Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PPOK

(PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK)

DISUSUN OLEH :
1. NI MADE SRI WIDIANINGSIH (22089144004)
2. I NYOMAN SUKARATA (22089144027)
3. NI LUH PUTU IDAYANI (22089144033)
4. I KETUT GEDE MARDIAWAN (22089144043)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktisi Kronik ( PPOK) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya obstruksi aliran udara yang disebabakan oleh bronchitis kronis atau empisema.obstriksi
aliran udara pada umumnya progresifkadang diikuti oleh hiperaktifitas jalan nafas dan
kadangkala parsial reversibele,sekalipun empisema dan bronchitis kronis harus didiagnosa dan
dirawat sebagai penyakit khusus,sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala
kedua penyakit tersebut( Amin,Hardhi,2013)
Sekitar 14 Juta orang amerika terserang PPOK dan asma sekarang menjadi penyebab
kematian keempat di Amerika Serikat lebih dari 90.000 kematian dilaporkan setiap
tahunnya.Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu sudah lanjut.Padahal
sampai saat ini belum ditemukan cara yang efektif dan efisen untuk mendeteksi
PPOK.Menurut Dr Suradi,penyaki PPOK di Indonesia menempati urutan ke – 5 sebagai
penyakit yang menyebabkan kematian.Pada decade mendatang akan meningkat ke peringkat
ketiga dan kondisi ini tanpa disadari,angka kematian akibat PPOK ini makin meningkat.
Penyakit PPOKselayaknya mendapat pengobatan yang baik dan terutama perawatan
yang kompherensif,semenjak serangan sampai dengan perawatan di RS.

B Tujuan Umum
1.Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatn secara optimal pada klien dengan PPOK
2.Tujuan Khusus
-Penulis mampu melaksanakan dan memperoleh dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan PPOK pada pasien
- Mengidentifikasi Faktor pendukung,peghambat dalam pelaksanaan askep PPOK
Kronik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1.DEFINISI
 PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD , 2009).
 PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)
 PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru
dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)
 PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas
dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002).
 PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi
bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).

2.    KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
(1)  Bronchitis Kronis
a.   Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus
yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan
pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).
b.   Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c.  Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akan meningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan
mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan
dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus
akan meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan
penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF
(2).   Emfisema
a.   Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b.   Etiologi
1)      Faktor tidak diketahui
2)      Predisposisi genetic
3)      Merokok
4)      Polusi udara
c.    Manifestasi klinis
1)      Dispnea
2)      Takipnea
3)      Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4)      Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5)      Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6)      Hipoksemia
7)      Hiperkapnia
8)      Anoreksia
9)      Penurunan BB
10)  Kelemahan
(3.)   Asthma Bronchiale
a.   Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner
& Suddarth, 2002).
b.   Etiologi
1)      Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2)      Infeksi saluran  nafas
3)      Stress
4)      Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5)      Obat-obatan
6)      Polusi udara
7)      Lingkungan kerja
8)      Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c.    Manifestasi Klinis
1)      Dispnea
2)      Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3)      wheezing,
4)      batuk non produktif
5)      takikardi
6)      takipnea
3.     ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup  oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1.   asap rokok 
a.    perokok aktif 
b.   perokok pasif 
2.   polusi udara
a.    polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b.   polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3.    polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4.    infeksi saluran nafas bawah berulang
4.    PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi
seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
5.     MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat
produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang
hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid
kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya
parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak
hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita
PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada
saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1)      Batuk bertambah berat
2)      Produksi sputum bertambah
3)      Sputum berubah warna
4)      Sesak nafas bertambah berat
5)      Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6)      Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7)      Penurunan kesadaran
F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.  Pemeriksaan radiologi
a.  Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1)  Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal.
2)  Corak paru yang bertambah
b.  Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1)  Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
2)  Corakan paru yang bertambah.
3)  Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah


Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi
umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
6.    KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain
: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.
7.    PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi
yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid
untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat
1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a.   Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-
0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin,
atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya
dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b.   Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c.    Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d.   Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg
dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3.   Terapi jangka panjang di lakukan :
a.    Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari
dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b.   Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c.    Fisioterapi
4.   Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5.   Mukolitik dan ekspektoran
6.   Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A.    PENGKAJIAN
1.  Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
·    Keletihan, kelelahan, malaise,Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari karena sulit bernafas
·    Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
·    Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
·    Keletihan
·    Gelisah, insomnia
·    Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2.  Sirkulasi
Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
· Peningkatan tekanan darah
· Peningkatan frekuensi jantung
· Distensi vena leher 
· Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
· Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAPdada)
·  Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dansianosis
perifer 
·  Pucat dapat menunjukkan anemia.
3.      Integritas Ego
Gejala :
·         Peningkatan factor resiko
·         Perubahan pola hidup
Tanda :
·         Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4.      Makanan/ cairan
Gejala :
·         Mual/muntah
·          Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
·         ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
·          penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
·         Turgor kulit buruk 
·         Edema dependen
·         Berkeringat
5.      Hyegene
Gejala :
·         Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitassehari-hari
Tanda :
·         Kebersihan buruk, bau badan
6.      Pernafasan
Gejala :
·         Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk
bernafas(asma)
· Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun)
selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi sputum
(hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis)
· Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun dapat
menjadi produktif (emfisema)
· Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasandalam
jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami
katun, serbuk gergaji
· Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
·  Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjangdengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema)
·  Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung.
·  Dada: gerakan diafragma minimal.
·  Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar, lembut
atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada
ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak
adanya bunyi nafas (asma)
·   Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema); bunyi
pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
·   Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
·   Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan; warna
merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasiendengan emfisema sedang
sering disebut “pink puffer” karena warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak
normal dan frekuensi pernafasancepat.
·   Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7.  Keamanan
Gejala :
·  Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
·  Adanya/berulang infeksi
·  Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala :
·         penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :
·         Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
·         Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
·         Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
·         Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena
distress pernafasan
·         Keterbatasan mobilitas fisik 
·         Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.   Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2.   Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
3.   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan,
efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6.   Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
c. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRETERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1.      Beri pasien 6 sampai 8 gelas
efektif b.d bronkokontriksi, keperawatan selama….jam bersihan cairan/hari kecuali terdapat kor
peningkatan produksi sputum, jalan nafas bias teratasi dengan pulmonal.
batuk tidak efektif, kreteria Hasil : 2.      Ajarkan dan berikan dorongan
kelelahan/berkurangnya - Mendemonstrasikan batuk efektif penggunaan teknik pernapasan
tenaga dan infeksi dan suara nafas yang bersih, tidak ada diafragmatik dan batuk.
bronkopulmonal. sianosis dan dyspneu (mampu 3.      Bantu dalam pemberian tindakan
mengeluarkan sputum, mampu nebuliser, inhaler dosis terukur
bernafas dengan mudah, tidak ada 4.      Lakukan drainage postural dengan
pursed lips) perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan
- Menunjukkan jalan nafas yang malam hari sesuai yang diharuskan.
paten (klien tidak merasa tercekik, 5.      Instruksikan pasien untuk
irama nafas, frekuensi pernafasan menghindari iritan seperti asap rokok,
dalam rentang normal, tidak ada aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
suara nafas abnormal) 6.      Ajarkan tentang tanda-tanda dini
- Mampu mengidentifikasikan dan infeksi yang harus dilaporkan pada
mencegah factor yang dapat dokter dengan segera: peningkatan
menghambat jalan nafas sputum, perubahan warna sputum,
kekentalan sputum, peningkatan napas
pendek, rasa sesak didada, keletihan.
7.      Berikan antibiotik sesuai yang
diharuskan.
8.      Berikan dorongan pada pasien
untuk melakukan imunisasi terhadap
influenzae dan streptococcus
pneumoniae.
2. Pola napas tidak Setalah dilakukan tindakan 1.       Ajarkan klien latihan bernapas
efektifberhubungan dengan keperawatan selama ….jam Pola diafragmatik dan pernapasan bibir
napas pendek, mukus, nafas dapat teratasi dengan dirapatkan.
bronkokontriksi dan iritan Kriteria Hasil : 2.       Berikan dorongan untuk
jalan napas - Mendemonstrasikan batuk efektif menyelingi aktivitas dengan periode
dan suara nafas yang bersih, tidak ada istirahat.
sianosis dan dyspneu (mampu 3.       Biarkan pasien membuat
mengeluarkan sputum, mampu keputusan tentang perawatannya
bernafas dengan mudah, tidak ada berdasarkan tingkat toleransi pasien.
pursed lips) 4.       Berikan dorongan penggunaan
- Menunjukkan jalan nafas yang latihan otot-otot pernapasan jika
paten (klien tidak merasa tercekik, diharuskan.
irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
-  Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah (sistole 110-
130mmHg dan diastole 70-
90mmHg), nad (60-100x/menit)i,
pernafasan (18-24x/menit))
3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan 1.      Deteksi bronkospasme
berhubungan dengan keperawatan selama…jam gangguan saatauskultasi .
ketidaksamaan ventilasi pertukaran gas adekuat dengan 2.      Pantau klien terhadap dispnea dan
perfusi Kriteria Hasil : hipoksia.
-  Frkuensi nafas normal 3.      Berikan obat-obatan bronkodialtor
(16-24x/menit) dan kortikosteroid dengan tepat dan
-  Itmia waspada kemungkinan efek
-  Tidak terdapat disritmia sampingnya.
- Melaporkan penurunan dispnea 4.      Berikan terapi aerosol sebelum
-  Menunjukkan perbaikan dalam laju waktu makan, untuk membantu
aliran ekspirasi mengencerkan sekresi sehingga ventilasi
paru mengalami perbaikan.
5.      Pantau pemberian oksigen
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1.      Kaji respon individu terhadap
berhubungan dengan keperawatan selama….jam aktivitas; nadi, tekanan darah,
ketidakseimbangan antara Intoleransi aktivitas dengan pernapasan
suplai dengan kebutuhan Kriteria Hasil : 2.      Ukur tanda-tanda vital segera
oksigen -  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik setelah aktivitas, istirahatkan klien
tanpa disertai peningkatan tekanan selama 3 menit kemudian ukur lagi
darah, nadi dan RR tanda-tanda vital.
-  Mampu melakukan aktivitas sehari 3.      Dukung pasien dalam menegakkan
hari (ADLs) secara mandiri latihan teratur dengan menggunakan
treadmill dan exercycle, berjalan atau
latihan lainnya yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.
4.      Kaji tingkat fungsi pasien yang
terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status fungsi
dasar.
5.      Sarankan konsultasi dengan ahli
terapi fisik untuk menentukan program
latihan spesifik terhadap kemampuan
pasien.
6.      Sediakan oksigen sebagaiman
diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-
jaga.
7.      Tingkatkan aktivitas secara
bertahap; klien yang sedang atau tirah
baring lama mulai melakukan rentang
gerak sedikitnya 2 kali sehari.
8.      Tingkatkan toleransi terhadap
aktivitas dengan mendorong klien
melakukan aktivitas lebih lambat, atau
waktu yang lebih singkat, dengan
istirahat yang lebih banyak atau dengan
banyak bantuan.
9.      Secara bertahap tingkatkan
toleransi latihan dengan meningkatkan
waktu diluar tempat tidur sampai 15
menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
5. Perubahan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan 1.      Kaji kebiasaan diet, masukan
kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama…..jam makanan saat ini. Catat derajat kesulitan
dengan dispnea, kelamahan, perubahan nutrisi yang adekuat makan. Evaluasi berat badan dan ukuran
efek samping obat, produksi dengan tubuh.
sputum dan anoreksia, mual Kriteria Hasil : 2.      Auskultasi bunyi usus
muntah. -  Adanya peningkatan berat badan 3.      Berikan perawatan oral sering,
sesuai dengan tujuan buang sekret.
-  Berat badan ideal sesuai dengan 4.      Dorong periode istirahat I jam
tinggi badan sebelum dan sesudah makan.
-  Mampu mengidentifikasi 5.      Pesankan diet lunak, porsi kecil
kebutuhan nutrisi sering, tidak perlu dikunyah lama.
-  Tidak ada tanda tanda malnutrisi 6.      Hindari makanan yang
Tidak terjadi penurunan berat badan diperkirakan dapat menghasilkan gas.
yang berarti 7.      Timbang berat badan tiap hari
sesuai indikasi.
6. Kurang perawatan Setelah dilakukan tindakan 1.      Ajarkan mengkoordinasikan
diriberhubungan dengan keperawatan selama….jam kurang pernapasan diafragmatik dengan
keletihan sekunder akibat perawatan diri dengan aktivitas seperti berjalan, mandi,
peningkatan upaya pernapasan Kriteria Hasil : membungkuk, atau menaiki tangga
dan insufisiensi ventilasi dan -  Klien terbebas dari bau badan 2.      Dorong klien untuk mandi,
oksigenasi -  Menyatakan kenyamanan terhadap berpakaian, dan berjalan dalam jarak
kemampuan untuk melakukan ADLs dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk
-  Dapat melakukan ADLS dengan menghindari keletihan dan dispnea
bantuan berlebihan. Bahas tindakan
penghematan energi.
3.      Ajarkan tentang postural drainage
bila memungkinkan.
D.Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang direncanakan dalam rencana
keperawatan( Tarwono,2015) perawat melakukan pengawasan terhadap efektifan intervensi
yang dilakukan,bersamaan pula menilai perkmbangan pasien tehadap pencapain tujuan atau
hasil yang diharapkan.
Implementasi keperawatan adalah suatu komponen dari proses keperawatn yang
merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan
diselesaikan.Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuanyang
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,pencegahan penyakit,pemulihan
kesehatan,dan memfasilitasi koping ( Nurslam,2011)
Dalam tahap asuhan keperawatan ada 3 yaitu tahap persiapan adalah tahap awal
pelaksanaan asuhan keperawatn untuk mempersiapkan segala sesuatu diperlukan untuk
intervensi,tahap intervensi adalah focus tahap implementasi asuhan keperawatan kegiatan
implementasi dari perencanaan intervensi untuk memenuhui kebutuhan fisik emosional dan
tahap pendokumentasiannya adalah implementasi asuhan keperawatan harus diikuti oleh
pendokumentasian yang lengkap dan akurat terhadap sesuatu kejadian yang terjadi dalam
proses keperawatn.

E. Evaluasi
Evaluasi Keperawatan adalah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap diagnose
keperawatn.Evaluasi keperawatn merupakan tindakan intlektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang mendanndakankebersihan dari diagnosis keperawatn,rencana intervensi
dan implemntasinya,evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang
sistemik pada status kesehatan klien.Tujuan Evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
untuk mencapai tujuan,hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap asuhan
keperawatn yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan( Nurslam,2011).Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi
sumatif dan evaluasi formatif.Evaluasi Sumatif yaitu evaluasi respon ( jangka
panjang)terhadap tujuan,dengan kata lain,bagaimana penilaian terhadap perkembangan
kemajuan kea rah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan.Evaluasi Formatif atau disebut
juga dengan evaluasi proses,yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah
intervensi keperawatan dilakukan.Format yang digunakan adalah
SOAP( DInarti,Aryani,Nurhaeni,Chairani,& Tutiany,2013)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik( PPOKP) sering mengalami


peningkatan tahanan aliran udara ,air trapping,dan hiperinflasi paru.Masalah yang muncul
pada pasien PPOK salah satunya adalah gangguan pertukaran gas b.d penurunan
ventilasi,hipersekresi jalan napas.Intervensi mandiri yang dilakukan untuk mengatasi masalah
ini antara lain : atur posisi tidur semi fowler,monitor Frekuensi pernapasan,dan kedalaman
pernapasan( Smeltzer & Bare,2005)
LatihanPernapasan ( Brathing retraining) memberikan manfaat yang baik pada pasien
PPOK,seperti diafragma brathing yang mengurangi frekuensi pernapasan,meningkatkan
ventilasi alveolar.Pasien akan mendapatkan hasil yang lebih baik bila dilakukan latihan
teknik relaksasi otot sebelum melakukan brathing retraining karena pasien yang mengalami
sesak napas akan mengalami kekakuan pada otot-otot bantu pernapasan( Hoeman,1996)

B.SARAN

Disarankan Kepada perawat dalam penatalaksanaan askep pada pasien PPOK harus
sesuai dengan data dari hasil pengkajian yang didapatkan,masalah keperawatan yang
muncul,intervensi,implementasi yang dilakukana serta evaluasi sesuai dengan hasil yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.


Jakarta, EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai