Anda di halaman 1dari 36

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, sebagai pedoman untuk melangkah lebih lanjut dikemukakan

beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian ini dan sekaligus merupakan

pendukung masalah yang akan dibahas. Beberapa konsep yang akan diuraikan dalam

bab ini, yaitu (1) Pengertian Media, (2) Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran,

(3) Jenis – jenis Media pembelajaran , (4) Kriteria Pemilihan Media, (5) Media

Gambar, (6)Kelebihan Media Gambar, (7) Memilih Media Gambar yang Baik, (8)

Strategi Pengajaran Bahasa Asing, (9) Goi (kosa kata) dalam Bahasa Jepang, (10)

Jenis –Jenis Goi, (11) Kalimat bahasa Jepang, (12) Kerangka Berpikir,(13) Hipotesis

Tindakan,

2.1 Pengertian Media

Belajar adalah suatu media yang komplek yang terjadi pada diri setiap orang

sepanjang hidupnya (Rayandra, 2012:1). Proses belajar itu terjadi karena adanya

interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat

terjadi kapan saja dan di mana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah

belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri sesorang itu yang mungkin

disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau

sikapnya.

Interaksi yang terjadi selama proses belajar dipengaruhi oleh lingkungan yang

antara lain terdiri atas murid, guru, pegawai atau meteri pelajaran, fasilitas dan

9
10

sumber belajar. Agar proses pembelajaran berlangsung dengan efektif diperlukan

suatu metode pembelajaran yang tepat.

Selain metode pembelajaran salah satu unsur yang juga sangat penting dalam

proses pembelajaran adalah media pengajaran. Kedua hal itu sangat saling

berterkaitan. Pemilihan suatu metode tertentu akan mempengaruh jenis media

pengajaran yang sesui, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus

diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan

respon yang diharapkan. siswa menguasai pelajaran yang sedang berlangsung. Dan

konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian dapat

dikaitkan salah satu fungsi utama ,media pengajaran adalah sebagai alat bantu

mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata

dan diciptakan oleh guru. Seperti, hasil evaluasi belajar siswa mengalami

peningkatan. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan

sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi

pelajaran pada saat itu. Di samping membangkitkan motivasi dan minat siswa, media

pembelajaran juga dapat membantu siswa mempercepat memahami materinya,

menyajikan pelajaran dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran dan

memadatkan informasi.

Media pembelajaran yang berupa gambar merupakan salah satu jenis media

yang ternasuk dalam klasifikasi media visual ( bentuk). Levie & Lentz (dalam Asyhar

Rayandra 2012;20) mengungkapkan empat fungsi media pembelajaran khususnya

media visual, antara lain. (a) fungsi atensi, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian

siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual
11

yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Sering pada awal pelajaran

siswa tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu karena salah satu

mata pelajaran yang tidak disenangi oleh siswa sehingga meraka tidak

memperhatikan. Media gambar dapat memusatkan perhatian siswa kepada pelajaran

yang akan siswa terima. (b) fungsi afektif media visual dapat dilihat dengan singkat

kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau

lambing visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. (c) fungsi kognitif media

visual terlihat dari temuan–temuan penelitian yang menggungkapkan bahwa lambang

visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat

informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. (d) fungsi kompesatoris media

pengajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan

konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk

mengungkapkan informasi yang terdapat pada teks dan mengingatnya kembali.

Oleh karena itu, para guru dituntut agar mampu menggunakan alat–alat yang

dapat disediakkan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat–alat

tersebut tidak sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-

kurangnya dapat membuat alat yang murah dan efesien yang meskipun sederhana dan

bersahaja tetapi merupakan kaharusan dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran

yang diharapkan. Di samping mampu menggunakan alat- alat yang tersedia, guru juga

dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pemgajaran yang

akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia.

Kata media dalam media pembelajaran secara harfiah berarti perantara atau

pengantar, sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi yang


12

diciptakan untuk membuat seseorang melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian,

media pembelajaran memberikan penekanan pada posisi media sebagai wahana

penyalur pesan atau informasi belajar mengkondisikan seseorang untuk belajar.

Dengan kata lain, pada saat kegiatan belajar berlangsung bahan belajar (learning

material) yang diterima siswa diperoleh melalui media. Hal ini sesuai dengan

pendapat Lesle. J Briggs ( dalam Hamalik, 1980:55) yang menyatakan bahwa media

pembelajaran sebagai “ the physical mean of conveying instructional content, book,

films, vidiotapes, etc. lebih jauh Briggs menyatakan media adalah alat utuk

memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Media pendidikan

menurut Oemar Hamalik ( dalam Purwati, 2000;5) mengatakan “media pendidikan

adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengaktifkan

komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan

pengajaran di sekolah.” Nana Sudjana (1991:8) mengatakan, media pengajaran adalah

sebagai alat bantu mengajar yang ada dalam kemampuan teknologi, sebagai salah

satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru. Gagne (dalam Asyhra Rayandra,

2012) mengatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan

siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Ahmad Rohani (1997;3)

mengemukakan media adalah segala sesuatu yang dapat membantu proses belajar

yang berfungsi sebagai peranatra atau sarana utuk proses belajar mengajar. Dari

batasan diatas dapat dikatakan media belajar adalah suatu alat bantu yang digunakan

dalam mengajar sebagai penyalur pesan dalam rangka lebih mengaktifkan

komunikasi dan interaksi antara guru dengan siswa melalui indera mereka. Siswa
13

dirangsang oleh media itu dalam menggunakan inderanya untuk menerima informasi

sehingga siswa memahami tujuan pembelajaran.

2.1.1 Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran

Penggunaan media dalam proses belajar mengajar sangat membantu guru dalam

menanamkan konsep tertentu kepada peserta didik dan bermaanfaat bagi siswa untuk

memudahkan memahami konsep yang sedang dipelajari. Dengan penggunaan media

dalam proses pembelajaran berdampak positif diantaranya dapat merangsang

keaktifan belajar siswa, meniadakan sistem belajar yang verbalisme , meningkatkan

kepuasaan belajar siswa sebagai hasil dan penerapan berbagai jenis media belajar

yang bervariasi serta media pembelajaran dapat meningkatkan hasil pembelajaran

melalui proses penyajian media belajar yang bervariasi. Seperti yang telah

dikemukakan di sebelumnya media mempunyai fungsi yang cukup berarti di dalam

proses belajar mengajar, adapun fungsi yang cukup berarti di dalam proses belajar

mengajar, adapun fungsi dari media tersebut sebagai berikut:

a. Menurut Derek Rowntree( dalam Purwati, 2000:12), media pendidikan

( media intruksional edukatif) berfungsi :

1. Membangkitkan motifasi belajar

2. Mengulang apa yang telah dipelajari

3. Menimbulkan stimulus belajar

4. Membangkitkan respon peserta didik

5. Memberikan balikan dengan segera

6. Menggalakan latihan yang serasi.


14

b. Menurut McKnown ( dalam Sudjana, 1991:1 59-160) ada 4 fungsi media

pendidikan, yaitu:

1. Mengubah titik berat pendidikan formal, yaitu dari pendidikan yang

menekankan pada intuksional akademis menjadi pendidikan ynag

mementingkan kebutuhan kehidupan peserta didik.

2. Membangkitkan motivasi belajar pada peserta didik karena :

a. Media intuksional edukatif pada umumnya merupakan sesuatu yang

baru bagi peserta didik sehingga menarik perhatian peserta didik

b. Penggunan media intruksional edukatif memberikan kebebasan kepada

peserta didik lebih besar dibandingkan dengan cara belajar tradisonal

c. Media intruksional edukatif lebih konkret dan mudah dipahami

d. Memungkinkan peserta didik untuk berbuat sesuatu, mendorong

peserta didik untuk tahu lebih banyak.

e. Memberikan kejelasan ( clarification)

f. Memberikan rangsangan ( stimulus)

S. Sadirman, (1990:16) menyatakan bahwa: secara umum media pendidikan

mempunya kegunaan – kegunaan sebagai berikut: (1) memperjelas penyajiann pesan

agar tidak terlalu bersifat verbalisme. (Tidak hanya dalam bentuk kata –kata tertulis

atau lisan belaka.,) (2) membatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra seperti

obyek yang terlalu besar, objek yang terlalu kecil, gerak yang telalu cepat, atau gerak

yang terlalu lambat, kejadian yang terjadi dimasa lalu, objek yang terlalu komplek,

konsep yang terlalu luas. (3) dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan
15

bervariasi dapat diatasi sifat pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan

berguna untuk menimbulakan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi yang lebih

langsung antar anak didik dengan lingkungan dan kenyataan, memungkinkan anak

didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. (4) dengan sifat yang

unik media pendidikan mempunyai kemampuan dalam memberikan perangsang yang

sama, mempersamakan dan menimbulkan persepsi yang sama. Selain itu, kontribusi

media pembelajaran menurut Kemp and Dayton ( dalam Saifudin 2001) yaitu:

1. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar.

2. Pembelajaran dapat lebih menarik

3. Pemberian menjadi lebih intraktif dengan menerapkan teori belajar.

4. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek

5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan

6. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun

diperlukan

7. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses

pembelajaran dapat ditingkatkan.

8. Peranan guru berubah kearah yang positif.

2.1.2 Jenis – jenis Media Pembelajaran

Menurut S. Sadirman dkk. ( 1990:28) ada beberapa jenis media yang lazim

dipakai dalam kegiatan belajar mengajar di Indonesia antara lain :

1. Media Grafis. Media grafis termasuk media visual. Media grafis berfungsi

untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan, melalui indra


16

pengelihatan. Yang termasuk media grafis antara lain gambar /foto, sket,

bangun / chart, grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan planel dan papan

bulletin.

2. Media audio. Media audio berkaitan dengan indra pendengaran (S. Sadiman

dkk, 1990: 52). Yang termasuk media audio antara lain : radio, alat, perekam,

pita magnetik, laboratorium bahasa, dengan media ini pesan dapat diterima

pesan lewat indera pendengaran.

3. Media proyeksi diam. Media proyeksi diam mempunyai persamaan dengan

media grafis dalam arti menyajikan rangsangan –rangsangan visual.

Perbedaan yang jelas diantara kedua media ini adalaha apabila pada grafis

dapat secara langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan.

Sedangkan pada media proyeksi pesan yang diam tersebut harus

diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran. Jenis media

proyeksi diam antara lain: film bingkai ( slaid). Flm bingkai ( flm strip),

OHV, proyektor tak tembus pandnag, mikrofis film, film gelang, TV, dan

video.

Dalam penelitian ini dipergunaakan media gambar. Fungsi dari media gambar

adalah untuk menyalurkan dan memperjelas pesan atau informasi dari guru

kepada siswa. Pesan atau informasi dari guru kepada siswa berupa materi

pelajaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbul –simbul

tersebut perlu dipahami benar –benar artinya agar proses penyampaian pesan

dapat berjalan dengan baik. Secara khusus media gambar berfungsi pula untuk

menarik perhatian, memperjelas sajian ide, Menghiasi fakta yang mungkin


17

akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Selain sederhana

dan mudah pembuatannya media gambar termasuk media yang relative murah

ditinjau dari segi biayanya.

2.1.3 Kriteria Pemilihan Media

Memilih media yang baik untuk tujuan intruksional bukan pekerjaan yang

mudah. Pemilihan suatu media rumit dan sulit karena didasari pada beberapa faktor

yang saling berhubungan.

Di bawah ini dikemukakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam

memilih media yang tepat ( Brets, 2002:84-85)

1. Jenis kemampuan yang akan dicapai, sesuai dengan tujuan pengajaran .

Sebagaimana diketahui, bahwa tujuan pengajaran itu menjangkau daerah

kognitif, afektif dan psikomotor. Bila akan memilih media pengajaran, perlu

dipertimbagkan seberapa jauh media tersebut mampu mengembangkan

kemampuan atau prilaku yang terkandung dalam rumusan tujuan yang akan

dicapai.

2. Kegunaan dari berbagai media itu sendiri. Setiap jenis media mempunyai nilai

kegunaan sendiri – sendiri. Hal ini harus dijadikan bahan pertimbangan dalam

memilih jenis media yang digunakan.

3. Kemampuan guru menggunakan suatu jenis media. Betapapun tinggi nilai

kegunaan media, hal itu tidak akan memberikan manfaat yang optimal, jika

guru kurang atau belum mampu menanganinya dengan baik. Oleh karena itu,
18

kesederhanaan pembuatan dan penggunaan maedia sering ,menjadi faktor

penentu bagi guru dalam memilih media.

4. Keluwesan atau fleksibilitas dalam penggunaannya. Dalam memilih media

harus dipertimbangkan pula faktor keluwesan atau flesibelitas. Dalam arti

seberapa jauh media tersebut dapat digunakan dengan praktis dalam berbagai

situasi dan mudah dipindahkan dari satu tempat ketempat lain.

5. Kesesuaiannya dengan alokasi waktu dan sarana pendukung yang ada. Salah

satu hambatan yang sering dialami dalam mengajar adalah kurangnya waktu

yang tersedia, apabila kurikulumnya terlalu sarat isinya.salah satu faktor yang

perlu dipertimbangkan dalam memilih media ialah seberapa jauh penggunaan

media tersebut masih sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia bagi

pengajaran yang bersangkutan. Disamping itu dalam memilih media

pengajaran perlu diperhatikan pula seberapa jauh penggunaan didukung oleh

sarana atau prasaran yang ada seperti listrik, cahaya dan lain-lain.

6. Ketersediannya sering media yang terbaik tidak tersedia sehingga guru

memilih media yang lain karena media tersebut sudah tersedia atau mudah

menyediakannya.

7. Biaya guru atau lembaga pendidikan biasanya mencari media yang murah

atau ekonomis, sehingga media yang paling ampuh tapi mahal jarang

digunakan.
19

2.2 Media Gambar

Media gambar ( visual) adalah media yang ditungkan dalam bentuk gambar,

lukisan atau foto yang menunjukkan bagaimana tampaknya suatu benda atau

menggambarkan sesuatu keadaan. Media gambar merupakan salah satu jenis media

pendidikan yang sangat berperan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

Gambar juga salah satu jenis media yang paling umum dipakai. Gambar merupakan

bahasa umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana – mana.

Dalam kegiatan belajar mengajar ada beberapa jenis media lazim digunakan.

Media yang paling umum digunakan oleh guru ialah media gambar berfungsi pula

untuk menarik perhatian, memperjelas materi, mempermudah mengingat kembali

mengenai hal–hal yang cepat digunakan, dan mengatasi keterbatasan ruang dan

waktu. Media gambar ini biasanya dibuat oleh guru ketika akan menjelaskan tentang

aktivitas atau kegiatan. maka, dalam kartu tersebut guru membuat gambar orang yang

sedang berktivitas seperti gambar membaca, minum, olahraga dan lain–lain.

Media merupakan bahasa umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati

dimana–mana. Oleh karena itu, pepatah cina mengatakan bahwa sebuah gambar

berbicara lebih banyak daripada seribu kata. Dengan hadirnya media gambar yang

sifatnya konkret, sehingga gambar dapat memotivasi siswa dan dapat menarik

perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Gambar dapat pula mengatasi

keterbatasan ruang dan waktu, gambar akan memberikan konteks pengguna bahasa

dan membawa dunia nyata ke dalam kelas maka dapat mengatasi keterbatasan
20

kemampuan siswa. Gambar mampu memperjelas sesuatu masalah yang akan

disampaikan. Adapun keuntungan media gambar yaitu murah harganya, mudah

diperoleh serta digunakan tanpa mempergunakan alat khusus. Di samping itu gambar

dapat diceritakan sebagaimana adanya, diinterpretasikan bahasanya. media gambar

bisa juga memberikan isyarat tentang jawaban maupun pertanyaan. Media gambar

sangat berguna dalam memberikan stimulus dan informasi kepada siswa dalam

bercakap–cakap, berdiskusi, dan bercerita sehingga akan tampak penguasaan

kosakata siswa. Namun, yang perlu diperhatikan adalah gambar yang disajikan

hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan dan minat siswa, sehingga lebih

mudah mengkomunikasiknannya.

Beberapa kelebihan dari media gambar antara lain:

1. Sifatnya konkret ”gambar lebih realita menunjukan pokok masalah

dibandingkan dengan media verbal semata”.

2. Gambar dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, tidak semua

benda, objek atau pun pariwisata dapat dibawa ke kelas dan tidak selalu

bisa bersama anak–anak di bawa objek tersebut. Gambar atau poto dapat

mengatasi hal tersebut. Peristiwa–peristiwa yang terjadi pada masa

lampau, kemarin, atau bahkan semenit yang lalu kadang–kadang tidak

dapat kita lihat seperti apa adanya. Gambar atau foto sangat bermanfaat

dalam hal ini.

3. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan


21

4. Gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan

menurut tingkat usai seberapa saja sehingga dapat mencegah kesalahan

pahaman.

5. Gambar harganya sangat murah dan mudah diperoleh serta digunankan

tanpa memerlukan peralatan khusus.

Selain kelebihan tersebut media gambar mempunyai beberapa kelemahan,

yaitu:

1. Gambar hanya menekankan pada persepsi indra mata.

2. Gambar atau foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk

kegiatan pembelajaran.

3. Ukuran sangat terbatas untuk kelompok besar.

Selain hal tersebut ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar atau foto

yang baik seingga dapat dijadikan media pendidikan. Adapun keenam syarat

tersebut yaitu:

a. Autentik, gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti

orang melihat benda aslinya.

b. Sederhana. Komposisi gambar hendaknya harus jelas menunjukkan poin

pokok dalam gambar sesuai dengan informasi atau pesan yang ingin

disampaikan.

c. Ukuran relatif. Ukuran gambar harus disesuaikan agar mudah untuk

memperbanyak gambar tersebut.


22

d. Gambar dan foto hendaknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar

yang baik tidaklah menunjukkan objek dalam keadaan diam tetapi

memperhatikan aktivitas tersebut.

e. Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang, gambar atau foto karya

siswa sendiri sering lebih baik.

f. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media media yang bagus.

Sebagai media yang baik, gambar hendaknya bagus dari sudut seni dan

sasuai dengan tujuan pembelajaran yang dicapai.

2.2.1 Kelebihan Media Gambar

Di bawah ini beberapa alasan sebagai dasar penggunan media gambar dalam

dunia pendidikan (Hamalik,1980:82)

1. Gambar bersifat konkret. Melalui gambar para siswa dapat melihat dengan

jelas sesuatu yang sedang dibicarakan atau didiskusikan dalam kelas.

Sesuatu persoalan dapat dijelaskan dengan gambar selain penjelasan

dengan kata –kata.

2. Gambar mengatasi batas waktu dan ruang. Gambar candi Borobudur dapat

dibawa dan dipelajari di Amerika, dan gambar–gambar sphinx di mesir

dapat dipelajari di Indonesia, demikian contoh –contoh selanjutnya akan

membuktikan bahwa gambar –gambar itu merupakan penjelasan dari benda

–benda yang sebenarnya yang kerapkali tak mungkin dilihat berhubung

letaknya jauh atau terjadinya pada masa lampau.


23

3. Gambar mengatasi kekurangan daya maupun panca indera manusia. Benda

– benda yang kecil yang tak dapat dilihat dengan mata, dibuat fotografi

sehingga dapat dilihat dengan jelas.

4. Dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu masalah, karena itu bernilai

terhadap semua pelajaran di sekolah

5. Gambar – gambar mudah didapat dan murah

6. Mudah digunakan, baik untuk perseorangan maupun untuk kelompok

siswa.

2.2.2 Memilih Media Gambar yang Baik

Dalam memilih gambar – gambar yang baik, pada lazimnya kriteria – kriteria

di bawah ini dapat dipergunakan (Hamalik, 1980:85-86) yaitu:

1. Keaslian gambar. Gambar menunjukkan situasi yang sebenarnya, seperti

melihat keadaan atau benda sesungguhnya.

2. Kesederhanan. Gambar itu sederhana dalam warna, menimbulkan kesan

tertentu, mengandung nilai praktis. Jangan sampai anak – anak menjadi

bingung dan tak tertarik pada gambar tadi.

3. Bentuk item. Hendakanya pengamat dapat memperoleh tanggapan yang

tepat tentang objek –objek dalam gambar, misanya, gambar pada majalah,

surat kabar, dan sebaginya. Bentuknyan telah dikenal oleh anak.

4. Perbuatan. Gambar hendaknya menunjukkan hal yang sedang melakukan

suatu perbuatan. Anak –anak lebih tertarik dan akan lebih memahami

gambar – gambar yang kelihatannya sedang bergerak .


24

5. Fotografi. Anak – anak dapat lebih tertarik pada gambar – gambar yang nilai

fotografinya rendah, yang dikerjakan secara tidak profesional, misalnya

terlalu terang atau terlalu gelap. Kekurangan dalam hal pengalaman

photografis tak akan mengurangi nilai kegunaannya. Gambar yang bagus

belum tentu manarik dan efektif bagi pengajaran.

6. Artistik. Segi artistik pada umumnya turut mempengaruhi nilai – nilai

gambar itu. Penggunaan gambar tentu saja disesuikan dengan tujuan yang

hendak dicapai. Gambar yang bagus belum tentu efektif, mungkin anak –

anak lebih senang pada gambar –gambar yang kelihatanya tak bagus.

Kesimpulanya gambar adalah salah satu alat yang penting bagi pengajaran

dan pendidikan. Oleh karena itu gambar yang akan dipergunakan hendaknya

memenuhi kriteria – kriteria tertentu. Gambar sebagai media pendidikan akan berhasil

dengan efektif. Apabila disesuaikan dengan faktor kematangan anak. Tujuan yang

akan dicapai dan tehnik penggunan dalam situasi belajar.

2.3 Strategi Pengajaran Bahasa Asing

Ada beberapa jenis strategi pengajaran bahasa asing yang sering diterapkan di

sekolah – sekolah agar proses mengajar berjalan dengan baik (Sudjianto, 2010) antara

lain :

1. Oral Method

Karakteristik dari metode ini adalah “ kerja mulut” yang menekankan pada
percakapan lisan. Namun, tujuan tidak hanya untuk memantapkan
kemampuan berbicara, tetapi juga membaca dan menulis. Saat pembelajaran
25

berlangsung, pengajar menggunakan benda konkrit atau gambar. Pengajar


membrikan definisi arti berdasarkan linguistik dan menggunakan bahasa ibu.

2. Cognitive Approach
Ada dua jenis metode pembelajaran dalam Cognitive Approach yaitu dalam
menyampaikan informasi guru kepada siswa, informasi harus sudah
diketahui lebih awal agar pembelajaran efektif. Memberitahukan cara
menghafal sesuatu dengan cepat pada saat menyajikan materi baru, harus
dirancang sedemikian rupa sesuai dengan struktur kegiatan pebelajar.
Pengajaran menggunakan benda konkrit, model, foto, gambar kata yang
mengandung aktivitas dijelaskan dalam bentuk kerja untuk memahami arti
kata atau kalimat. Dalam mempelajari materi, bukan pengajaran yang
menjelaskan, tetapi pembelajar menemukan sendiri. Metode ini banyak
digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan dasar.

3. Grammar –Translation Method


Metode ini memfokuskan diri pada penerjemah atau manyadur tulis –tulisan
dalam bahasa inggris, jerman, prancis ke dalam bahasa Jepang untuk
meneliti pemikiran, teknologi, budaya yang ada dinegara – negara tersebut
caranya, yang pertama memahami struktur kalimat, pola bahasa kemudian
menghafal dan mengingat kosa kata. Bukunya diterjemahkan kedalam
bahasa ibu yag secara nyata dipakai dalam kalimat berdasarkan struktur
kalimat. Pebelajar akan menguasai kemampuan membaca atau
menerjemahkan karena banyak menerjemahkan buku, tetapi tidak bisa
menguasai kemampuan yang lain.

4. Guan Shiki Kyoujuhon


26

Metode ini menitik beratkan pada kemampuan berbicara. Pengajaran dimulai


secara lisan. Siswa meniru kemudian berlatih dengan pengulangan dan
Tanya jawab. Guru meminimalisir penggunaan bahasa ibu dengan
menggunakan benda konkrit atau gesture. Memahami apa adanya
berdasarkan latihan berbicara. Metode ini tidak mengutamakan membaca
dan menulis. Diharapkan apa adanya seperti anak kecil.

5. Berlitz Method
Sama dengan metode Guan, metode berlitz pun mengatakan kemampuan

berbicara. Praktek dilakukan secara langsung tanpa penjelasan bunpouteki

( grammer). Dapat diterapkan pada kelas yang jumlah siswanya sedikit.

Ketika belajar, guru menggunakan benda nyata, gambar dan gestur. Siswa

akan menirukan hatsuon ( pelafalan) dari pengajar.

2.4 Goi (kosa kata) dalam Bahasa Jepang

ごい
( 語彙) Goi merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan

dan dikuasai guna menujang kelancaran komunikasi dengan bahasa Jepang baik

dalam ragam lisan maupun dalam ragam tulisan. Asano Yukiro ( dalam Pengantar

Linguistik Jepang 2004:97) menyebutkan bahwa tujuan akhir pengajaran bahasa

Jepang adalah agar para pembelajar dapat mengkomunikasikan ide atau gagasannya

dengan menggunakan bahasa Jepang baik dengan lisan maupun tulisan, salah satu


faktor penunjang adalah penguasaan Goi yang memadai. Kanji i ( 伊 ) pada goi (
27

ごい
語彙 ) adalah atsumeru koto ‘kumpulan atau ‘himpunan’. Oleh sebab itu Goi dapat

didefinisikan sebagai go no mure atau go no atsumari yang berarti ‘kumpulan kata’.

2.4.1 Jenis –Jenis Goi

Kosakata dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis, cara , standar atau

sudut pandang kita melihatnya Misalkan, berdasarkan karakteristik gramatikalnya

diklasifikasikan berdasarkan penuturnya, dilihat dari faktor usia,jenis kelamin dan

sebagainya ( sudjianto dan dahidi 2004:98)

Goi berdasarkan karakteristik gramatikalnya dapat dikelompokan menjadi

dooshi (verbal), i-keyoushi atau ada yang menyebutkan keiyoushi ( ajetiva-i), na-

keiyooshi ( ajektiva-na), meishi ( nomina), rentaishi ( prenomian), fukushi ( adverbia)

kondooshi (interjeksi), setsuzokushi ( konjungsi), jodooshi ( verbal bantu), dan joshi (

partikel). Kosa kata dapat diklasifikasikan juga berdasarkan penutur dilihat dari faktor

usia, jenis kelamin dan sebagainya. Di dalam klasifikasi ini terdapat kata –kata yang

termasuk pada jidoogo atau yoojigo ( bahasa anak –anak) wakamono kotoba ( bahasa

anak muda atau remaja), bahasa danseigo atau otoko kotoba (bahasa pria), gakuseigo

( bahasa mahasiswa), dan sebagainya.

Selain itu ada juga klasifikasi kosakata berdasarkan perbedaan zaman dan

wilayah penuturnya sehingga ada kata-kata yang tergolong bahasa klasik, bahasa

modern, dialek Hiroshima, dialek Kansai, dialek Tokyo, dan sebagainya. Bahkan ada

juga mengklasifikasikan kosakata pada hyoogen goi atau shiyoo goi, rikai goi, kihon

goi, kiso goi, doo’on igigo, ruigigo, keigo yang didalamnya mencakup kosakata
28

sonkeigo, kenjoogo, atau kensongo, teineigo dan sebagainya. Iwabuchi dalam

Sudjianto dan Dahidi(2004:99) menyatakan bahwa “klasifikasi kata berdasarkan asal-

usulnya seperti ini disebut juga goshu”. Untuk lebih jelasnya mengenai jenis-jenis

kosakata tersebut dapat dilihat pada penjelasan berikut ini:

1. Wago

Wago adalah kata-kata bahasa Jepang asli yang sudah ada sebelum kango

dan gaikokugo masuk ke Jepang. Menurut Tanimitsu dalam Sudjianto dan

Dahidi(2004:99) “semua joshi dan jodooshi dan sebagian besar adjektiva,

konjungsi dan interjeksi adalah wago”. Menurut Ishida dan Sudjianto dan

Dahidi(2004:100), dibandingkan dengan jenis goi lainnya, wago memiliki

karakteristik sebagai berikut :

a) Banyak kata yang terdiri dari satu atau dua mora

b) Terlihat adanya perubahan bunyi pada kata yang digabungkan, seperti :

Ame → Amagasa

Ki → Kodachi

Sake → Sakamori

c) Tidak ada kata yang memiliki silabel dakuon dan ragyoo’on(bunyi silabel ra,

ri, ru, re, ro) pada awal katanya.

d) Banyak kata-kata yang secara simbolik mengambil tiruan bunyi terutama

gitaigo seperti ussura, honnori, daraari dan sebagainya.

e) Tersebar pada semua kelas kata, terutama kelas kata verba wago.

f) banyak kata-kata yang menyatakan benda konkrit, sedangkan kata-kata


29

abstrak sedikit

g) banyak kata-kata yang menyatakan hujan, tumbuhan, binatang dan

sebagainya.

h) merupakan kata-kata yang biasa digunakan sehari-hari

i) tidak mempunyai kekuatan untuk menyatakan sesuatu secara tepat. Oleh

karena itu ada kata-kata yang memiliki cara baca yang sama tetapi

み み
mempunyai bentuk kanji yang berbeda seperti kata みる →  見る、 診る、

み み み
観る、看る、視る.

2. Kango

Sudjianto dan Dahidi (2004:101) mengemukakan bahwa “di dalam

ragam tulisan, kango ditulis dengan huruf kanji (yang dibaca dengan cara

on’yomi) atau dengan huruf hiragana”. Dari sejarahnya Tanimitsu dalam

Sudjianto dan Dahidi (2004:101) menyebutkan bahwa ‘pada mulanya kango

disampaikan dari Cina, lalu bangsa Jepang memakainya sebagai bahasa sendiri,

namun tidak jelas pada zaman apa hal itu terjadi’. Dengan demikian Sudjianto

dan Dahidi (2004:103) menyimpulkan bahwa “kango merupakan kata-kata yang

menyerap secara mendalam didalam kehidupan orang Jepang dengan melewati

waktu yang panjang”.

Apabila melihat asal-usulnya kango tampaknya tidak berbeda dengan

gairaigo karena sama-sama berasal dari bahasa asing. Tetapi karena kango

memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dengan gairaigo maka kango


30

menjadi jenis kosakata tersendiri. Ishida Toshiko dalam Sudjianto dan Dahidi

(2004:103) menyebutkan karakteristik kango sebagai berikut.

a) Kango adalah kata-kata yang dibaca dengan onyomi yang terdiri dari satu

buah huruf kanji atau yang merupakan gabungan dua buah huruf kanji atau

lebih.

b) Di dalam cara membaca on’yomi juga ada go’on(cara pelafalan pada waktu

dinasti Wu), kan’on(cara pelafalan pada waktu dinasti Han), dan tan’on(cara

pelafalan pada waktu dinasti Tang), maka terdapat bemacam-macam cara

baca.

c) Pada awal kata banyak yang memakai silabel dakuon, namun tidak ada yang

memakai silabel handakuon.

d) Banyak bunyi yoo’on dan choo’on.

e) Dapat membuat kata-kata panjang dengan menggabungkan berbagai kango.

f) Banyak kelas kata nomina terutama kata-kata mengenai aktifitas manusia

dan nomina abstrak.

g) Bersifat bunshoogo ‘bahasa tulisan/sastra’.

h) Dipakai secara rinci atau detail berdasarkan objek.

i) Banyak doo’ongo dan ruigigo.

j) Bertambah secara drastis setelah zaman Meiji.

3. Gairaigo

Gairaigo adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing(gaikokugo)

lalu dipakai sebagai bahasa nacional (kokugo). Kindaichi dalam Sudjianto dan

Dahidi(2004:104) mengemukakan bahwa ‘kata-kata yang termasuk gairaigo


31

bahasa Jepang pada umumnya adalah kata-kata yang berasal dari negara-negara

Eropa, tidak termasuk kango yang terlebih dahulu dipakai di dalam bahasa

Jepang sejak dahulu kala’. Secara singkat Hiroshi dalam Sudjianto dan Dahidi

(2004:104) menambahkan bahwa ‘kata-kata yang diambil dari bahasa asing yang

sudah dimasukkan ke dalam system bahasa Jepang disebut gairaigo atau

shakuyoogo’.

Berdasarkan definisi diatas Sudjianto dan Dahidi (2004:104) lalu

menyimpulkan bahwa “gairaigo adalah salah satu jenis kosakata bahasa Jepang

yang berasal dari bahasa asing yang telah disesuaikan dengan aturan-aturan yang

ada dalam bahasa Jepang”. Dari karakteristiknya Ishida dalam Sudjianto dan

Dahidi (2004:105) memberikan ciri-ciri gairaigo sebagai berikut :

a) Gairaigo ditulis dengan menggunakan huruf katakana

b) Terlihat kecenderungan pemakaian gairaigo pada bidang dan lapisan

masyarakat yang cukup terbatas, frekuensi pemakaiannya juga rendah

c) Nomina konkrit relatif banyak

d) Ada juga gairaigo buatan Jepang

e) Banyak kata yang dimulai dengan bunyi dakuon.

Hal lain yang dapat dijadikan karakteristik gairaigo di dalam bahasa

Jepang adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemendekan gairaigo,

perubahan kelas kata pada gairaigo, penambahan sufiks na pada gairaigo kelas

kata adjektiva, dan pergeseran makna yang terjadi pada gairaigo.

Selain tiga macam kosakata tersebut ada sebuah jenis kosakata yang

disebut konshugo yaitu kata –kata yang merupakan gabungan dari beberapa kata
32

dari sumber yang berada misalnya gabungan wago, dengan kango, wago dengan

gargoi, atau kango dengan garaigo.

4. Konshugo

Sudjianto dan Dahidi (2004:108) mengemukakan bahwa “selain wago, kango,

dan gairaigo ada juga konshugo yang sering disebut sebagai salah satu jenis

kosakata dalam bahasa Jepang”. Konshugo adalah kelompok kosakata yang

terbentuk sebagai gabungan dari dua buah kata yang memiliki asal-usul yang

berbeda seperti gabungan kango dengan wago, kango dengan gairaigo, atau

wago dengan gairaigo. Masaaki dalam Sudjianto dan Dahidi(2004:108)

menjelaskan bahwa pada dasarnya konshugo terdiri atas tiga macam gabungan

sebagai berikut :

a) Kango dengan wago, misalnya :

1) nimotsu, fumidai, mizu shoobai, hikiagesha, miai kekon

2) bangumi, honbako, kinenbi, roodoo kumiai

b) Kango dengan gairaigo, misalnya :

1) Ikamera, gyaku koosu, tennen gasu, roojin hoomu

2) Taunshi, mikisaasha, hausu saibai, jetto kiryuu

c) Wago dengan gairaigo, misalnya :

1) Uchigeba, tsukiroketto, oogata purojekuto

2) Beniyaita, sutoyaburi, janbo takarakuji

Selain itu, ada juga konshugo yang mengandung tiga jenis kosakata

seperti pada kata namabiirutoo. Lalu pada kata majemuk yang berasal dari
33

beberapa gairaigo, ada juga yang terbentuk dari bahasa-bahasa yang berbeda

seperti soro hoomaa(bahasa Itali ditambah bahasa Inggris) dan arubaito

saron(bahasa Jerman ditambah bahasa Prancis). Tetapi menurut Nomura dalam

Sudjianto dan Dahidi(2004:109) “jenis kata majemuk ini tidak disebut

kenshugo”.

Secara konseptual kosakata dalam bahasa Jepang dapat dibedakan

menjadi dua jenis kosakata yaitu kiso goi(kosakata dasar) dan kihon goi(kosakata

pokok). Menurut Iwabuchi dalam Sudjianto dan Dahidi, (2004:109) kiso goi

dapat didefinisikan sebagai ‘jenis goi yang memilih kata-kata pokok dalam

jumlah tertentu secara subjektif dan sistematis untuk tujuan tertentu dari dalam

bahasa tertentu’.

Kunio dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:109) mengemukakan bahwa

‘kiso goi(basic vocabulary) ditentukan berdasarkan pertimbangan atau keputusan

subjektif peneliti atau pendidik yang memiliki suatu tujuan’.Ishida dalam

Sudjianto dan Dahidi (2004:109) lalu menambahkan bahwa ‘kiso goi pada

umumnya dipakai pada waktu menunjukkan goi dalam jumlah tertentu yang

dipilih dengan pertimbangan subjektif’.

Singkatnya kiso goi merupakan kumpulan kata yang memiliki fungsi

sebagai ungkapan bahasa yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari dan

ditentukan berdasarkan bidang ilmunya dengan cara menggabungkan kata-kata

yang terbatas pada jumlah tertentu. Sudjianto dan Dahidi (2004:109) lalu

menambahkan, “Karena kosakatanya terbatas maka ada kalanya menjadi cara

pengucapan yang tidak alamiah, tetapi apabila artinya dimengerti maka dianggap
34

bagus”.

Berbeda dengan kiso goi, Ishida dalam Sudjianto dan Dahidi

mendefinisikan kihon goi sebagai ‘kelompok goi yang dipilih untuk tujuan

tertentu, namun menunjukkan goi yang berdasarkan kepada penelitian goi secara

objektif’(2004:109). Lebih jelasnya lagi Iwabuchi dalam Sudjianto dan Dahidi

menerangkan bahwa ‘di antara sekian banyak goi yang secara mendasar

dipergunakan pada saat melaksanakan kehidupan kebahasaan disebut kihon

goi’(2004:110). Menurut Sudjianto dan Dahidi “kihon goi (fundamental

vocabulary) memang dipilih untuk suatu tujuan, namun pada umumnya

berdasarkan pada hasil penelitian data-data kebahasaan secara

konkrit”(2004:109). Lebih lanjut Sudjianto dan Dahidi menambahkan bahwa :

Kihon goi dipilih dengan mempertimbangkan(secara subjektif) ruang

lingkup pemakaiannya dan dengan meneliti(secara objektif) frekuensi

pemakaiannya berdasarkan tujuan seperti kihon goi yang diperlukan untuk

kehidupan sehari-hari atau kihon goi yang diperlukan dalam bidang

pendidikan. Kata-kata penting untuk persiapan masuk perguruan tinggi pun

adalah sejenis kihon goi (2004:110)

2.5 Kalimat Bahasa Jepang

Dalam buku dasar –dasar linguistik bahasa Jepang karangan Sutedi

(2003;61-71) disebutkan bahwa jenis kalimat dalam bahasa Jepang dapat digolongkan

こうぞうじょう
menjadi dua macam yaitu: berdasarkan pada struktur ( 構 造 上 kouzoujou)
35

いみじょう
dan berdasarkan pada makna atau semantik ( 意 味 上  imijou). Penggolongan

kalimat pada struktur mengacu pada peranan setiap bagian ( unsur pembentuk

kalimat) dalam kalimat secara keseluruhan. Sedangkan penggolongan kalimat

berdasarkan pada makna mengacu pada bagaimana makna dan fungsi dari kalimat

tersebut. Pada umumunya yang dimaksud dengan kalimat adalah bagian yang

memiliki serangkaian makna yang ada didalam suatu wacana yang dibatasi dengan

tanda titik. Didalam ragam lisan sebuah kalimat ditandai dengan penghentian

pengucapan pada bagian akhir kalimat tersebut ( Iwabuchi, dalam Sudjianto dan

Dahidi 2004:242-243).

Jenis kalimat bersadarkan struktur, secara garis besarnya terdiri dari dua macam

どくりつごぶん
yaitu” yang tidak memiliki unsur predikat” ( 独 立 後 文  dokuritsugobun) dan

じゅつごぶん
yang memiliki unsur predikat ( 述 語 文  jutsugobun ). Dokuritsugobun terdiri

dari dua macam, yaitu yang menggunakan kata seru (kandoushi) dan yang

menggunakan nomina (meishi).

Contoh Kalimat Yang Sering Muncul di SMA

かんどうし
1. yang menggunakan kata seru ( 感 動 詞  kandoushi)

Contoh : おーい! (o-i)(Hei...!)

めいし
2. dan yang menggunakan nomina ( 名 詞 meishi)

Contoh : 田中! (Tanaka)(Tanaka!)


36

Contoh (1) Terbentuk dari kata seru (kandoushi), kalimat ini tidak bisa diperluas

atau ditambah dengan keterangan yang lain.Lain halnya dengan contoh (2), ini

terbentuk dari nomina (meishi), dan masih bisa diperluas dengan memberi keterangan

tambahan. Contoh (Tanaka) digunakan ketika memanggil seseorang, yaitu Tanaka

(nama orang) masih bisa diperluas lagi seperti berikut:

(2) “soko ni iru tanaka” (Tanaka yang ada disitu)

Dokuritsugobun seperti contoh di atas, hanya digumakan untuk menyatakan

panggilan atau jawaban (sahutan), menggunakan rasa terkejut atau marah pada saat

berbicara.kalimat ini tidak bisa digunakan untuk menyatakan keadaan masa lampau.

じゅつごぶん
Sedangkan kalimat yang berkonstruksi predikatif ( 述 語 文   jutsugobun)

berdasarkan jumlah klausanya yaitu:

たんぶん
(1) kalimat tunggal ( 短 文 Tanbun) yaitu kalimat yang hanya memiliki satu

klausa.

Contoh :

あにはがくせいです
‘kakak laki – laki saya adalah mahasiswa’ (BPBJ1 さくら:75)

Jadi kalimat berdasarkan strukturnya dapat disimpulkan sebagai berikut:

Kalimat berdasarkan struktur pembentukkannya

1. Dokuritsugobun (kalimat minim)

a. Yang menggunakan kandoushi (kata seru)

1) . あれ!  ( Are ! ) (Aduh !)


37

2) . 雨!    ( Ame ! ) ( Hujan ! ) 
b. yang menggunakan meishi (nomina)

1) .Outo (menjawab panggilan) (Hai!) (Ya!)


2) Yobikake (memanggil) (Hiroshi!) (Hiroshi!)
2. Jutsugobun (kalimat yang berkonstruksi predikatif)

a. Berdasarkan jenis kata yang menjadi predikat

1) Doushi-bun (kalimat verbal)

a) Tadoushi –bun (transitif)

ヒロシはテレビをみる。(hiroshi nonton TV)

b) Jidoushi –bun (intransitif)

あめふ
雨が降る。  (Hujan Turun)

Adapun Jenis kalimat berdasarkan pada maknanya dapat dibagi menjadi dua yaitu

いみてきないよう
(1) dari segi isi ( 意 味 的 内 容   imiteki - naiyou) dan (2) dari segi fungsi (
でんたつてききのう
伝 達 的 機 能  dentatsuteki - kinou ). Kalimat dari segi isinya terdiri dari :

じょうたいぶん
(a) kalimat yang menyatakan keadaan ( 状 態 文  joutaibun )

Contoh :

Tsukue no ue ni shyashin ga arimsu

Meja – diatas – foto ada

‘diatas meja ada foto’ (MNN1:71)


38

うご ぶん
(b) kalimat yang menyatakan aktifitas atau kejadian ( 動 きの 文  ugoki no bun)

Contoh:

Miraasan wa ima denwa wo kakete imasu

Miraa – sekarang – telpon - menelpon

‘sekarang sodara miller sedang menelpon’ (MNN1:95)

Sedangkan berdasarkan pada fungsinya kalimat terdiri dari: (a) kalimat

はたら ぶん
perintah ( 働 き か け の 文   hatarakikake no bun ) , (b) kalimat yang

がんぼう ひょうしゅつぶん
menyatakan maksud atau keiinginan ( 願 望 の 表 出 文  ganbou no

た ぶん
hyoushutsubun) , (c) kalimat berita ( 述べ 立ての 文  nobetate no bun) , dan (d)

と ぶん
kalimat Tanya ( 問いかけの 文  toikake no bun). Kalimat perintah yaitu kalimat

yang berfungsi untuk menyampaikan keinnginan kepada lawan bicara agar

melakukan sesuatu. Didalamnya terkandung kalimat yang berfungsi untuk

めいれい きんし
menyatakan : (a) perintah ( 命 令  meirei) , (b) larangan ( 禁 止  kinshi) ,

いらい かんゆう
(c) permohonan ( 以 来  irai ) , (d) ajakan ( 勧 誘  kanyuu)

Contoh :

a). (meirei /perintah)

koko ni jyuushyo to namae wo kaite kudasai


disini-alamat- dan nama-tolong tulis
‘tolong tulis alamat dan nama anda disini’ (MNN1:94)

b) ( kinshi / larangan)
39

koko de shyashin wo toranaide kudasai


disini –foto-jangan mengambil-tolong
‘jangan mengambil foto disini’ (MNN1:112)

c) ( irai /permohonan)

zehi azobi ni kite kudasai


‘benar-benar,diharapkan kedatangannya’ (MNN1:94)

d) ( kanyuu/ajakan)

isshoni biiru wo nomimasenka


bersama-sama –maukah minum bir
‘maukah minum bir bersama-sama’ (MNN1:46)

がんぼう ぶん
Kalimat yang menyatakan keingginan ( 願 望 の 文   Ganbou no bun )

yaitu:

Kalimat yang menyatakan keinginan atau harapan pembicaraan tetapi

diutarakan bukan untuk ditujukkan kepada orang lain melainkan hanya kepada diri

sendiri. Jenis kalimat ini mencakup kalimat yang menyatakan:

いし
(a) maksud atau hasrat (意思 ishi )

Contoh:

Kaimono ni ikou
berbelanja- bermaksud pergi
‘ ‘bermaksud pergi berbelanja’ (MNN2:46)

きぼう
(b). keinginan ( 希 望  kibou )

Watashi wa Okinawa e ikitaidesu


saya –Okinawa- ingin pergi
‘saya ingin pergi ke Okinawa’ (MNN1:88)

がんぼう
(c) harapan ( 願 望  ganbou )
40

contoh :
natsuyasumi niwa umi ni ikitai
liburan musim panas- pantai – ingin pergi
‘ pada liburan musim panas ingin bisa pergi ke laut’ (PLBJ;179)

Kalimat berita yaitu kalimat yang berfungsi untuk menyampaikan informasi

dari pembicaran pada lawan bicara, terdiri dari :

(a) kalimat untuk menyampaikan informasi baru atau berita ( genshou –

byounshabun)

Contoh :
Ame ga futte imasu
Huja –turun
‘turun hujan’ (PLBJ:179)
(b) kalimat yang berisi suatu keputusan atau kepastian ( handanbun)

Contoh :
ミラーさん は IMC の しゃいんです
Mira – IMC–pegawai perusahaan
‘miller pegawai perusahaan IMC ‘ (MNN1:8)
と ぶん
Kalimat Tanya ( 問い か け の 文   toikake no bun) yaitu kalimat yang

digunakan untuk meminta informasi dari lawan bicara tentang hal yang tidak atau

belum diketahui, untuk menghilangkan keraguan pembicara terhadap sesuatu hal.

Toiakke no bun terdiri dari;

と ぶん
(a) pertanyaan dan ekspresi emosi ( 問いかけの 文 toikake no bun ) yaitu kalimat

tanya yang digunakan untuk meminta informasi untuk sesuatu yang belum diketahui

oleh pembicara.

Contoh:
Sore wa nan desuka
Itu –apa
‘ apa itu?’ (MNN1:46)
41

かんたん あらわ ぶん
(b) ekspresi emosi ( 簡 単 を 表 す 分   kantan o arawasu bun) yaitu

kalimat yang digunakan untuk menyatakan rasa kagum, emosi, dan sebagainya

terhadap sesuatu objek.

Contoh:
Kirei desu ne !
‘Cantiknya,,,’ (BJS:2010)

Demikianlah beberapa penggolongan kalimat dalam bahasa Jepang berdasarkan

maknanya. Setiap jenis kalimat tentunya merupakan bagian dari beberapa unsur,

berikut adalah unsur – unsur dari kalimat.

Kalimat dalam bahasa Jepang terbentuk dari perpaduan beberapa jenis kata yang

disusun berdasarkan pada aturan gramtikalnya. Pada umumnya jenis kata pembentuk

kalimat terdiri dari:

(1) Meishi (nomina)

(2) Doushin (verba )

(3) Keiyoushi (adjektif )

(4) Jodoushi ( kopula)

(5) Joshi (partikel )

(6) Setsuzokushi ( kata sambung)

(7) Fukushi (kata keterangan )

(8) Kandoushi ( kata seru)

Pada bagian sebelumnya telah diulas bahwa di antara jenis kata tersebut, ada

yang berdiri sendiri dapat membentuk suatu kalimat meskipun hanya satu kata, dan
42

ada juga yang tidak bisa berdiri sendiri. Jabatan setiap kata tersebut dalam kalimat

dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, objek dan yang lainnya. Jabatan kata dalam

kalimat tersebut dijadikan sebagai unsur suatu kaliamat.

しゅご
(1) unsur kalimat dalam bahasa Jepang subjek ( 主 語  shugo)

じゅつご
(2) predikat ( 述 語  jutsugo)

たいしょうご
(3) objek ( 対 象 語  taishougo)

じょうきょうご
(4) keterangan ( 状 況 語  joukyougo )

しゅうしょくご
(5) modifikator ( 修 飾 語  shuushokugo )

せつぞくご
(6) penyambung ( 接 続 語  setsuzokugo )

2.6 Kajian Empiris

Penelitian mengenai media gambar sudah pernah dilakukan oleh Ernawati, made

(2010) dengan fokus dari penelitian tersebut adalah 1) apakah media gambar berseri

dapat meningkatkan kemampuan mengarang pada siswa kelas XI ilmu bahasa SMAN

1 singaraja, 2) bagaimanakah respon siswa kelas XI bahasa SMAN 1 Singaraja

terhadap penggunaaan media gambar berseri dalam pelajaran mengarang. Tujuan dari

penelitian tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan mengarang serta

mengetahui respon siswa mengenai penggunaan media gambar berseri dalam

pelajaran mengarang bahasa Jepang. Subjek dalam penelitian tersebut berjumlah 13


43

orang. Data yang diperoleh merupakan data hasil observasi, tes, dan kuesioner. Hasil

dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa melalui penggunaan media gambar

berseri dalam pelajaran mengarang, kemampuan mengarang anak mengalami

peningkatan yang lebih baik.

2.7 Kerangka Berpikir

Menurut Purwanto (dalam Purwati 2000:15) pada prinsipnya belajar merupakan

suatu kegiatan yang memiliki banyak faktor yang turut berpengaruh terhadap hasil

belajar itu sendiri. Faktor –faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar tersebut

adalah faktor internal dan faktor eksternal.

Berdasarkan teori – teori seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dikemukan kerangka berpikir tentang hubungan penggunaan media gambar dengan

peningkatan kemampuan siswa mengingat kosakata. Digunakan media gambar

sebagai alat pengantar pesan dalam proses interaksi belajar mengajar sangat

diperlukan untuk membantu guru dalam memperjelas suatu masalah yang

disampaikan, maka akan membantu siswa mempermudah memahami materi yang

akan dipelajarinya XI IPB 1 SMAN 1 Sawan. Dengan media gambar ini akan

mempermudah siswa dalam menginterpretasikan sesui dengan fantasi dan

perkembangannya. Jika semakin besar media gambar yang digunakan dalam

pelajaran Bahasa Jepang maka kemampuan siswa untuk mengingat kosakata serta

membuat kalimat dalam bahasa Jepang akan cenderung meningkat.

2.8 Hipotesis Tindakan


44

Berdasarkan landasan teori, tinjauan pustaka dan kerangka berpikir maka

dapat diajukan rumusan hipotesis yaitu penggunaan media gambar dapat

meningkatkan kemampuan siswa mengingat kosakata Bahasa Jepang serta merangkai

kalimat dalam Bahasa Jepang dikelas XI IPB 1 SMA N 1 Sawan.

Anda mungkin juga menyukai