Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

DI BUAT OLEH :
KELOMPOK 7:
SITI SRI RAHMA
NURFITRIA
NADA RAVA AZZHARA
ENCIK DINI MAYANG SARI
WISKE AISAH MELVI PUTRI
SYAHRI RAMANDA

Dosen pengampu:
SRY WINDARTINI, SE. MM

INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS


INDRAGIRI ( ITB-I )
2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
dan tak lupa pula kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA ini.
Dan juga kami berterima kasih kepada ibuk ( SRY WINDARTINI, SE. MM ) selaku
dosen mata kuliah MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA ( ITB–I ) yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai referensi buku dan referensi internet, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak
terima kasih kepada seluruh referensi-referensi yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan khususnya bagi penulis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Rengat, 25 September 2022

Penulis
ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR................. ...................................................... .. ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3


2.1 Apa defenisi dari PHK ?......................................................... 3
2.2 Jelaskan jenis – jenis PHK ?.................................................... 3
2.3 Jelaskan mekanisme dan perselisihan PHK?........................ 6
2.4 Bagaimana bentuk penyelesaian kompensasi PHK ?........... 7

BAB III PENUTUP ............................................................................... 10


3.1 Kesimpulan .............................................................................. 10
3.2 Saran ........................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada Tahun 1998 Indonesia mengalami masa yang sangat sulit
karena pada saat itu terjadi krisis moneter yang berimbas pada dunia
industri. Hal ini membuat beberapa badan usaha milik swasta maupun
pemerintah melakukan Pemutusan Hubungan kerja atau yang sering
disebut dengan PHK. Langkah ini terpaksa dilakukan karena salah satu
alasannya adalah perusahaan mengalami kerugian yang tidak sedikit,
sementara perusahaan mempunyai kewajiban untuk memberikan upah
kepada pegawainya.
Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada
beberapa tahun yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti
oleh karyawan yang masih aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi
kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya
kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang harus
gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja
yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang
menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu selalu dibayangi
kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari
pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa Definisi dari Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ?


2. Jelaskan Jenis-jenis Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ?
3. Jelaskan Mekanisme dan Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja
(PHK) ?
4. Bagaimana bentuk Penyelesaian Kompensasi PHK ?

1
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui dengan jelas definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK).
2. Mengetahui Jenis-jenis dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
3. Mengetahui Mekanisme pemberian Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) kepada karyawan dan perselisihan Pemutusan Hubungan
Kerja
4. Mengetahui Bentuk dari pemberian Kompensasi kepada karyawan
yang akan mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari
perusahaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkanberakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusa
haan. Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah
pemecatan sepihak oleh pihak perusahaan karena kesalahan karyawan.
Karenanya, selama ini singkatan PHK memiliki konotasi negatif. Padahal,
kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan, dijelaskan Pemutusan Hubungan kerja dapat terjadi
karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian
dipecat. Tergantung alasannya, Pemutusan Hubungan kerja mungkin
membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak
semua Pemutusan Hubungan kerja yang butuh penetapan dilaporkan
kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan,
Pemutusan Hubungan kerja tidak berujung sengketa hukum, atau karena
karyawan tidak mengetahui hak mereka.

2.2 JENIS - JENIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

A. Pemutusan Hubungan kerja Pada Kondisi Normal (Sukarela)


Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan
sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas
dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian
kepada perusahaan maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh
penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut.

3
Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja
dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang
dipercayakan kepadanya. Ketika seseorang mengalami kepuasan yang
tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai positif,
artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang
disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki
masa kehidupan yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan
sayang untuk melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih
separuh hidupnya. Ketika seseorang mengalami peran dan perlakuan yang
tidak nyaman, tidak memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia
akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan yang
digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki
masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan
yang dirasakannya selama ini.
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan
dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis
tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran
diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan
lain-lain. Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat : (a)
mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, (b) tidak ada
ikatan dinas, (c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan
diri.
Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk
mengundurkan diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang
diminta oleh pihak perusahaan. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak
sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun
perusahaan. Di satu sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain
perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila
perusahaan harus melakukan Pemutusan Hubungan kerja tanpa ada
persetujuan karyawan. Perusahaan dan karyawan juga dapat membahas
besaran pesangon yang disepakati.

4
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas
kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta
pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Karyawan mungkin
mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya
perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan,
terkait apakah karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari
uang pesangon dan penghargaan masa kerja
.
B. Pemutusan Hubungan Kerja Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak
Sukarela)

Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana


perusahaan beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat
survive (Robbins, 1984). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside
stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat
memaksa perusahaan melakukan perubahan-perubahan, termasuk di dalam
penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya
manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini
tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politik global,
perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya mempersulit pemasaran
suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan menjual
barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi. Kondisi
yang demikian akan mempersulit suatu perusahaan mempertahankan
kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di perusahaan
tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus
pemutusan hubungan kerja.

Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan


kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu :
1. Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau
berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya
kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan

5
dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan
pekerjaannya.
2. Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan
melakukan Tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan.
Misalnya : karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti
mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat,
melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik
pabrik.
3. Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan
melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin
berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri dalam
proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup
dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan
sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan
tenaga kerja.
4. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan
dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah
pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu untuk memberikan
upah kepada karyawannya.

2.3 MEKANISME DAN PERSELISIHAN PHK

A. Mekanisme Pemutusan Hubungan kerja

Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala


upaya untuk menghindari Pemutusan Hubungan kerja. Apabila tidak ada
kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, Pemutusan Hubungan
kerja hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh
penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(LPPHI).

Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini,


Pemutusan Hubungan kerja harus dilakukan melalui penetapan Lembaga
Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :

6
1. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah
dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya.
2. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara
tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya
tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja
sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.
3. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama,
atau peraturan perundang-undangan.
4. Karyawan meninggal dunia.
5. Karyawan ditahan.
6. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan
karyawan melakukan permohonan Pemutusan Hubungan kerja.
7. Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha
harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu
penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap
membayar hak-hak karyawan.

B. Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja


Perselisihan Pemutusan Hubungan kerja termasuk kategori
perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan
Pemutusan Hubungan kerja timbul karena tidak adanya kesesuaian
pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan Pemutusan
Hubungan kerja antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan Pemutusan
Hubungan kerja, dan besaran kompensasi atas Pemutusan Hubungan kerja.

2.4 KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha


diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan
masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya

7
diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan
masa kerjanya.

Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :


Masa Kerja Uang Pesangon.
 Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.
 Masa kerja 1 - 2 tahun, 2 bulan upah.
 Masa kerja 2 - 3 tahun, 3 bulan upah.
 Masa kerja 3 - 4 tahun, 4 bulan upah.
 Masa kerja 4 - 5 tahun, 5 bulan upah.
 Masa kerja 5 - 6 tahun, 6 bulan upah.
 Masa kerja 6 - 7 tahun, 7 bulan upah.
 Masa kerja 7 – 8 tahun, 8 bulan upah.
 Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan


sebagai berikut :

Masa Kerja UPMK


 Masa kerja 3 - 6 tahun 2 bulan upah.
 Masa kerja 6 - 9 tahun 3 bulan upah.
 Masa kerja 9 - 12 tahun 4 bulan upah.
 Masa kerja 12 - 15 tahun 5 bulan upah.
 Masa kerja 15 - 18 tahun 6 bulan upah.
 Masa kerja 18 - 21 tahun 7 bulan upah.
 Masa kerja 21 - 24 tahun 8 bulan upah.
 Masa kerja 24 tahun lebih 10bulan upah

8
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH)
meliputi :
 Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
 Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan
keluarganya ketempat dimana karyawan/buruh diterima
bekerja.
 Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan
ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan
masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
 Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pemutusan Hubungan kerja sebagai manifestasi pensiun yang
dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampaknya masih merupakan
ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia industri negara maju yang
masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha
menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan
keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau
memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak Pemutusan Hubungan kerja pada
karyawan di negara yang ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh
perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas penambahan posisi-
posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara struktur
organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika
tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan
jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besar-besaran,
sehingga Pemutusan Hubungan kerja masih belum dapat dihindarkan.
Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program
efisiensi yang dilakukan oleh para manajer terus digulirkan,
maka Pemutusan Hubungan kerja masih merupakan fenomena yang sangat
mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja
dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
(mantan karyawan).

3.2 SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah,
hendaknya dalam melakukan Pemutusan hubungan kerja harus sesuai

10
dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia agar
tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Flippo, E.B., 1984. Personnel Management. 5th edition. Sydney:


McGrawHill International Book Company.

2. Manulang, S. H. 1988. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan


diIndonesia.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

3. Kumara, A., Utami, M.S., Rosyid, H.F., 2003. Strategi Mengoptimalkan


Diri, Balai Pustaka, Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai