Anda di halaman 1dari 26
Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 1 SEJARAH SENI RUPA INDONESIA BAGIAN 1: Prasejarah Prsszacan adalah zaman atau periode sebelum manusia mengenal tulisan. Di Indonesia masa tersebut sangat panjang, diperkirakan sekitar dua juta tahun, Zaman prasejarah di Indonesia dimulai sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai kira-kira abad ke-5 Masehi, Benda peninggalan sejarah pada masa itu antara lain berupa benda-benda gerabah, kapak batu, peralatan yang terbuat dari tulang, tanduk, kulit kerang dan berbagai hasil budaya lainnya, Pada masa prasejarah, khususnya pada zaman logam telah pula dikenal kepandaian membuat peralatan dari bahan perunggu, seperti patung manusia, binatang, kapak upacara, bejana upacara, dan nekara. Pada bagian ini disajikan materi mengenai kronologis perkembangan seni rupa prasejarah di Indonesia, peranan seni rupa prasejarah dalam perkembangan zaman berikutnya, serta peninggalan-peninggalan penting pada zaman batu dan zaman logam. Setelah mempelajari mater ini, mahasiswa diharapkan dapat memnahami perkembangan Sejarah Seni Rupa Prasejarah Indonesia, terutama terhadap peninggalan-pennggalannya yang dihasilkan pada zaman batu dan zaman logam. Dengan mengamati dan mempelajari sejarah seni rupa Indonesia lama, mahasiswa dapat memahami diharapkan dapat: (1) meningkatkan pemahaman dan kemampuan menghayati, menganalisa, dan menerangkan karya-karya seni rupa masa lampau guna memperluas wawasan dan pengetahuan tentang seni rupa Indonesia lama; dan (2) Meningkatkan pemahaman ‘tethadap sejarah pertumbuhan dan perkembangan seni rupa Indonesia lama dari awal sampai masa Hindu-Budha; dan (3) Memahami eksistensinya, baik dari segi makna filosofisnya maupun dari segi nilai-nilai estetis yang terkandung di dalamnya. Dengan mengkaji materi tersebut secara seksama, maka mahasiswa akan dapat: 1. Menjelaskan periodesasi pertumbuhan dan perkembangan sejarah seni rupa Indonesia berdasarkan ciri-ciri peninggalannya. 2. Menjelaskan peranan seni rupa prasejarah dalam perkembangan zaman berikutnya 3. Menyebutkan peninggalan-peninggalan penting pada masa prasejarah di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, di bawah ini disajikan materi pembelajaran yang meliputi 1. Pengertian sejarah seni rupa Indonesia. 2. Periodesasi pertumbuhan dan perkembangan sejarah seni rupa Indonesia. 3. Peranan seni rupa prasejarah dalam perkembangan zaman berikutnya. 4. Peninggalan sejarah seni rupa Indonesia zaman prasejarah. ‘A. TINIAUAN UMUM: Pengertian dan Peranan Seni Rupa Prasejarah dalam Perkembangan Zaman Berikutnya 1. Pengertian Seren suatu bangsa dapat diketahui melalui bukti-bul peninggalannya. Peninggalan tersebut kini menjadi saksi dan bukti sejarah atas kekayaan budaya bangsa. Banyak hal yang dapat terungkap di dalamnya, seperti latar belakang i atau benda-benda Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 2 kebudayaan, kepercayaan, adatistiadat, tata kehidupan, cita rasa kesenian, tingkat keterampilan, status sosial, dan lain sebagainya. Di dalamnya tersimpan begitu banyak informasi; tentang peristiwa, pesan dan kesan, tentang kebudayaan di masa lampau. Selain mengandung nilai-nilai estetis, juga mengandung simbolik, serta nilai-nilai filosofis yang tinggi Apa dan bagaimana eksistensinya, setidaknya akan tergambar di dalam materi ajar ini Dengan mengacu dari pendapat tersebut, maka ilmu sejarah dapat diartikan sebagai pengetahuan atau uraian tentang peristiwa yang pernah terjadi pada masa lampau dalam kurun waktu tertentu, Peristiwa atau kejadian sejarah tersebut dapat diamati melalui bukti-bukti tertulis maupun melalui artifak-artifak yang masih tersisa Dengan kata lain bahwa: “ llmu sejarah adalah ilmu yang menceritakan kisah-kisah peninggalan di masa lampau tentang manusia dan tentang peninggalan- peninggalannya.” Mengamati perkembangan seni rupa suatu bangsa dalam kurun waktu tertentu tidak bisa dilepaskan dari unsur kesejarahan yang membentuknya. Demikian pula halnya bila kita membicarakan seni rupa Indonesia sebagai salah satu topik bahasan dalam materi kuliah ini, Kesulitan lain yang menghadang permasalahan seni rupa Indonesia adalah terminologi tentang seni rupa Indonesia itu sendiri. Pada kenyataannya terminologi yang ada sangat variatif. Ada yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi sosial, politik, agama, dan ada pula yang disesuaikan dengan kebudayaan setiap bangsa, sehingga jika membahas seni rupa indonesia, tentu tidak relevan bila bersandar pada terminologi yang berasal dari bangsa-bangsa lain, Dari peninggalan-peninggalan sejarah tersebut, perkembangan peradaban manusia dapat diketahui. Menyimak perkataan “ Sejarah Seni Rupa Indonesia” itu sendiri, maka kata-kata itu dapat mengandung dua cakupan pengertian, yaitu: Pertama, yang berarti seni rupa di Indonesia dalam rentang waktu mulai dari masa prasejarah sampai sekarang (meliputi seni regional) yang dilahirkan oleh kelompok-kelompok masyarakat Indonesia dalam berbagai tingkat dan golongan - berlanjut sampai kepada perkembangan mutakhir di abad ke-21. Pengertian ini sangat longgar, karena cakupannya sangat luas, yakni meliputi semua kreasi yang mengandung unsur estetis (mulai dari gambar/iukisan, patung, bangunan, ornamen, dan semua benda-benda kriya/kerajinan tangan) dalam segala bentuk dan tingkat keterkaitannya dengan kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan religi atau kepercayaan, Pengertian kedua, agak lebih sempit dan sederhana, yaitu mengandung pengertian seni rupa yang konseptual dan kualitatif, serta fungsionalnya berbeda (terlepas dari konteks sejarah seni rupa prasejarah Indonesia) tanpa secara mutlak harus diartikan sebagai deskripsi atau diskontinuitas. Dalam perbedaan tersebut, tercakup pula adanya proses untuk mewujudkan ciri-ciri dan kualitas ke-Indonesiaan sebagai konsekuensi logis terjadinya perubahan dan perkembangan disegala bidang kehidupan, termasuk pembaruan- pembaruan karena adopsi, adaptasi atau pengaruh kaidah-kaidah baru dalam dunia seni rupa. [stilah yang mencakup dua pengertian tersebut digunakan di sini untuk mengkaitkan hal-hal yang akan dibicarakan selanjutnya, Periodesasi seni rupa prasejarah dan seni rupa modern Indonesia, juga relatif bersifat sementara, Peristilahan ini hanya dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman kita - yang penekanannya pada dimensi waktu. Terlepas dari pengertian tersebut, salah satu persoalan yang dihadapi oleh prasejarah seni rupa Indonesia ialah langkanya sumber-sumber tertulis yang dapat memberikan data atau petunjuk-petunjuk otentik mengenai kaidah-kaidah estetik dalam ukuran waktu tertentu. Bagaimana perkembangannya serta hubungan kausal, atau Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 3 korelasi apa yang mendasari_kontinuitas atau diskontinuitasnya?_ Apakah perkembangannya mengikuti pola atau pola-pola yang ajeg di masa lampau? Sejauhmana para penguasa memainkan peranannya? Dalam kondisi bagaimana seni rupa rakyat lahir dan tumbuh ke-eksistensial dengan seni rupa istana? Bagaimana prosedur dan pembentukan gayanya? Apa dan bagaimana kandungan makna simboliknya? Bagaimana cara mewariskan keahlian mencipta itu dari satu generasi ke generasi lainnya? Karena bangsa Indonesia tidak memiliki tradisi pencatatan historis untuk peristiwa-peristiwa penting maupun kejadian-kejadian kultural, terutama tulisantulisan mengenai kesenirupaan tersebut, maka data yang diperlukan sebagian besar harus digali dari dokumentasi zaman kolonial. Dengan demikian, bendabenda prasejarah seni rupa Indonesia itu sendiri merupakan material fakta yang sangat penting. 2. Peranan Seni Rupa Prasejarah dalam Perkembangan Zaman Berikutnya Mengapa perlu belajar sejarah? Mengapa mahasiswa Seni Rupa perlu memahami sejarah sei rupa prasejarah tersebut? Hal ini terkait dengan pernyataan bahwa manusia tidak terlepas dari masa alu, karena itu, manusia harus melihat kemajuan-kemajuan yang telah dicapai pada masa lalu guna memacu perkembangan masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu, dengan mempelajari pola kehidupan masa lalu, kita dapat belajar tentang kompleksitas kehidupan masa kini. Dengan mempelajari sejerah suatu bangsa, kita dapat mengetahui sejarah bangsa tersebut. Dengan mempelajari prasejarah seni rupa Indonesia, kita dapat memperoleh informasi tentang esensi kehidupan sosial budaya masyarakat waktu itu sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia. Sedangkan bagi kalangan senirupawan dan budayawan, selain untuk memahami karya-karya seni masa lalu, juga bermanfaat sebagai acuan dalam berkarya (sebagai sumber ide di dalam mengembangkan suatu gagasan baru). ‘Abli sejarah mengungkapkan bahwa: “ Peristiwa yang terjadi pada masa lampau merupakan kenyataan sejarah yang tidak dapat diubah. Peristiwa yang terjadi pada waktu sekarang merupakan kenyataan yang sedang dihadapi. Dan peristiwa yang terjadi pada waktu yang akan datang merupakan kenyataan yang dapat direncanakan pada waktu sekarang.” Ketiga peristiwa itu merupakan rangkaian yang saling berkaitan erat satu sama lainnya. Keterikatan rangkaian itulah yang mendorong manusia mempelajari sejarah masa lalu dan menggunakannya untuk membuat rencana di masa depan. Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai beragam potensi, Diantaranya adalah potensi berpikir dengan akalnya, merasa dan berperasaan dengan nalurinya, berbuat dengan kemauan hasratnya, dan melahirkan perwujudan karya untuk memenuhi kebutuhannya, Guna memenuhi kebutuhannya itu, manusia selalu berupaya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, Dalam keitan ini, kemudian dikenal peradaban dari tingkat bersahaja (primitif) hingga perdaban tingkat yang sangat maju (modern). Dalam perspektif historisnya, manusia tidak banyak memberikan bukti fisik berupa peninggalan hasil peradabannya dari masa lalu. Benda-benda peninggalan sejarah memberikan petunjuk bagi kita terhadap adanya kemampuan manusia dalam ikhtiarnya memenuhi kebutuhan hidup jasmani-rohaninya, Salah satunya adalah kebutuhan untuk berkomunikasi antara dirinya 1M. afar, 2000" simbol Gunung dan Metahari Perwujudan Noli Anak-Anak dalam Lukisan”, Artikel dalam Juma Sen, \IVOWli 2000, hlaman 72-8, Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 4 dan penciptanya, kesadaran terhadap kejadian yang membuat dirinya berada di dunia ini, Abstraksi terhadap penciptanya, dibayangkan bersemayam “ di atas sana” . Logika demikian itu yang melahirkan misalnya saja formula bahwa untuk dapat berkomunikasi dengan pencipta, penguasa tertinggi, roh nenek moyangnya, perlu ada “ media” yang dibentuk menjulang/mencuat/tinggi. Sejak masa prasejarah hingga masa awal sejarah, penghayatan dan logika manusia telah melahirkan bayangan angan-angan bahwa keberadaan Sang Pencipta adalah ” di atas “ dan kekuasaan Sang Pencipta dilambangkan dengan yang “ bersinar” , “ bergerak” , dan yang dahhsyat” serta ” mengagumkan” . Hal yang demikian itulah yang, akhirnya menjadi pusat perhatian manusia dalam kehidupannya. Jika kita cermati benda-benda sejarah seperti menhir, obelisk, stamba, dan atau sekarang adalah tugu, maka tak lain merupakan menifestasi dari rasa memuja dan mengagumi hal yang tinggi di atas, dan boleh jadi bercahaya terkena sinar, Demikian juga dengan hesil kebudayaan manusia dari masa lampau, seperti bangunan-bangunan megah bagaikan gunung, kuil, piramida di Mesir, candi-candi di Indonesia yang memberiken asumsi bahwa bangunan yang meniru wujud gunung adalah sucl. Gunung memberikan kesan misterius, menyimpan beribu rahasia, angker penuh wibawa, namun juga dipandang sebagai lambang kekuasaan dan kemakmuran. Perlu dipahami bahwa pengertian seni bagi manusia prasejarah tidaklah sama dengan pengertian seni bagi manusia modern. Seni bagi manusia modern berkaitan dengan wilayah estetika atau keindahan. Sedangan bagi manusia primitif lebih pada persoalan kesahajaan, Membuat lukisan atau gambar-gambar pada dinding gua bagi manusia primitive, boleh jadi untuk pemenuhan hasrat bersahaja, dan bukan untuk keindahan atau karena ingin memperoleh kepuasan. Apa yang mereka rasakan, atau yang mereka pikirkan lalu kemudian diwujudkan dalam bentuk gambar atau lukisan. Gambar atau lukisan tersebut merupakan media ungkap mereka. Primadi tabrani menyebutnya sebagai bahasa rupa (bahasa gambar) atau bahasa visual. Peninggalan-peninggalan artifak dalam material batu biasanya meliputi benda- benda keperluan ritual, perhiasan, sampai kepada alat-alat fungsional untuk kebutuhan- kebutuhan seperti berburu, berperang, dan sebagainya. Perkernbangan sejarah tersebut menunjukkan adanya perkembangan dalam konsep bentuk. Hal ini juga banyak ditentukan oleh faktor lingkungan sosial dan geografis, terutama pada masyarakat yang sering berhubungan dengan masyarakat luar. Perkembangan bentuk menunjukkan adanya pengaruh, terutama terhadap teknik dan teknologi yang sangat berperan dalam hal bentuk tersebut peralatan yang mereka gunakan dalam menunjang kehidupan sehari-hari Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seni primitif pada umumnya merupakan jalinan dari dua hal, yakni peranan emosional yang integral dengan sikap hidup dan kemampuan teknis yang berpengaruh terhadap bentuk, Yang disebut terakhir dipengaruhi pula oleh lingkungan alam dan sumber alam. Suatu hal yang cukup menarik dari seni primitif tersebut ialah bahwa seni primitif ini sifatnya abadi, tidak terbatas oleh ruang dan waktu, serta mampu bertahan sepanjang masa. Betapapun sejarah menunjukkan adanya perkembangan dalam gaya, namun hal ini tidak terlalu menyimpang dari aslinya. Sebagai contoh dapat kita lihat seni rupa etrik Batak, Kalimantan, seni Asmat di Irian Jaya, seni rupa tradisional Tana Toraja di Sulawesi Selatan. Bentuk ekspresi seni primitif sering menjadi daya pikat bagi seniman modern dalam rangka mencari nilai-nilai baru, terutama dalam menemukan konsep seninya. Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 5 Karena itu, kita tidak perlu heran jika sering muncul atau dijumpai adanya tanda-tanda persamaan antara seni rupa primitif tersebut dengan seni rupa modern sekarang ini, terutama dalam seni patung etnik masyarakat suku terasing. Hal Iain yang perlu dipahami oleh mahasiswa terkait dengan konsep penciptaan seni rupa prasejarah adalah: (1) Konsep seni pada masa prasejarah berbeda dengan konsep dan atau pandangan seni modern, Bagi masyarakat prasejarah, seni bukanlah kemewahan melainkan terkait dengan benda-benda pakai dan untuk berbagai keperluan ritual; (2) Seni rupa prasejarah adalah seni ritual-magis yang dipergunakan sebagai alat untuk mencapai sesuatu tujuan dengan cara yang irrasional, seperti misalnya digunakan untuk mencari persahabatan dengan sesuatu kekuatan di luarnya, mencari perlindungan ataupun secara magis diharapkan dapat mempengaruhi sesuatu keadaan; dan (3) Seni rupa prasejarah juga bersifat simbolik - dimana setiap bentuk selalu memiliki arti perlambangan tertentu, Hal ini logis, karena masyarakat prasejarah adalah masyarakat yang animistik, mereka percaya adanya roh atau anima dimana-mana, Roh nenek moyang dianggap sebagai roh yang baik dan sebagai pemegang ‘ mana’ yang paling tinggl. Karena itu, dipuja dan bahkan sering dimintai perlindungan.untuk keselamatan mereka, Oleh Karena itu pula, praktik pemujaan mereka terhadap nenek moyang sangat populer di masa prasejarah. Akhirnya lahirlah berbagai bentuk arca nenek moyang serta bentuk-bentuk pemujaan lainnya, seperti punden berundak, patung nenek moyang, dan sebagainya. Pemujaan nenek moyang ini, kemudian merupakan salah satu gejala local- genius bangsa Indonesia, terutama pada masyarakat pendukung budaya dan tradisi lama. B. Periodesasi Perkembangan Sejarah Seni Rupa Indonesia Berassoran sal mula pertumbuhannya, secara umum sejarah seni rupa Indonesia bermula dari zaman prasejarah, yakni dari masa Neolitikum awal atau masa akhir Mesolitikum pada kira-kira 4000 tahun yang lalu. Masa ini lazimnya dibagi kedalam ‘empat periode, yakni: (1) zaman prasejarah (2) zaman purba; (3) zaman madya, dan (4) zaman baru atau zaman modern, Sebagaimane telah disinggung terdahulu bahwa zaman prasejarah dimulai sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai kira-kira abad ke-S Masehi. Zaman purba dimulai sejak datangnya pengaruh India, yakni pada abadabad pertama tarikh Masehi sampai lenyapnya kerajaan Majapahit (+1500 M). Zaman madya dimulai sejak datangnya pengaruh Islam di Indonesia, yakni menjelang akhir zaman Majapahit sampai akhir abad ke-19. Zaman baru dimulai sejak masuknya anasir-anasir Barat dan teknologi modern Indonesia, yakni kirakira tahun 1900 Masehi. Pembagian sejarah berdasarkan arkeologi ialah pembagian yang dilakukan berdasarkan bahan-bahan yang ditinggalkan oleh suatu kebudayaan sebagai fakta sejarah. Karena itu pula, maka terdapat pembagian prasejarah seperti diuraikan berikut ini. Zaman batu, meliputi: zaman batu tua (Paleolitikum), zaman batu tengah (Mesolitikum), dan zaman batu muda (Neolitikum). Zaman logam, meliputi: zaman perunggu dan zaman besi. Sedangkan zaman tembaga (tidak ditemukan di Asia, termasuk di Indonesia). Zaman prasejarah berakhir dan mulainya zaman sejarah ketika telah ditemukannya bukti-bukti tertulis (budaya tulis) pada setiap bangsa. Perlu Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 6 dipahami bahwa setiap bangsa memiliki masa prasejarah masing-masing yang saling berbeda antara bangsa yang satu dengan bangsa-bangsa lainnya. Berikut ini dijelaskan gambaran singkat mengenai aktifitas dan kehidupan sosial budaya masyarakat prasejarah yang hidup pada zaman batu hingga zaman logam. Masa prasejarah di Indonesia memiliki dalam jangka waktu yang sangat panjang, bahkan mencapai sampai jutaan tahun. Pada masa ini manusia hidup tergantung pada alam, dan dengan sarana akalnya manusia mulai memikirkan, bahkan sudah mulai membuat alat- alat yang dapat membantu pekerjaannya dalam menjalani dan mempertahankan kehidupannya. Walaupun alat-alat yang dibuat pada masa itu masih sangat sederhana sebab masih sedikit merubah bentuk aslinya yang ada di alam. Oleh karena orientasi kehidupan pada masa ini masih sederhana seperti mengumpulkan makanan dan berburu, maka alat-alat yang dibuatnyapun merupakan pemenuhan atas aktivitas mengumpulkan makanan dan berburu. Misalnya alat untuk mencari umbi-umbian sebagai bahan makanan atau alat untuk berburu, alat-alat ini dibuat dengan material alam seperti batu inti yang di pecah, atau tulang binatang yang diasah sehingga tajam dan dapat digunakan sebagai pisau. Kehidupan manusiapun pada masa ini belum sepenuhnya menetap, mereka masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya (tergantung pada situasi dan kondisi setempat), bila tempat tinggal mereka tidak subur lagi, maka mereka pindah dan mencari tempat tinggal baru. Menurut beberapa ahli Arkeolog bahwa kadang- kadang dalam perjalanan menuju tempat yang baru, mereka singgah dan bertempat tinggal sementara disuatu tempat (mungkin tempat itu adalah gua atau dataran terbuka), sehingga sering ditemukan beberapa peralatan dan sisa makanannya pada tempat yang diperkirakan sebagai tempat persinggahannya. Bahkan menurut ahli Arkeolog bahwa dalam masa perpindahan ini sering terjadi kematian, apalagi anak-anak dan para wanita yang mengalami kesulitan dalam perjalanan, maka tidaklah mengherankan bila sering ditemukan rangka manusia yang terpisah jauh dari temuan lainnya. Manusia-manusia prasejarah inipun belum membuat rumah sebagai tempat tinggal tetap, pada umumnya mereka masih tinggal di gua-gua atau di daerah terbuka, tempat yang mereka cari adalah terutama yang dekat dengan sumber air, sebab air memegang peranan penting dalam kehidupan mereka, selain untuk minum, membersihkan badan, alat transportasi melalui sungai, juga memudahkan mencari binatang buruan, sebab binatang-binatang pun butuh air untuk minum. Pada masa kehidupan di gua-gua ini menonjol sekali adanya aktivitas penguburan dan lukisan-lukisan sebagai bukti berkembangnya kepercayaan pada masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Perkembangan selanjutnya, mereka mulai mengalami kemajuan, mereka mulai membuat alat-alat yang lebih praktis untuk dimanfaatkan dalam kehidupan mereka, sedikit demi sedikit mereka mulai melepaskan dir dari tekanan alam, mereka tidak sepenuhnya bergantung pada alam, tetapi telah ada upaya-upaya untuk menguasai alam. Mereka sudah memilki hasil budaya tinggi. jiantaranya adalah mereka telah mengenal budaya bercocok tanam dan bertempat tinggal menetap, membuat perladangan sederhana, umbi-umbian yang awalnya dicari dihutan mulai ditanam sendiri (dibudidayakan), memelihara hewan (binatang-binatang buruan mulai dijinakkan),”juga membuat benda-benda dari material tanzh liat berupa periuk, tempayan dan Jainnya. Mungkin untuk pakaian mereka juga telah menenun *Tinjauan inl berdasar pada has bacaan dari beberape buku sarah seal rupa prasearah Indonesia. lha juga Kusnad, kk. tentang “ Selarah Seni Rupa Indonesia", Proyek Peneltlan dan Peneatatan Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; 1973, hi. Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 7 dan membuat pakaian dari kulit kayu. Dan yang paling mengesankan lagi adalah mereka telah memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengekspresikan dirinya dalam melalui gambargambar atau lukisan dinding gua, menghias pada permukaan dari alat-alat kebutuhan hidup mereka dengan menggunakan bahan pewarna dari alam. Sekalipun sederhana, namun ini semua sebagai bukti bahwa mereka telah memanfaatkan insting dan intuisi berkeseniannya. Pembabakan seni rupa prasejarah di Indonesia dibedakan atas dua periode, yakni zaman batu dan zaman loam. Pembabakan ini didasarkan atas kemampuan teknik dan teknologi masyarakat prasejarah waktu itu, terutama di dalam menciptakan alat- peralatan yang diperlulukan dalam mendukung kelangsungan hidupnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan bukti-bukti artifak yang mereka ciptakan pada masa tersebut. Oleh karena itu, koleksi prasejarah merupakan salah satu bukti yang penting artinya untuk dapat mengungkapkan tentang latar belakang kehidupan pada masa lalu sampai dengan masyarakat mengenal tulisan. Sedangkan koleksi arkeologi merupakan peninggalan budaya yang dipengaruhi oleh unsur kebudayaan Hindu-Budha. Berikut ini disajikan gambaran mengenai tradisi_ masyarakat prasejarah yang berkembang pada zaman batu dan pada zaman logam. 1. Zaman Batu Lessa vt (megalitik) dapat pula dibedakan atas tiga periode, yakni: (1) Zaman batu tua (Paleolitik); (2) Zaman batu tengah (Mesolitik); dan (3) Zaman batu muda (Neolitik). Pada zaman batu, dikenal budaya atau tradisi megalitk, seni lukis pada dinding-dinding gua/ceruk, dan tradisi seni hias oleh masyarakat prasejarah. Sedangkan pada zaman logam dikenal tradisi menuang logam. Adapun peninggalan artifak terpenting dari zaman batu tersebut antara lain; kapak genggam (berbagai macam bentuk), patung- patung nenek moyang (patung arwah), bangunan megalitik (menhir, dolmen, sarkopak), gambar-gambar/lukisan pada dinding gua. Sedangkan seni hias prasejarah biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi menyatu dengan benda-benda artifak tersebut, termasuk pada bangunan purbakala, a. Tradisi Megalitik di indonesia Salah satu sisi yang menarik di Indonesia ialah kesinambungan_tradisi prasejarah, Dalam hal ini ialah tradisi megalitik yang masih terlihat sampai sekarang, khususnya yang bersifat tinggalan (dead monument). Monumen megalitik yang ditemukan di berbagai tempat di Indonesia adalah salah satu peninggalan budaya megalitik yang cukup universal serta memiliki variasi yang beragam dalam bentuk, ukuran, komposisi, dan tujuan pendiriannya. Yang menarik dari situs megalitik tersebut lalah adanya kesan Klasifikasi sosial ekonomi yang terefleksi dalam perwujudannya dan maksud pendiriannya. Pertanyaan yang perlu didiskusikan ialah apa yang mendorong dan melatarbelakangi pendirian monumen megalitik tersebut? Bagaimana teknik dan teknologi yang mereka gunakan dalam proses pemembuatannya? Secara kosneptual, tradisi megalitik dapat dilihat dari keyakinan bahwa tradisi ini dilandasi oleh alam pikiran religius, khususnya kepercayaan terhadap arwah nenek moyang yang dengan sendirinya dimiliki oleh semua bangsa di Asia Tenggara. Kemudian Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 8 tradisi megalitik ini berlangsung sejak masa prasejarah dan beberapa unsurnya berlangsung hingga kini Salah satu situs megalith di Tana Toraja (istlah setempat: Simbuang Batu atau Simbuan Datu) di Bori Kalimbuang di sebelah utara kota Rantepao.* Salah satu kubur yang unik pada dinding berbatu di Tana Toraja (Lemo, Londa, dan Tampang Allo). Peninggalan Megalitik di Sulawesi Tengah. Situs-situs megalitik di Sulawesi Tengah terkonsentrasi di kawasan Taman Nasional Lore Lindu yang meliputi Lembah Napu, Lembah Besoa, Lembah Bada, Danau Lindu, Kulawi, dan Gimpu. Mencakup dua kabupaten yaitu Kabupaten Poso dan Kabupaten Donggala. Kawasan Taman Nasional, Temuan megalitik di Taman Nasional Lore Lindu, yaitu: kalamba, arca (patung nenek moyang), menhir, altar, dolmen, tiang Batu, punden berundak, batu gores, kubur batu, batu dakon, batu dulang, lumpang batu, dil.” Patung-patung megalitik (patung nenek moyang), kalamba, rumah-rumah tradisional dan pakaian adat juga banyak ditemukan di Lembah Bada, Sulawesi Tengah.” > oop dalam Sermadeta AKW dalam Buku: Toraja Dulu dan Kini, Edtor Akin Dull dan Hasanuddln,Pustaka Reflks, Makassar, Cetalan 3, 2003:163-164, “Dari Wikipedia bahasa Indonesia, Ensilopedia bebas, “Temuan kalba dl Lore, thusuenya yang beraca i Lemaah Behoa memperihatkansejumh varias Temnuan kalba Ai Lore, Khususnya yang berada di Lembah Behoa memperthatkan sejumiah vars! Kalamba dalam berbagalukuran, bentuk, dan tipolog! penampangnya, sertabentuk dan tplog! pola hisnya. Temuan kalamba di Lembah Behos ada vyarg mempunyaitutup dan ada tidak bertutup. Ada pula kalamba yang berhias dan ada juga yang pols. Bentuk hasan Kalimba ct Lembah Genoa berupa hlasan wajahstau tubuh manusla, Bmatang, pit marked, dan hlasen geometrs Umumnya klomba terbuat davjenis botu pai * Peneltian peninggalanarkeooglprasearah cl Sulawes! Tengah telah dishukan oleh para penelti bangsa Eropa slak ki abad 19, yang dimulatoleh Adan’ dan AC. Kru dalam tulkannye “Van Poso naar Pag een Loe” pada tahun ane, Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 9 Peninggalan zaman batu di Sulawesi Tengah: Patung nenek mayang dan Dolmen, Waruga di Sulawesi Utara Salah satu peninggalan sejarah yang cukup penting di Sulawesi Utara adalah tradisi pemakaman dalam bentuk waruga. Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu. Waruga terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas (penutup waruga) berbentuk segitiga seperti bubungan rumah, bagian bawah (badan waruga) berbentuk kotak yang bagian tengahnya berongga tempat meletakkan jenazah Salah satu pusat pemakaman yang cukup terkenal di Minahasa adalah Situs Waruga Sawangan yang terletak di Desa Sawangan, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara. Menurut penuturan masyaraket setempat bahwa tradisi pemakaman dalan waruga sudah ada sejak abad IV, ada juga yang mengatakan abad VI. Ornamen waruga dibuat pada bagian penutup dan pada badan waruga pada bagian depan, belakang, dan samping. Jenis ornamen antara lain adalah figur manusia, binatang (babi, ular hitam, dsb)’ yang digambarkan secara dekoratiffiguratif. Selain itu, ada juga motif geometri. Ornamen waruga menggambarkan simbol status sosial, profesi seseorang. Ada relief yang menggambarkan sebagai kepala suku/desa/kampung, pimpinan kepercayaan, Ada juga relief manusia dimana kepala diletakkan di bawah, Coretan pada bagian penutup, bagian samping waruga juga tergambar jumlah jenazah yang ada di dalam waruga. Namun tidak semua Waruga memiliki ukiran. Waruga yang polos dianggap sebagai waruga tertua peninggalan zaman pra sejarah. Tata cara penguburan dalam waruga adalah tubuh jenazah dimasukkan ke dlam waruga dan diletakkan dengan posisi jongkok menghadap ke utara, tumit kaki menempel pada pantat dan kepala mencium lutut, Jenazah dimasukkan ke Waruga dalam posisi jongkok, Menurut kepercayaan orang Minahasa bahwa orang yang sudah meninggal akan kembali ke posisi dimana saat dia di dalam kandungan, yaitu dalam posist jongkok. * Menurut informas masyarakat setempat bahwa duu memarg banyak ular hitam dl sana, Bahkan sampalsekararg orag: ‘orang Minhas masih banyak yang mematan binatarg-binatangtesebut, Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 10 Waruga-waruga di Situs Sawangan, Kecamtan Airmadidi, Kabupaten Minahasa dengan ornamen berupa ragam hias figuratif manusia dan binatang (Dokumentasi Foto: Yabu M., 25 Juli 2009). b. Tradisi Seni Lukis pada Dinding Gua dan Ceruk Salah satu peninggalan yang paling kuno dari kesenian Indonesia lama adalah lukisan pada dinding gua-gua dan ceruk. Lukisan prasejarah yang ditemukan pada dinding-dinding gua di pantai selatan Irian Jaya (Papua) menggambarkan nenek moyang. Lukisan prasejarah pada dinding-dinding gua yang tersebar di daerah ini adalah siluet ‘tangan. Motip-motip lukisan prasejarah yang banyak ditemukan pada beberapa tempat antara lain cap tangan, motip sosok manusia, perahu, matahari, bulan, burung, ikan, kura-kura, manusia, kadal, dan babi rusa, Dalam beberapa gua di Indonesia seperti disebutkan di atas terdapat bukti bahwa gambar telapak tangan dengan jari terpotong, atau gambar seekor binatang ditusuk-tusuk dengan tombak. Van Heekeren yang meneliti gua-gua di dekat Maros Sulawesi Selatan menyatakan bahwa baik lukisan babi hutan tertombak panah maupun gambar tangan yang terdapat di sana diduga bersamaan waktu dengan perkembangan kebudayaan Toala yang berasal dari sekitar tahun 2000 Sebelum Masehi. Sedangkan pakar lain seperti Dr. Josef Roder yang banyak melakukan penelitian di daerah Irian Jaya memperkirakan umur lukisan-lukisan di gua-gua tersebut (paling tua 1000 tahun sebelum Masehi), bahkan banyak diantaranya baru dibuat 3-4 abad yang lal. Lukisan babi hutan di gua Leang-Leang Kabupaten Maros Sulawesi Selatan dengan kontur warna merah meggambarkan seekor babi hutan yang sedang meloncat dan dengan Iuka di lehernya. Menilik wujud dan tempatnya, yakni di dalam gua, maka diduge lukisan tersebut bernilai magis, yakni untuk mempengaruhi keadaan agar betul- Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah n betul demikianlah yang akan terjadi ketika orang-orang nanti berburu. Mungkin pula dilakukan suatu upacara sebelum mereka pergi berburu dengan cara menusuk-nusukkan tombak pada gambar tersebut dengan harapan dapat melukai binatang buruannya kelak. Pada masa berburu, manusia prasejarah pada umiumnya bertempat tinggal di gua-gua. Sehingga tidak mengherankan jika dinding gua menjadi salah satu wahana mengekspresikan jiwa, hasrat, dan cita-citanya. Dinding gua dilukisi dengan hiasan- hiasan yang dianggap mengandung daya magis, yang pada akhimnya berubah fungsi menjadi benda yang berkaitan dengan keagamean. Lukisan berupa adegan perburuan yang dilambangkan agar mendapatkan hasil buruan yang sesuai dengan keinginan mereka. Kepercayaan ini disebut kontak magis.’ Maka pada zaman prasejarah hiasan atau lukisan tidak hanya merupakan suatu keindahan yang dipergunakan sebagai hiasan belaka tetapi juga mengandung makna-makna tertentu, Seperti yang diungkapkan \Wiyoso bahwa hiasan-hiasan memiliki makna yang dalam yang melambangkan sesuatu yang mereka anggap tak dapat digambarkan dalam wujud sebenarnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh kekuatannya sehingga akhirnya ditabukan. Pemikiran tentang adanya sesuatu di luar jangkauan manusia membuat mereka juga menciptakan sesuatu sebagai manifestasinya.” Sejalan dengan pandangan ini Primadi Tabrani menyatakan bahwa keindahan dalam seni kriya tidak hanya sekedar memuaskan mata saja namun melebur dengan kaidah adat, tabu, kepercayaan, agama. Selain bermakna juga sekaligus indah. Jadi seni hias yang dihasilkan pada masa prasejarah berkaitan dengan cara pola pikir mereka, yakni selain dipergunakan sebagai hiasan pada benda pakai juga memiliki fungsi nilai spiritual yang diyakini dapat mendatangkan kekuatan, Setelah mereka menetap seni hias berkembang, menjadi goresan, pahatan, ukiran, atau cap. Karya seninya meningkat yang berhubungan dengan kepercayaan_nenek moyangnya.\dalam bentuk pemujaan yang berkéltan-dengan sesuatu yangiberhubungan dengan nenek moyang. Tradisi ini disebut tradisi megalitik. Pemujaan ini digambarkan dalam bentuk batu beser, yang dianggap sebagai perwujudan tahta, maupun altar yang diberi hiasan sebagai lambang.”” Pada zaman prasejarah, seni lukis memegang peranan penting karena setiap lukisan mempunyai makna dan maksud tertentu. Pada zaman tersebut lukisan dibuat pada dinding-dinding gua dan karang, Salah satu teknik yang digunakan oleh orang-orang gua untuk melukis di dinding-dinding gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu disemprot dengan kunyahan daun-daunan atau batu mineral berwarna. Teknik menyemprot ini dikenal dengan nama aerograph. Media lain yang digunakan untuk membuat lukisan adalah tanah liat. Pewarna yang digunakan berasal dari bahan-bahan alami seperti mineral dan lemak binatang. Pada umumnya tujuan dan tema yang dipilih untuk membuat lukisan-lukisan tersebut adalah magis. Lukisan gua prasejarah yang cukup tua di Indonesia berasal kurang lebih dari 40.000 tahun yang lalu, berada di Sulawesi. Cetakan serupa telah ditemukan di Afrika Selatan, Australia, Amerika Utara, Argentina dan Eropa, Diantara lukisan gua prasejarah itu ada lukisan cap tangan. Sesuuatu yang sangat pribadi dan lebih emosional. Di Indonesia sendiri, lukisan gua prasejarah diidentifikasikan sebagai hasil dari kebudayaan yang mulai berkembang pada masa berburu tingkat sederhana hingga masa * Howell 1982 delam D.O. Bintan, 1987-278 * Primad Tabranl, 1999: 3 * Selon, 397 dalam Bitar: 1987279), Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 2 berburu tingkat lanjut yang banyak ditemukan di wilayah Kalimantan, Maluku, Sulawesi Selatan, Papua dan wilayah-wileyah lainnya. Lukisan gua prasejarah adalah bukti mengenai kemampuan manusia pada masa lalu dalam menuangkan ekspresinya. Lukisan gua prasejarah adalah contoh pertama dari apa yang kita sebut sejarah - pesan dari masa lalu - sebagai sebuah pernyataan universal untuk menyatakan bahwa " Kami pernah ada disini.” Sebaran lukisan prasejarah pada dinding gua/ceruk di beberapa wilayah di Indonesia, antara lain: lukisan gua prasejarah di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan, Maluku, dan Papua. Lukisan prasejarah yang ditemukan di gua-gua tersebut membawa kita kembali ke sekitar ratusan tahun yang lalu. Meskipun sebelumnya para arkeolog telah menyatakan bahwa lukisan-lukisan tersebut adalah hiasan semata, lalu kemudian mereka tahu bahwa itu tidak benar karena pada umumnya gua-gua tersebut gelap- gulita, Teori yang lain mengatakan bahwa gambar-gambar tersebut merupakan kekuatan sihir dalam berburu, lalu mereka melukiskan binatang yang ingin mereka tangkap supaya mereka kelak berhasil dalam berburu. Teori terakhir yang mungkin paling masuk akal (mendekati kebenaran) adalah bahwa tempat-tempat/gua semacam itu pernah dihuni manusia prasejarah. Tempat-tempat seperti di gua Leang-Leang, gua Leang Kabori dan gua Metanduno, mungkin pernah menjadi tempat untuk melakukan upacara ritual, atau upacara lainnya. Apa yang mendorong manusia purba tersebut untuk melukiskan hal-hal seperti itu? Dick, Hartoko mengemukakan bahwa selain sebagai bukti sejarah bahwa mereka pernah ada di sana, di dalamnya terkandung pula makna ritual, serta simbolik tertentu, dan bagi manusia purba terdapat suatu keyakinan daripadanya. Dengan demikian, hubungan antara lambang dan apa yang dilambangkannya sangat erat kaitannya. Ini menunjukkan bahwa manusia dapat memandang jauh ke depan, dapat meramalkan apa yang akan terjadi lewat imaji atau daya khayalnya. Selanjutnya dikatakan bahwa bagi masyarakat primitif, seni sama pentingnya dengan kebutuhan primer lainnya. Demikian pula dengan lukisan/gambar-gambar dengan garis linear, dan dengan kemaluan yang dipanjangkan, diduga berkisar pada mythe-mythe kesuburan, Sampai sekarang motip seperti itu masih dijumpai pada karya tenun tradisional pada daerah-daerah tertentu dimana mythe itu kuat. Obyek-obyek seperti disebutkan di atas banyak ditemukan di Indonesia sebagai aspek kesenian yang kuat, terutama di daerah Tapanuli, pulau-pulau Indonesia Timur, seperti Sumba, Sumbawa, Roti, Kalimantan, pada kesenian rakyat Jawa." Gambar telapak tangan sebagai obyek lukisan dinding gua, mungkin pertama kali dikenal ketika manusia mencoba menggambarkan sesuatu dengan warna darinya; warna-warna tersebut seperti warna merah dari darah binatang (babi atau kerbau), hitam dan putih kemudian hijau dari hasil-hasil pohon. Dengan mencelupkan tanggannya ke dalam warna-warna dan mencapkannya pada dinding maka mungkin lukisan pertama manusia lahir. Namun Kemudian tangan ini mendapat sifat magis tertentu sebab tangan/telapak tangan menjadi obyek penting dalam kesenian Indonesia. Lukisan-lukisan telapak tangan di gua-gua umpamanya diperbandingkan oleh sejarawan. Di istana Bogor pada masa berkuasanya Presiden Soekarno Ri juga ada patung telapak tangan yang disebut ‘“ Hand of Good’ . Kemudian di Kota Pare-Pare Sulawesi Selatan beberapa tahun yang lalu, juga pernah dibuat prasasti bergambar cap tangan Habibie (mantan Presiden RI ke-4). Prasasti tersebut dipasang pada monumen Abd. Jalil Habibie. * lek Hartke, 1984 Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 3 Di Jakarta ketika Sutiyoso menjabat gubernur, juga pernah dibuat gambar cap kaki Habibie. Ini tidak berarti bahwa pemikiran zaman kini sama dengan pemikiran manusia purba dahulu - dimana simbolisme tangan sebagai magis. Namun keduanya memiliki simbol yang sama, yakni untuk mengungkapkan sesuatu, Objek-objek lukisan berupa telapak tangan pada gua-gua prasejarah, paling banyak ditemukan. Namun ketika masuknya pengaruh Hindu di Indonesia, hal ini berubah. Objek-objek gambar telapak kaki menjadi simbol magis, khususnya telapak kaki raja-raja. Misalnya pada prasasti (Batu Tulis) dekat Bogor Jawa Barat, ada telapak kaki (batu bertulis) yang dikatakan sebagai telapak kaki raja Purnawarman dari Taruna Negara. Sedangkan seni hias prasejarah menjadi dasar dari tradisi seni lukis Indonesia ‘yang berpengaruh pada zaman-zaman berikutnya pada periode Hindu dan Istam. Gambar-gambar binatang yang diwujudkan dalam lukisan_prasejarah erat hubungannya dengan kepercayaan masyarakat waktu itu, Tokek atau cecak besar adalah sama, sebab binatang itu diangggap sebagai nenek moyang, ikan dalam mythe-mythe kuno, Sedangkan gambar burung (burung garuda misalnya yang dilahirkan dalam mythe- mythe kuno dan juga diperkuat oleh pengaruh kebudayaan Hindu), Garuda sejak dahulu sampai sekarang merupakan simbol yang dilukis, seperti terlihat dalam batik. Simbol- simbol magis kuno ini masth terungkap pada kesenian rakyat. Selanjutnya gambar kapal dalam mythos, sering dikaitkan dengan kendaraan arwah bahwa arwah manusia yang mati itu diantarkan dalam kapal ke syorga atau dunia sesudah mati. Sampai sekarang motip seperti ini masih dijumpai pada karya tenun tradisional pada daerah-daerah tertentu dimana mythe ini kuat.” Lukisan gua-gua tersebut telah menjadi perhatian para peneliti sejarah. Pada tahun 1937-1938, Roder melakukan penelitian pada Iukisan-lukisan prasejarah yang terdapat pada dinding-dinding gua di daereh Irian jaya dan Seram. Di daerah utara trian (di sekitar teluk Sarieri, danau Sentani) terdapat lukisanlukisan yang bersifat abstrak, yakni berupa garis-garis lengkung, lingkaranlingkaran, pilin. Temuan lukisan gua prasejarah di luar wilayah Indonesia setidaknya dapat menjadi sebuah petunjuk tentang kebudayaan yang berkembang pada masa itu tidak terlalu jeuh memiliki banyak perbedaan dengan kebudayaan yang tengah berkemibang di belahan dunia lainnya. c. Eksistensi Lukisan Prasejarah Lukisan prasejarah menyajikan banyak hal, terutama tentang wawasan pikiran dan imajinasi peradaban masa lampau. Para arkeolog dari generasi ke generasi semakin tertarik untuk mengartikan temuan-temuan tersebut. Akhirnya mereka berhasi mengungkap banyak hal tentang kehidupan masyarakat pada waktu itu. Meskipun sebelumnya para arkeolog telah menyatakan bahwa lukisanlukisan tersebut adalah hiasan semata, lalu kemudian mereka tahu bahwa itu tidak benar karena pada umumnya gua-gua tersebut gelap-gulita. Teori yang lain mengatakan bahwa gambar- gambar tersebut merupakan kekuatan shir dalam berburu, lalu mereka melukiskan binatang yang ingin mereka tangkap supaya mereka kelak berhasil dalam berburu. Teori terakhir yang mungkin paling masuk akal (mendekati kebenaran) adalah bahwa tempat- ‘tempat/gua semacam itu pernah dihuni manusia prasejarah. Tempat-tempat seperti di gua Leang-Leang, gua Leang Kabori dan gua Metanduno, mungkin pernah menjadi tempat untuk melakukan upacara ritual, atau upacara lainnya. * Onghokham, dalam Mijalah Horison/XV, halaman 257 * iat lol R.P Sosjono ” Prebistor Iran Bara” . Penduduk ian Bart. Proyek Penliton Unerskes indonesia, (1983; him, 7} 0 €.WDjakerta Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah Ty Lukisan gua prasejarah adalah suatu bentuk dari perwakilan untuk mengekspresikan kehadiran manusia pada masa itu, sebuah keinginan dalam memahami eksistensi dan berusaha untuk mengabadikan kegiatan yang dilakukan dalam bentuk “ coretan.” Lukisan gua prasejarah sebuah simbol Kehidupan manusia pada zaman prasejarah bisa menjadi sebuah pengingat dari pencapaianpencapaian yang luar biasa nenek moyang bangsa manusia karena di dalamnya terkandung banyak makna. Lukisan cap tangan yang memiliki warna latar belakang kemungkinan mengandung sebuah makna tentang kekuatan sebagai lambang pelindung yang dapat mencegah hadirnya roh jahat. Lukisan-lukisan gua prasejarah itu memiliki kaitan sebagai bagian dari usaha manusia pada masa lalu agar dapat melakukan komunikasi dengan alam dan kekuatan yang sifatnya supranatural. Ada juga yang memperkirakan lukisan gua prasejarah pada awalnya adalah bentuk permohonan yang ditujukan kepada kekuatan yang mereka percayai dapat mengabulkannya (doa). Beberapa ahli berpendapat bahwa tujuan dari pembuatan lukisan gua itu berkaitan dengan kepercayaan yang bersifat religius dan dibuat tidak semata-mata hanya berkaitan dengan nilai artistik, Lukisan cap tangan pada dinding gua bagi Van Heekeren, itu berhubungan dengan sebuah ritual kelahiran, kematian dan juga menggambarkan sebuah perjalanan dari arwah yang tengah meraba- raba untuk menuju ke alam yang selanjutnya. Di samping itu, lukisan cap tangan dapat juga dimaknai sebagai tanda berbelasungkawa atas kematian sanak saudara; lukisan dengan cap tangan yang jarijerinya tidak lengkap bisa diartikan sebagai tanda berkabung, Salomon Reinach seorang arkeolog Prancis yang meneliti agama dan seni Palaeol menawarkan sebuah konsep sympathetic magic, ritual menggunakan objek magis atau tindakan simbolis terkait dengan peristiwa atau orang yang lebih berpengaruh. Hunting magic, keyakinan tentang adanya kekuatan ketika berburu, dan fertility magic, yaitu keyakinan tentang adanya sebuah kekuatan yang berkaitan dengan kesuburan. Lukisan gua dengan jenis kelamin wanitanya yang tegas, jika menggunakan konsep Sympathetic Magic dapat dihubungkan dengan konsepsi kesuburan yang menjadi harapan, Manusia pada masa lalu hingga sekarang senantiasa mencari cara untuk meningkatkan kesuburan, baik itu yang berhubungan dengan alam atau dalam hal keturunan, Kesuburan adalah sebuah makna umum yang menjadi indikator keberlangsungan hidup manusia di dunia, Begeuen, menganalisis dari segi rites magic. Begeuen percaya bahwa lukisan-lukisan gua prasejarah itu mempunyai ikatan dengan ritual atau upacara yang berhubungan dengan dunia magis. Konsepsi rites magic ini mencoba menjelaskan bahwa manusia pada masa lalu senantiasa mengadakan upacara atau ritual yang berkaitan dengan kepercayaan atau keyakinan pada kekuatan yang dianggap menguasai semua hal yang berada di luar Kemampuan mereka, Pada intinya, rites magic beruseha untuk menunjukan bahwa manusia pada masa lalu itu senantiasa berusaha menujukan bentuk- bentuk dari sebuah kepercayaannya dengan mengabadikan berbagai hal. Lukisan gua prasejarah dapat menjadi referensi dalam menafsirkan bagaimana kehidupan manusia pada masa lalu. Bagaimana mereka melakukan aktivitas kesehariannya, bagaimana keadaan lingkungan mereka, dan bagaimana pola pikir manusia pada masa itu. Dengan mengkaji lebih jauh tentang lukisan dinding gua prasejarah tersebut, pada akhirnya kita bisa mengasumsikan tentang perubahan budaya dan cara hidup manusia pada masa lalu dengan masa sekarang. Sikap hidup manusia pada masa lalu seolah tergambar pada lukisanlukisan gua tersebut, termasuk di dalamnya mengandung nilai estetika dan makna magis erat kaitannya dengan pola pikir Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 15 serta keyakinan yang hidup pada masa itu, Selama ribuan tahun telah berlalu semenjak nenek moyang kita menggoreskan warna-demi makna dalam dinding-dinding cadas. Bagaimanapun juga, lukisan gua memiliki nilai sejarah, tentang siapa kita, dan sejauh ‘apa kita telah berubsh, Berikut ini disajikan gambar-gambar atau lukisan prasejarah pada dindingdinding gua pada beberapa tempat di wilayah Nusantara, 7 Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah Sumber: Devereux, Paul, Arkeologi, Flex Media Komputindo, d, Tradisi Seni Hias * halaman 13. Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah v Tradisi seni hias di Indonesia telah dikenal oleh nenek moyang kita sejak zaman batu. Kemudian semakin berkembang ketika ditemukannya teknologi menuang logam dan masuknya Islam di Indonesia. Bukti-bukti peninggalannya dapat kita lihat pada bangunan purbakala dari masa prasejarah hingge masa Klasik. Seni hias prasejarah biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi menyatu dengan bendabenda artifak tersebut, dan lukisan dinding pada gua-gua dan ceruk. Pola hias prasejarah yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain adalah motip manuasi, binatang, pola hias geometri, dan pola hias bentuk-bentuk alam. Pola hias manusia melalui beberapa variasi, misalnya bentuk tubuh manusia, anggota tubuh, seperti tangan, kaki, muka, dan alat kelamin. Pola hias jenis ini banyak ditemukan pada bangunan megalitik di Sulawesi Tengah, Bali, Nias dan Lampung.). Pola hias manusia digambarkan bervariasi, misalnya sikap berdiri, duduk, dsb. Lukisan cap tangan digambarkan pada dinding gua di Sulawesi Selatan dan di Sulawesi Tenggara. Lukisan cap kaki ditemukan pada benda megalitik. Pola hias muka ditemukan pada benda logam, batu, maupun pada benda tanah liat yang berfungsi sebagai bekal kubur. Fungsi pola hias manusia sebagai penolak kekuatan jahat, konsep kelahiran kembali, berkabung.’* Pola hias manusia juga masih berlanjut hingga pada masa pra Islam. Contohnya dapat dilihat pada bangunan makam kuno Raja-Raja Binamu di Kabupaten Jeneponto" dan pada bangunan makam kuno Jera’ Lompoe di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Pola hias binatang contohnya anjing yang dianggap kawan dalam berburu hewan liar. Binatang ini juga memegang peranan penting dalam kepercayaan pada suku-suku bangsa tertentu di Indonesia, seperti Suku Nias, Lombok, Dayak, Batak, dan Bali, Juga dikaitkan dengan peristiwa yang berupa perkawinan, kelahiran, penyakit, dan kematian. Binatang lainnya, seperti burung enggang jenis kakatua, bangau, merak dsb, binatang melata (kadal, cecak, biawak, buaya), kuda, kerbau, gajah, kijang, harimau, katak, babi, ayam, dan ikan. Pola hias ini merupakan makna perlambangan dari roh nenek moyang, pelindung dati kekuatan jahat dan pengusir roh jahat, kendaraan roh yang meninggal Pola hias ini banyak terdapat pada peti mati suku Batak, Mentawai, Sumbawa, Kel, dan Bali.’® Pola hias tumbuh-tumbuhan digambarkan dalam bentuk pohon, daun, bunga dan buah. Pola hias ini banyak ditemukan pada kerajinan tenun, rumah adat, dan pada peti mati. Pohon dianggap sebagai lambang dari pohon hidup yang menguasai dunia, seperti yang terdapat pada suku Dayak dan Sumatera Selatan, Selain pola hias bentuk-bentuk alam lainnya antara lain pola hias bulan, bintang, dan matahari. Pola hias jenis ini banyak ditemukan pada benda-benda perunggu, lukisan pada dinding gua. Pola hias ini melambangkan tempat asal nenek moyang dan lambang kehidupan. Pada tradisi megalitik, banyak bangunan dan penguburan yang dihadapkan pada matahari."® Seni hias di Indonesia memiliki keseragaman, terutama pola hias geometri yang memiliki sifat universal. Di Cina juga dapat kita temui pada zaman neolitik, artifaknya dapat kita jumpai pada semacam bejana dengan hiasan pilin berganda, kemudian juga Seejono, 1977 OD Bitar, 1987: 2 *Yobu M, 2002. Ragam Hias Bargunan Makam Kuno Roja-Raja Makassar di Sulawesi Selatan, Tess, Tidak diteritkan, rogram Pascararjaa, Institut Teknologi Bandung, “ Hans Scharer,Van Heokore, Frans Boa. * Van der Hoop, 198: 10.278, Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 18 pada batu giok yang berasal dari dinasti Chou (800 SM) dengan hiasan berupa pilin berganda.” Pola hias geometri merupakan pols hias yang terpanjang usianya, dan bersifat universal, serta berkembang terus hingga sekarang, Berdasarkan perwujudannya, pola hias geometri dapat dikelompokkan menjadi garis horizontal, vertikal, sejajar, lengkung; garis, lingkaran, lingkaran memusat, lingkaran titik di tengah, lingkaran kosong di tengah); tumpal, pilin, bentuk huruf E, huruf F, pitapita bergelombang, dsb.** Wiyoso Yudoseputro mengatakan bahwa pola-pola geometri adalah pola-pola lukisan pada zaman prasejarah yang pada umumnya dapat dijumpai pada benda-benda anyaman, seperti motip tumpal, meander, lingkaran, titik-ttik, garis lurus, pilin berganda, swastika, bentuk huruf S, dan sebagainya.” R.P. Soejono dalam Wiyoso Yudoseputro mengatakan bahwa pola hias geometris adalah pola hias yang paling banyak dan paling sering dimanfaatkan dalam seni hias di Indonesia dari zaman ke zaman."° Pola hias geometti adalah pola hias tradisional yang mengandung arti sosial, geografis, dan relegius.”* Untuk lukisan di gua-gua yang terdapat diberbagal tempat di Indonesia kebanyakan menggambarkan cap tangan atau lukisan-lukisan makhluk hidup, seperti berbagai jenis binatang, Lukisan gua ini telah lama menjadi perhatian para peneliti, Pada tahun 1937- 1938 Roder telah melakukan penelitian pada lukisanlukisan prasejarah yang terdapat di dinding-dinding gua di daerah Irian jaya dan Seram. Di daerah utara Irian di sekitar teluk Sarieri, danau Sentani terdapat lukisan-ukisan yang bersifat abstrak. Lukisan tersebut berupa garis-garis lengkung, lingkaran-lingkaran, pilin. Di Seram pola hias geomet juga didapatkan di beberapa tempat, yakni berupa pola hias berbentuk lingkaran, garis-ga silang, dan pola titiktitik. Lukisan tersebut diberi warna merah yang dianggap mengandung kekuatan melindungi dari bahaya, Selain di Seram, yakni di kepulauan Kei, juga terdapat berbagai lukisan prasejarah.” Lukisan serupa banyak persamaannya dengan lukisan prasejarah di Eropa, seperti ditemukan di gua-gua Lascaux dan Altamira. Sedangkan lukisan telapak tangan dengan jari terpotong seperti ditemukan di gua Leang-Leang Kabupaten Maros Sulawesi Selatan juga ada persamaannya dengan gambar-gambar tangan yang ada di gue Abba Irian Jaya Claire Holt menggambarkan bahwa motip-motip penting tertentu dari seni pada masa prasejarah di Indonesia sampai sekarang masih dimanfaatkan oleh para seniman (desainer, pelukis dan pematung). Manifestasinya dapat dilihat pada motip tekstil, pada kriya logam, dan pada arsitektur. Motip-motip dekoratif tersebut, selalu_muncul sepanjang masa, yang dikonfirmasikan dengan kelanggengan lingkungan alam Indonesia. Di samping itu, tak luput pula dari adanya perubahanperubahan yang terjadi dalam masyarakat dalam masa yang relatif berbeda.”* ” Uhat RP. Soelono “ Penyeldtan Sarkofagus dl Pulau Bal”, Prasaran pada kongres mu Pengetahuen Nasional I, 1962; Him. 242-243 Sek, Djakarta " Frans Boa, 1955: 88-143 dalam Bota ° whyosoYudoseputro, 1979: 10. "Rp. Soetono (1962: 242-243 dalam Wyse Yudoseputo, * Lat RP, Sosjono * Penyeldkan Sarhofagus di Pula Bali”, Prasaran pada kongres imu Pengstehuan Nasional I, 1962; Him. 262-243 Sls, Djakarta Lat HR. Van Heekeren, “The Stone Age of indonesia”. (1972; him. 127-130}, VK Deel 61. Second Rev. Eton Graventage * Chive Holt, 1999. Melacak lejak Perkemnbangan Seni dl Indonesia, Cetakan | andng, Masyarakat Seni Petunjukan Indonesia (MSP) ln. 8, Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 19 Dalam beberapa referensi disebutkan bahwa tradisi seni hias di Indonesia, telah dikenal oleh nenek moyang kita sejak zaman batu. Bukti-bukti peninggalannya dapat kita lihat pada bangunan purbakala dari masa prasejarah hingga masa klasik. Kemudian semakin berkembang ketika ditemukannya ‘teknologi menuang logam dan masuknya Islam di Indonesia, ”* Pola hias prasejarah pada umumnya berkaitan dengan aktivitas manusia dan kepercayaan sehingga konsep keindahan pada masa itu disesuaikan dengan tujuan pembuatan seni hias tersebut. Karena itu, hampir semua pola hias yang dibuat mengandung kekuatan magis yang dianggap dapat melindungi mereka dan menambah kesejahteraan. Pola hias prasejarah, terutama pola hias geometri yang sudah dikenal sejak zaman prasejarah berkembang terus pada zaman madya (Islam) menjadi seni dekoratif Indonesia dengan pola dan susunannya yang bar sebagai bentuk penerus tradisi seni hias zaman Hindu maupun sebagai hasil pengembangan desain ornamental. Pada masa Islam motip-motipf hias geometri ini tetap bertahan sebagai bentuk penerus tradisi seni hias zaman Hindu maupun sebagai hasil pengembangan. Sesuai dengan pandangan kosmologi masyarakat Indonesia, jenis tumbuhan yang hadir sebagai hiasan memiliki arti perlambangan. Pada masa Hindu, arti perlambangan ini disesuaikan dengan ikonografi dalam kesenian Hindu dan Budha. Pada masa Islam nilai-nilai perlambangan tersebut tetap dipelihara dan dikembangkan terus dalam menentukan disain ornamental. Adapun ciri-ciri tradisi seni hias indonesia yang bersumber dari seni seni lukis prasejarah, antara lain: a) Memperlihatkan komposisi bidang hiasan yang padat dan mewah sesuai dengan lingkungan budaya agraris. b) Kecenderungan untuk mengadakan stilisasi bentuk flora dan fauna yang menimbulkan kesan dekoratif. ©) Kecenderungan menampilkan bentuk-bentuk ornamen geometri (meander, swastika, tumpal, pilin berganda, lingkaran, dsb). d) Kecenderungan menampilkan motif-motipf hias perlambangan sesuai dengan pandangan hidup religi dan kosmis-magis. ©) Kecenderungan pada penggunaan warna dasar sesuai dengan lingkungan alam dan pandangan kepercayaan, e, Tradisi Peibuatan Gerabah Pada masa ini benda-benda mulai dipergunakan pada masa bercocok tanam dan mengalami perkembangan dalam teknik pada masa perundagian. Contoh gerabah yang, dipergunakan adalah tempat air, tempat masak, bekal kubur, dll. Pada masa itu sangat sederhana pembuatannya dan pola hias yang dipergunakan adalah pola anyaman dan goresan dengan pola garis sejajar atau pola lingkaran.”* Pada masa perundagian teknik ini mengalami perkembangan, dengan bentuk aneka ragam, dan pola hias yang berbentuk melingker, pola hias garis sejajer atau bersilang, pola anyaman, pola tumpal, meander. * Clive Holt, 1999, Melacak ejak Perkembangan Sani di Indonesia, Cetakan | Banding, Masyarakat Seni Petunjuken Indonesia (4S). alaman 10 H.R Van Heskeren, 1972: 280-189 dalam Wyoeo, 1979: 22, Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 2 Pecahan gerabah dengan pola hias geometti di situs Kalumpang, Sulawesi Barat. Demikian gambaran singkat tentang perkembangan seni rupa pada zaman batu. 2. Zaman Logam Jauh sebelum pengaruh-pengaruh Hindu yang pertama, di Indonesia telah berkembang suatu kebudayaan yang mutunya sudah agak tinggi, yaitu kebudayaan Dongson (kira-kira tahun 300 SM) dari penggabungan anasir-anasir Melayu-kuno serta Tionghoa di Indo- China. Kebudayaan manusia purba pada zaman logam sudah jauh lebih maju jika dibandingkan dengan kebudayaan manusia purba pada zaman batu. Pada zaman logam, manusia purba sudah memiliki kemampuan melebur logam untuk membuat alat-alat yang dibutuhkan, Berdasarkan perkembangannya, kebudayaan logam dapat dibedakan menjadi tiga zaman, yaitu zaman perunggu, zaman tembaga, dan zaman besi. a. Hasil Kebudayaan Zaman Logam Sebagaimana halnya di Indo-China, nekara-nekara di Indonesia adalah salah satu dari anasir-anasir kebudayaan terpenting, Khususnya dalam kebudayaan Dongson. Nekara- nekara yang tersebar dan terindah banyak ditemukan di bagian timur Indonesia, seperti Selayar, Pulau Roti, Sumbawa, dan kepulauan Kei. Nekara terbesar yang pernah ditemukan adalan nekara “ Bulan Pejeng” di Bali, Tingginya 186 cm, garis tengahnya 160 cm. Benda-benda nekara tersebut biasanya dijadikan sebagai cinderamata (tanda persahabatan) antar kerajaan atau negara, serta koleksi benda-benda seni. Persebaran benda-benda perunggu di Asia sangat luas, meliputi Mongolia Dalam, Tiongkok, India Belakang, Indonesia, Kepulauan Kei. Persebarannya di negaranegara Eropa seperti di Roma, Paris, London, Leiden, Calcutta. Menurut catatan sejarah pada Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 2 tahun 1937 jumlahnya diperkirakan tidak kurang dari 188 buah.”* Hiasan-hiasan pada nekara tersebut mirip dengan lukisan prasejarah yang pada umumnya menggambarkan ‘adegan berburu. Bedanya adalah lukisan perburuan umumnye para pemburu itu menunggang kuda, sedangkan hiasan pada nekara umumnya hanya berjalan kaki, Pola hias binatang berupa harimau-harimau menunjukkan pengaruh asing (mungkin dari Tionghoa], karena binatang buas seperti itu tidak ada di wilayah Indonesia, Sejalan dengan perkembangan zaman, tahap demi tahap semakin memperlihatkan kemajuannya, apalagi setelah diteruukannya bij logam, maka pertanian, peternakan dan pembuatan alat-alat mengalami kemajuan teknik dan teknologinya, Alat-alat tidak hanya di buat dari batu, tulang dan tanah, tetapi mulai membuat peralatan dari logam. Karena logam beradasarkan sifat materialnya lebih mudah dibentuk daripada batu, maka akhirnya logam memegang peranan penting. Bahkan lama-kelamaan logam mulai menggeser kedudukan batu, dan hanya berfungsi sebagai benda pusaka saja yang kehilangan nilai praktisnya. Masa ini lalu dikenal sebagai masa perundagian sebagai puncak dari karya budaya prasejarah. Peninggalan kebudayaan Dongson di Indonesia antara lain adalah: kria perunggu atau benda-benda peralatan upacara yang terbuat dari perunggu, seperti genderang perungeu, kapak perunggu, patung perunggu, dan lain-lain, Para pakar sejarah menjelaskan bahwa kebudayaan Dongson di Indonesia awalnya dari ‘Asia, Gelombang perpindahan penduduk yang datang dari daratan Asia ke Indonesia (500 tahun sebelum Masehi) membawa serta kebudayaan perunggu (Seni Dongson) Peninggalan artifaknya antara lain berbagai jenis kapak persegi. Dalam sejarah disebutkan bahwa pembuatan perunggu di Vietnam Utara sudah dimulai pada sekitar pertengahan millenium kedua SM. Tinggalan arkeologis Dongson sangat penting artinya karena benda-benda logam paling awal yang ditemukan di kepulauan Indo-Malaysia pada umumnya bercorak Dongson, dan bukannya dillhami benda logam dari India atau Cina, Benda perunggu gaya Dongson ditemukan secara luas di Daratan Asia Tenggara dan Cina bagian Selatan, tetapi kesamaan corak dan bahan-bahannya, terutama nekara, menunjukkan pengaruh yang sangat kuat dengan logam Dongson di Vietnam Utara.” Di Indonesia tradisi logam dimulai beberapa abad sebelum masehi. Tradisi membuat alat- alat dari perunggu merupakan ciri khas pada masa perundagian. Adapun alat-alat dari zaman perunggu antara lain nekara, moko, kapak corong, perhiasan perunggu, arca atau patung perunggu, dan manik-manik. Nekara dapat juga disebut Genderang Nobat atau Genderang Ketel karena bentuknya semacam berumbung, Terbuat dari perungeu yang berpinggang di bagian tengahnya, dan sisi atasnya tertutup. Bagi masyarakat prasejarah, nekara dianggap sesuatu yang suci. Di daerah asalnya, Dongson, pemilikan nekara merupakan simbol status, sehingga apabila pemiliknya meninggal, dibuatlah nekara tiruan yang kecil yang dipakai sebagel bekal kubur. Di Indonesia nekara hanya digunakan pada upacara-upacara saja, antara lain ditabuh untuk memanggil roh nenek moyang, dipakai sebagai genderang perang, dan dipakai sebagal alat_memanggil hujan. Daerah penemuan nekara di Indonesia antara lain, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Roti, dan Pulau Kei serta Pulau Selayar, Pulau Bali, Pulau Sumbawa, Pulau Sangean. Nekaranekara yang ditemukan di Indonesia, biasanya beraneka ragam schingga melalui hiasan-hiasan tersebut dapat diketahui gambaran kehidupan dan kebudayaan yang ada pada masyarakat prasejarah. Nekara yang ditemukan di Indonesia ukurannya besar-besar. Contoh nekara yang diteruukan di Desa Intaran daerah Pejeng Bali, memiliki ketinggian 1,86 meter dengan garis tengahnya 1,60 *Heckeren, 1985," Nekere-nelara Perunagu”, dalam AMERTA 2, Pusat Peneian Arkcologl Nosional, kn. 5. * germerKempers 1988 dalam Wood, 2000: 389-390; Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 2 meter. Nekara tersebut dianggap suci sehingga ditempatkan di Pure Penataran Sasih, Dalam bahasa Bali sasih artinya bulan, maka nekara tersebut dinamakan nekara Bulan Pejeng. Nekara adalah semacam genderang dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup, jadi kira-kira sama dengan dandang yang ditelungkupkan, Nekara yang ditemukan di Indonesia ada yang mempunyai ukuran besar dan ukuran kecil. Nekara yang ditemukan di Pejeng, Bali adalah nekara dalam ukuran besar. Nekara ini bergaris tengah 160 cm dan tinggi 186 cm. Benda ini sekarang disimpan di pura Panataransasih, Gianyar, Bali. Nekara ini sangat dipuja oleh masyarakat. Tidak semua orang dan setiap waktu orang bisa melihatnya karena nekara ini dianggap barang suci, yang hanya dipergunakan waktu upacara-upacara saja, yaitu dengan cara ditabuh untuk memanggil arwah atau roh nenek moyang. Nekara perunggu di Indonesia antara lain ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali, Pulau Sangean dekat Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, dan Kepulauan Kel. Di Alor banyak pula ditemukan nekara, tetapi lebih kecil dan ramping daripada yang ditemukan di tempat lainnya, Nekara yang demikian itu, biasa disebut moko, dan sangat dihargai penduduk sebagai barang pusaka atau mas kawin. Hiasan-hiasan pada nekara itu sangat indah, yaitu berupa garis-garis lurus dan bengkok, pilin-pilin dan gambar geometris lainnya, binatang-binatang (burung, gajah, merak, kuda, rusa), rumah, perahu, orang berburu, tari-tarian, dan lain-lain. Dari berbagei lukisan kita mendapat gambaran tentang penghidupan dan kebudayaan yang ada pada masa itu. Pada Nekara dari Sangean terdapat gambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya, keduanya memakai pakaian Tartar. Gambar-gambar orang Tartar ini memberi petunjuk terhadap adanya hubungan dengan daerah Tiongkok. Pengaruh- pengaruh dari zaman itu kini masih nyata pada seni hias suku bangsa Dayak dan Ngada (Flores). Dengan diterukannya cetakan Nekara yang terbuat dari batu di Desa Manuaba (Bali), maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua Nekara itu berasal dari luar Indonesia, b. Benda Perunggu Pada masa perundagian mereka mengenal yang berkaitan dengan teknologi ‘yang baru yakni logam sebab logam mudah dihias dan dibentuk dibanding dengan batu, tanah liat. Contoh hasil karya mereka adalah senjata, perhiasan, benda upacara, juga keperluan sehari-hari, Pada masa ini benda dari tanah liat dan batu tetap digunakan. Contoh benda logam memperlihatkan tiruan lukisan dalam gua/ceruk, seperti gambar rusa, anjing, burung dan ular.**Pola hias yang digambarkan, dilukiskan, digoreskan, dipahatkan/dicapkan (impresi). Pada umumnya berupa bentuk manusia, binatang, geomet senjata, rumah, perahu, tumbuhan, bulan dan matahari Seni hias benda perunggu dari kesenian Dongson hampir memenuhi semua permukaan bidang. Pengaruh seni Dongson juga tampak pada hiasan bidangbidang rumah adat di beberapa daerah di Indonesia, contohnya di Batak, Minang, Dayak, dan Toraja. Juga seni hias ukiran kayu pada unsur-unsur konstruktif bangunan istana dan mesjid, seperti soko, balok dan rusuk yang mencerminkan kepekaan rasa dalam menghias bangunan sekaligus menjadi tanda kepribadian seni hias Indonesia yang diwariskan secara turun temurun. Hiasan bidang pada dinding rana/partisi, sekalipun Haskins, 1963 dalam Setar 280 Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 23 gaya seni hias Hindu sangat mewarnai, hiasan itu tetap mencerminkan kepribadian seni hias Indonesia. Semuanya serba padat, mewah serta kaya warna-warni yang semarak. Nekara yang banyak tersebar di Indonesia adalah nekara tipe Heger. Tipe Heger memiliki bidang pukul yang lebar. Bagian tengahnya dihiasi bintang bersinar. iantaranya ada yang bersinar 8, 10, 12, 14 dan 16. Di sekelilingnya ada lingkar sepusat ‘yang sempit dan lebar, ihiasi dengan motip-motip geometris (lingkaran memusat, lingkaran kecil yang dihubungkan dengan garis lurus atau ikal, pola tanga, meander yang serong. Ada juga gambar hewan, gambar orang, burung bangau berparuh panjang terbang dari kiri ke kanan. Pada pinggir gong ada 4 ekor katak, Bagian atas nekara terdapat gambar 6 perahu berbentuk bulan sabit, anak buah perahu dan penumpang-peniumpang yang terdiri dari orang-orang yang menyerupai burung. Perahu-perahu tersebut membawa roh orang mati ke alam baka. Hal ini terkait dengan kepercayaan orang Dayak dan orang Batak yang mempercayai adanya sebuah pulau geib di tengah samudera, tempat kediaman nenek moyang yang telah meninggal.. Pulau itu ialah pulau abadi, di situ orang tidak dapat mati.” Bejana perunggu berhias dari Pulau Kerinci, Sumatera.”” Kiri: Nekara dari Semarang, Jawa Tengah. Tengah: Hiasan pada bidang pukul nekara badan nekara dari Pulau Kei. Kanan: Hiasan pada badan nekara dari Sangean, Bima (Sumber: Jurnal AMERTA 2, him.50). (Sumber: Jurnal AMERTA 2, him, 48-50). Gong Nekara di Pulau Selayar Gong nekara merupakan salah satu karya budaya hasil cipta karsa manusia pada zaman Dongsong seperti halnya dengan nekara yang ditemukan tempat lain, seperti di Bali, Sumatera, Jawa, Pulau Sangean dekat Sumbawa, Roto, Leti, dan di Kepulauan Kei. Di Alor banyak juga terdapat nekara tetapi lebih kecil dan ramping begitu juga yang ditemukan di tempat lain, ‘Awal mula keberadaan gong nekara Selayar konon ditemukan di Kampung Matalalang (kini ditempatkan di salah satu rumah adat), Nekara ini berukuran dengan diameter 100 H.R van Heekeren dalam Mejlah Amer No. 21985, him. 43,"*Van der Hoop, 1943, Sejorah Seni nupa Indonesia: Prasejarah 24 ‘cm tinggi cm. Bagian kaki bundar melebar ke luar, bagian badan berbentuk bundar seperti silinder, bagian bahu berbentuk cembung, dilengkapi 4 pasang telinga yang berfungsi sebagai pegangan. Pada bagian atas pada keempat sisinya terdapat hiasan patung katak."” Nekara ini sarat dengan ornamen sehingga tampak tidak ada bidang Kosong tanpa ornamen (mengacu pada konsep Horor Vacui). Omamen tersebut berupa garis-garis geometri dalam berbagai variasinya, diantaranya adalah motipf tumpal, pilin (spiral), meander, kotak-kotak persegi, dan hiasan berbentuk huruf L, pola hias garis- garis lurus verikal dan garis horizontal, garis persegi empat memusat, serta motip flora, dan fauna, Pada bagian kaki nekara terdapat motipf flora (berupa pohon berdaun, dan pohon tanpa daun). Pada badan nekara terdapat motipf fauna, yakni: gajah, ikan, ular, dan, burung. Berikut ini adalah gambar-gambar motip hias yang terdapat pada Gong Nekara Selayar. Gambar-gambar ilustrasi tersebut daimbil dari Skripsi Muh, Jusali Purnomo, 2008." ‘Atas: Gong Nekara, Bawah bagian atas (bidang pukul). Pada bidang pukul terdapat pola hias bintang bersinar 16. °» sumer Berit: TRI Sulawesi Selatan Stasi Ujung Padang 1995, siaran lag pado tg 27 Oktober 2005. > jusaliPurnomo, Muh, 2008. Ragam Hias pada Gng NekaraSelayar, Slrps Fakulas Seni dan Desain Universitas Negeri Imkassar, Sejorah Seni Rupa Indonesia: rasejarah 5 Motip geomotr: motipgaris dalam berbagaivarlasinya yang terdapat pada sisifoadan nekara Motip hias datas memilld persamaan dengan motiphias pada bidang pukul nekara datl Pulau Kei, Maluku iM HOCDDODODQO OOOO POODODOOD 9900 $a 000000000000000 ‘Matip geomet: Matip gars dalam berbagaivariasinya yang terdapat pada ssi/badan negara Motip hias burung, ian, dan perahu arwah pada badan nekara bagian atas dengan sii memutar secara berlavan dengan arah jarum jam, Sejarah Seni ups indonesia: Prasejarah 26 "Motip hias fauna: burung, ular, tumibuhan semacam pohon palem pada bagian bawvah nokara, Gajah cligambarkan berjalan berputar secara berlawanan dengan arah jarum jar, RANGKUMAN Seri rupa prasejarah ialsh karya-karya budaya visual yang dibuat oleh kelompok masyarakat yang hidup pada masa lampau dengan maksud dan tujuan tertentu berdasarkan konsep pemikiran dan kepercayaan mereka, balk itu bendabenda untuk tujuan religius maupun peralatan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Teknik dan teknologi pembuatannya sangat sederhana, sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir mereka dan perkembangan teknologi pada waktu itu. Sejak jaman prasejarah tradisi berekspresi dalam bentuk lukisan dan kegiatan hhias menghias sudah dikenal. Pada zaman batu. Masyarakat prasejarah juga telah mengenal tradisi membanun monumen megalitik, membuat patung nenek moyang, Kesinambungan tradisi prasejarah di Indonesia yang juga sangat menonjol, ialah tradisi megalitik, khususnya yang bersifat tinggalan (dead monument). Peninggalan-peninggalan artifek dalam material batu biasanya meliputi benda-benda keperiuan ritual, perhiasan, sampai kepada alat-alat fungsional untuk kebutuhan-kebutuhan seperti berburu, berperang, dan sebagainya. Perkembangan selanjutnya, masyarakat prasejarah di Indonesia telah berkembang suatu kebudayaan yang mutunya sudah agak tinggi, yaitu kebudayaan Dongson (kira-kira tahun 300 SM) dari penggabungan anasir-anasir Melayu-kuno serta Tionghoa di Indo-China. Pada masa perundagian mereka mengenal yang berkaitan dengan teknologi yang baru yakni logam. Ciri-ciri tradisi seni hias Indonesia yang bersumber dari seni seni lukis prasejarah, antara lain: (1) Memperlihatkan komposisi bidang hiasan yang padat dan mewah sesuai dengan lingkungan budaya agraris; (2) Kecenderungan untuk mengadakan stilisasi bentuk flora dan fauna yang menimbulkan kesan dekoratif; (3) Kecenderungan menampilkan bentuk-bentuk ornamen geometri (meander, swastika, tumpal, pilin, pilin berganda, lingkaran, dsb); (4) Kecenderungan menampilkan motif-motipf —hias perlambangan sesuai dengan pandangan hidup religi dan kosmis-magis; dan (5) Kecenderungan pada penggunaan warna dasar sesuai dengan lingkungan alam dan pandangan kepercayaan.

Anda mungkin juga menyukai