Disusun Oleh:
Sallim Ritonga
Refi Fauzah Sipahutar
Hidayanti Ritonga
Putri Wahyuni Rambe
Dengan memanjat puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Sunnah dan Bid’ah” .
Dalam makalah ini menjelaskan tentang Sunnah dan Bid’ah. Diharapkan
makalah ini dapat memberikan pemahaman tentang Sunnah dan Bid’ah. Terima kasih
pemakalah sampaikan kepada semua pihak yang membantu penyusunan makalah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam proses penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyusunan makalah ini kami maksudkan sebagai bahan kajian serta diskusi kami
mengenai sunnah dan bid’ah. tidak bisa disangkal lagi bila kenyataan yang terdapat
menunjukkan tidak sedikit berasal kaum muslimin yang begitu hobi melakukan
praktek bid’ah serta khurafat, yang lebih mengenaskan bid’ah serta khurafat itu
dikemas sedemikian rupa supaya tampak seolah-olah suatu ibadah yang disyariatkan,
lebih tampil menarik dan bisa memikat perhatian poly orang. ada interim apa yang
terdapat pada pada Kitabullah berisikan perintah buat ittiba’ (mengikuti tuntunan
Rosulullah).
Bidah ialah pelanggaran yg sangat besar berasal sisi melampaui batasan- batasan
hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah kentara bahwa hal ini
menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad
SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang serta
membutuhkan tambahan serta belum tepat.
Sunnah sering disamakan dengan hadits. Segala perkataan, perbuatan, dan takril
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan perbuatan para
sahabatnya seperti Kholid bin Walid, memakan daging biawak. Nabi SAW
mengizinkan Nabi untuk percaya bahwa dia tidak melarangnya. Sunnah adalah
sumber hukum kedua setelah Alquran. Dalam kajian ushul fiqh, asSunnah adalah cara
untuk menjelaskan Al-Qur'an, jadi fungsi asSunnah adalah menjelaskan, menafsirkan,
menyempurnakan, menambah, dan menambah berbagai hukum yang terkandung
dalam Al-Qur'an. Dan adapula yang masih mubham.
Makalah ini kami susun menjadi bentuk tugas pembuatan makalah mata kuliah
Ke-Aswajaan.
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Sunnah
A. Secara etimologi
Makna kata sunnah adalah perbuatan yang semula belum
pernah dilakukan kemudian diikuti oleh orang lain, baik perbuatan yang
terpuji maupun yang tercela.
Sabda rasulullah SAW :
Artinya: “Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik
didalam Islam, maka ia menerima pahalannya dan pahala orang-orang
sesudahnya yang mengamalkannya”. (H.R. Muslim )
B. Secara terminology
Pengertian sunnah bisa dilihat dari 3 disiplin ilmu ;
1. Ilmu hadits
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,
baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
2. Ilmu ushul fiqhi
Segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW berupa perbuatan,
perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
3. Ilmu fiqih
Salah satu hukum takhlifi, yang berarti suatu perbuatan yang akan
mendapatkan pahala bila dikerjakan dan tidak berdosa apabila
ditinggalkan.
Para ulama islam mengutip kata Sunnah dari al-Qur’an dan bahasa
Arab yang mereka gunakan dalam artian khusu yaitu: ”cara yang biasa
dilakukan dalam pengamalan agama”.
Kata Sunnah sering disebut dengan kata ”kitab”. Di kala kata sunnah
dirangkaikan dengan kata “kitab”, maka Sunnah berarti: “cara-cara beramal
dalam agama berdasarkan apa yang disarankan dari Nabi Muhammad SAW”;
atau “suatu amaliah agama yang telah dikenal oleh semua orang”. Kata Sunnah
3
dalam artian ini adalah “bid’ah” yaitu amaliah yang diadakan dalam urusan
agama yang belum pernah dilakukan oleh Nabi.
2. Pengertian Bid’ah
Secara bahasa, kata bid’ah ( ) البدعةberasal dari bahasa Arab bada’a
– yabda’u – bad’an – bid’atan( عKدK ع – بKدK عا – ي بKدK ب- )بدعةyang bermakna
bada’a (memulai).
Sedangkan, secara istilah bid’ah disifati secara mutlak dengan sifat sayyiah
(tercela).
4
Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, hafizh dan faqih dalam
madzhab Syafi’i. Beliau berkata : “Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu
yang baru yang belum ada pada masa Rasulullah.” (Al- Imam al-
Nawawi, Tahdzib al-Asma’ wa al-Laughat, 3/22).
B. Sunnah Fi’liyah
Adalah semua perbuatan dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang
dilihat atau diketahui atau diperhatikan oleh sahabat,
kemudian disampaikan kepada orang lain dengan ucapannya.
5
membelakangi jama’ah menghadap kiblat dan berdoa, kemudian beliau
membalikkan selendangnya, kemudian beliau shalat bersama kami dua
rekaat dengan menjaharkan bacaannya pada kedua rekaat itu”.
Misalnya; tata cara shalat, puasa, haji, transaksi dagang,tata cara makan
dll. Perbuatan ini dapat diketahui dengan adanya petunjuk dari beliau
sendiri, atau karena adanya petunjuk (qarinah) lain, baik dari Al-
Qur’an maupun dari sifat perbuatan Rasulullah SAW.
C. Sunnah Taqririyah
Adalah perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan di
hadapan atau sepengetahuan Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak
ditanggapi atau dicegah oleh Nabi, namun Nabi diam, maka hal ini
merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan diamnya Nabi itu dapat
dibedakan pada 2 bentuk:
6
2. Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak
diketahui pula haramnya. Diamya Nabi dalam hal ini menunjukkan
hukumnya adalah ibahah atau meniadakan keberatan untuk
diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi
mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya, berarti
Nabi berbuat kesalahan; sedangkan Nabi bersifat ma’shum
(terhindar dari kesalahan).
Contoh sunnah taririyyah:
7
Bid’ah, seperti Salafi, Muhamadiyah, dan lain lain. Beliau berkata,
“Pandangan yang menyalahi nash adalah bid’ah berdasarkan kesepakatan
kaum Muslimin. Sedangkan pandangan yang tidak menyalahinya, terkadang
tidak dinamakan bid’ah. Imam Syafi’i berkata, “Bid’ah itu ada dua. Pertama,
bid’ah yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Atsar sebagian sahabat
Rasulullah saw. Ini disebut bid’ah dhalalah. Kedua, bid’ah yang tidak
menyalahi hal tersebut. Ini terkadang disebut bid’ah hasanah berdasarkan
perkataan Umar ra, “Inilah sebaik- baik bid’ah”. (Syekh Ibnu Taimiyah,
Majmu’ al-Fatawa, 20/163).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa para ulama seiring berjalannya
waktu mulai dari al-Imam al-Syafi’I, al-Imam al-Nawawi, al- Hafizh Ibn Hajar dan
Syaikh Ibn Taimiyah telah sepakat membagi bid’ah mejadi dua, yaitu bid’ah hasanah
dan bid’ah madzmumah. Bahkan, bid’ah hasanah sudah ada semenjak masa
Rasulullah saw, masa sahabat dan terus berlanjut sampai pada generasi selanjutnya.
8
hadits baru sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar abad ke 10 H.
1. Fungsi Sunnah
Dalam uraian tentang al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar
ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang
secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari Sunnah.
Dengan demikian fungsi Sunnah yang utama adalah untuk menjelaskan al-
Qur’an.
Dengan demikian bila al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum
fiqh, maka Sunnah disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai
bayani dalam hubungannya dengan al-Qur’an, ia menjalankan fungsi
sebagai berikut:
9
Dan diriknlah shalat dan tunaikanlah zakat....
2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam al- Qur’an
dalam hal:
a. Menjelaskan arti yang masih samar dalam al-Qur’an
b. Merinci apa-apa yang dalam al-Qur’an disebutkan secara garis
besar
c. Membatasi apa-apa yang dalam al-Qur’an disebutkan secara
umum
d. Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam al- Qur’an
3. Menetapkan sesuatu hukum dalam Sunnah yang secara jelas tidak
terdapat dalam al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Sunnah
menetapkan sendiri hukum yang tidak ditetapkan dalam al- Qur’an.
Fungsi Sunnah dalam bentuk ini disebut “itsbat” atau “insya”.
Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa yang
ditetapkan Sunnah itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa
yang disinggung al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan al-
Qur’an secara terbatas.
10
sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan
barangsiapa yang memulai perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan
memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya
sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim).
Artinya:
“Telah Kami turunkan kitab kepadamu untuk memberikan penjelasan tentang
apa-apa yang diturunkan kepada mereka, supaya mereka berfikir.(Q.S. An-
Nahl:44)
11
Penjelasan sunah terhadap Al-Qur’an dapat dikategorikan menjadi 3 bagian:
a. Penjelasan terhadap hal yang global.
Seperti diperintahkannya shalat dalam Al-Qur’an tidak diiringi penjelasan
mengenai rukun, syarat dan ketentuan-ketentuan shalat lainnya. Maka hal
itu dijelaskan oleh sunah sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya:
“Shalatlah kamu semua, sebagaimana kamu telah melihat saya shalat.”
b. Penguat secara mutlaq. Sunnah merupakan penguat terhadap dalil-
dalil umum yang ada dalam Al-Qur’an.
c. Sunnah sebagai takhsis terhadap dalil-dalil Al-Qur’an yang masih
umum.
3. Sebagai Musyar’i (pembuat syari’at)
Sunnah tidak diragukan lagi merupakan pembuat syari’at dari yang tidak ada
dalam Al-Qur’an, misalnya diwajibkannya zakat fitrah, disunahkan aqiqah, dan
lain-lain. Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:
a. Sunnah itu memuat hal-hal baru yang belum ada dalam Al-Qur’an.
b. Sunnah tidak memuat hal-hal baru yang tidak dalam Al-Qur’an, tetapi
hanya memuat hal-hal yang ada landasannya dalam Al-Qur’an.
12
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Sunnah adalah perbuatan yang semula belum pernah dilakukan kemudian diikuti
oleh orang lain, baik perbuatan yang terpuji maupun yang tercela. Sunnah dibagi
menjadi 3 bagian:
1. Sunnah Qauliyah
2. Sunnah Fi’liyyah
3. Sunnah Taqririyyah
Ketiga macam Sunnah tersebut (qauliyah, fi’liyah dan taqririyah) disampaikan
dan disebarluaskan oleh yang melihat, mendengar, menerima dan yang mengalaminya
dari Nabi secara beranting melalui pemberitaan atau khabar, hingga sampai kepada
orang yang mengumpulkan, menuliskan dan yang membukukannya sekitar abad
ketiga Hijriah.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, 2010, Jakarta: Amzah. Amir Syarifuddin, Ushul
Fiqh, 2008, Jakarta: Kencana.
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, 2008, Bandung: Pustaka Setia. Rachmat
Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, 2010, Bandung: Pustaka Setia.
Saeful Hadi, Ushul Fiqih,2009, Yogyakarta: Sabda Media
Isnan Ansory, Bid’ah Apakah Hukum syariah?, rumah fiqh publishing, setiabudi
jakarta Selatan, 10 Oktober 2018
http://sidogiri.net/2014/10/bidah-hasanah-dari-masa-ke-masa/
https://reevy.wordpress.com/2010/09/24/beberapa-contoh-bid%E2%80%99ah- yang-
tercela-menurut-al-hafidz-as-suyuthi-rahimahullah/
http://www.muslimedianews.com/2015/02/contoh-contoh-bidah-hasanah- menurut.html
14