Anda di halaman 1dari 18

PRAKSIS FILOSOFI GURU PENGGERAK

BERBASIS BUDAYA POSITIF

SAHMAN, S.Pd
NIM
Bidang Studi Bahasa Indonesia

Program Studi PPG


Universitas Pendidikan Indonesia
Kota Bandung
Agustus, Tahun 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis telah menyelesaikan laporan pendalaman
materi berbasis masalah Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan Tahun
2022.
Laporan ini merupakan laporan pengalaman terbaik penulis mengikuti
program pendidikan guru penggerak selama sembilan bulan yang diluncurkan
Kemendikbudristek episode kelima. Hasilnya diharapkan dapat menjadi
sumbangan yang berarti bagi kemajuan pendidikan. Dan mendorong tumbuh
kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik
lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada murid, serta
menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan
profil Pelajar Pancasila
Sebagai penghargaan kepada pihak-pihak yang telah memberikan
kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis ucapkan terima
kasih.
Akhirnya, penulis berharap semoga pengalaman penulis ini dapat memberi
sumbangsih bagi dunia pendidikan.
Akhir kata “tidak ada gading yang tak retak”, karya ini merupakan karya
manusia yang tidak luput dari kekurangan yang ada.
Lombok Barat, 1 Agustus
2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……..…………………………………………………….......1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………...2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..3
RINGKASAN………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Kegiatan…………………………………………………....4
2. Tujuan Kegiatan…………………………………………………………….4
3. Manfaat Kegiatan…………………………………………………………...5
BAB II PEMBAHASAN
1. Kebijakan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi…...6
2. Program Pendidikan Guru Penggerak……………………………………..9
3. Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional- Ki Hadjar Dewantara…………....12
4. Nilai-Nilai dan Peran Guru Penggerak…………………………………. ..13
5. Visi Guru Penggerak……………………………………………………....14
6. Budaya Positif…………………………………………………………….15
BAB III PENUTUP
1. Refleksi……………………………………………………………………17
2. Tindak Lanjut……………………………………………………………..22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LAMPIRAN DOKUMEN KEGIATAN
RINGKASAN
Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara menjadi titik
awal menjadi agen perubahan dalam transformasi Pendidikan di sekolah. Materi
ini mempertajam keterampilan kepemimpinan kita untuk menggali lebih dalam
tentang jati diri, mengasah berbagai keterampilan manajemen sekolah, serta
memperkaya dan menunjang sumber daya manusia yang berkualitas dan mumpuni.
Kata-kata seperti budi pekerti, ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso,
tut wuri handayani yang menjadi jiwa dari pendidikan nasional.
“Nilai-nilai dan peran guru penggerak” menyadarkan kita bahwa
pendidikan adalah suatu hal yang sifatnya individual sekaligus komunal yang tak
terpisahkan. Murid di kelas-kelas kita adalah bagian dari sebuah komunitas di
rumah, di masyarakat, dan di lingkungan. Mempertimbangkan kesalingterhubungan
dan kerumitan tersebut, maka sebagai pendidik mau tidak mau kita harus menilik
kembali apakah nilai-nilai diri kita telah selaras dengan tuntutan zaman dan alam
yang seperti itu. Dengan maksud itulah maka dalam materi ini kita diajak masuk ke
dalam dan menelusuri diri sendiri sebagai manusia sekaligus pendidik, kemudian
mengakui bahwa kita sekalian adalah pribadi-pribadi istimewa yang unik. Materi
ini sekaligus mengajak kita menikmati proses munculnya pikiran dan emosi
sebagai gambaran aspek intrinsik yang perlu dipertimbangkan sebagai satu
kesatuan bersama aspek ekstrinsik dalam konteks lingkungan pembelajaran.
Dalam konteks membangun budaya positif dilingkungan sekolah, perlu
melibatkan murid sebagai tokoh utama dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan kreativitas murid yang kurang aktif agar senang bertanya, suka
meneliti, dan senang menciptakan menjadi salah satu strategi menggali potensi itu
dengan mejalankan prakarsa perubahan menggunakan model manajemen
perubahan Inkuiri Apresiatif (IA). IA adalah sebuah pendekatan kolaboratif dalam
melakukan perubahan yang berbasis kekuatan.
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Kegiatan


Guru adalah salah satu unsur penting yang ada di dalam dunia pendidikan.
Seperti apa dan bagaimana kualitas pendidikan Indonesia di masa depan sangat
bergantung pada kualitas guru yang ada pada saat ini. Pentingnya peran dan
tanggung jawab guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menyebutkan bahwa guru sebagai agen pembelajaran yang harus menjadi
fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran dan pemberi inspirasi
belajar bagi peserta didik. 
Lalu dalam UU Guru dan Dosen Pasal 20 juga dijelaskan bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, seorang guru memiliki kewajiban untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan, hal tersebut sejalan dengan adanya perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan perkembangan di beberapa bidang lainnya.
Jika berbicara mengenai permasalahan pendidikan di Indonesia, kompetensi
guru merupakan topik paling mendasar yang harus dipecahkan. Kompetensi guru
yang masih tergolong relatif rendah. Hal ini pun tentu saja menjadi persoalan yang
besar, karena guru dalam fungsinya di dunia pendidikan perlu memenuhi beberapa
kompetensi agar dapat menghasilkan kinerja yang diharapkan dan pada akhirnya
dapat mensukseskan tujuan pendidikan (Hasan, 2017). 
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku
yang harus dimiliki dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya
(Darmiatun & Nurhafizah, 2019). Terdapat enam aspek penting yang terkandung
dalam kompetensi yaitu: pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan
minat. (Gordon dalam Wulansari, 2019).
Untuk menjawab permasalahan kompetensi guru di atas, maka lahirlah
program pendidikan guru penggerak sebagai perspektif baru untuk mengisi
kekosongan kompetensi guru. Guru penggerak akan berperan untuk menggerakkan
komunitas belajar rekan guru di sekolah dan wilayahnya, menjadi pengajar praktik
bagi rekan guru lain dalam pengembangan pembelajaran di sekolah. Hal ini
bertujuan untuk mendorong kepemimpinan murid di sekolah, membuka ruang
diskusi positif dan ruang kolaborasi antara guru dan pemangku kepentingan di
dalam dan diluar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, dan menjadi
pemimpin pembelajaran yang menjadi well-being eskositem pendidikan di sekolah.
Dengan demikian guru penggerak diharapkan menjadi pemimpin-pemimpin
pendidikan di masa depan yang mewujdukan generasi unggul di Indonesia.
Pengembangan diri para guru melalui program ini, memberikan energi baru
untuk terus mengerakkan komunitas guru yang ada dilingkungan sekolah untuk
bersama-sama melakukan transformasi pendidikan kearah yang lebih baik.
Energi baru ini tercermin dari praktik baik yang dilakukan selama
mengikuti program pendidikan guru penggerak. Praktik baik yang dilakukan
selama ini yakni mencoba menterjemahkan filosofi pemikiran Pendidikan Nasional
Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai dan peran guru penggerak, visi guru penggerak
dan budaya positif. Praktik baik yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai yang
berkaitan dengan keteladanan guru, menjadi contoh dalam praktik kebaikan,
menjadi motivator dalam dunia pendidikan, adanya kemerdekaan anak dan
keberpihakan guru terhadap kebutuhan anak.
2. Tujuan Kegiatan
a. Untuk mengembangkan kompetensi pembelajaran yang berpusat pada
murid
b. Untuk meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran
c. Untuk memberikan kemerdekaan pembelajaran terhadap murid

3. Manfaat Kegiatan
a. Untuk memberikan problem solving terhadap kompetensi pendidik
secara sistematis, dan kritis.
b. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan merefleksikan kegiatan
selama mengikuti pendidikan guru penggerak.
c. Memberikan refleksi terhadap proses nilai-nilai praktik baik.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meluncurkan
kebijakan program pendidikan  guru penggerak episode kelima. Program yang
menyasar para guru ini bertujuan untuk mewujudkan generasi Indonesia yang
unggul lewat pemimpin-pemimpin pendidikan di masa depan. Program ini
tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 26 Tahun 2022 tentang pendidikan
guru penggerak.
Transformasi pendidikan melalui Guru Penggerak diarahkan untuk
menambah peran para guru. Jika saat ini guru lebih kepada peningkatan prestasi
akademi murid, Guru Penggerak nantinya akan mendorong tumbuh kembang
murid secara holistik membentuk Profil Pelajar Pancasila. Ada enam karakter
dalam profil Pelajar Pancasila, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan
berkebinekaan global.
2 Program Pendidikan Guru Penggerak
Program Pendidikan Guru Penggerak adalah program pendidikan
kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini
meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 9
bulan bagi calon Guru Penggerak. Selama pelaksanaan program, guru tetap
menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru. Materi yang diberikan pada
program pendidikan guru penggerak ini meliputi:
Paradigma dan Visi Guru Penggerak
a. Refleksi Filosofi Pendidikan Indonesia - Ki Hajar Dewantara
b. Nilai-nilai dan peran Guru Penggerak
c. Visi Guru Penggerak
d. Membangun budaya positif di sekolah
Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid
a. Pembelajaran berdiferensiasi
b. Pembelajaran emosional dan sosial
c. Coaching
Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah
a. Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
b. Pemimpin dalam pengelolaan sumber daya
c. Pengelolaan program sekolah yang berdampak pada murid
Selebrasi, Refleksi, Kolaborasi dan Aksi
a. Menjadi fasilitator kelompok dan fasilitator perubahan
b. Mengevaluasi proses mentoring bersama mentor
c. Mempersiapkan rencana berbagi praktik baik

3. Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara


Pembelajaran refleksi filosofi pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara
merupakan materi pembuka dari seluruh rangkaian materi belajar di Program
Pendidikan Guru Penggerak (PPGP). Pada pembelajaran ini, saya melakukan
sebuah refleksi diri sejauh mana saya mengenal dan memahami pemikiran Ki
Hadjar Dewantara (KHD).
Kita sudah sering mendengar kata-kata seperti budi pekerti, ing ngarso sung
tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani yang menjadi jiwa dari
pendidikan nasional. Oleh sebab itu, pada aksi nyata yang saya lakukan di sekolah,
saya melakukan relevansinya dengan peran saya sebagai pendidik yakni dengan
menyambut kedatangan siswa pagi hari di pintu gerbang sekolah.
Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin dan sudah terjadwal bagi para guru
yang telah ditugaskan. Kami menunggu kedatangan siswa di pintu gerbang
sekolah mulai pukul 6.45 WITA sampai 7.15 WITA. Siswa yang datang baik
diantarkan oleh orang tua atau sendiri, langsung menghampiri guru untuk
mengucapkan salam dan berjabat tangan.
Dengan senyum, salam dan sapa yang dilakukan oleh para guru dalam
menyambut siswa akan memberikan suasana yang penuh kedekatan dan keakraban
antara siswa dan guru. Sehingga akan tercipta suasana yang kondusif di
lingkungan sekolah.
Selain aksi nyata di atas sebagai upaya dalam menjalankan strategi sebagai
pemimpin pembelajaran yang mengupayakan terwujudnya sekolah sebagai pusat
pengembangan karakter dengan budaya positif, saya juga merefleksikan pemikiran
Ki Hajar Dewantara dengan selalu berdoa sebelum dan sesudah belajar dan
membimbing peserta didik untuk lebih mengenal diri mereka secara lebih dalam
terkait dengan gaya belajar, bakat minat dengan melakukan tes sederhana tentang
gaya belajar dan bakat.
Setelah mereka memahami siapa diri mereka lengkap dengan kelebihan
dan kekurangan akan lebih memudahkan saya sebagai guru pembimbing dalam
memberikan motivasi dan dorongan agar mereka bisa memaksimalkan potensi
yang mereka miliki, sehingga nantinya mereka bisa lebih mandiri, bertanggung
jawab serta bisa merencana masa depannya.
4. Nilai dan Peran Guru Penggerak
Dalam mengimplementasikan aksi nyata nilai-nilai dan peran guru
penggerak yakni mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada
murid saya mengajukan program zero waste ke pihak sekolah. Program ini
merupakan terjemahan dari program pemerintah Kabupaten Lombok Barat yakni
ijo nol dedoro (lingkungan hijau tanpa sampah) dan program pemerintah Provinsi
NTB yakni zero waste. Zero Waste adalah model pengelolaan sampah yang
memperlakukan sampah sebagai sumber daya.
Program ini juga selaras dengan upaya pihak sekolah dalam
mengembangkan program bank sampah. Program ini melibatkan berbagai
pemangku kepentingan dan komunitas yang dilingkungan sekolah.
Setelah melalui proses yang cukup panjang, program ini hari demi hari berjalan
sesuai harapan. Mesin penjajah sampah saat ini sudah tersedia di sekolah semakin
memudahkan sekolah dalam memaksimalkan sampah sebagai sumber daya.
OSIS sebagai organisasi di sekolah yang menggelola industry pusat daur ulang
sampah. Sedangkan siswa yang lain, setiap hari melakukan pemilahan sampah
organik dan non organic untuk memudahkan penggolahan sampah
5. Visi Guru Penggerak
Selama melakukan aksi nyata di sekolah saya menjalankan prakarsa
perubahan menggunakan model manajemen perubahan Inkuiri Apresiatif (IA)
pada kasus yang ditentukan “Membuat rekomendasi bersama untuk
mengidentifikasi potensi murid dan membuat strategi untuk menumbuhkannya.
Inkuiri apresiatif (IA) adalah sebuah pendekatan kolaboratif dalam melakukan
perubahan yang berbasis kekuatan. IA pertama kali dikembangkan oleh David
Cooperrider mengunakan prinsip-prinsip psikologi positif dan pendekatan positif.
Didalam IA terdapat salah satu model manajemen perubahan yang
menerapkannya melalui tahapan dalam IA disebut BAGJA. BAGJA dianggap
sebagai model manajemen perubahan yang mengunakan paradingma IA. BAGJA
dikenal sebagai pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan berbasis
kekuatan IA, sebagai paradingma berbasis kekuatan aparesiasi yang membawa
perbaikan dalam suatu sistem misalnya organisasi atau komunitas dengan
memulai perubahan berdasarkan, hal-hal berikut
B= Buat Pertanyaan Utama,
A= Ambil pelajaran,
G = Gali Mimpi,
J= Jabarakan Rencana,
A= Atur Eksekusi
Untuk memperjelas gambaran aksi nyata, pada kesempatan itu saya akan
ambil contoh di tahapan buat pertanyaan utama (inisial B dalam BAGJA).
Tahapan ini adalah tahap menemukan apa yang ingin saya selidiki menjadi bentuk
pertanyaan. Misalnya: ketika mengidentifikasi potensi murid dan membuat
strategi untuk menumbuhkannya. Maka pertanyaan utama penyelidikannya antara
lain adalah:
1. Bagaimana cara menciptakan proses pembelajaran di dalam kelas agar murid
yang kurang aktif dan murid yang selama ini jarang diperhatikan senang bertanya,
suka meneliti, dan senang menciptakan ?
Kemudian daftar tindakan yang perlu dilakukan untuk menjawab
pertanyaan utama diatas adalah mencipatakan suasana kelas yang kodnsuif dan
menyenangkan, menyampaikan aturan dengan tegas namun penuh empati, bangun
komunikasi yang baik dengan murid, libatkan murid dalam membuat kesepakatan
kelas dan amati dan pahami prilaku murid yang kurang aktif serta berikan
dukungan kepada murid yang kurang aktif dan memberikan motivasi , dorongan,
dan bimbingan serta mampu memberikan kesempatan bagi murid untuk
mendemonstrasikan perilaku yang kreatif dan aktif agar senang bertanya, suka
meneliti dan senang menciptakan
Apa yang harus dilakukan agar dapat meningkatkan kreativitas murid yang
kurang aktif agar senang bertanya, suka meneliti, dan senang menciptakan?
Dalam mengajukan tahapan dan pertanyaan dalam model B-A-G-J-A tersebut,
saya melibatkan beberapa rekan sejawat, murid dan pemangku kepentingan di
sekolah dalam proses mencari jawabannya. Jawabannya rekan sejawat, murid dan
pemangku kepentingan menjadi pertimbangan sekolah ketika merumuskan
rekomendasi untuk mengidentifikasi potensi murid dan membuat strategi untuk
menumbuhkannya.
6. Budaya Positif
Selama melakukan aksi nyata membangun budaya positif di sekolah saya
membangun kemerdekaan belajar melalui kesepakatan kelas. Latar belakang ini
didasari dari fenomena murid yang berlaku tak berakhlak atau tak beretika pada
saat pembelajaran di dalam kelas, mungkin sudah tak asing di institusi sekolah.
Hal itu menyebabkan suasana kelas menjadi gaduh. Krisis moral di
kalangan murid masalah yang harus di benahi oleh pemangku kepentingan di
sekolah. Krisis moral tersebut tidak terlepas dari era globalisasi yang telah
membawa dampak luas di belahan bumi mana pun, tak terkecuali di negeri
Indonesia.
Dampak globalisasi diibaratkan seperti pisau bermata dua, positif dan
negatif memiliki konsekuensi yang seimbang.
Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid
bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan
kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tetapi juga harapan murid
terhadap guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru
dan murid.
Kesepakatan ini lebih mengedepankan peran aktif murid sebagai subyek
pendidikan, sehingga setiap pendapat murid perlu dihargai. Lewat kesepakatan
kelas, anak-anak sekaligus belajar tentang nilai-nilai demokrasi, serta pentingnya
bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang mereka buat sendiri.
Dalam penerapan budaya positif ini guru harus mampu menjadi role model
dan posisi kontrolnya adalah sebagai manager yang lebih menekankan pada
tumbuhnya kesadaran dari dalam diri siswa, bukan lantaran berlakunya pemberian
hukuman dan pemberian hadiah.
Disamping itu, untuk menerapkan budaya positif ini, guru tetap
memperhatikan filosofis pemikiran KHD, terutama menerapkan among dan
pamong, yaitu mengayomi, memfasilitasi, memotivasi dan berpihak pada anak.
Selain itu, tetap memperhatikan kodrat anak dan kodrat alam.
Sebagai langkah awal untuk penerapan budaya positif, bisa dimulai dengan
membuat kesepakatan kelas. Dalam pelaksanaannya, kesepakatan kelas ini harus
melibatkan murid. Anak-anak ditempatkan sebagai tokoh utama dalam
pembelajaran, termasuk juga dalam pembuatan kesepakatan kelas, sehingga
mereka merasakan keterlibatan dan perilaku yang mereka tunjukkan sebagai
bagian dari tanggung jawab mereka sendiri, buka sekedar menjalankan peraturan
yang berlaku di kelas.
Penerapan kesepakatan kelas sebenarnya bukanlah hal yang baru. Membuat
kesepakatan kelas selalu dilakukan pada awal tahun pelajaran. Namun, selama ini
dalam penerapannya memang tidak melibatkan murid dalam kesepakatan kelas.
Biasanya, kesepakatan kelas atau tata tertib kelas yang di buat guru, hanya
menyampaikan aturan-aturan dan hal-hal yang harus dilakukan oleh peserta didik.
Selanjutnya, murid diminta mengikuti aturan tersebut. Jika tidak, ada konsekuensi
berupa hukuman yang akan diberikan.
Sebelum pembuatan kesepakatan kelas , langkah pertama yang dilakukan
adalah menyusun panduan kesepakatan kelas. Ada 6 panduan dalam menyusun
kesepakatan kelas yakni : menayakan pendapat murid , menanyakan ide dari
murid untuk mencapai kelas impian ,ambil kesimpulan dari ide, ubah ide menjadi
kesepakatan kelas, tandatangani kontrak kesepakatan, dan melakukan refleksi
kesepakatan kelas yang sudah di sepakati dengan melihat bersama bafallo kontrak
kesepakatan kelas.
Selanjutnya, pembuatan kesepakatan kelas ini adalah bertanya dulu kepada
murid tentang bentuk kelas impian mereka. Semua siswa menjawab secara
antusias pertanyaan yang diberikan. Jawaban yang mereka berikan antara lain,
kelas yang bersih, rapi, nyaman, indah dan menyenangkan. Setelah itu, murid
kembali diberikan pertanyaan, bagaimana cara mewujudkan kelas yang bersih,
sehat, aman, nyaman, dan menyenangkan?.
Murid kembali menjawab antara lain dengan menjaga kebersihan kelas,
bekerja sama, tidak membuang sampah sembarangan serta saling membantu
dalam menjaga kebersihan kelas. Kemudian, murid kembali ditanyakan,
bagaimana cara agar bisa mendapatkan hasil maksimal dalam proses
pembelajaran? murid menjawab dengan masuk tepat waktu , berdoa sebelaum dan
sesudah belajar dan dengan cara belajar dengan giat dan menyimak guru saat
menerangkan atau menjelaskan pelajaran.
Kemudian murid kembali ditanyakan menurut kalian apa yang harus kita
semua lakukan untuk mencapai kelas impian kita? Mereka menjawab kelas tanpa
kekerasan fisik. Apa lagi? kelas tanpa kekerasan verbal, seperti bullying. Apa
lagi?” Kita harus sama-sama menjaga komitmen dalam menjalankan kesepakatan
kelas, tanpa pemberian hadiah atau hukuman, pak guru.
Selanjutnya melakukan diskusi untuk mendapatkan umpan balik dari murid,
perjelas tentang kesepakatan kelas , penting jika kesepakatan kelas , murid
percaya dan bisa di lakukan baik sebagai individu maupun dalam kelompok ,
pastikan memang semua daftar diperlukan dalam proses belajar mengajar, jika
ada yang terlewati pandu murid untuk menambahkan yang terlupakan atau
menghapus tujuan yang tidak utama.
Kemudian guru dan murid bergiliran menulis di kertas buffalo berupa
tingkah laku dari kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas dapat dibuat berupa
panduan tingkah laku. Kemudian memastikan jumlah poin kesepakatan kelas
tidak banyak sehingga mudah dipahami dalan dilakukan.
Setelah kesepakatan kelas di setujui kemudian memberikan waktu kepada
murid untuk mendatangani kontrak kesepakatan kelas, guru juga perlu
menandatangani kesepakatan kelas tersebut, kemuduain meletakkan poster
kesepakatan kelas yang sudah ditandatangani agar terlihat oleh semua guru
Langkah yang terakhir adalah melakukan refleksi secara rutin terkait
kesepakatan kelas yang sudah di susun , tayakan murid terkait perkembangan dan
tentukan apa ada hal yang perlu diubah atau diperbaikai.
Jika dalam poin kesepakatan kelas masih ada yang kurang atau ada dari
mereka yang masih melanggar , maka mereka diajak untuk mendiskusikan hasil
kontrak kesepakatan kelas. Ini merupakan tantangan yang dihadapi, namun setelah
melakukan refleksi bersama, keberhasilan murid melaksanakan kontrak
kesepakatan kelas yang mereka buat sendiri, tanpa ada hadiah dan hukuman bagi
murid yang melanggar kesepakatan yang telah di buat bersama.
BAB III
PENUTUP

1. Refleksi
Setelah saya menyusun laporan analisis materi berbasis masalah. Maka,
nilai –nilai dan peran sebagai guru harus  mampu senantiasa mendorong dirinya
sendiri untuk melakukan aksi nyata serta mengambil tanggung jawab atas segala
hal yang terjadi pada dirinya. Segala perubahan yang terjadi di sekitar kita maupun
pada diri kita, muncul dari diri kita sendiri.
Ketika kita hanya menunggu sesuatu untuk terjadi, seringkali hal tersebut
tidak pernah terjadi. Karena itu seorang guru diharapkan mampu mendorong
dirinya sendiri untuk melakukan perubahan, untuk memulai sesuatu, untuk
mengerjakan sesuatu terkait dengan perubahan apa yang diinginkan untuk terjadi.
Perjalanan pencarian jati diri, pada nilai inilah yang mengantarkan saya
dapat melewati berbagai hambatan dan rintangan yang ada pada diri saya. Dimana
saya dapat menyelesaikan rangkaian program pendidikan guru penggerak dengan
aksi nyata yang harus konsisten dilakukan.
Rangkaian pengalaman belajar tentang nilai dari guru, saya dapat
merasakan bahwa ada perubahan yang mendasar pada diri saya. Perubahan itu,
menyadarkan diri saya bahwa masih banyak yang saya harus pelajari dari makna
nilai dari guru tersebut. Dari pengalaman belajar ini saya dapat mengenali
kelebihan dan kekurangan serta strategi dalam mengeimplementasikan nilai guru
di ruang-ruang sekolah dan universitas kehidupan.
Guru penggerak memiliki peran yang strategis dalam melakukan
transformasi pendidikan kearah yang lebih baik. Hal itulah yang saya rasakan.
Peran ini , tentu harus secara konsisten dilakukan. Selain itu, untuk menguatkan
peran dan nilai-nilai guru saya harus melakukan transformasi yang mendasar baik
cara berpikir, dan cara bertindak saya dalam memaknai suatu perubahan. Namun
terkadang cara berpikir dan cara bertindak saya dalam memaknai suatu perubahan
selalu ada hambatan pada diri saya .
Hambatan yang di maksud adalah ada rasa jenuh dan malas untuk
melakukan perubahan yang terkadang menghigapi diri saya.
1. Tindak Lanjut
Tindak lanjut dilaksanakan dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan
dan keberlangsungan hasil sebuah kegiatan. Melalui tindak lanjut, akan diketahui
kendala atau hambatan sekaligus upaya mengatasinya. Selain itu, melalui tindak
lanjut akan memperluas jangkauan sasaran hasil kegiatan. Demikian halnya
dengan aksi nyata program pendidikan ini.
Dari kegiatan yang dilaksanakan diselama ini, tersusun Rencana Tindak
Lanjut (RTL) pasca mengikuti program ini. Beberapa kegiatan akan dilaksanakan
di sekolah kegiatan tersebut meliputi koordinasi, kolaborasi, sosialisasi, pelatihan
serta monitoring dan evaluasi. Program RTL yang disusun menyesuaikan
kebutuhan dan kemampuan dalam menyebarluaskan hasil melaksanakan aksi
nyata yang tertuang dalam laporan analisis materi berbasis masalah.
Berdasarkan hal tersebut, berikut ini uraian program yang telah
dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kuripan. 1. Koordinasi dengan Kepala Sekolah; 2.
Kolaborasi dengan rekan sejawat dalam komunitas praktisi di sekolah; 3.
Pelaksanaan sosialisasi hasil aksi nyat kepada sejawat dalam dan luar komunitas
praktisi; 4. Pelatihan membangun budaya positif sekolah; 5. Pelaksanaan
Monitoring dan Evaluasi program tindak lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/gurupenggerak/faq/
https://www.kompasiana.com/muhammadalifistygfarlana/
5e8b51a3cecd3b697b056483/rendahnya-kompetensi-guru-menjadi-
permasalahan-pendidikan-di-indonesia-dilihat-dari-sudut-pandang-sosiologi
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai