Konflik Suku
Konflik Suku
INDONESIA
Disusun Oleh :
Indah Mawar
Astari Septiana
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan
Tujuan Penulisan
Rumusan Masalah
BAB II : Pembahasan
Kesimpulan
Saran
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Suku, ras, dan agama adalah merupakan isu penting jika dikaitakan dengan peristiwa
pertentangan dan konflik dalam masyarakat. Dalam suatu tatanan sosial masyarakat perbedaan
antara suku ras dan agama sangatlah majemuk dan beragam. keberangaman tersebut
sesungguhnya menjadi salah satu kekayaan tersendiri yag dimiliki oleh negara Republik
Indonesia.
Disisi lain, isu SARA terkadang mendatangkan dampak negatif dan bahkan berdampak
pada terjadinya pertentangan dan konflik yng berkepanjangan yang justru merugikan dan
bahkan mengahambat laju pembangunan. Secara khusus terdapatnya perbedaan Suku di
Indonesia disebabkan oleh karena indonesia adalah merupakan negara yang terdiri dari
beberapa pulau yang memiliki karakter masyarakat, kebudayaan, kebiasaan, adat istiadat dan
kepercayaan yang berbeda. Kemajemukan tersebut yang menjadi ciri khas dari negara kesatuan
Republik Indonesia. Dalam konteks wawasan Nusantara keterpaduan dan persatuan yang
terjalin menjadi wawasan nusantara mejadi kebanggaan tersendiri di Indonesia.
Selain kemajemukan suku tersebut dengan karakteristik yang berbeda juga terdapat
kemajemukan dan perbedaan kepercayaan yang dianut oleh maisng-masing kelompok atau
suku tertentu. Di indonesia terdapat lima macam agama yang diakui diantaranya Islam, Kristen,
Katholik, Hindu dan Buddha, dan terdapat beberapa jenis aliran kepercayaan yang dapat
dijalankan oleh pemeluknya di Negara Republik Indonesia.
Disamping memiliki dampak positif dari kemajemukan tersebut, disisi lain sesungguhnya
sangat rentan untuk terjadi konflik pertentangan antara suku, agama dan ras. Konflik tersebut
harus di eliminir seminimal mungkin agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. akan tetapi
dari keberagaman tersebut sejarah telah membuktikan bahwa telah terjadi pertentangan dan
konflik yang berkepanjangan yang dilatar belakangi oleh Suku, Ras dan Agama.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan SARA ?
Apa contoh kasus tentang SARA yang terjadi di Indonesia ?
Bagaimana cara mengatasi konflik SARA yang terjadi di Indonesia ?
Tujuan Penulisan
Mengetahui dan memahami pengertian tentang suku, ras dan agama
• Individual: merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh individu maupun kelompok.
Termasuk di dalam katagori ini adalah tindakan maupun pernyataan yang bersifat menyerang,
mengintimidasi, melecehkan dan menghina identitas diri maupun golongan.
• Institusional: merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh suatu institusi, termasuk negara,
baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat
peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupun kebijakannya.
•Kultural: merupakan penyebaran mitos, tradisi dan ide-ide diskriminatif melalui struktur
budaya masyarakat.
Dalam pengertian lain SARA dapat di sebut Diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan
yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik
yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa
dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk
membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena
karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi
fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.
SARA akhir-akhir ini muncul sebagai masalah yang dianggap menjadi salah satu sebab
terjadinya berbagai gejolak sosial di negara kita. Perkelahian antara suku Madura dan suku
Dayak di Kalimantan Barat, perkelahian antara suku Makasar dan penduduk asli Timor yang
kemudian berkembang menjadi pergesekan antara agama Katolik dan Islam, merupakan contoh
peristiwa SARA di negara kita. Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan suku bangsa, maka
masalah SARA merupakan hal biasa.
Ada beberapa hal menarik untuk dicermati dalam masalah SARA. Pertama, hubungan
antara suku pribumi dan nonpribumi sampai saat ini belum dapat dipecahkan, dan tetap
menjadi pemicu potensial timbulnya konflik sosial. Kedua, SARA muncul kembali sebagai faktor
pendorong timbulnya "nasionalisme daerah", berupa upaya memisahkan suatu wilayah dari
wilayah Republik Indonesia, meskipun masalah ini secara historis seharusnya sudah selesai
ketika bangsa ini memproklamasikan Sumpah Pemuda 1928. Ketiga, ada gejala bergesernya
sebab pemicu: timbulnya gejolak sosial dari masalah SARA ke masalah yang bersifat struktural.
SARA, khususnya agama, sering terlihat menjadi pemicu. Namun kita perlu bersikap
hati-hati sebelum mengambil kesimpulan bahwa agama "adalah pemicu utama" pecahnya
suatu konflik sosial. Faktor agama dari SARA hanya menjadi "limbah" suatu masalah yang lebih
besar, seperti masalah penguasaan sumber daya alam, kesiapan bersaing, serta kolusi antara
pejabat dan suatu etnik tertentu. Demikian pula halnya suku dalam SARA. Sebagai contoh,
kebetulan etnik Cina atau suku Makasar dan Madura mampu bersaing dalam penguasaan
sumber alam, maka merekalah yang dijadikan tumpuan kemarahan suku yang merasa
kehilangan penguasaan sumber alamnya.
Kita memang perlu melihat masalah SARA dari perspektif lain, yakni perspektif
ketidakseimbangan antara suku dalam akses mereka pada sumber alam dan faktor-faktor pada
tingkat makro lain, seperti belum terciptanya birokrasi yang secara politis netral. Perspektif
seperti ini akan melihat masalah sebenarnya yang kini dihadapi bangsa ini, karena SARA hanya
merupakan "limbah" masalah dasar itu, serta wahana mobilisasi masyarakat, guna menarik
perhatian pemerintah untuk menyelesaikan masalah dasar tersebut. Indonesia memang perlu
perubahan apabila ingin memasuki abad ke-21 dengan utuh sebagai suatu bangsa.
SARA tak akan mampu memicu terjadinya suatu ketegangan apabila tak terkait dengan faktor
struktural yang ada dalam masyarakat. Singapura dan Malaysia adalah negara multietnik dan
multibudaya, namun hubungan antaretnik relatif harmonis. Hipotesis saya, karena Pemerintah
Malaysia dan Singapura -berserta aparaturnya- termasuk pemerintahan yang bersih, baik dari
segi ekonomi maupun politik. Karena aparatur kedua pemerintahan itu bersih, maka keadilan
pun terjamin.
Masih sulit untuk mengatakan bahwa kita telah memiliki suatu pemerintahan yang
bersih. Akibatnya, keadilan sulit dicapai.Sekelompok etnik tertentu, yang bekerja sama dengan
aparatur negara yang tak bersih, mampu lebih cepat memanfaatkan kesempatan yang
diciptakan pemerintah. Hal ini kemudian menimbulkan masalah SARA atau sikap anti terhadap
suku tertentu. Tapi kita perlu memahami bahwa masalah tersebut muncul karena kelompok
etnik itu mengalami political insecurity dalam masyarakat, sehingga mereka perlu mencari
security melalui aliansi dengan aparatur pemerintah yang mengalami economic insecurity.
Gejala menarik yang terjadi di negara kita, adanya satu birokrasi yang merupakan bagian
suatu organisasi sosial politik (orsospol). Ketidaknetralan birokrasi itu dapat memancing
ketegangan sosial yang manifestasinya adalah pada tindakan SARA. Contohnya, beberapa
gejolak sosial pada Pemilu 1997, seperti terjadi di Pekalongan. Dalam hal ini, kita dapat
mendeteksi adanya political insecurity di kalangan aparatur, yakni takut kehilangan jabatan
apabila orsospol tertentu kalah. Political insecurity itu sering dimanifestasikan dalam tingkah
laku yang bersifat overakting, yang dapat menimbulkan reaksi keras dari orsospol lain, yang
pada akhirnya menimbulkan tindakan SARA.
Bagaimanapun, SARA adalah bagian dari bangsa dan negara Indonesia. Kita tak dapat
menghindar dari masalah ini. Kita dapat mencegah SARA menjadi sumber kerawanan dengan
menempuh beberapa cara. Pertama, dalam membangun perekonomian harus secara tegas
ditempuh pendekatan affirmative action, yakni memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada
penduduk pribumi untuk berkembang. Kedua, pemerintah harus menciptakan aparatur
pemerintah yang netral dari segi politis. Korpri harus dianggap sebagai organisasi profesional
pegawai negeri sipil, bukan mesin perolehan suara dalam pemilu. Ketiga, terciptanya suatu
organisasi bagi kelompok etnik Cina yang dapat memberikan perlindungan politis bagi mereka,
sehingga tak perlu mencari perlindungan kepada birokrasi. Keempat, menciptakan
pemerintahan yang bersih dari segala jenis kecurangan .
Contoh Kasus SARA :
Tiba-tiba, sekelompok massa dari luar berteriak-teriak. Umat muslim yang hendak shalat sontak
kaget dan langsung melarikan diri ke Koramil dan Pos 756/WMS untuk meminta perlindungan.
Sepeninggalan umat muslim itu, Masjid tersebut dibakar.
"Saat itu ada yang berteriak, lalu umat muslim itu yang hendak shalat itu langsung melarikan
diri ke koramil," kata Agus kepada Republika, Jumat (17/7).
Setelah pembakaran terjadi, aparat kepolisian setempat langsung mengusut kasus tersebut.
Sampai kini, belum ada kabar terbaru dari kepolisian Papua tentang barang bukti pembakaran
Masjid. Mengenai surat larangan shalat Ied di Tolikara, kepolisian masih dalam tahap
penyelidikan. Bahkan, untuk pengusutan kasus itu secara tuntas, kepolisian juga akan meminta
keterangan Polres Tolikara yang menjadi tebusan dari surat larangan.
Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, inti persoalan adalah jemaat nasrani merasa
terganggu dengan speaker masjid umat Muslim yang akan melakukan shalat ied. Umat Nasrani
mengklaim suara speaker yang dipasang di tengah lapangan menggangu ketenangan umum.
Mereka kemudian meminta umat Muslim untuk membubarkan kegiatan shalat ied tersebut.
Hal itu berujung pada perang mulut antara kedua kubu. Saat itulah kelompok nasrani
melempari masjid dengan api hingga terbakar.
Kepolisian Papua melaporkan, selain Masjid, enam rumah dan 11 kios dilaporkan ikut terbakar.
Kepolisian setempat sudah mengamankan kondisi dan terus menyelidiki latar belakang
persoalan. Selain itu, kepolisian juga menghimbau masyarakat Tolikara dan sekitaranya untuk
menahan diri dan tidak terprovokasi dengan isu yang beredar.
"Kami mengajak, mengimbau kepada seluruh masyarakat di Papua dan khususnya di Tolikara
agar tidak terpancing dengan persoalan kekinian yang terjadi," kata Kepala bidang (Kabid)
hubungan masyarakat (Humas) Polda Papua, Kombes Pol Patrige.
Ia mengemukakan langkah nyata yang telah diambil oleh Kapolres Tolikara adalah
berkoordinasi dengan bupati setempat sebagai pimpinan daerah. "Termasuk menjalin
komunikasi dengan para tokoh agama, adat, pemuda dan perempuan, juga para ketua-ketua
paguyuban, agar masalah yang ada tidak meluas ke daerah lainnya dan menangkap para
pelaku," katanya.
Solusi untuk masalah ini adalah dengan belajar melihat bahwa kelompok
suku, ras, dan agama lain memiliki hak yang sama.
Saran:
Kita sebagai warga negara Indonesia yang merupakan negara beragama
harus menjunjung tinggi rasa toleransi terhadap sesama umat beragama agar
tercipta hubungan yang harmonis sehingga dapat menjadikan Indonesia negara
yang lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA
http://insearching.tripod.com/sara.html
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/07/25/0033.html
http://id.wikipedia.org/wiki/SARA
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/07/17/nrmprs-ini-kronologi-pembakaran-
masjid-di-tolikara