Anda di halaman 1dari 8

STANDARISASI OBAT TRADISIONAL SIMPLISIA EKSTRAK RIMPANG

TEMU KUNCI (BOESENBERGIAE PANDURATA, Roxb)

Disusun Oleh:

Maya Sinta Maharani 12022040

Mata Kuliah:

Herbal Medicine

Dosen Pengampu:

Meiliza Ekayanti, M.Si

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRIMA INDONESIA
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestarikan dan
dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk
meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi, dan penggunaan obat tradisional di
indonesia memperlihatkan kecenderungan terus meningkat, baik jenis maupun
volumenya. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat
tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industri obat tradisional,
penjaja atau penyeduh obat tradisional atau jamu. Bersama itu pemanfaatan obat
tradisional dalam pelayanan kesehatan formal juga terus digalakkan melalui berbagai
kegiatan uji klinik ke arah perkembangan fitofarmaka (Ditjen POM, 1999).

Pada dasarnya pembuatan obat tradisional memiliki prinsip yang sama dengan
pembuatan obat sintetik pada umumnya. Hanya saja pada obat tradisional bahan baku
(raw material) yang berupa simplisia ataupun ekstrak perlu mendapatkan perhatian
yang lebih pada prosesnya. Pada proses pembuatan obat tradisional, simplisia atau
ekstrak yang digunakan sebagai bahan bakunya harus telah memenuhi persyaratan
mutunya, baik parameter standar umum (kadar air, kadar abu, susut pengeringan dan
bobot jenis) maupun parameter standar spesifik (organoleptik, senyawa pelarut pada
pelarut tertentu, uji kandungan kimia dalam ekstrak dan penetapan kadar).
Standarisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya
dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Salah satu parameter penting
dalam standarisasi adalah profil metabolomic (metabolic profiling). Plant
metobolomic adalah parameter standarisasi yang digunakan untuk mengetahui
kandungan metabolit sekunder tanaman. Kanduangan metabolit sekunder ini
mempengaruhi efek farmakologi dari suatu tanaman, dimana kandungan kimia ini
sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah hujan,
panen. Banyaknya faktor yang mempengaruhi kandungan kimia mengakibatkan
masing-masing tanaman memiliki profil plant metabolomic yang berbeda (Hanani,
2000).
Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang
hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu artian
memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan batas-batas
stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Pengertian standarisasi juga berarti
proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak, atau produk ekstrak)
mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam
formula) terlebih dahulu.

Di era modern ini, obat tradisonal atau obat herbal masih banyak diminati oleh
masyarakat. Hal ini dikarenakan obat herbal yang berasal dari bahan alam khasiatnya
yang tidak kalah dengan obat kimia dengan buatan pabrik.

Temu Kunci (Boesenbergiae Pandurata) adalah tanaman rempah asli dari Asia yang
beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat untuk obat tradisional karena
kandungan didalamnya yang bervariasi, antara lain minyak atsiri, saponin, flavonoid
pinostrolein, dan lain-lain. Khasiat temu kunci diketahui dapat digunakan sebagai obat
batuk, penambah nafsu makan, sebagai obat gatal, obat sakit perut, dan ramuan herbal
lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Standarisasi Obat Tradisional


Obat tradisional sudah sangat pesat perkembangannya di indonesia. Peredaran obat
tradisional di indonesia harus memenuhi persyaratan dan aturan yang telah ditetapkan
dalam KEMENKES No. 661/MENKES/SK/VII/1994. berdasarkan aturan tersebut,
maka sangat penting untuk melakukan suatu prosedur yaitu Standarisasi Obat
Tradisional.

Standarisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu persyaratan yang
dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik.
Dalam upaya standarisasi tersebut perlu ditentukan persyaratan standar yang
diharuskan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pada pelaksanaan
standarisasi perlu juga dilakukan dengan berbagai macam metode (pengujian
multifaktorial). Standarisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah sulit
bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui secara pasti. Standarisasi dapat
didasarkan atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas dasar senyawa
karakter (bila senyawa aktif belum diketahui secara pasti). Bila digunakan senyawa
karakter pada upaya standarisasi, maka dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat
membantu menentukan kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai
haruslah spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti.
Standarisasi dapat dilakukan secara fisika, kimia, maupun biologi.

2. Acuan Standarisasi
Acuan standarisasi berpacu pada diantaranya standar pemilihan bahan baku, standar
pengawasan, produk (mutu,aman,kualitas), persaingan pasar, dan evaluasi produk.
Standarisasi bahan baku harus melewati validasi terlebih dahulu. Validasi merupakan
suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses,
prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi dan pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan
secara konsisten.

3. Parameter Mutu
Parameter mutu dibagi menjadi dua yaitu parameter non spesifik dan parameter
spesifik.

Tabel 1 Parameter Mutu

3.1 Parameter Spesifik


Parameter spesifik pada Rimpang Temu Kunci (Boesenbergiae Pandurata).
1. Identitas
A. Nama Ekstrak : Esktrak Rimpang Temu Kunci
B. Nama Latin Tumbuhan : Boesenbergiae Pandurata, Roxb.
C. Bagian Tumbuhan yang Digunakan : Kepingan-kepingan akar tinggal
D. Nama Tumbuhan : Temu Kunci
2. Organoleptik
A. Bentuk : Akar
B. Warna : Kuning kecoklatan
C. Bau : bau khas aromatik
D. Rasa : Agak pahit menimbulkan rasa agak
tebal
3. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu
Parameter senyawa terlarut yaitu melarutkan esktrak dengan pelarut alkohol atau air.
Untuk ditentukan jumlah solute yang identik dengan jumlah senyawa kandungan
secara kromatografi. Pelarut yang digunakan dalam metode esktraksi pada Rimpang
Temu Kunci adalah etanol dengan pengikat yang digunakan adalah asam alginat.
4. Pola Kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal komponen
kandungan kimia berdasakan pola kromatogram kemudian dibandingkan dengan data
abku yang ditetapkan terlebih dahulu. Salah satu caranya yaitu dengan esktrak yang
sudah siap digunakan ditimbang kemduian dilarutkan dengan pelarut tertentu,
kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode analisis kromatografi.
5. Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
Pada tahapan ini memberikan informasi komposisi senyawa kandungan (jenis dan
kadar) dengan beberapa penerapan metode yaitu spektrofotometri, densitimetri, dan
titrimetri. Metode yang digunakan harus sudah teruji validitasnya terutama
selektivitas dan batas linearitas.
6. Kadar Kandungan Kimia Tertentu
Pada rimpang temu kunci mengandung minyak atsiri yaitu metilsinamat, kamper,
sineol, dan terpena. Selain itu rimpang temu kunci juga menagndung saponin dan
flavonoid. Salah satu potensi dari ekstrak rimpang temu kunci ini sebagai obat
antiinflamasi dengan menggunakan senyawa flavonoid sebagai senyawa utama dalam
ekstrak ini.

3.2 Parameter Non Spesifik


A. Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105ºC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam
persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan
sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air berada di
atmosfer/lingkungan udara terbuka. Tujuannya yaitu memberikan Batasan maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
B. Bobot Jenis
Parameter bobot jenis yaitu masa persatuan volume pada suhu kamar tertentu (25ºC)
yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat lainnya. Tujuannya yaitu
memberikan batasan tentang besarnya massa per satuan volume yang merupakan
parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat
dituang.
C. Kadar Air
Parameter kadar air yaitu pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan,
dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau gravimetri.
Tujuannya yaitu memberikan batasan maksimal atau rentang tentang besarnya
kandungan air di dalam bahan.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut,
yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
2. Standarisasi adalah sebuah alat untuk melakukan kontrol kualitas terhadap seluruh
proses pembuatan obat tradisional dari tahap  penyiapan
raw material , bahan jadi (ekstrak), proses produksi obat tradisional, dan obat
tradisional itu sendiri.
3. Tujuan dari standarisasi obat tradisional yaitu keseragama, keberadaan senyawa
aktif, kesamaan dosis, dan mencegah pemalsuan
4. Parameter-parameter dari standarisasi obat tradisional dikelompokkan menjadi dua
yaitu parameter non spesifik dan parameter spesifik.
5. Ekstrak Rimpang Temu Kunci (Boesenbergiae Pandurata) merupakan ekstrak
yang dapat di ekstraksi dengan pelarut etanol

2. Daftar Pustaka
1. https://www.academia.edu/39680778/Standarisasi_Obat_Tradisional
2. https://www.semanticscholar.org/paper/PENETAPAN-PARAMETER-
STANDAR-UMUM-DAN-SIDIK-JARI-96-Syafitri/
1bc08384bc3ffb8809d36fd6dba8625881a769b4?marketing-subscription=true
3. https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id/index.php/mpc/article/view/195/195
4. https://eprints.uny.ac.id/41805/7/2.BAB_I.PDF
5. https://www.google.co.id/books/edition/Obat_Tradisional/ulKi_nzrsmwC?
hl=id&gbpv=1&dq=obat-obat+tradisional&printsec=frontcover

Anda mungkin juga menyukai