Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA ( ALL)


PADA ANAK

OLEH KELOMPOK 4

1. I Ketut Mudiarsa
NIM. 22089144031
2. Ni Luh Putu Idayani
NIM. 22089144033
3. Ni Wayan Mastini
NIM. 22089144020
4. Putu Indah Utami Putri
NIM. 22089144029
5. Ni Made Sri Widianingsih
NIM.22089144004

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
2022
I. KONSEP DASAR AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA

A. Pengertian

Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang


didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh
keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak
perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi
leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor
hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel
prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%,
sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA
adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel
B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan  didominasi oleh anak-anak usia < 15
tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)

Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia utama pada masa anak-


anak, dan membentuk hamper semua leukemia pada anak berusia kurang dari 4
tahun, dan lebih dari separuh leukemia selama masa pubertas. Penyakit ini
jarang pada pasien berusia lebih dari 30 tahun. Walaupun LLA dijumpai pada
sekitar 15% leukemia pada orang dewasa, namun dari kasus ini mungkin
sebenarnya adalah gambaran awal dari transformasi akut LMK. (Ronald A.
Sacher, 2004)
ALL adalah kanker jaringan yang menghasilkan leukosit (Cecily, 2002).
ALL adalah patologis dari sel pembuluh darah yang bersifat sistematik dan
biasanya berakhir fatal (Ngastiyah, 2005).
B. Klasifikasi leukemia
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal
(blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia
akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan
meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya
proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang
mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan
kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada
umur dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur
3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan
setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum
tulang. 
Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
 L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin
homogen, nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
 L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya
bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
 L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin
berbecak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang
basofilik dan bervakuolisasi

b.Leukosit Mielosit Akut ( LMA)


LMA merupakan leukemia yang mengenai sel system hematopoetik yang
akan berdiferensiasi ke semua sel myeloid.LMA merupakan leukemia non
limfositik yang paling sering terjadi .LMA atau leukemia Non Limfositik
Akut ( LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa ( 85%)
dibandingkan anak-anak ( 15 %) .Permulaannya mendadak dan progresif
dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat.Jika tidak
diobati ,LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.

2.Leukemia kronik
Leukemia Kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai prolifersai
neoplastic dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena
keganasan hematologi.
a. Leukimia Limfositik Kronik( LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal Limfosit B( jarang pada Limfosit
T).Perjalanannya penyakit ini biasanya perlahan,dengan akumulasi
progresif yang berjalan lambat dan Limfosit kecil yang berumur
panjang.LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang
individu yang berusia 50 tahun sampai 70 tahun dengan perbandingan 2 :
1 untuk laki-laki

b.Leukemia Garnulositik /Mielositik Kronik ( LGK/LMK)


LGK/LMK adalah gangguan mieloprolireratif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel myeloid ( seri granulosit) yang relative
matang.LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai
pada orang dewasa usia pertengahan ( 40-50)tahun.Sebagian besar
LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase
krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leokosit berupa
mieoblas/promielosit,disertai produksi neutrophil,trombosit dan sel darah
merah yang amat kurang.

C. Etiolgi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan
kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi
gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun
pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan
insidensi leukemia yang sangat tinggi.
3) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan
obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat
pada leukemia akut, khususnya ALL.
4) Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA
virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent
DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada
sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan.
(Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell
Leukemia.
2. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu
yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain
dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk –
produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang
elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang
menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan 
methoxypsoralen  dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang
yang lambat laun menjadi AML
c. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan
pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi
radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia
pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .
d. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related
leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma,
myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-
obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .

D. Patofisiologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC)
dan leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang
darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi
sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan
terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang
dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan
lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.
Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam
sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga  hampir menjadi sel
normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan
sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia
(25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar
hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya
menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel
stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,
sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel
stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur,
cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit
T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan
pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan
gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam
jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ,
termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan
haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel
darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan
pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang
serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan
gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem
retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh,
sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu
metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer &
Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002.

PHATWAY
Faktor pencetus : genetic, radiasi, Sel neoplasma
obat-obatan, kelainan kromosom, berpoliferasi didalam
infeksi virus, paparan bahan kimia. sumsum tulang

Penyebaran
Infiltrasi sumsum Sel onkogen
ekstramedular
tulang
Pertumbuhan berlebih

MII Sirkulasi darah MII Sistem


Limfatik Kebutuhan nutrisi
meningkat
Pembesaran hati dan
Nodus limfe
limfa hipermetabolisme

Hepatosplenomegali limfadenopati
MK
Ketidakseimbangan
Peningkatan nutrisi kurang dari
Penekanan ruang
tekanan intra kebutuhan tubuh
abdomen
abdomen

Sel normal
digantikan oleh Gangguan rasa
sel kanker nyaman nyeri
MK
Resiko perdarahan
Depresi produksi sumsum
tulang
Penurunan trombosit trombositopenia kecenderungan perdarahan

Penurunan eritrosit anemia Suplai oksigen MK


kejaringan In
Penurunan fungsi leukosit Daya tahan tubuh menurun Ketidakseimbangan
adekuat Resiko infeksi
perfusi jaringan perifer
Infiltrasi periosteal Kelemahan tulang
c

tulang lunak dan lemah stimulasi saraf C (noticeptor)

fraktur fisiologis Gangguan rasa


nyaman nyeri
Hambatan mobilitas fisik

E. Manifestasi Klinis
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur 
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan status mental.

F. Komplikasi
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai  dengan :
a. Memar (ekimosis)
b. Petchekie (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung
jarum dipermukaan kulit)
c. Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan
infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar
asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain
akibat kemoterapi.

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1. Leukemia Limfoblastik Akut :


Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali
di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat
di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung
kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi
trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya
diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri
dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan
antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di
otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan
spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan
setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik,
diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk
menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama
2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum
tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum
tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali
menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan
kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali
muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal
sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar,
biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.

2. Pengobatan Leukeumia Limfoblastik Kronik


Berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang tidak
memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit
sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan
jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan
suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah
merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi
trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah
bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid
diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan
kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia
yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan
setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa
efek samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang
membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel
berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.

Penatalaksanaan lain :
1. Pelaksanaan Kemoterapi
a. Melalui mulut
b. Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
c. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel)
d. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal
e. Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua
fase yang digunakan untuk semua orang.
2. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan auntuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang
karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi
kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
3. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi
yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk
mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.
Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
4. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis
yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang
berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk
mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
5. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap
ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang
membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak
dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80%
orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami
harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif
yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
6. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi
untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien
dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita
dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah
bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-
sel leukemia.
7. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar
pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa,
otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel
leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke
seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang.)
8. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat
yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan
sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang.
Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat
melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di
daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk
(stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama
beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi
sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan
sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
9. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%.
Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin.
10. Kortikosteroid
11. Sitostatika.
12. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam
kamar yang suci hama).
13. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi
mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah
diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang
spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan
dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh
sempurna.

Cara pengobatan :
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba-
gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sam-
pai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika
separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi se-
lama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-
2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia sereb-
ral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali
dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(Sutarni Nani, 2003)

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
2. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
3. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
4. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
5. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
6. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
7. PT/PTT : memanjang
8. LDH : mungkin meningkat
9. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
10. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut
dan mielomonositik.
11. Copper serum : meningkat
12. Zinc serum : meningkat/ menurun
13. Biopsi Sumsum Tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau
lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan
prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
14. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan

II. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
 Umur: ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Angka
kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.
 Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan.
b. Identitas Orang Tua
 Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan
kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
 Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan kimia,
radiasi sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain itu
sejauh mana orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.

2. Keluhan Utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan menurun,
demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura,
penurunan berat badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan
petekie berhubungan dengan trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum
terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet
dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan
penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko
pada janinnya. Lebih sering pada saudara sekandung, terutama pada kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang
terlebih pada kembar monozigot (identik).
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan,
pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak
keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.
a. Riwayat Perkembangan
 Motorik Kasar
Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan
aktivitas secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan
aktivitas yang terlalu berat (membutuhkan banyak energi).
 Motorik Halus
Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas
ringan seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak
membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data Psikososio Spiritual
a. Psikologi
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa
memiliki penyakit.  Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit
yang dialami anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta
masalah financial keluarga.
b. Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak lemah
sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang berat.
Dirumah anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain
yang ringan.
c. Spiritual
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak
melihat orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.

7. ADL
a. Nutrisi
Anak  makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak
suka makan makanan siap saji maupun  jajan diluar rumah. Anak tidak suka
makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi yang
diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang  suka masak
menggunakan penyedap rasa dan sering menyediakan makanan siap saji
dirumah.
b. Aktivitas istirahat dan tidur
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan.  Anak kebanyakan istirahat dan tidur
karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya dibantu
oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak terganggu
karena nyeri sendi yang sering dialami oleh leukemia.
c. Eliminasi
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan
haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit
yang disebabkan susahnya masukan cairan pada anak,  warna urine kuning
keruh. Saat BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. Personal hygiene
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur. Sebagaian
aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.
8. Keadaan Umum
Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9. Pemeriksaan  TTV
a. RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak
nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit)
b. Nadi: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan
cepat (takikardia)
c. TD: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi  disebabkan oleh
hiperviskositas darah (Aziz, 2005)
d. Suhu: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi,
>37,50C) (Weni K, 2010)

10. Pemeriksaan Fisik head to toe


a. Kepala  dan Leher
1) Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau
bakteri), perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap, ada
atau tidaknya karies gigi.
2) Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan, ikterik)
3) Telinga : ketulian
4) Leher: distensi vena jugularis
5) Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah
(gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental,
kelumpuhan saraf otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic
fokal.
b. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan
otot bantu pernapasan
2) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
4) Auskultasi: suara nafas, adakah  ada suara napas tambahan: ronchi (terjadi
penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika
ada
c. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe, ginjal,
terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri tekan bila ada
pembesaran hepar dan limpa
2) Perkusi adanya asites atau tidak.
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan integument
1) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis,  ikterik, eritema, petekie,
ekimosis, ruam)
2) nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis
(gejala hipermetabolisme).
3) peningkatan suhu tubuh
4) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Adakah sianosis, kekuatan otot
2) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia

B. Diagnosa
1) Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke
perifer (anemia)
2) Resiko infeksi b.d penurunan sistem kekebalan tubuh
3) Resiko perdarahan b.d trombositopenia
4) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum (anemia)
5) Nyeri b.d agen cedera biologis (efek fisiologis dari leukemia)
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi
(anoreksia)
7) Kerusakan integritas kulit b.d zat kimia (kemoterapi, radioterapi)

C. Intervensi
No. NANDA NOC NIC
(North American (Nursing Outcome (Nursing Intervertion
Nursing Diagnosis Classification) Classification)
Asosiation)
1. Ketidakseimbangan 1. Status Sirkulasi 1. Monitor adanya daerah
perfusi jaringan perifer 2. Tissue perfusion : tertentu yang hanya peka
b.d penurunan suplai cerebral terhadap panas, dingin,
darah ke perifer Kriteria hasil : tajam, tumpul.
(anemia) 1. Tekanan sistol dan 2. Monitor adanya paretese
Definisi : Penurunan diastole dalam keadaan 3. Instruksikan keluarga
sirkulasi darah ke rentang yang diharapkan untuk mengobsrvasi kulit
perifer yang dapat 2. Tidak ada ortostatik jika ada isi atau laserasi
mengganggu hipertensi 4. Gunakan sarung tangan
kesehatan. 3. Tidak ada tanda-tanda untuk proteksi
Batasan karakteristik : peningkatan intracranial 5. Batasi gerakan pada
1. Tidak ada nadi 4. Menunjukkan fungsi kepala, leher dan
2. Perubahan fungsi sensori motoric kranial punggung
motoric yang utuh : tingkat 6. Monitor kemapuan BAB
3. Perubahan kesadaran membaik, 7. Kolaborasi pemberian
karakteristik kulit tidak ada gerakan- analgetik
4. Penurunan nadi gerakan involunter. 8. Monitor adanya
5. Warna kulit pucat tromboplebitis
saat elevasi 9. Diskusikan mengenai
Factor yang penyebab perubahan
berhubungan : sensasi
1. Kurang
pengetahuan
tentang factor
pemberat
(merokok, gaya
hidup monoton,
trauma, obesitas,
imobilitas).
1.       2. Resiko infeksi b.d Status imun Manajemen lingkungan
2. penurunan sistem Klien diharapkan mampu: Intervensi yang dilakukan :
kekebalan tubuh a. Tidak adanya infeksi a. Ciptakan lingkungan yang
berulang aman untuk pasien.
b. Tidak adanya tumor b. Identifikasi kebutuhan
c. Status pencernaan dari keamanan pasien,
skala yang diharapkan berdasarkan tingkat fisik,
d. Status pernapasan dari dan fungsi kognitif dan
skala yang diharapkan pengalaman masa lalu.
e. Berat badan dalam batas c. Hindari lingkungan yang
normal berbahaya (ex : permadani
f. Suhu tubuh normal lepas dan kecil, perabotan
g. Tidak adanya kelelahan rumah yang dapat
secara terus menerus dipindah-pindahkan).
h. Jumlah sel darah putih d. Hindari objek yang
dalam batas normal berbahaya dari lingkungan.
Status nitrisi e. Usaha perlindungan dengan
Klien diharapkan mampu pinggir jeruji/pinggir
menormalkan: lapisan jeruji, dengan tepat.
a. Pemasukan nutrisi f. Dampingi pasien selama
b. Pemasukan makanan dan aktivitas di luar bangsal.
cairan g. Atur tinggi rendahnya
c. Energi tempat tidur.
d. Masa tubuh h. Sediakan peralatan yang
e. Berat badan adaptif (ex : tangga yang
dapat disandarkan dan
susuran tangan), dengan
tepat.
i. Tempatkan furniture dalam
ruangan dengan susunan
yang tepat.
j. Sediakan tabung panjang
untuk membuat gerakan
lebih leluasa.
k. Tempatkan objek yang
digunakan dalam batas
jangkauan.
l. Sediakan kamar untuk 1
orang.
m. Sediakan tempat tidur yang
bersih dan nyaman.
n. Sediakan tempat tidur yang
kokoh/kuat.
o. Tempatkan perubahan
posisi tempat tidur dalam
kondisi yang mudah
dijangkau.
p. Kurangi rangsangan dari
lingkungan.
q. Hindari pencahayaan yang
tidak penting, sirkulasi
udara, keadaan yang terlalu
panas, ataupun dingin.
r. Atur suhu lingkungan
sesuai kebutuhan pasien,
jika suhu tubuhnya
berubah.
s. Kontrol/cegah bising yang
berlebihan, bila
memungkinkan.
t. Kontrol pencahayaan untuk
manfaat terapeutik.
u. Batasi jumlah pengunjung.
v. Batasi kunjungan secara
personal kepada pasien,
keluarga, kebutuhan
penting lainnya.
w. Lakukan rutinitas sehari-
hari sesuai kebutuhan
pasien.
Manajemen nutrisi
Intervensi yang dilakukan :
a. Tanyakan apakah pasien
mempunyai alergi terhadap
makanan.
b. Pastikan makanan
kesukaan pasien.
c. Dorong kenaikan
pemasukan zat besi
makanan, dengan tepat.
d. Dorong kenaikan
pemasukan protein, zat
besi, vitamin C, dengan
tepat.
e. Berikan pasien dengan
protein tinggi, kalori
tinggi, nutrisi makanan
cemilan dan minuman itu
bisa dengan mudah
mengonsumsi denagn
tepat.
f. Ajarkan pasien bagaimana
menafkahkan buku harian
makanan, sesuai dengan
kebutuhan.
g. Kontrol catatan pemasukan
untuk kandungan nutrisi
dan kalori.

2.      3. Resiko perdarahan b.d Pembekuan darah Pencegahan perdarahan


trombositopenia Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan :
menormalkan : a. Monitor kemungkinan
a. Gumpalan pembentukan terjadinya perdarahan
b. Waktu protrombin pada pasien
c. Hb b. Catat kadar HB dan Ht
d. Perdarahan setelah pasien mengalami
e. Memar kehilangan banyak darah
f. Petechiae c. Pantau gejala dan tanda
timbulnya perdarahan
yang berkelanjutan 9cek
sekresi pasien baik yang
terlihat maupun yang tidak
disadari perawat)
d. Pantau factor koagulasi,
termasuk protrombin (Pt),
waktu paruh tromboplastin
(PTT), fibrinogen,
degradasi fibrin, dan kadar
platelet dalam darah)
e. Pantau tanda-tanda vital,
osmotic, termasuk TD
f. Atur pasien agar pasien
tetap bed rest juka masih
ada indikasi pendarahan
g. Atur kepatenan/ kualitas
produk / alat yang
berhubungan dengan
perdarahan
h. Lindungai pasien dari hal-
hal yang menimbulkan
trauma dan bias
menimbulkan perdarahan
i. Jangan lakukan injeksi
j. Gunakan sikat gigi yang
lembut untuk perawatan
oral pasien
k. Gunakan alat ukur elektrik
yang memiliki pinggiran
tepi saat pasien mencukur
l. Hindari tindakan invasive
m. Cegah memasukkan
sesuatu kedalam lubang
daerah yang mengalami
perdarahan
n. Hindari pengukuran suhu
secar rectal
o. Jauhkan alat-alat berat
disekitar pasien
p. Instruksikan pasien untuk
menghindari/ menjauhi
aspirasi atau anti koagulan
yang lain
q. Instruksikan pasien untuk
menghindar aspirin/
antikoagulan yang lain
r. Instruksikan pasien untuk
emngkonsumsi makanan
yang mengandung vit K
s. Cegah terjadi konstipasi
t. Ajarkan pasien dan
keluarga untuk mengenali
tanda-gejala terjadinya
perdarahan dan tindakan
pertama untuk penanganan
selama perdarahan
berlangsung
3.       4. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Terapi aktivitas
b.d kelemahan umum Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
(anemia) untuk menormalkan: a. Kolaborasi dengan terapis
a. Saturasi oksigen ketika dalam merncanakan dan
beraktivitas memonitor program
b. Denyut nadi ketika aktivitas
beraktivitas b. Tingkatkan komitmen
c. Laju pernapasan ketika pasien dalam beraktivitas
beraktivitas c. Bantu mengekplorasi
d. Tekanan darah sistolik aktivitas yang bemanfaat
e. Tekanan darah diastolic bagi pasien
f. Pemeriksaan EKG d. Bantu mengidentifikasi
g. Warna kulit sumberdaya yang dimiliki
h. Kekuatan tubuh atas dalam beraktivitas
i. Kekuatan tubuh bawah e. Bantu pasien/keluarga
Daya tahan dalam beradaptasi dengan
Klien diharapkan mampu lingkungan
untuk menormalkan: f. Bantu menyusun aktivitas
a. Kinerja dari rutinitas fisik
b. Aktivitas g. Pastikan lingkungan aman
c. Konsentrasi untuk pergerakan otot
d. Kepulihan energy h. Jelaskan aktivitas motorik
setelah beraktivitas untuk meningkatkan tonus
e. Tingkat oksigen darah otot
i. Berikan reinforcemen
Tingkat kegelisahan positif selama beraktivitas
Klien diharapkan mampu j. Monitor respon emosional,
untuk menormalkan: fisik, sosial dan spiritual
a. Nyeri
b. Cemas Manajemen energy
c. Mengerang Intervensi yang dilakukan
d. Stress a. Tentukan pembatasan
e. Takut aktivitas fisik pasien
f. Kegelisahan b. Jelaskan tanda yang
g. Nyeri otot menyebabkan kelemahan
h. Meringis c. Jelaskan penyebab
i. Sesak nafas kelemahan
j. Mual d. Jelaskan apa dan
k. Muntah bagaimana aktivitas yang
dibutuhkan untuk
membangun energi
e. Monitor intake nutrisi yang
adekuat
f. Monitor respon
kardiorespirasi selama
aktivitas
g. Monitor pola tidur
h. Monitor lokasi
ketidaknyamanan/nyeri
i. Batasi stimulus lingkungan
j. Anjurkan bedrest
k. Lakukan ROM aktif/pasif
l. Bantu pasien membuat
jadwal istirahat
m. Monitor efek obat stimulan
dan depresan
n. Monitor respon oksigenasi
pasien

4.       5. Nyeri b.d agen cedera Tingkat Kecemasan : Mengurangi rasa cemas:
biologis (efek Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
fisiologis dari untuk : a. Tenangkan klien dan
leukemia) a. Menghindari perasaan melakukan pendekatan.
gelisah. b. Kaji perspektif situasi
b. Menghindari serangan stress klien.
panik c. Berikan informasi faktual
c. Menghindari Rasa mengenai diagnosis, terapi,
cemas yang berlebihan. dan prognosis.
d. Mengontrol tekanan d. Bantu pasien untuk untuk
darah. meminimalisir rasa cemas
e. Mengontrol peningkatan yang timbul.
denyut nadi. e. Kaji tanda-tanda
f. Mengontrol peningkatan kecemasan baik secara
jumlah pernafasan. verbal maupun non verbal.
g. Menghindari hal-hal Menajemen nyeri
yang bisa mengganggu Intervensi yang dilakukan:
tidur. a. Ajarkan klien tentang
Tingkatan nyeri bagaimana cara
Klien diharapkan mampu mengontrol rasa nyeri.
untuk: b. Ajarkan klien teknik-
a. Mengendalikan rasa teknik relaksasi.
nyeri. c. Ajarkan klien bagaimana
b. Mengontrol diri dari cara menghindari diri dari
kehilangan nafsu rasa cemas.
makan.
5.       6. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Mengontrol nafsu makan:
nutrisi kurang dari Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukuan:
kebutuhan tubuh b.d untuk menormalkan: a. Anjurkan asupan kalori
faktor biologi a. Pemasukan nutrisi yang sesuai dengan
(anoreksia) b. Pemasukan makanan kebutuhan dan gaya hidup.
c. Pemasukan cairan b. Kontrol asupan nutrisi dan
d. Energy kalori.
e. Berat badan c. Anjurkan kepada klien
f. Tonus otot untuk mengkonsumsi
g. Hidrasi nutrisi yang cukup.
Pengontrolan nutrisi
Nafsu makan Intervensi yang dilakukuan:
Klien diharapkan mampu a. Tanyakan apakah pasien
untuk menormalkan: mempunyai alergi terhadap
a. Menyeimbangkan nafsu makanan
makan b. Tentukan makanan pilihan
b. Menyeimbangkan pasien
Pasokan cairan tubuh c. Tentukan jumlah kalori
c. Menyeimbangkan dan jenis zat makanan
Pasokan nutrisi tubuh yang diperlukan untuk
Weight gain behavior : memenuhi nutrisi, ketika
Klien diharapkan mampu : berkolaborasi dengan ahli
a. Mengidentifikasi makanan, jika diperlukan
penyebab kehilangan d. Tunjukkan intake kalori
berat badan yang tepat sesuai tipe
b. Memilih sebuah target tubuh dan gaya hidup
sehat berat badan. e. Timbang berat badan
c. Mengidentifikasi pasien pad jarak waktu
pemasukan kalori yang tepat
d. Memilihara suplai nutrisi Terapi Nutrisi
makanan dan minuman Intervensi yang dilakukan
yg adekuat f. Monitor pemasukan cairan
e. Meningkatkan nafsu dan makanan dan
makan menghitung pemasukan
kalori sehari-hari
g. Bantu pasien membentuk
posisi duduk yang benar
sebelum makan
h. Ajarkan pasien dan kelurga
tentang memilih makanan
6.       7. Kerusakan integritas Intregitas jaringan : kulit dan Pengawasan kulit
kulit b.d zat kimia membran mukosa Intervensi yang dilakukan:
(kemoterapi, Klien diharapkan mampu a. Amati warna kulit,
radioterapi) menormalkan : kehangatan (suhu),
a. Temperatur bengkak, getaran, tekstur
b. Sensasi kulit, udem.
c. Elastisitas b. Pantau area yang tidak
d. Pigmentasi berwarna dan memar kulit
e. Warna serta membran mukosa.
f. Ketebalan c. Pantau kelainan
g. Jaringan bebas lesi. kekeringan dan
kelembaban kulit.
d. Catat perubahan kulit atau
membran mukosa.
e. Periksa keketatan pakaian.
f. Pantau warna kulit.
g. Pantau suhu kulit.
h. Instruksikan anggota
keluarga / pemberi
perawatan tentang tanda –
tanda dari kerusakan kulit.

D. Implementasi
Dalam implementasi perawat melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan
intervensi yang telah disusun. Dilakukan sesuai standar operasional dalam
melakukan tindakan. Agar tindakan yang dilakukan perawat ada bukti dan diharus
dicatat hasil monitoring tindakan.
E. Evaluasi
Evaluasi wajib dilakukan karena sebagai tolak ukur tindakan yang diberikan pada
pasien memiliki hasil yang sudah diharapkan sesuai dengan kriteria hasil atau
belum. Dan dalam melakukan tindakan sudah sesuai perencanaan atau tidak.
Evaluasi memberikan nilai atas hasil yang diperoleh dari kondisi pasien. Jika kriteria
hasil tidak mencapai tujuan, maka dilakukan pengkajian ulang selanjutnya dilakukan
perencanaan tindakan dan dilakukan pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta:


Erlangga

Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam


Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-
based guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group Long-
Term Follow-Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late Effects
Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.

Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo
PAPoplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-
90.3.

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC),  Mosby Year-


Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-


2002,  NANDA

Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika; 2001.

Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults.
Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.2.
Tucke

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.


Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.

Anda mungkin juga menyukai