atau Pengkhotbah sebaiknya tidak ikut paduan suara/vocal group, agar
tidak meninggalkan mimbar/altar, sebab pada waktu itu mereka alat/pelayan yang
melaksanakan pelayanan Tuhan bagi umat-Nya.
10. NYANYIAN
Nyanyian di sini adalah persiapan umat untuk mendengarkan Firman Allah.
Nyanyian menurut perikopen atau nyanyian dari Pelengkap Kidung Jemaat No 15:1:
“KUSIAPKAN HATIKU TUHAN….”.
11. KHOTBAH
a) Sesuai ajaran Reformator, Martin Luther bahwa yang paling penting dalam setiap
persekutuan umat adalah umat merasakan karya penyelamatan dari Allah. Hal ini
terjadi apabila Pemberitaan Firman dan Sakramen dilaksanakan dengan baik dan
benar. Oleh karenanya, para pengkhotbah perlu mempersiapkan diri atas
bimbingan Roh Kudus, sehingga firman itu hidup dalam hati setiap pendengar.
b) Pada liturgi lama, pengkhotbah memulai sapaan kepada jemaat dengan
menggunakan 2 Kor 13:13. Berhubung perikop tersebut adalah termasuk berkat
dalam unsur liturgi, maka pada liturgi baru, sapaan pengkhotbah kepada jemaat
adalah Filipi 4:7: “Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan
memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” Sesudah itu langsung
pengkhotbah berkata: “kita berdoa…” untuk memohon pertolongan Roh Kudus.
c) Selesai membaca Firman Tuhan, teks khotbah sesuai perikopen, langsung
dilanjutkan dengan pemberitaan (khotbah), tidak lagi berdoa. Selesai pemberitaan
diakhiri dengan ayat hafalan, kemudian berdoa dan umat menyambut dengan
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
nyanyian: “KAMI TELAH DENGAR FIRMAN-MU”, atau “DI HATI KAMI
TUHAN….”
15. NYANYIAN.
a) Nyanyian jemaat pada bagian ini adalah yang menghantar jemaat pada Doa
Syafaat, Pengutusan dan Berkat.
b) Apabila dilaksanakan Perjamuan Kudus, maka nyanyian ditiadakan di bagian ini,
melainkan langsung pada Liturgi Sakramen Perjamuan Kudus hingga akhir
ibadah.
c. Pengutusan.
Seusai Doa Bapa Kami, dilanjutkan dengan ungkapan pengutusan. Apa
maksudnya? Pengutusan didasarkan pada pemahaman bahwa ibadah tidak hanya
ibadah minggu, tetapi juga ibadah sepanjang minggu dalam kehidupan sehari-hari,
kapan dan dimanapun berada. Itulah sebabnya sebelum menyampaikan berkat,
pengkhotbah menyampaikan pengutusan. Rumusan pengutusan ini ada dalam
liturgi, tetapi bisa juga dirumuskan dari inti khotbah oleh pengkhotbah.
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
d. Berkat.
Untuk kembali ke kehidupan sehari-hari sebagai umat Tuhan, kita tidak perlu
takut karena Yesus yang senantiasa beserta kita setiap saat, seperti janji-Nya
dalam Matius 28:20 : “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman.” Oleh karenanya, Tuhan melalui hamba-Nya memberi kita
berkat, yaitu “Berkat Imam Harun” dalam Bilangan 6:24-26 atau berkat dalam 2
Korintus 13:13. Ada dua cara pelaksanaan berkat:
Berkat yang disampaikan. Ini hanya dilaksanakan oleh pelayan yang
melaksanakan sakramen (pendeta). Sehingga ia berkata: “Tuhan memberkati
engkau……” atau “Anugerah Tuhan Yesus Kristus, Kasih setia Allah Bapa,
dan persekutuan dengan Roh Kudus, kiranya beserta saudara-saudara
sekalian.” Amin.
Berkat yang didoakan. Ini digunakan oleh pengkhotbah yang bukan
pelaksana sakramen (non-pendeta). Sehingga rumusannya: “Tuhan memberkati
kita….” Atau “Anugerah Tuhan Yesus Kristus, Kasih setia Allah Bapa, dan
persekutuan dengan Roh Kudus, kiranya beserta kita sekalian.” Amin.
Sikap warga jemaat pada waktu berkat disampaikan/didoakan adalah seperti
berdoa, melipat tangan, tetapi membuka hati dengan sungguh-sungguh
menyambut berkat Allah. Kita tidak bersikap seperti aliran lain yang
menengadah menyambut berkat. Karena yang paling penting adalah membuka
hati untuk berkat Allah.
[Penting dimengerti dan dihayati bahwa bukan pendeta atau pengkhotbah
sumber berkat, melainkan bersumber dari Allah. Pendeta atau pengkhotbah
hanya yang menyampaikan dan mendoakan.]
Umat menyambut pengutusan dan berkat ini dengan nyanyian sebagaimana
telah disusun dalam liturgi.
e. Penting diingat. Tuhan yang memberkati umat-Nya, sedangkan pendeta atau
pengkhotbah hanya sebagai alat. Itu sebabnya tempat penyampaian berkat adalah
di depan meja altar.
17. Penutup.
Seusai berkat, disambut dengan nyanyian sesuai perikopen, lalu menyampaikan
salam “Syalom”, kemudian umat duduk untuk bersaat teduh sejenak. Sementara itu
para pelayan ibadah menuju pintu keluar/pintu utama untuk bersalaman dengan
warga jemaat. Tujuannya adalah untuk mempererat persekutuan, tetapi juga untuk
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15
mengenal siapa yang berhalangan datang pada ibadah minggu, sehingga pelayan
dapat melaksanakan kunjungan dan pelayanan pastoral di tempat warga jemaat
masing-masing.
Penataan interior gedung gereja berbeda dengan penataan ruangan atau gedung biasa
(gedung pertemuan), atau bioskop, atau kantor, atau tempat pesta. Penting disadari bahwa
gedung gereja adalah “Rumah Tuhan”, “Rumah Doa”, tempat umat berhimpun,
bersekutu, yang adalah anggota tubuh Kristus. Yesus adalah kepala gereja-Nya. Oleh
karena gedung gereja adalah “Rumah Tuhan” tempat ibadah, maka perlu ditata sesuai
prinsip teologi Gereja Lutheran.
1) Gedung Gereja, adalah tempat persekutuan umat di dalam Yesus Kristus, satu tubuh,
yang berhimpun di masing-masing jemaat-jemaat, dan yang datang dihadapan Tuhan
untuk beribadah. Untuk itu, dalam menata interior gereja, penting diperhatikan hal-hal
berikut:
a. Tataan tempat dalam gereja hendaknya dilakukan dengan prinsip untuk
meningkatkan dan mengokohkan persekutuan sebagai tubuh Kristus. Tempat
duduk umat hendaknya tidak memunculkan pembedaan karena jabatan, ketenaran,
kekayaan, atau pembedaan karena kampung, suku atau bahasa. Dihindari penataan
tempat duduk yang diskriminatif karena seluruh umat sama di hadapan Tuhan.
Jadi tidak tepat kalau ada tempat duduk yang dikhususkan (dadaoma nifohu)
dalam gereja.
b. Tempat ditata dengan prinsip bahwa umat datang di hadapan Tuhan yang Kudus.
Berhimpun dan bersekutu menghadap untuk memuji memuliakan Tuhan, dan
mendengarkan sabda-Nya.
2) Gedung gereja adalah “Bait Allah”, tempat kediaman-Nya (Mazmur 84), dan oleh
karenanya penting menata simbol kehadiran Tuhan dalam gereja. Itulah sebabnya
ditempatkan “Meja Altar” yang diatasnya ada simbol kehadiran Tuhan, yakni salib dan
Alkitab (atau dengan lilin menyimbolkan terang). Sehingga tampak simbol kehadiran
Tuhan. Penting diingat bahwa dalam Perjanjian Lama ada meja altar yang disebut
mezbah sebagai tempat korban bakaran, korban penghapus dosa. Tetapi di dalam
Yesus Kristus, kita tidak lagi mempersembahkan korban bakaran, karena Yesus telah
menggantikan semua, menjadi korban di atas kayu salib, sekali untuk selamanya. Salib
adalah simbol Kristus yang telah mati disalibkan untuk menebus dan mendamaikan
manusia dengan Allah. Selain salib dan Alkitab juga ditempatkan di atas meja altar,
dan juga peralatan perjamuan kudus, dan lilin.
Dengan pemahaman tersebut di atas, maka tempat duduk para pelayan tidak lagi di
belakang meja Altar, sebaiknya di bawah (kiri atau kanan), sebab pengkhotbah dan
16
16
16
16
16
16
16
16
16
16
16
liturgos hanya abdi sabda, hamba yang dipanggil dan dipercayakan Allah menjadi
pelayan-Nya.
3) Dalam gereja, umat berhimpun untuk mendengarkan sabda Allah. Itulah sebabnya
diadakan mimbar, tempat pemberitaan Firman. Bagi Gereja Lutheran, pusat ibadah
adalah Firman, oleh karenanya dalam perhimpunan atau persekutuan umat Tuhan,
Firman harus diberitakan. Penting diketahui:
a. Pola dasar (design) dari pembuatan mimbar adalah “cawan” atau “Alkitab”.
b. Mimbar ditempatkan di Altar, di tempat yang dapat dilihat oleh seluruh umat yang
beribadah. Posisinya ialah meja altar ditempatkan di tengah, dan mimbar
pemberitaan Firman ditempatkan di sebelah kanan jemaat, sedangkan mimbar
kecil (tempat pelayanan liturgos) di sebelah kiri jemaat.
5) Dalam ibadah kepada Tuhan, umat menyatakan syukur dan persembahan, maka
disediakan tempat/meja persembahan. Ditempatkan di depan bagian tengah (tempat
paduan suara selama ini).
6) Dalam ibadah ada nyanyian untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Maka perlu
disediakan tempat peralatan musik dan prokantor. Bisa sebelah kanan atau kiri depan
dan sebaiknya tidak jauh dari tempat liturgos.
8
Warna kain meja altar, mimbar (antependium) dan stola pelayan disesuaikakan dengan nama minggu menurut
Tahun Gerejani.
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
- Natal s/d Epifani (6 Januari)
terang, cahaya lilin, warna - Kamis Putih
bagi peran malaikat Allah, - Paskah
para kudus dan warna bagi - Kenaikan Tuhan Yesus s/d minggu
Kristus yang dimuliakan. sebelum Pentakosta
Warna yang melambangkan - Baptisan dan Perjamuan Kudus
kekudusan dan kebersihan. (apabila pelaksanaan sakramen baptisan dan
perjamuan kudus dalam ibadah minggu yang
waktunya tidak menggunakan warna putih,
maka tidak perlu diganti. Diikuti warna kain
menurut tahun gereja. Tetapi apabila
dilaksanakan di luar ibadah minggu, maka
sebaiknya digunakan warna putih).
Ungu Adalah warna tergelap dalam Digunakan pada masa 40 hari sebelum
(violet) warna gerejawi yang Paskah (Minggu sengsara) dan masa-masa
menunjukan penyesalan dan menjelang Natal (Minggu Advent).
pertobatan yang sunggu-
sungguh.
Digunakan pada:
Merah Adalah warna api. Lambang - Perayaan Pentakosta.
Roh Kudus yang penuh - Penahbisan Gedung Gereja
kekuatan. - Peneguhan Sidi
- Ordinasi/ Penahbisan Pelayan
Merah adalah juga warna - Ibadah Misi dan Reformasi
darah sebagai tanda kesetiaan - Pengutusan Penginjil
hingga akhir hayat, dan tanda - Hari-hari raya Ekumenis.
keteguhan dalam iman (bnd
ungkapan: “berapi-api”)
18
18
18
18
18
18
18
18
18
18
18
Hitam Lambang keputusasaan dan Digunakan pada ibadah Rabu Abu, dan
duka Jumat Agung atau ibadah yang berkaitan
dengan Kedukaan
Seiring dengan liturgi baru, maka dalam sidang BPMS diputuskan tentang Toga
(jubah) dan Stola yaitu sebagaimana tabel berikut ini:
Perlu dijelaskan bahwa pemakaian Jubah berwarna putih keemasan adalah pada
Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus, Misi – Reformasi, Natal, Tahun Baru dan pada
pelaksanaan Sakramen Baptisan, Sakramen Perjamuan Kudus dan Peneguhan Sidi.
Selain itu, untuk tujuan pelayanan, kesederhanaan dan integritas, maka pakaian ada
pakaian pelayanan pendeta yang menggunakan “clerical collar” dengan warna hitam
dan abu-abu. Segenap pelayanan yang dilaksanakan di luar kebaktian minggu atau di
luar acara sakramen atau upacara gerejawi, sebaiknya mengenakan pakaian pelayanan.
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
- Ibadah misi dan reformasi
- Pengutusan pengijil
- Hari-hari raya ekumenis.
Digunakan pada:
Hitam Digunakan pada ibadah Jumat Agung atau ibadah yang berkaitan
dengan Kedukaan
Saiapa yang memakai ‘stola’? Semua pelayan ibadah, seperti pengkhotbah, Liturgos,
kolektan dan penerima tamu. Apabila jemaat tersebut tidak dapat melengkapi stola
dalam jumlah banyak, maka cukup pengkhotbah dan liturgos.
Catatan: Contoh dari Kain untuk meja altar dan mimbar serta stola akan dikeluarkan
dari kantor sinode sebagai pedoman.
V. PENUTUP
Demikianlah penjelasan tentang dasar penyusunan liturgyi baru, serta penjelasan unsur-
unsur liturgi dan teknis pelaksanaanya, termasuk tata interior dan penggunaan kain
liturgi, Toga/Jubah dan Stola. Diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan
liturgi BNKP. Dengan semangat Visi “Teguh dalam persekutuan”, marilah kita gunakan
liturgi baru ini untuk mengokohkan umat dalam iman, serta demi kemuliaan Tuhan.
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21