Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak sekali bahan-bahan alam yang terdapat di lingkungan sekitar, diantaranya
tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, namun yang paling banyak digunakan oleh
masyarakat luas yaitu tumbuhan. Oleh karena itu banyak hal yang dilakukan untuk
mengeksplorasi senyawa-senyawa dari tumbuhan ini terutama senyawa metabolit
sekunder. Senyawa metabolit sekunder dapat berfungsi sebagai senyawa racun untuk
pertahanan, zat atraktan terhadap sesama jenisnya, atau sebagai zat pewarna untuk
menarik spesies lain. Dengan demikian, berbagai produk metabolit sekunder berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai obat, insektisida alami, material sains, dan berbagai
kepentingan industri (Saputra, 2018).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah
zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut
tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Ekstraksi bertujuan untuk melarutkan
senyawa-senyawa yang terdapat dalam jaringan tanaman ke dalam pelarut yang dipakai
untuk proses ekstraksi tersebut (Sari, 2017).
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara
2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase
pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat
terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk
dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut
sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap (Sari,
2017).
Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan praktikum Fitokimia Partisi Cair-
Cair Menggunakan Pelarut Etanol, Aquadest Dan Kloroform dengan menggunakan
sampel dari ektraksi maserasi, refluks dan sokletasi simplisia.
B.Tujuan Percobaan
Mengetahui dan memahami teknik pemisahan senyawa menggunakan metode ekstraksi
cair-cair.
C.Manfaat Percobaan
Manfaat praktikum kali ini yaitu mahasiswa dapat memahami serta mempraktikkan
teknik pemisahan senyawa menggunakan metode ekstraksi cair-cair
1
D.Prinsip Percobaan
Pemahaman teknik pemisahan senyawa menggunakan metode ekstraksi cair-cair dengan
pelarut etanol 70%, Etanol, aquadest dan kloroform masing-masing sebanyak 50 ml

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Ekstraksi Cair-Cair

1. Definisi Cair-Cair

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat


tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang
berbeda. Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang
didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran,
biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Bahan yang akan diekstrak
biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk
bubuk atau simplisia(Anonim,2011)
Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi
padat cair dan ekstraksi cair-cair.Pada ekstraksi cair-cair, senyawa yang
dipisahkan terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan
ekstraksi padat-cair adalah suatu metode pemisahan senyawa dari campuran
yang berupa padatan. Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau
lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi
cair-cair terutama digunakan apabila pemisahan campuran dengan cara
destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop
atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.(Indra
Wibawa, 2011).
Ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap,
yaitupencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan
pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Pada ekstraksi cair-cair,
zat terlarut dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan pelarut
cair. Campuran cairan pembawa dan pelarut ini adalah heterogen, jika
dipisahkan terdapat 2 fase yaitu fase diluen (rafinat) dan fase pelarut
(ekstrak). Perbedaan konsentrasi zat terlarut di dalam suatu fasa dengan
konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya
pelarutan (pelepasan) zat terlarut dari larutan yang ada. Gaya dorong
(driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat

3
ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari kondisi setimbang (Indra
Wibawa, 2011).
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik
yang digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan
selanjutnya akan masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung
zat aktif. Zat aktif akan terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel
untuk selanjutnya berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus
berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif antara di dalam
sel dengan konsentrasi zat aktif di luar sel (Marjoni, 2011).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara yang
sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Sampel yang akan
diekstraksi dapat berbentuk sampel segar ataupun sampel yang telah
dikeringkan. Sampel yang umum digunakan adalah sampel segar karena
penetrasi pelarut akan berlangsung lebih cepat. Selain itu penggunaan
sampel segar dapat mengurangi kemungkinan terbentuknya polimer resin
atau artefak lain yang dapat terbentuk selama proses pengeringan.
Penggunaan sampel kering juga memiliki kelebihan yaitu dapat mengurangi
kadar air yang terdapat di dalam sampel, sehingga dapat mencegah
kemungkinan rusaknya senyawa akibat aktivitas antimikroba. Tujuan dari
ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. (Marjoni, 2011).
Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang
digunakan harus memenuhi kriteria yaitu kemampuan tinggi melarutkan
komponen zat terlarut di dalam campuran,kemampuan tinggi untuk diambil
kembali, perbedaan berat jenis antara ekstrak dan rafinat lebih besar, pelarut
dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur, tidak mudah
bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi, tidak merusak alat secara korosi,
tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah (Indra
Wibawa, 2011).

4
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekstraksi (Ubay, 2011) :

1. Jenis pelarut

Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah zat terlarut


yang terekstrak dan kecepatan ekstraksi.
2. Suhu

Secara umum, kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke


dalam pelarut.
3. Rasio

Pelarut dan bahan bakuJika rasio pelarut-bahan baku besar maka akan
memperbesar pula jumlah senyawayang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi
akan semakin meningkat.
4. Ukuran partikel

Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku


semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila
ukuran partikel semakin kecil.
5. Pengadukan

Fungsi pengadukan adalah untuk mempercepat terjadinya reaksi antara


pelarut dengan zat terlarut.
6. Lama waktu

Lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan ekstrak yang lebih banyak,


karena kontak antara zat terlarut dengan pelarut lebih lama.
B. Tinjauan Umum Ekstrak Sampel

1. Maserasi

Maserasi merupakan salah satu metoda ekstraksi yang dilakukan


dengan cara merendam simplisia nabati menggunakan pelarut tertentu
selama waktu tertentu dengan sesekali dilakukan pengadukan atau
penggojokan (Marjoni,2011).
Prinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutnya zat aktif
5
berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like).
Ekstraksi zat aktif dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam
pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung

6
dari cahaya. Pelarut yang digunakan, akan menembus dinding sel dan
kemudian masuk ke dalam sel tanaman yang penuh dengan zat aktif.
Pertemuan antara zat aktif dan pelarut akan mengakibatkan terjadinya
proses pelarutan dimana zat aktif akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang
berada di dalam sel mengandung zat aktif sementara pelarut yang berada di
luar sel belum terisi zat aktif, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
konsentrasi zat aktif di dalam dengan konsentrasi zat aktif yang berada di
luar sel. Perbedaan konsentrasi ini akan mengakibatkan terjadinya proses
difusi, dimana larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak keluar sel
dan digantikan oleh pelarut dengan konsentrasi rendah. Peristiwa ini terjadi
berulang-ulang sampai didapat suatu kesetimbangan konsentrasi larutan
antara di dalam sel dengan konsentrasi larutan di luar sel (Marjoni, 2011).
Maserasi biasanya dilakukan pada suhu antara 15°C-20°C dalam waktu
selama 3 hari sampai zat aktif yang dikehendaki larut. Kecuali dinyatakan
lain, maserasi dilakukan dengan cara merendam 10 bagian simplisia atau
campuran simplisia dengan derajat kehalusan tertentu, dimasukkan ke dalam
bejana kemudian dituangi dengan 70 bagian cairan penyari, ditutup dan
dibiarkan selama 3-5 hari pada tempat yang terlindung dari cahaya. Diaduk
berulang-ulang, diserkai dan diperas. Ampas dari maserasi dicuci
menggunakan cairan penyari secukupnya 24 sampai diperoleh 100 bagian
sari. Bejana ditutup dan dibiarkan selama 2 hari di tempat sejuk dan
terlindung dari cahaya matahari kemudian pisahkan endapan yang
diperoleh. Maserasi merupakan metode sederhana dan paling banyak
digunakan karena metode ini sesuai dan baik untuk skala kecil maupun
skala industri. (Marjoni, 2011).
Langkah-langkah pengerjaan maserasi adalah sebagai berikut (Marjoni,
2011) :
a. Simplisia dimasukkan ke dalam wadah yang bersifat inert dan tertutup
rapat pada suhu kamar.
b. Simplisia kemudian direndam dengan pelarut yang cocok selama
beberapa hari sambil sesekali diaduk. Pelarut yang digunakan untuk

7
maserasi data bersifat “bisa dicampur air” seperti air itu sendiri yang
disebut dengan pelarut polar dan dapat juga digunakan pelarut yang tidak
dapat bercampur dengan air seperti : aseton, etil asetat. Pelarut yang tidak
dapat bercampur dengan air ini disebut pelarut non polar atau pelarut
organik.
c. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dipisahkan dari sampel dengan
cara penyaringan. Waktu maserasi pada umumnya adalah 5 hari, karena
dengan waktu tersebut telah tercapai keseimbangan antara bahan yang
diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar sel. Pengocokan yang
dilakukan selama maserasi akan menjamin keseimbangan konsentrasi
bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Tanpa adanya pengocokan akan
mengakibatkan berkurangnya perpindahan bahan aktif selama proses
maserasi.
2. Refluks
Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan pemanasan dan
mampu mengekstraksi andrografolid yang merupakan senyawa tahan
panas (Pratiwi, 2010; Mohan, 2013). Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya jumlah pelarut dan waktu
ekstraksi.
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan
penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak,
lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap
tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali
menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi
ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.
Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat
bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna (Akhyar,
2010).
Keuntungan menggunakan teknik ini adalah membutuhkan alat yang
sederhana dengan biaya murah dan waktu ektraksi yang diperlukan lebih
cepat dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan maserasi dengan
perolehan kembali yang 19 tinggi. Sedangkan kerugiannya adalah sulitnya
mencapai ekstraksi yang sempurna meskipun penggunaan pelarut yang
cukup banyak dan seringkali melarutkan oligomer yang lebih rendah.
Metode ini juga hanya dapat dilakukan pada senyawa yang tahan terhadap
pemanasan (Mohan et al., 2013).
3. Soxhletasi
Metode ekstraksi sokletasi merupakan suatu metode pemisahan zat dari
campurannya dengan pemanasan, pelarut yang digunakan akan mengalami
sirkulasi, dibandingkan dengan cara maserasi, ekstraksi sokletasi
memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi (Sri Irianty and Yenti, 2014).
Menurut Khamnidal (2009), sokletasi merupakan proses ekstraksi yang
menggunakan penyarian berulang dan pemanasan. Penggunaan metode
sokletasi adalah dengan cara memanaskan pelarut hingga membentuk uap
dan membasahi sampel. Pelarut yang sudah membasahi sampel kemudian
akan turun menuju labu pemanasan dan kembali menjadi uap untuk
membasahi sampel kemudian akan turun menuju labu pemanasan dan
kembali menjadi uap untuk membasahi sampel, sehingga penggunaan
pelarut dapat dihemat karena terjadi sirkulasi pelarut yang selalu membasahi
sampel. Proses ini sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh
panas.
Sirait (2008), menyatakan bahwa keunggulan ekstraksi sokletasi yaitu
menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus sehingga
17 terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Proses ekstraksi dipengaruhi oleh suhu, ukuran
partikel, jenis pelarut, waktu ekstraksi, dan metode ekstraksi.
Metode ekstraksi sokletasi merupakan suatu metode dengan pemanasan,
pelarut yang digunakan akan mengalami sirkulasi, dibandingkan dengan
cara maserasi, ekstraksi sokletasi memberikan hasil ekstrak yang lebih
tinggi (Irianty et al., 2012).
Prinsip kerjanya yaitu penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan
cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat
sehingga menguap dan 6 dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat
aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan
sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa
kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di
sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah
mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
C. Tinjauan Umum Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan suatu teknik pemisahan


dengan menggunakan adsorben (fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam
yang disalutkan pada permukaan bidang datar berupa lempeng kaca, plat
aluminium, atau plat plastik. Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase
gerak tertapis melewati adsorben (Mukhriani, 2011).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar,
selain kromatografi kertas dan kromatografi elektroforesis.Berbeda dengan
kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas
didalamnya, pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform)
pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, lempeng
alumunium atau lempeng plastik.Meskipun demikian, kromatografi planar ini
dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Mukhriani,
2011).
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Batang pengaduk
b. Chamber
c. Corong
d. Corong Pisah
e. Erlenmeyer
f. Gelas beaker
g. Gelas Ukur
h. Kaca Arloji
i. Plat KLT
j. Sudip
k. Timbangan analitik
2. Bahan
a.Aquadest
b. Alkohol 70 %
c.Ekstrak batang kunyit
d. Kertas saring
e. Kloroform
f. n - Heksan

B. Prosedur Kerja
1. Persiapan Ekstrak
a. Ditimbang ekstrak maserasi Patikan kebo sebanyak 0,5 gram ekstrak lalu
dimasukkan dalam cawan porselin.
b. Dilarutkan dengan 50 ml etanol 70% menggunakan gelas beaker dan diaduk
hingga tercampur merata.
2. Proses Ekstraksi Cair-Cair
a. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%.
b. Disaring ekstrak Patikan kebo yang sudah dilarutkan dengan etanol 70% dan
dimasukkan kedalam corong pisah.
c. Ditambahkan aquadest ke dalam corong pisah yang ada larutan etanol dan
dikocok dengan kecepatan yang konstan selama beberapa menit.
d. Didiamkan sampai berbentuk 2 lapisan yang jelas (pelarutnya terpisah).
e. Dikeluarkan dan ditampung lapisan aquadest kedalam erlenmeyer dan ditutup
menggunakan alumunium foil.
f. Ditambahkan kloroform ke dalam corong pisah yang ada larutan etanol
g. Dikocok selama beberapa menit dengan kecepatan konstan.
h. Didiamkan sampai selama 1 jam untuk memisahkan larutan etanol dan
kloroform.
i. Dikeluarkan dan ditampung lapisan etanol dan kloroform kedalam erlenmeyer
dan ditutup menggunakan alumunium foil.
j. Dipindahkan semua pelarut yang sudah diektraksi kedalam wadah dan ditutup
menggunakan aluminium foil untuk dilakukan penguapan.
3. Proses KLT
a. Penyiapan Fraksi Diambil secukupnya masing-masing hasil fraksi yang telah
diuapkan dan dimasukkan kedalam cawan porselin.
b. Dilarutkan masing-masing hasil fraksi yang telah diuapkan dengan etanol.
4. Penyiapan Lempeng
a. Digunting lempeng dengan panjang 7 cm dan lebar 3 cm.
b. Diberi tanda garis masing-masing lempeng 1 cm dari bagian atas dan 1 cm dari
bagian bawah.
c. Penyiapan Eluen
d. Dibuat eluen kloroform : N- butanol : Etil asetat (10:2:1)
e. Dituang 5 ml campuran eluen kedalam chamber.
f. Dijenuhkan eluen menggunakan kertas saring.
5. Perlakuan Lempeng
a. Ditotolkan masing-masing hasil fraksi yang telah dilarutkan menggunakan pipa
kapiler pada garis bawah lempeng.
b. Dimasukkan lempeng kedalam chamber yang berisi 5 ml eluen.
c. Ditunggu hingga eluen merambat hingga ke batas atas garis.
d. Deteksi Bercak Didekatkan lempeng yang sudah dielusi dengan lampu ultra
violet 366 nm.
e. Diberi tanda pada noda dengan pensil.
f. Diukur jarak noda dari garis bawah lempeng menggunakan mistar.
g. Dihitung nilai Rf menggunakan rumus.

Anda mungkin juga menyukai