BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan siswa untuk
mendorong siswa tersebut secara sadar maupun tidak sar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Dalam jurnal internasional yang ditulis oleh Adedeji Tellah
(2007) menyatakan bahwa ““motivations raises question on why
people behave in the way they do it. An individual could
therefore, from psychologists’ point of view, be seen as
politically, socially, and academically motivated depending on
the motive behind his or her activities”. Motivasi
mengembangkan pertanyaan mengapa orang bertingkah laku
dengan cara yang mereka lakukan. Secara individu, dari
sudut pandang psikologis, motivasi tergantung pada motif atau
dorongan atas kegiatan atau aktivitas yang mereka lakukan. Dapat
diartikan, motivasi adalah dorongan yang mendasari setiap
kegiatan yang dilakukan.
Ngalim Purwanto (2002: 71) mengemukakan bahwa motivasi
adalah pendorong suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
b. Macam-macam Motivasi
Berbicara tentang macam atau jenis motivasi, Sardiman A.M
(20011: 14) mengelompokkan macam-macam motivasi dilihat dari
berbagai sudut pandang, antara lain:
1) Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
a) Motif-motif bawaan
Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi
motivasi itu ada tanpa dipelajari. Motif-motif ini sering kali
disebut motif-motif yang diisyaratkan secara biologis.
Yang termasuk motif-motif ini adalah dorongan untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis, misalnya makan, minum,
bekerja beristirahat, dan sebagainya.
b) Motif yang dipelajari
Motif-motif yang timbul karena dipelajari maksudnya
motif-motif yang diisyaratkan secara sosial. Sebab manusia
hidup dalam lingkungan sosial, sehingga motivasi itu dapat
terbentuk. Misalnya motivasi untuk belajar suatu cabang
ilmu pengetahuan, motivasi untuk mengajar di dalam suatu
masyarakat.
2) Motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis.
a) Motif atau kebutuhan organis
Motif atau kebutuhan organism meliput : Kebutuhan minum,
makan, bernafas, seksual, berbuat, dan kebutuhan untuk
beristirahat.
b) Motif-motif darurat
Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain : dorongan
untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk
berusaha, untuk memburu. Motivasi ini timbul karena
rangsangan dari luar.
c) Motif-motif objektif
Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan
eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat.
Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat
menghadapi dunia luar secara efektif.
3) Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi
dua jenis yakni, motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang
termasuk motivasi jasmaniah seperti misalnya: refleks, insting
otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah, yaitu
kemauan.
4) Motivasi instrinsik dan ekstrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motif-motif
yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang
membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia
sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau
dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya
kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi instrinsik
ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam
perbuatan belajar itu sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah
motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang
dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok
paginya akan ujian dengan harapan mendapakan nilai yang baik,
sehingga akan dipuji oleh pacarnya, atau temannya. Jadi yang
penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin
mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapatkan hadiah.
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115) ada macam-macam
motivasi yang hanya akan dibahas dari dua sudut pandang, yaitu:
1) Motivasi instrinsik
Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setia
diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Bila
tujuan dari motivasi instrinsik itu inheren dengan situasi belajar dan
bertemu dengan kebutuhan dan tujuan anak didik untuk menguasai
nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran itu maka anak didik
akan termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai nilai-
nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran, bukan karena
keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, nilai yang tinggi, atau
hadiah, dan sebagainya.
2) Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari
motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang
aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi
ekstrinsik bukan berarti motivasi yang tidak diperlukan dan tidak
baik dalam pendidikan. Motivasi ekstrinsik diperlukan agar anak
didik mau belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan agar anak
didik termotivasi untuk belajar.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya
motivasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu motivasi dari dalam
(instrinsik) yaitu motivasi atau dorongan yang timbul dari dalam diri
seseorang, misalnya: karena ada cita-cita, perasaan ingin tahu,
perasaan ingin mencoba dan minat. Dan motivasi dari luar (ekstrinsik)
yaitu motivasi atau dorongan yang disebabkan oleh faktor luar,
dorongan ini timbul karena adanya dorongan dari pihak luar yang
berperan, misalnya perhatian dari orang tua, perhatian dari guru,
hukuman, dan hadiah atau pujian.
c. Fungsi Motivasi
Ketiadaan minat terhadap suatu mata pelajaran menjadi pangkal
penyebab kenapa anak didik tidak bergeming untuk mencatat apa-apa
yang telah disampaikan oleh guru. Itulah sebagai pertanda bahwa anak
didik tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu motivasi
sangat diperlukan dalam kegiatan belajar, karena hasil belajar akan
menjadi optimal apabila adanya motivasi. Makin tepat motivasi yang
diberikan maupun yang sudah dimiliki para siswa, akan semakin
berhasil pula pencapaian hasil belajar, sehingga motivasi akan
senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi dalam
belajar menurut Sardiman A.M (2011: 85), antara lain :
1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau
motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan
motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak
dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan
kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan
apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan,
dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan tersebut.
Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil
yang baik. Jadi, hasil belajar akan menjadi optimal apabila ada
motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil
pula pelajaran itu sehingga motivasi akan senantiasa menentukan
intensitas usaha belajar bagi para siswa. Keberhasilan ini tergantung
pada upaya guru membangkitkan motivasi belajar siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada
kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar
itu dapat tercapai.
d. Ciri-ciri Motivasi Belajar
Menurut Sardiman A.M (2011:83), seseorang yang termotivasi akan
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tekun menghadapi tugas (dengan bekerja terus-menerus dalam
waktu yang lama dan tidak berhenti sebelum selesai).
2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
3) Ingin mendalami bahan dan bidang penetahuan yang diberikan.
4) Selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasinya).
5) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah orang
dewasa.
6) Senang dan rajin belajar, penuh semangat serta tidak cepat bosan
dengan tugas-tugas rutin.
7) Dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya (kalau sudah yakin
sesuatu tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya tersebut).
8) Mengerjakan tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda
pemuasan kebutuhan sesaat yang ingin dicapai kemudian).
9) Senang mencari dan memecahkan masalah.
10) Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan aspek-aspek dan indikator
yang dapat dijadikan tolak ukur untuk mengukur motivasi belajar
siswa. Aspek-aspek tersebut meliputi:
1) Motivasi Intrinsik
a) Perasaan, dengan indikatornya yaitu perasaan tertarik pada
sebuah mata pelajaran. Dalam hal ini adalah Bahasa Indonesia.
b) Kemauan siswa, dengan indikator sebagai berikut:
(1) Terdorong untuk belajar terlebih dahulu sebelum
diterangkan oleh guru.
(2) Menyelesaikan tugas atau PR sebaik-baiknya.
(3) Tidak mudah putus asa.
c) Rasa ingin tahu, dengan indikator sebagai berikut:
(1) Senang bereksperimen dan membaca buku atau sumber
baru untuk mendapatkan pengetahuan baru.
(2) Bertanya tentang hal yang belum dipahami.
d) Berusaha untuk mandiri, dengan indikator sebagai berikut:
(1) Mencoba untuk memecahkan masalah sendiri.
(2) Mempunyai rasa percaya diri.
e) Perhatian siswa, dengan indikatornya yaitu memerhatikan pada
saat guru menyampaikan pelajaran.
2) Motivasi Ekstrinsik
Yang termasuk dalam motivasi ekstrinsik adalah faktor lingkungan
dengan indikatornya yaitu adanya penghargaan, pujian atau hadiah
dan perhatian dari orang tua atau guru.
2. Hakikat Kemampuan Menulis
a. Pengertian Kemampuan
Suharno, dkk (2000: 17) mengartikan kemampuan sebagai
keterampilan proses. Keterampilan proses, yaitu keterampilan yang
diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan
sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan
yang lebih tinggi. Dengan berbekal keterampilan proses itu, siswa
mampu mengikuti interaksi dalam kegiatan berbahasa secara
penuh.
Menurut Ubaidillah (2003) kemampuan adalah keterampilan
untuk mengeluarkan semua sumber daya internal, keunggulan, dan
bakat agar bisa mendatangkan manfaat bagi diri sendiri maupun
orang lain. Dari pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa
dengan adanya keterampilan yang berkualitas tinggi dapat
meningkatkan kemampuan seseorang.
Akhmad Sudrajad (2008) menghubungkan kemampuan dengan
kata kecakapan. Setiap individu memiiliki kecakapan yang
berbeda-beda dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini
memengaruhi potensi yang ada dalam diri individu tersebut. Proses
pembelajaran mengharuskan siswa mengoptimalkan segala
kecakapan yang dimiliki agar mendapatkan hasil belajar yang
berkualitas tinggi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kemampuan merupakan motif yang terdapat dalam diri individu
yang berwujud keterampilan untuk melakukan suatu kegiatan
dengan cara mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dan bermanfaat bagi diri sendiri
maupun orang lain.
b. Pengertian Menulis
Menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan
untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap
muka dengan orang lain (Henry Guntur Tarigan, 1993: 3). Menulis
pada hakikatnya adalah suatu proses yaitu proses berpikir dan
menuangkan pemikiran itu sendiri dalam bentuk wacana atau
karangan.
Ada enam ciri tulisan yang baik menurut Adelstein dan Pival
yang dikutip oleh Henry Guntur Tarigan (1993: 6-7).
1) Menggambarkan kemampuan sang penulis mempergunakan
nada yang serasi.
2) Menggambarkan kemampuan sang penulis menyusun bahan-
bahan tersedia menjadi suatu keseluruhan yang utuh.
3) Menggunakan kemampuan sang penulis dengan jelas dan tidak
samar-samar memanfaatkan struktur kalimat, bahasa, dan
contoh-contoh, sehingga maknanya sesuai dengan yang
diinginkan oleh sang penulis.
4) Menggambarkan kemampuan sang penulis untuk menulis
secara meyakinkan.
5) Menggambarkan kemampuan sang penulis untuk mengkritik
naskah tulisannya yang pertama serta memperbaikinya.
6) Menggambarkan kebanggaan sang penulis dalam naskah.
Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
menulis adalah proses untuk menuangkan ide ke dalam tulisan
secara jelas dan sistematis sehingga pesan yang disampaikan oleh
penulis dapat diterima oleh pembacanya dan tafsiran pembaca sama
dengan maksud penulis.
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan
berbahasa yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia. Dengan menulis, seseorang dapat mengungkapkan pikiran
dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuan yang ingin
disampaikan. Selain itu, menulis juga merupakan salah satu cara
untuk menyampaikan informasi kepada pembaca.
Henry Guntur Tarigan (1993: 21) berpendapat bahwa menulis
ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang,
sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik
tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambar grafik itu.
Dari sini dapat dipahami bahwa menulis merupakan suatu kegiatan
menyampaikan informasi kepada pembaca dengan menggunakan
huruf-huruf (lambang-lambang grafik) sebagai sistem tanda.
Achmad Muchsin (1988: 22) berpendapat bahwa menulis atau
mengarang adalah suatu proses menyusun, mencatat, dan
mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat
interaktif, dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan
menggunakan suatu sistem tanda konvensional yang dapat dilihat
atau dibaca. Jadi, menulis dapat juga diartikan sebagai salah satu
cara untuk mencapai tujuan tertentu melalui beberapa tahapan
dalam berkomunikasi.
Dari beberapa pengertian menulis di atas dapat disimpulkan
bahwa menulis merupakan suatu proses mengorganisasikan
pikiran, ide, atau pesan secara tertulis dengan menggunakan simbol
grafik sehingga orang lain dapat memahami isinya dengan mudah.
Menulis juga bertujuan untuk menyampaikan informasi yang
ditulis oleh penulis kepada pembaca.
c. Asas-asas Menulis
Henry Guntur Tarigan (1993: 23) mengemukakan enam asas yang
dijadikan pedoman dalam proses menulis, antara lain:
1) Kejelasan (Clarity)
Berdasarkan asas ini, setiap kerangka haruslah jelas benar.
Tulisan harus mencerminkan gagasan yang dapat dibaca dan
dimengerti oleh pembacanya. Di samping itu, tulisan yang
jelas berarti tidak dapat disalahtafsirkan oleh pembacanya.
Kejelasan berarti tidak samar-samar, tidak kabur sehingga
setiap butir ide yang diungkapkan tampak nyat oleh pembaca.
2) Keringkasan (Conciseness)
Keringkasan yang dimaksud dalam asas menulis ini bukan
berarti setiap tulisan harus pendek. Keringkasan berarti
sesuatu tulisan tidak boleh ada penghamburan kata, tidak
terdapat butir ide yang berulang-ulang, gagasan tidak
disampaikan dalam kutipan yang terlalu panjang.
3) Ketepatan (Correctness)
Asas ketepatan mengandung ketentuan bahwa suatu penulisan
harus dapat memerhatikan berbagai aturan dan ketentuan tata
bahasa, ejaan, tanda baca, serta kelaziman.
4) Kesatupaduan (Unity)
Berdasarkan pada asas ini, segala hal yang disajikan dalam
tulisan tersebut memuat satu gagasan pokok atau sering disebut
dengan tema. Tulisan yang tersusun atas alinea-alinea tidak
boleh ada uraian yang menyimpang serta tidak ada ide yang
lepas dari gagasan pokok tersebut.
5) Pertautan (Coherence)
Berdasarkan pada asas pertautan ini setiap alinea dalam satu
tulisan hendaklah berkaitan satu sama lain. Kalimat satu
dengan kalimat yang lain harus berkesinambungan.
6) Penegasan (Emphasis)
Asas ini menegaskan bahwa dalam tulisan perlu ada penekanan
atau penonjolan tertentu. Hal ini diperlukan agar pembaca
mendapatkan kesan yang kuat terhadap suatu tulisan.
d. Fungsi dan Tujuan Menulis
D’Angelo (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 22) mengemukakan
bahwa pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah alat
komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi
pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir. Selain itu,
juga memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-
hubungan, memperdalam daya tangkap atau persepsi kita,
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, menyusun urutan
bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu kita menjelaskan
pikiran-pikiran kita. Berdasarkan batasan di atas dapat disimpulkan
bahwa fungsi menulis adalah sebagai alat komunikasi tertulis yang
ingin disampaikan penulis kepada pembaca.
Ada empat tujuan menulis menurut Henry Guntur Tarigan
(1993: 24-25).
1) Memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif
(informative discourse).
2) Meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif
(persuasive discourse).
3) Menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan
estetik disebut tulisan literer (wacana kesastraan atau literary
discourse).
4) Mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-
api disebut wacana ekspresif (expressive discourse).
3. Hakikat Menulis Karangan
a. Pengertian Karangan
Menurut Artati (2008: 9), mengarang adalah memunculkan gagasan
dari hasil merenungkan peristiwa yang dialami. Gie (1992: 17)
menyatakan bahwa kegiatan menulis merupakan padanan kata dari
mengarang. Mengarang adalah keseluruhan rangkaian kegiatan
seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui
bahasa tulis kepada yang dipahami. Kegiatan dalam menciptakan
suatu catatan itu dapat dilakukan dengan cara menyusun buah
pikiran dan perasaan atau data-data informasi yang diperoleh
menurut organisasi penulisan sistematis, sehingga tema karangan
atau tulisan yang disampaikan sudah dipahami pembaca (Yant
Mujiyanto, Budhi Setiawan, Purwadi dan Edi Suryanto, 2000: 63).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa mengarang merupakan padanan dari menulis yaitu kegiatan
yang menyajikan informasi, gagasan dari pengalaman tentang
peristiwa yang dialami dengan kemampuan bernalar seseorang.
b. Jenis-jenis Karangan
Friedman, (2009: 1) mengatakan ”Provides model essays on a
current controversial issue guiding students in writing a five-
paragraph essay, including persuasive, descriptive, expository and
cause-and-effect essays”. Artinya: Ada lima pembelajaran menulis
yang dihadapi siswa yaitu persuasif, deskriptif, eksposisi, dan
sebab-akibat. Berbeda dengan Finoza (2002: 188) membagi
karangan atau wacana menjadi lima jenis berdasarkan cara
penyajian dan tujuan umum yang tersirat di balik wacana tersebut,
yaitu “eksposisi, argumentasi, persuasi, deskripsi, dan narasi”.
1) Narasi
Menurut Nurudin (2007: 59) narasi merupakan bentuk wacana
yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa
sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami
sendiri peristiwa itu. Jenis tulisan ini dapat berbentuk cerita
fiktif (khayal) dan cerita nonfiktif (nyata). Narasi fiktif dapat
dijumpai pada karya sastra, seperti cerpen dan novel, sedangkan
narasi nonfiktif sering kali terdapat pada berita-berita di surat
kabar.
2) Deskripsi
Karangan ini berhubungan dengan pengalaman panca indera
pembaca seperti penglihatan seperti penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman, dan perasaan. Deskripsi adalah semacam
bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau
suatu hal sedemikian rupa sehingga objek itu seolah-olah
berada didepan mata kepala pembaca; seakan-akan pembaca
melihat sendiri objek tersebut (Abdul Rani, Bustanul Arifin,
dan Martutik, 2006: 46).
3) Eksposisi
Eksposisi merupakan tulisan yang bertujuan menjelaskan atau
memberikan informasi tentang sesuatu (Masnur Muslich, 2007:
1). Eksposisi dipaparkan suatu kejadian atau masalah secara
analitis, spasial, dan kronologis supaya pembaca dapat
memahami informasi tersebut. Karangan ini berusaha
menguraikan suatu objek yang mampu memperluas
pengetahuan pembaca.
4) Argumentasi
Menurut Keraf (2007: 3), argumentasi merupakan tulisan yang
berusaha membuktikan suatu kebenaran. Tujuan dari karangan
argumentasi adalah untuk meyakinkan pembaca untuk
menerima suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti atau
fakta-fakta yang menguatkan argumen penulis. Tulisan ini
dikembangkan dengan pola pemberian contoh-contoh, analogi,
sebab-akibat, atau dengan pola deduktif dan induktif.
5) Persuasi
Karangan persuasi adalah ”karangan yang bertujuan membuat
pembaca percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang
dikomunikasikan yang mungkin berupa fakta, suatu pendirian
umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan seseorang
(Laminudin Finoza, 2002: 199).
c. Tahap-tahap Menulis Karangan
Menulis merupakan suatu proses, yaitu proses penulisan yang di
dalamnya terdapat beberapa tahap-tahap penulisan, meliputi tahap
prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi (Sabarti Akhadiah,
Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan, 1989: 25).
Dalam Tahap Prapenulisan sebuah karangan ditentukan hal-hal
pokok yang mengarahkan penulis dalam seluruh kegiatan penulisan
itu. Dalam tahap penulisan dilakukan pengembangan gagasan
dalam kalimat-kalimat, paragraf dan wacana. Sedangkan tahap
revisi yang dilakukan adalah membaca dan menilai kembali yang
telah ditulis, lalu memperbaiki tulisan tersebut.
Menurut Akhadiah, dkk. (1989: 2-5) Tahap-tahap yang harus
dilalui dalam menulis meliputi:
1) Tahap Prapenulisan
Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan
menulis, dimana di dalamnya mencakup beberapa langkah-
langkah kegiatan jika menulis karangan meliputi:
a) Menentukan Topik
Ini berarti seorang penulis menentukan apa yang akan
dibahas di dalam tulisan. Topik ini dapat diperoleh dari
berbagai sumber ilmu, pengalaman dan pengamatan.
Seorang penulis dapat menulis tentang pendapat, sikap dan
tanggapan sendiri atau orang lain atau tentang
khayalan/imajenasi yang dimilikinya. Dalam menentukan
topik karangan harus selalu mengenai fakta.
b) Membatasi Topik
Membatasi topik berarti mau menpersempit/memperkecil
lingkup pembicaraan. Untuk mempermudah pembahasan
digunakan gambar, bagan, diagram atau cara visualisasi
yang lainnya.
c) Menentukan tujuan penulisan
Dengan menetukan tujuan penulisan kita tahu apa yang
akan dilakukan pada tahap penulisan, bahkan apa yang
diberkakukan.
d) Menentukan bahan penulisan
Yaitu semua informasi atau data yang dipergunakan untuk
mencapai data penulisan.
e) Membuat kerangka karangan
Penyusunan kerangka karangan merupakan kegiatan
terakhir pada tahap persiapan/prapenulisan.
2) Tahap Penulisan
Pada tahap ini penulis membahas setiap butir topik yang ada di
dalam kerangka yang disusun. Dalam mengembangkan
gagasan menjadi suatu kerangka yang utuh, diperlukan bahasa.
Dalam hal ini penulis harus menguasai kata-kata yang akan
mendukung gagasan. Ini berarti bahwa penulis harus mampu
memilih kata dan istilah yang tepat sehingga gagasan dapat
dipahami pembaca dengan tepat pula. Kata-kata itu harus
dirangkaikan menjadi kalimat efektif selanjutnya kalimat-
kalimat tersebut harus disusun menjadi paragraf persyaratan
dan ditulis dengan ejaan yang berlaku disertai tanda baca yang
digunakan secara tepat.
3) Tahap Revisi
Sebuah tulisan perlu dibaca kembali pada tahap ini, pada tahap
ini biasanya penulis meneliti secara menyeluruh mengenai
logika, sistematika, ejaan, tanda baca, pilihan kata, kalimat,
paragraf, daftar pustaka dan sebagainya. Jika tidak ada lagi
yang kurang memenuhi syarat maka selesailah tulisan kita.
4. Hakikat Menulis Karangan Eksposisi
a. Pengertian Eksposisi
Eksposisi adalah suatu bentuk tulisan atau retorika yang berusaha
untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran yang
dapat memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca. Dalam
karangan eksposisi, penulis tidak berusaha mempengaruhi
pendapat pembaca, setiap pembaca boleh menolak atau menerima
apa yang dikemukakan oleh penulis (Keraf, 1995: 3-4).
Adapun pendapat lain dari Alwasilah (2005: 111) yang
menyatakan eksposisi adalah tulisan yang tujuan utamanya
mengklarifikasi, menjelaskan, mendidik, atau mengevaluasi
sebuah persoalan. Penulis berniat untuk memberi petunjuk kepada
pembaca. Eksposisi mengandalkan strategi pengembangan alinea
seperti lewat pemberian contoh, proses, sebab-akibat, klasifikasi,
definisi, analisis, komparasi dan kontras.
Sementara pendapat lain, Nippold (2008: 356) menyatakan
bahwa wacana eksposisi digunakan untuk menyampaikan
informasi (Bliss, 2002). Wacana eksposisi merupakan salah satu
cara untuk mengetahui sejauh mana produksi bahasa alami pada
remaja. Wacana eksposisi sering diperlukan dalam pendidikan,
sosial, dan kejuruan, seperti ketika seorang siswa SMA diminta
untuk menafsirkan hasil dari suatu peristiwa sejarah, menjelaskan
metode untuk mengendalikan masalah pemanasan global, atau
mengajar orang lain bagaimana melakukan percobaan kimia,
mengoperasikan ponsel baru, atau menyiapkan makan malam.
Sementara itu Muchlisoh (1991: 134) menyatakan bahwa
eksposisi merupakan karangan yang berusaha menerangkan atau
menjelaskan sesuatu yang dapat memperluas pandangan atau
pengetahuan seseorang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat
disimpulkan bahwa eksposisi adalah suatu bentuk tulisan atau
retorika untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok
pikiran yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan
pembaca. Eksposisi juga mengandalkan strategi pengembangan
alinea seperti lewat pemberian contoh, proses, sebab-akibat,
klasifikasi, definisi, analisis, komparasi dan kontras..
b. Teknik Penulisan Karangan Eksposisi
Keterampilan penulis memadukan dua unsur yaitu sifat topik
yang ditulis dan teknik penyajian yang digunakan dengan
rangkaian bahasa yang baik dan lancar akan menandai kualitas
sebuah eksposisi. Eksposisi mengandung tiga bagian utama, yaitu
pendahuluan, tubuh eksposisi, dan kesimpulan.
Pendahuluan menyajikan latar belakang, alasan memilih topik itu,
luas lingkup, batasan pengertian topik, permasalahan dan tujuan
penulisan, kerangka acuan yang digunakan. Pada tulisan populer,
pendahuluan tidak perlu menyajikan semua unsur yang
dikemukakan sebelumnya, cukup dipilih beberapa saja dari semua
segi di atas untuk mengembangkan tulisan eksposisi.
Pada tubuh eksposisi, penulis harus mengembangkan
sebuah organisasi atau kerangka karangan terlebih dahulu.
Kesimpulan dalam karangan eksposisi tidak mengarah pada usaha
mempengaruhi pembaca. Kesimpulan yang diberikan hanya
bersifat pendapat atau kesimpulan yang diterima atau ditolak
pembaca. Hal terpenting dalam menulis eksposisi, penulis mampu
menyajikan informasi untuk memperluas wawasan atau
pengetahuan pembaca (Keraf, 1995: 8-10).
c. Syarat Menulis Eksposisi
Karangan eksposisi bertujuan untuk memperluas pengetahuan
pembaca. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila memenuhi syarat-
syarat tertentu. Keraf (1995: 6) menyatakan bahwa; (1) penulis
mengetahui serba sedikitnya tentang subjeknya, dengan demikian
penulis dapat mengembangkan pengetahuannya mengenai
subjeknya untuk kemudian ditampilkan dalam tulisan; (2) penulis
harus mampu menganalisis persoalan yang ada dengan jelas dan
konkret.
Menilik dari penjelasan dan penjabaran di atas, maka
penulis harus menguasai syarat-syarat dalam menulis eksposisi.
Jadi syarat untuk menulis eksposisi adalah penulis haruslah
memahami dengan baik subjek yang akan disampaikan dan
mampu menyampaikan dengan baik kepada pembaca, agar
pembaca dapat dengan mudah memahami isi tulisan penulis.
d. Penilaian Keterampilan Menulis Eksposisi
Menulis sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang
mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis
kepada pembaca untuk dipahami tepat seperti yang dimaksudkan
pengarang (Widyamartaya 1990: 9). Dalam aktifitas menulis,
yang pertama ditekankan adalah unsur bahasa, sedangkan yang
kedua adalah gagasan. Kedua unsur tersebut terdapat dalam tugas-
tugas menulis yang dilakukan di sekolah hendaknya diberi
penekanan yang sama. Artinya, walaupun tugas itu diberikan
dalam rangka mengukur kemampuan berbahasa, penilaian yang
dilakukan sebaiknya mempertimbangkan ketepatan bahasa dalam
kaitannya konteks dan isi. Jadi, penilaian ditekankan pada
kemampuan siswa mengorganisasikan dan mengemukakan
gagasan dalam bentuk bahasa secara tepat (Nurgiyantoro, 2009:
298).
5. Hakikat Model Pembelajaran Advance Organizer
a. Pengertian Model Pembelajaran
Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi
pembelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
Fase Pertama:
Penyajian Advance Organizer
1. Menyajikan organizer
2. Memancing dan mendorong kesadaran pengetahuan
dan pengalaman siswa
3. Mengklarifikasikan tujuan pengajaran.
Fase Kedua:
Penyajian Bahan Pelajaran
dengan cara:
a) Deferensiasi progresif
Deferensiasi progresif merupakan suatu proses mengarahkan
masalah pokok menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan
khusus. Guru dalam mengajarkan konsep-konsep dari yang
paling inklusif kemudian konsep yang kurang inklusif setelah
itu baru yang khusus seperti contoh-contoh.
b) Rekonsiliasi integrative
Pengetahuan baru yang harus dihubungkan dengan isi materi
peajaran yang sebelumnya. Penyesuaian ini berguna untuk
mengatasi atau mengurangi pertentangan kognitif.
3) Fase Ketiga: Penguatan Organisasi Kognitif
Fase ketiga ini bertujuan untuk mengaitkan materi belajar yang
baru dengan struktur kognitif siswa. Ausubel mengidentifikasi
menjadi empat aktifasi yaitu:
a) Menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi intregative.
Aktifasi ini dikembangkan melalui:
(1) Mengingatkan siswa tentang gambaran menyeluruh
gagasan
(2) Menanyakan ringkasan dari atribut materi pelajaran yang
baru
(3) Mengulangi definisi secara tepat
(4) Menanyakan perbedaan aspek-aspek yang terdapat dalam
materi
(5) Menanyakan bagaimana materi pelajaran mendukung
konsep atau proposisi yang baru
b) Meningkatkan kegiatan belajar (belajar menerima).
Dapat dilakukan dengan cara siswa menggambarkan materi
baru dengan menghubungkannya melalui salah satu aspek
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya
Model Pembelajaran
Kemampuan Menulis
Karangan eksposisi
Motivasi Belajar