Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Modul 1
Pengertian dan Lingkup Manajemen K3
01
FEB Manajemen S1 Tim Dosen
Abstract Kompetensi
Bab ini membahas mengenai tentang Mahasiswa memiliki kemampuan
pengertian, tujuan, lingkup dan dalam memahami tentang
sejarah manajemen K3. pentingnya K3 di dalam lingkungan
kerja.
Modul 1
Pengertian dan Ruang lingkup Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pengertian K3
Banyak ahli yang telah mendefinikan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan.
(Suma’mur, 1988) Menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi
berhubungan dengan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Demikian
pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dan berangkat dari rumah menuju tempat
kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. (Hadipoetro, 2014)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga
kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan setiap orang
yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat dipergunakan secara aman,
dan efisien. Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah
merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang
terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan
stabilitas emosi secara umum.
World Health Organization (WHO) dan International Labour Organization (ILO) juga
memberi definisi tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Menurut International Labour
Organization (ILO) kesehatan keselamatan kerja atau Occupational Safety and Health
adalah meningkatan dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan, mencegah terjadinya gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan, melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari
risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan, menempatkan dan
memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisologis dan psikologis
pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap
orang dengan tugasnya
Definisi K3 yang disampaikan oleh ILO berbeda dengan yang disampaikan oleh
Occupational Safety Health Administrasi (OSHA). Pengertian K3 menurut OSHA adalah
kesehatan dan keselamatan kerja adalah aplikasi ilmu dalam mempelajari risiko
keselamatan manusia dan properti baik dalam industri maupun bukan. Kesehatan
keselamatan kerja merupakan mulitidispilin ilmu yang terdiri atas fisika, kimia, biologi dan
ilmu perilaku dengan aplikasi pada manufaktur, transportasi, penanganan material bahaya.
Dari uraian mengenai definisi di atas, K3 dapat dirumuskan tujuan K3. Tujuan utama
pelaksanaan K3 ada dua.
• Untuk memelihara serta melindungi kesehatan dan juga keselamatan pekerja guna
meningkatkan produktifitas atau kinerja
• Untuk memastikan dan menjaga kesehatan serta keselamatan semua orang yang
berada di lingkungan kerja
• Untuk memastikan sumber produksi terpelihara secara baik dan juga bisa digunakan
dengan aman serta efisien.
Sementara itu, peraturan perundangan No. I tahun 1970 Pasal 3 tentang keselamatan kerja
ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
Jika dilihat dari tujuan, fungsi dan juga pengertian K3, ruang lingkup dari penerapan sistem
K3 bisa dikatakan cukup lengkap dan luas. Begitu juga dengan aspek-aspek yang
mendukung pelaksanaan P3. Dimana aspek ini yang bisa mempengaruhi atau menimbulkan
kecelakaan kerja.Jika aspek-aspek tersebut diatur sedemikian rupa sesuai dengan standar,
maka kecelakaan dan keselamatan kerja pun bisa lebih terjamin. Nah berikut adalah
penjelasan lengkap tentang seberapa luas ruang lingkup K3:
• Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah lokasi tempat para pekerja melakukan aktivitas kerjanya.
Kondisi lingkungan kerja seperti penerangan, ventilasi serta situasi harus memadai.
a. Jaman Pra-Sejarah. Pada jaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) manusia
yang hidup pada jaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah
untuk digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Desain
tombak dan kapak yang mereka buat umumnya mempunyai bentuk yang lebih besar
proporsinya pada mata kapak atau ujung tombak. Hal ini adalah untuk menggunakan
kapak atau tombak tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena dengan
sedikit ayunan momentum yang dihasilkan cukup besar. Desain yang mengecil pada
pegangan dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai saat
mengayunkan kapak tersebut.
Secara pasti tidak dapat diketahui kapan awal perkembangan K3 di Indonesia. Namun
demikian diyakini bahwa metode pengobatan Indoenesia asli sudah diterapkan. Untuk
menolong korban kecelakaan yang terjadi pada para petani, buruh industri atau korban
perang antar kerajaan pada masa itu. Secara ringkas sejarah K3 di Indonesia dimulai pada
masa sebelum abad 17, masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, masa
kemerdekaan, orde lama, orde baru dan orde reformasi.
• Masa sebelum abad 17 (kerajaan di Indonesia). Pada masa ini tidak diketahui secara
pasti. Namun demikian penggunaan bahan alamiah yang digunakan sebagai obat
untuk prajurit yang terluka dan pengenalan beberapa bahan toksikan alamiah untuk
senjata merupakan awal pengenalan K3.
• Masa penjajahan Belanda. Perkembangan K3 pada masa Belanda berbeda dengan
makna K3 sesungguhnya. K3 pada masa Belanda ditujukan untuk kesehatan dan
keselamatan militer Belanda, dan tidak ditujukan untuk Indonesia. Termasuk juga
beberapa produk peraturan tentang K3 yang dikeluarkan pada masa itu bertujuan
untuk memelihara peralatan, mesin dan karyawan Belanda supaya tetap sehat dan
terpelihara keselamatannya
• Masa penjajahan Jepang. Pada masa ini bisa dikatakan tidak ada perkembangan
K3.
• Masa kemerdekaan.Pada masa kemerdekaan ini ditandai dengan adanya dasar
hukum yang jelas berdirinya sebuah negara, yaitu UUD 1945. Pada pasal 27 ayat 2
‘20 Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Biro Akademik dan Pembelajaran
9 Sri Astuti Pratminingsih S.E .,M.A., P.hD http://www.widyatama.ac.id
UU yang menyebutkan bahwa ” Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ”.Ini mengandung pengertian bahwa
pekerjaan yang dilakuan harus sesui dengan norma-norma kemanusiaan, termasuk
juga adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.
• Masa Orde Lama – Orde Baru. Pada masa ini pemerintah Indonesia mulai memberi
perhatian yang lebih besar terhadap ketenagakerjaan terutama pentingnya upaya
K3. Pada tahun 1957 Departemen Perburuhan dan Jawatan Keselamatan Kerja yaitu
dengan UU No 14 Tahun 1969 Tentang Ketenagakerjaan. Kemudian pada tanggal
12 Januari 1970, lahirlah Undang-undang Keselamatan Kerja. Pada masa ini juga
berdiri beberapa lembaga yang bergerak di bidang K3 yaitu Dinas Higiene
Perusahaan dan Sanitasi Umum, dan berbagai seminar tentang Higiene perusahaan.
Dilihat dari istilah higiene yang dipakai, penekanannya lebih pada lingkungan kerja
dan kesehatan pekerja, unsur keselamatan kerja belum menonjol. Tanggung jawab
dalam pelaksanaan K3 lebih besar pada Departemen Tenaga Kerja, meskipun pada
awal tahun 2000an yaitu 2003 K3 mulai mendapat perhatian dari Departemen
Kesehatan. Mulai berkembang K3 berbasis manajemen dengan adanya Sistem
Manajemen K3.
• Era Reformasi. Pada masa ini seiring dengan semangat otonomi daerah, maka
perhatian terhadap K3 yang selama ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,
pemerintah daerah pun memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan K3. Semua
tempat kerja wajib menyelenggarakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja. K3
mulai berkembang tidak hanya di perusahaan namun juga di tempat kerja lainnya,
misalnya rumah sakit. Perkembangan K3 di dunia yang menekankan manajemen
juga banyak berkembang disini, mulai mengikuti standar internasional.
• Masa mendatang. Perkembangan K3 di dunia pada masa mendatang juga ikut
mempengaruhi di Indonesia. Implementasi K3 yang masih berorientasi pada
kepatuhan terhadap aturan, pada masa mendatang lebih menekankan pada
kesadaran berperilaku selamat dan sehat.
Peraturan K3
Pendahuluan
Salah satu upaya dlm menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja
adalah dg penerapan peraturan perundangan, antara lain melalui:Adanya ketentuan dan
syarat-syarat K3 yg selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi,
Penerapan semua ketentuan dan persyaratan K3 sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku sejak tahap rekayasa.Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui
pemeriksaan-pemeriksaan langsung tempat kerja
Sumber hukum peraturan perundang-undangan tentang K3 adalah UUD 1945 Pasal 27 ayat
(2) yang menyatakan bahwa, ”Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan”. Makna pasal tersebut sangatlah luas. Disamping menjelaskan
bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan yang layak, juga berhak
mendapatkan perlindungan terhadap K3 agar dalam melaksanakan pekerjaan tercipta kondisi
kerja yang kondusif, nyaman, sehat, dan aman serta dapat mengembangajan ketrampilan dan
kemampuannya agar dapat hidup layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) tersebut, kemudian ditetapkan UU RI No. 14 Tahun
1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketenagakerjaan. Dalam UU Pokok
Ketenagakerjaan tersebut diatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja,
yaitu:
Seiring berjalannya waktu, UU RI No. 14 Tahun 1969 tidak lagi sesuai dengan perkembangan
dan tuntutan zaman sehingga diganti dengan UU RI No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. UU tersebut mempertegas perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3
sebagaimana termaktup dalam Pasa 86 dan 87 UU RI No. 13 Tahun 2003.
A. Pasal 86
1. Ayat (1): Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; dan perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
2. Ayat (2): Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.
B. Pasal 87 Ayat (1): Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.
Aturan keselamatan kerja secara khusus sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Aturan
tersebut dikenal dengan Veiligheids Reglement (VR) Tahun 1910 (diundangkan dalam
Lembaran Negara No. 406 Tahun 1910). Undang-Undang tersebut kemudian diganti dengan
Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Safety Act) mengingat
VR sudah tidak mampu menghadapi perkembangan industri yang tidak lepas dengan
penggunaan mesin, pealatan, pesawat, instalasi dan bahan baku dalam rangka mekanisasi,
elektrifikasi, dan modernisasi untuk meningkatkan intensitas dan produktivitas kerja.
Disamping itu, pengawasan VR bersifat represif yang kurang sesuai dan tidak mendukung
perkembangan ekonomi, penggunaan sumber-sumber produksi, dan penanggulangan
kecelakaan kerja serta alam negara Indonesia yang merdeka. Penetapan UU No. 1 Tahun
1970 berdasarkan pada UU No. 14 Tahun 1969 Pasal 9 dan 10 dimana pengawasannya yang
bersifat preventif dan cakupan materinya termasuk aspek kesehatan kerja. Dengan demikian
UU No. 1 Tahun 1970 merupakan induk dari peraturan perundang-undangan K3. 4.
Tujuan dan Ruang Lingkup UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Materi UU Keselamatan Kerja lebih dominan berisi tentang hak dan atau kewajiban tenaga
kerja dan pengusaha/pengurus (manajemen) dalam melaksanakan K3. Berikut adalah pokok-
pokok materi dari UU Keselamatan Kerja.
Pasal 12
a. Hak Tenaga Kerja ditetapkan dalam Pasal 12 Huruf (d) dan (e)
• Huruf d: Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
• Huruf e: Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain
oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih
dipertanggungjawabkan.
b. Kewajiban tenaga kerja ditetapkan dalam Pasal 12 Huruf (a), (b), dan (c
• Huruf a: Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
pengawas dan atau ahli keselamatan kerja.
• Huruf b: Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan. Huruf
• c: Memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan kerja dan kesehatan
kerja yang diwajibkan
c. Kewajiban pengusaha/pengurus 1. Pasal 3 Ayat (1): Melaksanakan syarat-syarat
keselamatan kerja untuk:
• mencegah dan mengurangi kecelakaan
• mencegah, mengurangi, dan memaadmkan kebakaran
• mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
• memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu lebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya
• memberikan pertolongan pada kecelakaan
• memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
• mencagah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelebaban, debu,
kotoran, asap, gas, dan hembusan
• mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik mauun psikis,
peracunan, infeksi dan penularan
• memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
• menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup
• menyelenggarakan penyegaeab udara yang cukup
• memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
• memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara kerja, dan porses
kerjanya
• mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkat muat, perlakuan, dan
penyimpanan barang.
• Mengamankan dan memelihara segala jenis bengunan
• Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
• Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang berbahaya
kecelakaan kerja menjadi lebih tinggi
Pasal 8
a. Ayat (1): Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan
sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepadanya.
b. Ayat (2): Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada dibawah
pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh
direktur.
Pasal 9
a. Ayat 1: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang: - kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja, -
semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja, - alat-
alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan, - cara-cara dan sikap yang aman
dalam melaksanakan pekerjaannya.
b. Ayat (2): Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah
ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas.
c. Ayat (3): Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja
yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan.
d. Ayat (4): Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syaratsyarat dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan. 4. Pasal 10 Ayat (1):
Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (P2K3) guna memperkembangkan kerjasama, saling pengertian, dan partisipasi efektif
dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk
melaksanakan tugas kewajiban bersama di bidang K3, dalam rangka melancarkan usaha
berproduksi.
Pasal 11
a. Ayat (1): Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat
kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
Pasal 14:
Ringkasan
Tenaga kerja merupakan aset penting perusahaan. Oleh karena itu tenaga kerja harus
diberikan perlindungan dalam hal K3, karena terdapat ancaman dan potensi bahaya yang
berhubungan dengan kerja. Mengingat hal tersebut, pemerintah telah membuat kebijakan
perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 melalui peraturan perundang-undangan K3.
Aturan keselamatan kerja secara khusus sudah ada sejak masa kolonial Belanda.
Aturan tersebut dikenal dengan Veiligheids Reglement (VR) Tahun 1910 (diundangkan dalam
Lembaran Negara No. 406 Tahun 1910). Undang-Undang tersebut kemudian diganti dengan
UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Safety Act) mengingat VR sudah tidak
mampu menghadapi perkembangan industri yang tidak lepas dengan penggunaan mesin,
pealatan, pesawat, instalasi dan bahan baku dalam rangka mekanisasi, elektrifikasi, dan
modernisasi untuk meningkatkan intensitas dan produktivitas kerja. UU RI No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja adalah memberikan perlindungan atas keselamatan pekerja,
orang lain yang memasuki area kerja, dan sumber-sumber produksi dapat digunakan dengan
aman, efektif, dan efisien.
Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!
Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Modul 3
Pengertian dan Lingkup Manajemen K3
03
FEB Manajemen S1 Tim Dosen
Abstract Kompetensi
Bab ini membahas mengenai Mahasiswa memiliki kemampuan
pengertian, tujuan, lingkup dalam memahami tentang
lingkungan kerja dalam mengelola pentingnya lingkungan kerja .
K3.
Modul 3
Lingkungan Kerja dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pendahuluan
Lingkungan kerja merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi perilaku
karyawan terutama dalam lingkungan pekerjaan yang secara tidakn langsung maupun
langsung mempengaruhi kinerja karyawan. Lingkungan kerja yang tidak baik tentunya akan
memberikan dampak negatif terhadap para pekerja, yaitu menurunkan semangat kerja,
gairah kerja, dan kepuasan kerja yang akhirnya menurunkan kinerja karyawan.
Perusahaan harus dapat memperhatikan kondisi yang ada dalam perusahaan baik
di dalam maupun di luar ruangan tempat kerja, sehingga karyawan dapat bekerja dengan
lancar dan merasa aman. Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk
diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi
dalam suatu perusahaan tetapi lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap
para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitar para pekerja dan
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya, misalnya kebersihan, musik, dan lain-lain”. Menurut Sedarmayanti (2007: 21)
Lingkungan Kerja Fisik. Lingkungan kerja fisik yang akan dibahas pada bab ini terdiri dari
kebisingan, pencahayaan, getaran mekanis, dan radiasi.
Kebisingan.
a. Bising adalah suara yang timbul dari getaran – getaran yang tidak teratur ,
b. Bising adalah suara yang kompleks yang mempunyai sedikit ataupun tidak
mempunyai periodik, bentuk gelombang tak dapat diikuti atau diproduksi lagi dalam
waktu tertentu ,
c. Bising adalah suara yang tidak mempunyai kualitas musik,
d. Bising adalah suara yang tidak dikehendaki kehadirannya oleh yang mendengar dan
mengganggu, dan
e. Kebisingan didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getran-
getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki,
maka dinyatakan sebagai kebisingan.
Suara dapat dihasilkan bila suatu sumber bunyi menggerakkan udara sekitarnya dalam
gerakan gelombang. Gerakan akan menyebar ke partikel-partikel udara yang jauh dari
sumber bunyi. Bunyi merambat di udara dengan kecepatan 340 m/detik. Kecepatan
merambat dalam cairan dan zat padat lebih besar dibandingkan dengan di udara. Sebagai
gambaran 1500 m/detik di dalam air, dan 5000 m/detik di dalam baja. Kebisingan menurut
KEP.MENAKAER NOMOR:KEP51/MEN/1999 adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Ada dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya.
Frekuensi dari gelombang bunyi dinyatakan dalam banyaknya geteran perdetik, dan diukur
dalam satuan Hertz (Hz). Bunyi dapat ditemukan dalam range frequensi yang besar. Bunyi
yang dapat didengar oleh manusia antara 16 Hz sampai 20.000 Hz. Biasanya suatu
kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka
frekuensi.
Klasifikasi Kebisingan.
Pengaruh kebisingan pada pekerja bisa terjadi secara langsung (akut) dan terjadi
dalam jangkapanjang (kronis). Efek kebisingan pada fungsi pendengaran bisa dikategorikan
menjadi 3, yaitu 1) trauma akustik, 2) temporary threshold shift, 3) Permanent threshold
shift. Trauma akustik.
Pencahayaan.
Iklim Kerja.
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja, sangat erat
kaitannya dengan suhu udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi.
Untuk mengetahui pengaruh panas lingkungan kerja pada suhu tubuh maka dilakukan
metoda pengkuran sederhana yang mencakup pengaruh faktor lingkungan (suhu udara,
kelembaban, gerakan aliran udara dan radiasi), yang dinyatakan dalam bentuk skala atau
indeks.
Radiasi.
Jenis-Jenis Radiasi
• Radiasi ultraviolet.
Ultraviolet mempunyai panjang gelombang 160 – 40 nm. Secara alami radiasi ini
dapat ditemukan pada cahaya matahari. Dua pertiga dari ultraviolet yang secara
biologis adalah aktif terdapat antara jam 10.00 hingga 14.00. Radiasi ini akan lebih
banyak ditemukan pada daerah dimana tekanan udara atmosfirnya rendah (daerah
pegunungan). Selain itu radiasi ultraviolet dari cahaya matahari yang mengenai bumi
akan disebarkan ke semua arah. Banyaknya radiasi yang disebarkan kurang lebih 50
%, sehingga topi-topi atau payung-payung hanya dapat mereduksi intensitas radiasi
paling banyak sebesar 50 %. Sebagai sumber radiasi buatan adalah lampu-lampu
merkuri bertekanan rendah dan tinggi, lampu pembunuh hama (germicidal lamps)
dan pada pengelasan terutama las listrik.
• Radiasi infra merah.
Bahan kimia adalah unsur kimia dan senyawanya dan campurannya, baik yang
bersifat alami maupun sintesis. Untuk mengetahui bahaya bahan kimia, bahan kimia dapat
dikelompokkan berdasarkan sifat fisik racun, sifat kimia, dan tipe bahan kimia. Berdasarkan
Sifat Fisik Racun. Berdasarkan sifat racun bahan kimia dikelompokkan menjadi :) Gas, Uap,
Debu, Kabut, Fume, Awan dan Asap
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian
tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan
dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi
tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar
sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada beberapa definisi menyatakan bahwa
ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu ILO antara lain
menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik
‘20 Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Biro Akademik dan Pembelajaran
6 Sri Astuti Pratminingsih S.E .,M.A., P.hD http://www.widyatama.ac.id
bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal
selain meningkatkan produktivitasnya”.
Aplikasi Ergonomi.
• Posisi kerja. Posisi kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi
duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil
selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dan posisi tulang belakang vertikal
dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
• Proses kerja. Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan
posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus
dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
• Tata letak . Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan
daripada kata-kata.
• Mengangkat beban. Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban
yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung dan sebagainya. Beban yang
terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan
persendian akibat gerakan yang berlebihan. Menjinjing beban. Beban yang
diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO adalah untuk laki-laki
dewasa 40 kg, wanita dewasa 15-20 kg,
Lingkungan kerja psikologi dan perilaku
Bahaya yang bersumber dari lingkungan kerja biologis ini berupa berupa interaksi antara
manusia atau karyawan dengan pekerjaan, interaksi antara karyawan dengan karyawan dan
interaksi antara karyawan dengan atasan. Interaksi antara karyawan dan pekerjaannya,
yang sering menjadi sumber tekanan psikis berupa:
• Pengaturan jam kerja dan jam istirahat. Jam kerja perlu diatur sesuai dengan
kemampuan manusia bekerja. Rata-rata jam kerja normal adalah 8 jam sehari atau
40 jam seminggu. Apabila melebihi jam ini maka dihitung sebagai kerja lembur.
Pekerja yang melaksanakan kerja lembur harus diberikan kompensasi sesuai
dengan haknya. Kerja dengan shift malam juga perlu diberi perhatian kaitannya
dengan kemampuan fisiologisnya. Pekerja shift malam harus cukup istirahat dan
diatur pergantian shift yang baik sehingga meminimalkan terjadinya kelelahan kerja.
• Beban atau volume pekerjaan. Beban kerja atau volume pekerjaan harus diatur
sesuai dengan kapasitas kerja karyawan. Beban kerja terlalu besar daripada
kapasitas kerja (overload) akan menimbulkan performa kerja yang tidak baik,
sedangkan beban kerja yang kurang menyebabkan rendahnya motivasi kerja.
• Pajanan lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang telah diceritakan pada sub lainnya
dapat memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kondisi psikis
karyawan. Kondisi bising, menyebabkan sulit fokus pada pekerjaan, sehingga
pekerjaan yang mudah tidak diselesaikan sesuai dengan target.
Abstract
Ucapan Terima Kasih: Penulis berterima kasih kepada Aristarkus Didimus Rumpak untuk
komentarnya sebagai editor dan Rudy C Tarumingkeng sebagai internal reviewer atas
artikel ini.
Korespondensi penulis: Chandra Suwondo, Program Pascasarjana Magister Manajemen
IBM ASMI. Jl. Pacuan Kuda No. 1-5 Pulomas, Jakarta 13210
E-mail: chandrasuwondo@gmail.com
Chandra Suwondo
30
Abstrak
Kata Kunci: Budaya kerja, Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke.
Pendahuluan
Chandra Suwondo
32
Gambar 1
Contoh Buku tentang 5S.
keras, teliti, berorientasi sukses, tidak hedonis, hemat dan bersahaja, suka
menabung dan investasi, berorientasi kepada Integritas dan hal yang positif
lainnya.
Gambar 2
Ringkasan dalam Visual mengenai 5S.
Chandra Suwondo
34
Gambar 3
Gambaran Ilustrasi dari Seiri.
2. Kualitatif:
1) Suasana kerja akan lebih nyaman.
2) Mendidik dan meningkatkan disiplin karyawan.
3) Memacu karyawan, agar terus menghasilkan ide yang kreatif.
4) Moral karyawan menjadi lebih tinggi.
5) Merasa aman di tempat kerja.
6) Menerapkan FIFO.
Gambar 4
Gambaran Ilustrasi dari Seiton
Chandra Suwondo
36
Chandra Suwondo
38
Gambar 7
Gambaran Ilustrasi dari Shitsuke
bangsa unggul, yang akan membawa kita kepada kehidupan yang lebih
baik, makmur, damai dan sejahtera.
Gambar 8
Gambaran Paradigma untuk Penelitian
Chandra Suwondo
40
6. Perencanaan Kontigensi.
7. Perencanaan Taktikal (action plan).
8. Perencanaan Strategis.
9. Pembuatan dokumentasi dan standarisasi sebagai proyek berikutnya.
Chandra Suwondo
42
Gambar 9
Contoh Ruang Kerja Kantor
Gambar 10
Contoh Ruang Kerja Pabrik
Gambar 11
Contoh Tempat Penyimpanan File Kantor
Gambar 12.
Contoh Gudang Pabrik yang Teratur.
Chandra Suwondo
44
Gambar 13.
Contoh Ruang Diskusi Umum.
Gambar 14.
Contoh Ruang Pelatihan.
Gambar 15.
Contoh Pantry di Kantor.
Kesimpulan
Chandra Suwondo
46
Saran
Daftar Pustaka
Moulding, Edward (2010). 5s: A Visual Control System for the Workplace.
Publisher: Authorhouse.
Osada, Takashi; Penerjemah: Mariani Gandamihardja (2002). Sikap Kerja
5S. Jakarta: PPM.
Peterson, Jim dan Smith, Roland (1998). The 5S Pocket Guide. Portland,
Oregon: Productivity Press.
Productivity Press Development Team (1996). 5S for Operators: 5 Pillars
of the Visual Workplace. Portland, Oregon: Productivity Press.
_________________________________ (1999). 5S for Safety: New Eyes
for the Shop Floor. Portland, Oregon: Productivity Press.
Chandra Suwondo
MODUL PERKULIAHAN
Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Modul 5
Pengertian dan Lingkup Alat
Keselamatan kerja
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
05
FEB Manajemen S1 Tim Dosen
Abstract Kompetensi
Bab ini membahas mengenai tentang Mahasiswa memiliki kemampuan
pengertian, tujuan, lingkup alat dalam memahami tentang alat
keselamatan kerja dalam manajemen keselamatan kerja di dalam
K3. lingkungan kerja.
Modul 5
Pengertian dan Ruang lingkup Alat Keselamatan Kerja.
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan
orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement
Tenaga Kerja Republik Indonesia. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan
tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan
dari
yang paling ringan sampai pada yang paling berat. Untuk menghindari risiko dari kecelakaan
dan terinfeksinya petugas laboratorium khususnya pada laboratorium kesehatan sebaiknya
dilakukan tindakan pencegahan seperti pemakaian APD, apabila petugas laboratorium tidak
menggunakan alat pengaman, akan semakin besar kemungkinan petugas laboratorium
terinfeksi bahan berbahaya, khususnya berbagai jenis virus (Dian danAthena, 2006)
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu usaha
dalam melindungi tenaga kerja di tempat kerja /praktikan di laboratorium sehingga dapat
mencapai produktivitas yang optimal. Salah satu wujud dari penerapan K3 adalah dengan
menggunakan APD secara disiplin. Pengunaan APD merupakan suatu kewajiban.
Pemanfaatan APD oleh tenaga kerja/praktikan sampai saat ini masih merupakan masalah
rumit dan sulit dipecahkan. Hal ini karena faktor disiplin tenaga kerja/praktikan yang masih
rendah.
Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi tubuh dari
bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga
penggunaan alat pelindung diri memegang peranan penting. Hal ini penting dan bermanfaat
bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk perusahaan.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh tenaga kerja dengan menggunakan alat
pelindung diri, antara lain:
1. tenaga kerja/ praktikan dapat bekerja dengan perasaan lebih aman untuk
terhindar dari bahaya-bahaya kerja
Sedangkan bai perusahaan penggunaan alat pelindung diri dapat memberikan keuntungan antara
lain:
Alat Pelindung Diri Jenis APD adalah banyak macamnya menurut bagian tubuh yang
dilindunginya (Suma’mur PK, 1989: 296). Penggunaan alat pelindung diri di
laboratorium/perusahaan ditentukan berdasarkan kesesuaian dengan potensi bahaya yang
ada. Beberapa alat pelindung diri yang dapat dipilih sesuai jenis dan tempat kerja antara
lain:
a. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses). Berfungsi sebagai pelindung mata ketika
bekerja (misalnya mengelas).
b. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff). Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat
bekerja di tempat yang bising
c. Safety Helmet. Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai
kepala secara langsung.
d. Tali Keselamatan (safety belt). Berfungsi sebagai alat pengaman ketika
menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil, pesawat,
dan alat berat)
e. Sepatu Karet (sepatu boot). Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat
yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi
kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia.
Alat pelindung telinga digunakan untuk mengurangi intensitas suara yang masuk
kedalam telinga (melindungi dari kebisingan). Disamping itu, dapat juga berfungsi untuk
melindungi pemakainya daribahaya percikan api atau logam panas terutama pada alat
pelindung telinga jenis tutup telinga (ear muff). Terdapat 2 (dua) jenis alat pelindung telinga
yaitu sumbat telinga (ear plug) dan tutup telinga (ear muff) yang lebih efektif dibandingkan
sumbat telinga (Septina, 2006).
Baju kerja merupakan salah satu jenis dari baju pengaman sebagai alat pelindung
badan. Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api,
panas, dingin, cairan kimia dan oli. Bahan baju kerja dapat terbuat dari kain drill, kulit,
plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Beberapa persyaratan yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan baju kerja adalah pemakaiannya harus fit, dan dalam keadaan
tubuh. Sebaiknya tidak terlalu kencang dan kaku sehingga tidak membatasi gerakan.
Namun tidak terlalu longgar sehingga mengundang bahaya tergulung mesin atau tercantol
bagian-bagian mesin yang menonjol hingga menyebabkan jatuh.
Jenis alat pelindung tangan seperti sarung tangan/gloves, mitten/holder, pads. Alat
pelindung ini dapat terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sedangkan manfaat dari alat
pelindung tangan adalah melindungi tangan dari temperatur yang ekstrim baik terlalu
panas/terlalu dingin; zat kimia kaustik; benda-benda berat atau tajam ataupun kontak listrik
Alat pelindung mata diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak
bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif, partikel melayang,
atau terkena raidasi gelombang elektromagnetik. Terdapat tiga jenis alat pelindung diri mata
yaitu kaca mata dengan atau tanpa pelindung samping (side shild), goggles, (cup type and
box type) dan tameng muka (Septina, 2006). Sedangkan manfaat dari alat pelindung mata
adalah: 1) Melindungi mata dari percikan bahan kimia, debu, radiasi, panas, bunga api. 2)
Untuk melindungi mata dari radiasi
Jenis alat pelindung kaki seperti sepatu karet hak rendah. Alat pelindung kaki dapat
terbuat dari kulit yang dilapisi Asbes atau Chrom. Sepatu keselamatan yang dilengkapi
dengan baja diujungnya dan sepatu karet anti listrik. Alat pelindung kaki (safety shoes) ini
berfungsi melindungi kaki dari benturan/tusukan/irisan/goresan benda tajam, larutan bahan
kimia, temperatur yang ekstrim baik terlalu tinggi maupun rendah, kumparan kawat-kawat
yang beraliran listrik, dan lantai licin agar tidak jatuh (terpeleset).
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan
orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement
Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi tubuh dari
bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga
penggunaan alat pelindung diri memegang peranan penting. Hal ini penting dan bermanfaat
bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk perusahaan.
Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Modul 6 dan 7
Pengertian dan Lingkup Kecelakaan
kerja
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
06
FEB Manajemen S1 Tim Dosen
Abstract Kompetensi
Bab ini membahas mengenai tentang Mahasiswa memiliki kemampuan
pengertian, tujuan, lingkup dalam memahami tentang
kecelakaan kerja dalam manajemen kecelakaan kerja di dalam
K3. lingkungan kerja.
Modul 6 dan 7
Pengertian dan Ruang lingkup Kecelakaan Kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja ada beberapa macam menurut para ahli. Pada
dasarnya, Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena
ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk
selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta
dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan
serupa tidak berulang kembali (Suma’mur, 2009).
Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) Dari beberapa teori tentang
faktor penyebab kecelakaan yang ada, salah satunya yang sering digunakan adalah
teori tiga faktor utama (Three Main Factor Theory). Menurut teori ini disebutkan
bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor
tersebut dapat diuraikan menjadi :
A. Faktor manusia.
Faktor manusia sering kali menjadi penyebab utama kecelakaan kerja.
Adapun penyebabnya antara lain:
• Umur
Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi
fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang.
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi bahaya dari
kebisingan?
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi potensial kerugian dari
penerangan yang buruk?