Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan menurunya massa
tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kandungan mineral dalam tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur yang
akan mengakibatkan penurunan kekuatan tulang (pengeroposan tulang) (Kemenkes
RI,2016 ). Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang
akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi
kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah .(Chabib dkk,2016).
Menurut International Osteoporosis Foundation (IOF) Indonesia saat ini termasuk ke
dalam 5 besar Negara dengan jumlah penduduk usia lanjut terbanyak di Dunia yakni 18,1
juta jiwa atau 9,6 % dari jumlah penduduk jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh
lebih besar menurut Survei data yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes pada 14
provinsi menunjukan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai pada
tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7 %. (Wulandari dkk,2017).
Hal ini menunjukkan bahwa osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang membutuhkan perhatian serius. Untuk mengatasi nyeri pada penderita
osteoporosis, terkait gaya hidup berikut bisa dilakukan untuk mengurangi gejala yang
ditimbulkan, diantaranya ; menurunkan berat badan, olahraga secara teratur untuk
menguatkan otot-otot di sekitar sendi yang mengalami pengapuran, kompres hangat atau
dingin saat kondisi osteoporosis menimbulkan rasa sakit, pemakaian obat pereda nyeri,
memakai alat bantu seperti tongkat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan sistem persyarafan dengan
gangguan osteoporosis

2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami :
a) Anatomi dan Fisiologi Tulang
b) Konsep Dasar Teori Osteoporosis
c) Konsep Dasar Askep Osteoporosis
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Tulang


Pada saat baru lahir, tubuh manusia dibentuk oleh 270 tulang. Namun, seiring dengan
perkembangan tubuh, beberapa dari tulang-tulang tersebut menyatu. Pada saat mencapai
usia dewasa, kerangka manusia hanya akan dibentuk oleh 206 tulang saja. Anatomi
kerangka tulang manusia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu aksial dan apendikular.
1. Tulang aksial
Tulang aksial mencakup semua tulang sepanjang tubuh, termasuk kerangka
tengkorak, yang meliputi tulang tengkorak dan kerangka wajah.
2. Tulang apendikular
Sementara itu, anatomi kerangka manusia bagian apendikular mencakup semua
tulang yang membentuk tungkai atas, tungkai bawah, bahu, dan panggul dan
menghubungkan dengan bagian aksial.

Fungsi tulang pada manusia


Tengkorak berfungsi melindungi otak sementara tulang rusuk melindungi organ vital di
dada. Selain itu, terdapat lima fungsi utama lainnya dari tulang manusia, di antaranya
adalah:
1) Pembentuk struktur di dalam tubuh.
2) Tempat menyimpan mineral dan lipid yang dibutuhkan oleh tubuh.
3) Tempat memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan elemen darah
4) Melindungi organ-organ di dalam tubuh.
5) Memberi kemampuan tubuh untuk bergerak.

B. Konsep Dasar Teori Osteoporosis


1. Pengertian
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra,2016 ).
2. Etiologi
Osteoporosis postmenopause terjadi karena kekurangan estrogen (hormone utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke diantara 51-75 tahun,
tetapi bisa mulai muncul lebuh cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki
resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopause , pada wanita kulit putih
dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini dari pada wanita kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidaksinambungan di antara kecepatan hancurnya tulang
dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan masa tulang yang
hanya terjadi pada uia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun dan
dua kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita Osteoporosis senilis
dan postmenopause.
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan mendis lainya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini
bisa disebabkan pleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal ( terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) dan obat-obatan ( misalnya kortikosterois, barbiturate, anti-kejang,
dan hormon tiroid yang berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa mudah yang memiliki kadar dan
fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penybab yang
jelas dari rapuhnya tulang.

3. Klasifikasi osteoporosis
Klasifikasi osteoporosis dibagi kedalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause dan pada
laki-laki lanjut usia. Penyebab osteoporosis sebelum diketahui dengan pasti. Sedangkan
osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan Cusbing’s
diseases, hipertiroidisme, hiperparatitiroidisme, hipoganadisme, kelainan hepar, gagal
ginjal kronik, kurang gerak, kebiasaan minum alcohol, pemakaian obat-obatan, kelebihan
kafein dan merokok
Djuawantoro D (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis postmenopause
(Tipe 1), osteoporosis involutional (Tipe 2), osteoporosis idiopatik, osteoporosis juvenile,
osteoporosis sekunder.
a. Osteoporosis postmenopause (Tipe 1)
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan
asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resorpsi tulang yang
berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormone estrogen pada masa
menopause.
b. Osteoporosis invulutional (Tipe 2)
Terjadi pada usia ditas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini
diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang sama dan lama antara kecepatan reseptor
tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
c. Osteoporosis idiopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita premenopause
dan pada laki-laki yang berusia di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak berkaitan dengan
penyebab sekunder atau factor resiko yang mempermudah timbulnya penurunan
densitas tulang.
d. Osteoporosis juvenile
Merupakan bentuk yang jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang terjadi
pada anak-anak perpubertas.
e. Osteoporosis sekunder
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur
atraumatik akibat factor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, artritas
rheumatoid, kelainan hati /ginjal kronis,sindrom malabsorbsi,mastositosis
sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade.

4. Patofisiologi
Genetik, nutrisi, gaya hidup ( misalnya merokok, komsumsi kafein, dan alcohol ), dan
aktivitas mempengaruhi pucak massa tulang. Kehilangan massa tulang mulai terjadi
setelah tercapaiinya pucak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perumpuan, hilangnya
estrogen pada saat menopause dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi
tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pascamenopause.
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodeling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi
selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily
allowance) meningkat pada usia 11-24 tahun (adolesen dan dewasa muda) hingga 1200
mg per hari, untuk memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap
800 mg, tetapi pada permepuan menopause 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia
dianjurkan mengonsumsi kalsium dalam jumlah terbatas, karena penyerapan kalsium
kurang efisien dan cepat dieksresikan melalui ginjal (Smeltzer,2002).
Demikian pula, bahkan katabolic endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat
menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteoroid yang lama, sindrom Cushing,
hipertiroidisme, dan hiperparatioridisme menyebabkan kehilangan tulang. Obat-obatan
seperti isoniazid, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung alumunium, furosemide,
antikonvulsan, kortikosteorid, dan suplemen tiroid memengaruhi penggunaan tubuh dan
metabolism kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan
gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari
pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.

5. Manifestasi klinis
a. Nyeri tulang dan kelainan bentuk
b. Nyeri punggung menahun
c. Mudah mengalami patah tulang walau hanya karena benturan yang rigan
d. Postur badn yang membungkuk
e. Tinggi badan berkurang
6. Pathway Osteopsis
Genetic, nutrisi, gaya hidup

(konsumsi kafein, alcohol, merokok)

Penyerapan tulang lebih banyak


daripada pembentukan baru

Penurunan masa tulang


otot

Osteoporosis

Tulang menjadi rapuh dan MK : Kurang Kolaps bertahap


mudah patah pengetahuan tulang vertebra

Kifosis progresif
Fraktur femur Fraktur kompresi Fraktur kompresi
vertebra lumbalis vertebra torakalis
Penurunan tinggi
Gangguan fungsi badan
ekstremitas atas dan Kompresi syaraf Perubahan
bawah, pergerakan pencernaan postural Perubahan postural
fragme tulang, ileus paralis
spasme otot

Deformitas
MK : MK : Resiko
seklet
MK : Nyeri Konstipasi terjadinya
cidera

6. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,rapuh, dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter dan fraktur
colles pada pergelangan tangan.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler
yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan
gambaran picture-frame vertebra.
b. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan
gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui 2 langkah yaitu pertama T2
sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang
trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
d. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme
tulang.

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yang dapat meningkatkan
pembentukan tulang adalah Na-Fluorida dan Steroid anabolic
2) Menghambat resorbsi tulang, obat-obatan yang dapat menghambat resorbsi tulang
adalah kalsium, kalsitonin, estrogen, difosfonat.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Membantu klien mengatasi nyeri
2) Membantu klien dalam mobilitas
3) Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien
4) Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

9. PENCEGAHAN
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
a. Mencapai massa tulang dewasa proses konsolidasi yang optimal
b. Mengatur makanan dan life style yang menjadi seseorang tetap bugar seperti :
1) Diet mengandung tinggi kalsium
2) Latihan teratur setiap hari
3) Hindari makanan tinggi protein, minum alkohol, merokok, minum kopi, minum
antasida yang mengandung alumunium.
C. Konsep Dasar Askep Osteoporosis
1. Pengkajian
a) Biodata Klien
Meliputi nama,umur,jenis kelamin,agama,pekerjaan,pendidikan
b) Keluhan Utama
Keluhan yang dirasasakan biasanya nyeri
c) Riwayat kesehatan
(1)Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pasien akan mengeluh nyeri ada area punggung, nyeri abdomen akibat
kifosis, susah untuk bergerak, dan ada beberapa yang mengalami gangguan
pernafasan
(2)Riwayat penyakit dahulu
Dalam pengkajian merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien
sebelum diagnosis osteopororsis muncul seperti reumatik, DM, Hiperparatiroid,
Hipoparatiroid, Hipogonade, Gagal gnjal dan lain sebagainya.
(3)Riwayat penyakit keluarga
Dalam pengkajian perlu mengkaji riwayat penyakit keluarga pasien, yaitu apakah
sebelumnya ada salah satu keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama
dengan pasien seperti osteoporosis, DM, maupun penyakit terkait genetic lainnya
yang berhubungan sistem skeletal.
(4)Riwayat Psikososial
Penderita mungkin merasa khawatir mengalami deformitas pada sendi-sendinya.
Ia juga merasakan adanya kelemahan pada fungsi tubuh dan perubahan kegiatan
sehari-hari.
d) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum :
Kesadaran : biasanya composmentis
control tanda – tanda vital :
2) Pemeriksaan Head To Toe
(a)Kepala
Palpasi : Tidak terabah benjolan tidak ada nyeri tekan
(b)Mata
Inspeksi : Mata kiri dan kana simetris tidak memakai alat bantu. Sklera
biasanya tidak ikterik dan onyungtiva tidak anemis
(c)Telinga
Inspeksi : Telinga tampak bersih, tidak ada lesi, dan tidak menggunakn alat
bantu.
Palpasi : Tidak terabah benjolan tidak ada nyeri tekan
(d)Mulut dan faring
Inspeksi :Biasanya keadaan bibir kering dan berwarna putih.
(e)Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran tiroid.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
(f) Dada
Inspeksi :Biasanya ditemukan ketidak simetrisan rongga dada dan tulang
belakang
Palpasi : Tidak ada benjolan , tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi :Pada kasus lanjut usia biasanya didapatkan suara ronkhi
Perkusi : Sonor
(g)Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada asites
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi :Bising usus 15x/menit
Perkusi : Bunyi timpani
(h)Ekstermitas Atas (bahu, siku,tangan)
Inspeksi : pasien dengan osteoporosis sering menunjukan kifosis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
(i) Ekstermitas Bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki. Dan telapak kaki)
Inspeksi : amati adanya kemerahan,pembengkakan, terba hangat, dan
perubahan bentuk.
Palpasi : apakah ada nyeri tekan atau tidak
3) Pola Gordon
(a)Pola persepssi kesehatan
Ketidaktahuan klien tentang informasi dari penyakit yang dideritanya.
(b)Pola nutrisi dan metabolic
Ketidakmampuan untuk mengonsumsi makanan/cairan yang adekuat dan
menganjurkan makanan yang mengandung vitamin K,E,C.
(c)Pola eliminasi
Apakah Urine dalam jumlah banyak atau sedikit, urine encer berwarna pucat dan
kuning, perubahan dalam feses atau tidak ada.
(d)Pola aktivitas/istirahat
Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan,kekakuan sendi pada pagi hari.
(e)Pola istirahat tidur
Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup,aktivitas istirahat,
dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat.
(f) Pola Kognitif Perseptual
(g) Pola Persepsi Diri
(h) Pola Hubungan Peran
(i) Pola Seksualits Reproduksi
(j) Pola Koping – Toleransi Stress
(k) Pola Nilai Kepercayaan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
b. Resiko terjadinya cedera : fraktur berhubungan dengan tulang osteoporosis
c. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinta ileus (obstruksi usus)
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses osteoporosis dan program terapi
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan hasil
1 Nyeri Setelah dilakukan a. Anjurkan pasien a. Nyeri dan
berhubungan tindakan untuk penurunan
dengan fraktur keperawatan selama memberitahu curah jantung
dan spasme otot ……x 24 jam di perawat dengan dapat
harapkan nyeri cepat bila terjadi merangsang
dapat diatasi dengan nyeri dada sistem saraf
kriteria hasil : b. Identifikasi simpatis untuk
a. Mampu terjadinya faktor mengeluarkan
mengontrol nyeri pencetus, bila sejumlah besar
(tahu penyebab ada : frekuensi , neropinerpin
nyeri, mampu durasi, yang
menggunakan intensitas dan meningkatkan
tehnik lokasi nyeri agregasi
nonfarmakologi c. Evaluasi laporan trombosit
untuk nyeri pada b. Membantu
mengurangi nyering , leher, membedakan
nyeri, mencari bahu, tangan nyeri dada dini
bantuan) atau lengan dan alat
b. Melaporkan d. Letakkan pasien evaluasi
bahwa nyeri pada istirahat kemungkinan
berkurang total selama kemajuan
dengan episode angina menjadi angina
menggunakan e. Tinggikan tidak stabil
manajemen nyeri kepala tempat (angina stabil
c. Mampu tidur bila pasien biasanya
mengenali nyeri Napas pendek berakhir 3-5
(skala, intensitas, f. Pantau menit
frekuensi dan kecepatan atau sementara
tanda nyeri) irama jantung angina tidak
d. Menyatakan rasa g. Pantau tanda stabil lebih
nyaman setelah vital tiap 5 lama dan dapat
nyeri berkurang menit selama berakhir lebih
Tanda vital serangan angina dari 45 menit
dalam rentang h. Control c. Nyeri jantung
normal lingkungan dan dapat menyebar
batasi contoh nyeri
penunjung bila sering lebih
perlu kepermukaan
i. Berikan dipersyarafi
makanan oleh tingkat
lembut. Biarkan saraf spinal
pasien istirahat yang sama
selama 1 jam d. Menurunkan
setelah makan kebutuhan
j. Kolaborasi oksigen
pemberian miokard untuk
antiangina meminimalkan
sesuai indikasi resiko cedera
jaringan atau
nekrosis
e. Memudahkan
pertukaran gas
untuk
menurunkan
hipoksia dan
napas pendek
berulang
f. Pasien angina
tidak stabil
mengalami
peningkatan
distrimia yang
mengancam
hidup secara
akut yang
terjadi pada
respon terhadap
iskemia dan
stress
g. Tekanan darah
dapat
meningkat
secara dini
sehubungan
dengan
rangsangan
simpatis
kemudian turun
bila curah
jantung
dipengaruhi
h. Stres mental
atau emosi
meningkat
kerja miokard
i. Menurunkan
kerja miokard
sehubungan
dengan kerja
pencernaan,
menurunkan
resiko serangan
angina
j. Obat yang
diberikan
berfungsi untuk
mencegah nyeri
angina
2 Konstipasi Setelah dilakukan a. Bina hubungan a. Terciptanya
berhubungan tindakan saling percaya hubungan
dengan keperawatan selama antara perawat saling percaya
imobilitas atau … x 24 jam dan pasien antara perawat
terjadinta ileus diharapkan pasien b. Mengobservasi dan pasien
(obstruksi usus) tidak mengalami tanda-tanda b. Mengetahui
konstipasi dengan vital Pre HD keadaan umum
kriteria hasil : c. Tentukan pola pasien pre HD
 Pola eliminasi defekasi bagi c. Untuk
pasien kembali klien dan mengembangk
membaik mengajarkan an keteraturan
 Pasien merasa klien untuk pola defekasi
mudah dalam berlatih pola klien
mengeluarkan defekasi yang d. Makanan
feses baik di rumah tinggi serat
 Feses lunak dan d. Anjurkan dapat
membentuk pasien membantu

 Mengelurkan mengkonsumsi melancarkan

feses tanpa makanan tinggi eliminasi fekal

bantuan serat e. Mengetahui

 Tidak ada nye e. Observasi keadaan umum


tanda-tanda klien post HD
vital Post HD
3 Kurang Setelah dilakukan a. Dorong untuk a. Dapat
pengetahuan tindakan menghindari menurunkan
berhubungan keperawatan dari faktor atau insiden atau
dengan proses selama ……x 24 situasi yang beratnya
osteoporosis dan jam di harapkan sebagai serangan
program terapi pengetahuan pasien pencetus episode
bertambah dengan terjadinya
kriteria hasil : angina iskemik
a. Pasien b. Tunjukkan atau b. Membiarkan
mengatakan dorong pasien pasien untuk
pemahaman untuk memantau mengidentifika
kondisi dan nadi sendiri si aktivitas
proses penyakit selama aktivitas yang dapat
serta pengobatan c. Diskusikan dimodifikasi
b. Pasien langkah yang untuk
berpartisipasi diambil bila menghindari
dalam program terjadi serangan stress jantung
pengobatan angina dan tetap
c. Pasien d. Tekankan dibawah
melakukan pentingnya ambang angina
perubahan pola mengecek c. Menyiapkan
hidup dengan dokter pasien pada
kapan kejadian untuk
menggunakan menghilangkan
obat-obatan takut yang
yang dijual mungkin tidak
bebas tahu harus apa
yang dilakukan
bila terjadi
serangan
d. Obat yang
dijual bebas
mempunya
potensi
penyimpangan

4. Implementasi
Tahap implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan spesifik. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi secara singkat apakah tindakan masih sesuai
dengan kondisis saat ini. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun
dan ditunjukan pada nursing order untuk membantu klien mendapat tujuan yang
diharapkan. Karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi, perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dan memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil. Evaluasi dilaksanakan
dengan SOAP :
S :Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objekstif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang antara data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan apa
masih muncul masalah baru atau data yang kontraindikasi dengan masalah
yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matrik/massa
tulang,peningkatan porositas tulang,dan penurunan proses mineralisasi disertai
dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan
kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah parah. Penyakit osteoporosis
adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif sehingga tulang menjadi rapuh
dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat,
sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur
kandungan mineral dalam tulang,maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh
sehingga terjadilah osteoporosis.

B. SARAN
Diharapkan makalah ini dapat memberikan masukkan bagi mahasiswa calon perawar
sebagai bekal untuk dapat memahami “Askep Osteoporosis” menjadi bekal dalam
pengaplikasian dan praktik.
DAFTAR PUSTAKA

Buffer,2011,Klasifikasi Osteoporosis

Istianah,Umi,2017,Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Muskuloskletal,Yogyakarta,Pustaka Baru Press

World Health Organization (WHO),2016.Osteoporosis, diakses pada Januari 2021

Anda mungkin juga menyukai