Anda di halaman 1dari 17

Vol. 1 No.

1 Februari 2020

P-ISSN: 2716-215X

ICON MINIATUR PATUNG DI PANTAI


LOSARI SEBAGAI STRATEGI CITRA DAN
BRANDING BUDAYA
Irfandi Musnur1
Mustika Syarifuddin2
Universitas Mercu Buana1
IAIN Pare-Pare 2
irfandi.musnur@mercubuana.ac.id1

ABSTRAK
Sebagai kota yang sadar akan kebutuhan promosi tetntu tidak lepas dari strategi
Branding. Setiap kota memiliki cara utuk memperkenalkan dirinya melalui beberpa
bentuk. Seperti yogyakarta dengan kemampuan menciptakan brandnya sebagai kota
pelajar, kota Jakarta yang Metropolitan, surabaya yang ramah dan lainnya. Makassar
merupakan kota berkembang yang tak lepas dari kebutuhan promosi untuk tetap
dikenal dikalangan Masyarakat Indonesia, maka dari itu melalui riset ini mencoba
menjelaskan dan megungkap bagaimana strategi branding Makassar melalui
representasi icon miniatur kota di pantai losari. Patung miniatur yang dihadirkan sebagai
upaya branding Kota Makassar melalui representasi budaya dan tradisi-tradisi suku
bugis. Beberapa icon yang dimunculkan diantaranya miniatur miniatur kerbau, penari
toraja, tenun perempuan mandar, perahu phinisi, pa’raga, dan becak. Hal menarik yang
menjadi diskursus adalah ketika setiap kota di Indonesia memiliki sentral icon, namun
makassar dapat menciptakan identifikasi yang beragam dalam stu lokasi wisata. Menilik
fakta tersebut, maka kehadiran riset yang dilakukan sebagai upaya membahas bagaiman
citra budaya yang tercermin dalam karya seni patung sebagai icon dan branding kota.
Sebagai bahan pembahasan menarik pada riset ini adalah, diantara beragam budaya
dalam suku bugis, bagaiman proses memilih dan menentukan idetifikasi visualisi pada
icon representasi pada karya seni patung di Pantai Losari. Berdasarkan hal tersebut Riset
ini berupaya mengungkap apakah kemunculan ini merupakan bagian strategi serta
bagaimana memastikan objek icon ini merupakan sebuah representasi. Penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan metode kulitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
observasi, studi literatur dan wawancara. Pendekatan teoritik yang digunakan adalah
beberapa teoritik Branding maupun promosi kota dan teori-teori representasi dan
iconic. Sebagai Pembahasan, melalui kasus ini branding city merupakan pendekatan
teori yang dapat digunakan untuk pemaknaan.

Kata Kunci: Icon miniature; Kota Makassar; Citra Budaya; Strategi visual

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


88
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

PENDAHULUAN
Sulawesi selatan merupakan salah satu kota yang juga memiliki nilai
popularitias diantara provinsi lainnya di Indonseia. Selain Pulau jawa dengan kota
Jakarta, yogyakarta, dan kota lainnya, Sulawesi selatan juga memiliki Kota-Kota
yang menarik untuk dijkunjungi. Kendati objek wisata yang dimiliki masih minim,
namun sisi lain seperti kuliner dan kegiatan kesenian terbuka untuk menjadi
bahan pertimbangkan. Sulawesi selatan memiliki kota sentral yang dikenal
dengan kota Makassar. Kota ini dijuluki sebagai kota daeng (kota para daeng)
dengan julukan kota “Ayam Jago dari timur” melalui sejarah pahlawan Sultan
Hasanuddin. Kota Makassar merupakan kota sentral berpadunya beragam suku
Bugis dengan kekayaan adat istiadat, kesenian, makanan khas yang dapat
meninggalkan kerinduan oleh para pengunjungnya.
Sebagian besar masyarakat yang mendiami kota Makassar di daratan
Sulawesi selatan adalah Suku Bugis. Selain julukan ayam jago, di Indonesia Suku
bugis dikenal dengan suku yang memiliki kemampuan berlayar yang baik, bahkan
mereka mampu membangun konstruksi armada perahu yang sangat baik pula.
Perahu tesebut dikenal dengan nama “pinisi”, yang mampu mengarungi samudra
sampai ke penjuru Dunia. Melalui kemampuan berlayar yang handal, masyarakat
Bugis dapat dikenal dibelahan dunia. Bahkan Citra Perahu phinisi telah menjadi
representasi pelaut Suku Bugis. Gambaran phinisi pernah menjadi hiasan
ilustratif pada uang kertas pecahan seratus rupiah di Indonesia tahun 1990 an.
Beragam budaya yang dimiliki oleh suku Bugis menjadi modal besar bagi
para Rebrender dalam mempromosikan suku Bugis di Kota Makassar. Seiring
berkembangnya brading kota melalui pariwisata di Negara-negara khususnya
Indonesia, kota Makassar memiliki peluang dalam promosi kota melalui citra
budaya dan tradisinya. Untuk itu beberapa upaya telah dialkukan Salah satuya
dengan merespon daerah wisata Pantai Losari di daerah anjungan bibir pantai
selat makassar. Pantai ini menjadi iconik dikalangan warga Makassar maupun
masyarakat Indonesia. Melalui kepedulian pemerintah atas pentingnya tempat
ini, maka pada tahun 2011, Pantai Losari diperbaharui dengan beberapa peru-

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


89
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

bahan yang menarik. Perubahan tersebut terlihat dari hadirnya beberapa icon-
icon miniatur karya seni patung sebagai representasi budaya kesukuan Bugis
(khususnya mandar, toraja dan Bugis secara Umum).
Patung miniatur yang dihadirkan sebagai upaya branding Kota Makassar
melalui representasi budaya dan tradisi-tradisi suku bugis. Beberapa icon yang
dimunculkan diantaranya miniatur miniatur kerbau, penari toraja, tenun
perempuan mandar, perahu phinisi, pa’raga, dan becak. Hal menarik yang
menjadi diskursus adalah ketika setiap kota di Indonesia memiliki sentral icon,
namun makassar dapat menciptakan identifikasi yang beragam dalam stu lokasi
wisata.
Menilik fakta tersebut, maka kehadiran riset yang dilakukan sebagai
upaya membahas bagaiman citra budaya yang tercermin dalam karya seni
patung sebagai icon dan branding kota. Sebagai bahan pembahasan menarik
pada riset ini adalah, diantara beragam budaya dalam suku bugis, bagaiman
proses memilih dan menentukan idetifikasi visualisi pada icon representasi pada
karya seni patung di Pantai Losari. Berdasarkan hal tersebut Riset ini berupaya
mengungkap apakah kemunculan ini merupakan bagian strategi serta bagaimana
memastikan objek icon ini merupakan sebuah representasi. Untuk mengungkap
hal tersebut maka Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode kulitatif
dengan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Pendekatan
teoritik yang digunakan adalah beberapa teoritik Branding maupun promosi kota
dan teori-teori representasi dan iconic. Sebagai Pembahasan, melalui kasus ini
strategi visual merupakan pendekatan teori yang dapat digunakan untuk melihat
bentuk strategi promosi kota.
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif
kualitatif dengan mengandalkan data-data yang dianalisis berdasarkan visual,
strategi dan citra. Metodologi kualitatif merupakan kegiatan penelitian yang
dapat memberikan data deskriptif baik yang tertlis dengan kata-kata maupun
lisan dari narasumber yang dapat diamati dengan baik (Bogdan, 1982). Dalam
ilmu pengetahuan sosial yang mengedepankan kemandirian dalam riset meru-

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


90
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

pakan tradisi tertentu dari penelitian kualitatif. Berdasarkan hal tersebut


penelitian kualitatif berupaya memaknai sebuah penelitian melalui pengamatan
mendalam pada manusia berdasarkan ungkapan bahasa dan peristilahannya
(Gallagher & Kirk, 1986).
Melalui pendekatan tersebut, melalui riset ini berupaya memaknai secara
kualitatif bagaimana icon Makassar dapat dipilih dan dimunculkan sebagai
representasi maupun daya tarik bagi yang melihatnya. Penelitian Kualitatif
disadari hanya mampu berupaya mengungkap sebuah pemaknaan saja,
kebernaran yang ditawarkan hanyalah memunculkan sebuah variabel-variabel
kebenaran dari sudut pandang tertentu. Untuk itu, penelitian tentang icon
patung miniatur di Pantai losari sebagai citra Kota Makassar hanya memculkan
kebenaran dari sudut pandang pembacaan strategi citra dan branding kota.
Bagi Sugiyono menjelaskan bahwa untuk memahmai penelitian kualitatif
dapat ditlusuri melalui paradima postpositivism. Pada kondisi alamiah, penelitian
kualitatif meniti beratkan pemaknaan pada peneliti sebagai perangkat penting
(subjek utama). Kondisi data yang dianalisis berdasarkan data yang
ditranggulasikan (gabungan). Pengambilan keputusan pemaknaan penelitiaan
berdasarkan generalisasi (induktif). Pola ini dapat diartikan sebagai sebuah
pengambilan keputusan berdasarkan kasus yang kecil sebagai pemaknaan
saecara umum.
“Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus menerus
disesuaikan dengan kenyataan lapangan. Jadi, tidak menggunakan desain
yang telah disusun secara ketat dan kaku sehingga tidak dapat diubah
lagi. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak dapat
dibayangkan sebelumnya tentang kenyataan-kenyataan ganda di
lapangan; kedua, tidak dapat diramalkan sebelumnya apa yang akan
berubah karena hal itu akan terjadi dalam interaksi antara peneliti
dengan kenyataan; ketiga, bermacam sistem nilai yang terkait hubungan
dengan cara yang tidak dapat diramalkan”.

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


91
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

Penelitian icon minatur patung dipatan Losari kota Makassar dimaknai


dengan menyimpulkan data secara Deduktif. Berdasarkan kasus tersebut dapat
menjadi sebuah Variabel teoritik yang dapat diujikan kembali dalam pola
kuantitatif. Upaya penelitian ini berusaha memberikan pemaknaan tentang
sebuah strategi branding budaya melalui citra budaya dalam visualisasi patung
Miniatur di sebuah kota. Berdasarkan hal tersebut hasil analisis diharapkan dapat
memberikan variabe teoritik tentang sebuah strategi citra budaya melalui
visualisasi budaya dari suku itu sendiri.
Dengan menimbang latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa
masalah dan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk citra Budaya pada Kota Makasaar dalam beberapa patung
miniatur di pantai Losari ?
2. Apa bentuk strategi yang tercipta dalam icon miniatur di pantai losari sebagai

branding budaya kota Makassar?

PEMBAHASAN
Branding identitas kota (city branding) telah banyak dilakukan oleh
banyak negara-negara di Dunia. Adanya penanda sebagai sebuah Identitas
sangat penting sebagai sarana identifikasi ketika berkunjung disebuah Negara.
Hasrat eksistensi manusia ketika berada disebuah tempat menjadi motivasi
tersendiri untuk dapat ditampilkan dan dipublikasikan. Untuk itu, Kota perlu
memiliki penanda identifikasi yang dapat menjadi representasi kota itu sendiri.
Hal ini dapat ditemui dibeberapa negara-negara terkenal seperti Paris dan Mesir.
Paris dikenal dengan menara eivel, sedangkan Mesir tidak bisa dipisahkan dari
identitas piramida. Menara eivel maupun Piramida mesir merupakan warisan
budaya konstruksi yang kini menjadi icon sebuah kota maupun negara.
Berdasarkan prinsip icon sebagai visual representasi, Kota dapat
menggunakannya sebagai media strategi Branding identitas. Perlu disadari,
bahwa identitas kota dapat dimuat melalui pendekatan muatan sejarah dan
budaya sebuah kota itu sendiri.

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


92
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

Layaknya kota-kota dibelahan dunia, Indonesia juga memiliki beragam


icon kota baik sebagai representasi Indonesia maaupun kota itu sendiri. Dapat
dilihat dibeberapa daerah tempat wisata seperti peniggalan candi, tugu kota,
museum, keraton dan lain sebagainya. Bahkan sebagian besar daerah-daerah di
Indonesia dapat dikenal melalui peninggalan-peninggalan tersebut. Pelestarian
pun dilakukan sebagai upaya dalam menjamin keberlangsungan eksistesi
peninggalan-peninggalan sejarah Indonesia.
Salah satu bentuk upaya pelestarian peninggalan sejarah dan kebudayaan
adalah eksistensi melalui pariwisata dan branding. Branding kebudayaan dan
peninggalan sejarah inilah kemudian dapat diimplementasikan melalui icon kota
maupun Negara sekalipun. Relasi keberlangsungan eksistensi kebudayaan dan
branding kota tidak dapat dilepaskan sebagai sebuah kesatuan. Dalam konteks
ini, hubungan mutualisme antara peninggalan sejarah budaya dan citra kota
saling mendukung satu sama lainnya. Dapat dipahami bahawa sebuah kota dapat
dikenal dengan adanya ikonik kebudayaan dan sejarah begitupun sebaliknya.
Hubungan ini dapat dilihat pada kasus yang terjadi pada penelitian ini yakni
kebudayaan suku bugis yang diiconkan dalam sebuah branding kota di salah satu
pariwisata Makassar.
Suku bugis yang mendiami kawasan sulawesi selatan terbagi atas
beberapa subsuku yang menyebar dikawasan tersebut. Suku Bugis dapat
diartikan sebagai suku yang memilki cabang kesukuan dibeberapa daerah. Setiap
daerah subsuku ini memiliki pemahaman kebugisan yang berbeda walaupun
dengan naungan prrinsip yang sama. Perbedaan ini dapat dilihat baik dari segi
bahasa (bahasa Bugis Makassar, wajo, mandar, luwu dll), tradisi, rumah adat dan
kesenian. Bagian kesukuan Bugis ini terbagi atas Suku Bugis Makassar, mandar,
wajo, luwu, bone dan soppeng. Jika ditelisik lebih dalam, meskipun berada
dinaungan prinsip kebugisan namun mereka memilki keunikan dalam
kebudayaan masing-masing. Beberapa penelitian pernah mengungkap alasan
perbedaan tersebut adalah salah satunya perspekstif letak geografis.
Masyarakat bugis di daratan Sulawesi selatan tersebar dalam pemukiman

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


93
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

pinggiral laut, dipegunungan dan didaratan persawahan. Hal ini menimbulkan


perbedaan cara pandang dalam menjalani kehidupan sehingga kebudayaan Bugis
memiliki banyak ragam tradisi (Pelras, 2006).
Melalui konteks kebudayaan suku Bugis yang sangat beragam menjadi
modal materi bagi Branding kota di Makassar. Hal ini terealisasi dalam branding
kota melalui kebudayan bugis di Pantai Losari Makassar. Pantai losari merupakan
salah satu daerah pesisir yang berada di kota Makassar dengan keindahan
pemandangan yang luar biasa. Berdasarkan data sejarah, pada tahun 1945
pemerintah wali kota Makassar mendirikan beton sepanjang 910 meter sebagai
upaya menahan derasnya obak diselat Makassar. Lambat laun bangunan beton
tersebut menjadi kawasan hiburan bagi masyarakat setempat, sehingga menjadi
kawasan wisata Makassar. Pada masa itu pemeritanhan masih dipegan oleh NICA
DM van Switten (1945-1946) yang kemudian memberikan nama LOSARI.
(Kavaratzis, 2004).

Gambar 1. Pantai Losari

Sampai saat ini pantai losari dikenal sebagai daerah wisata kota yang
menarik untuk dikunjungi oleh para pendatang di Kota Makassar. Tidak hanya
sebagai lokasi wisata, namun ditempat tersebut sebagai pusat event-event
nasional dan hiburan lainnya. Melihat peluang tersebut maka Pemerintah Kota
berinisiatif menjadikan daerah tersebut sebagai icon dan representasi kota
Makassar. Sebagai kawasan iconik, maka dihadirkan beberapa patung miniatur
sebagai icon-icon dari kesukuan Bugis dari beberapa daerah. Patung miniatur
yang ditampilkan tersebut merepresentasikan subsuku dari beberapa daerah

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


94
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

suku Bugis seperti Mandar, Toraja dan identitas suku Bugis sendiri. Di anjungan
pantai losari sendiri terbagi atas anjungan Bugis, anjungan pantai losari,
anjungan toraja dan mandar.

Gambar 2. Patung Pa’raga


(Sumber: Google image https://2.bp.blogspot.com)
Salah satu patung miniatur sebagai representasi Bugis adalah karya seni
pantung pa’raga, sebagai bagian dari warisan budaya tradisi olahraga tradisonal
suku Bugis zaman dahulu. Sebuah penelitian (Harwandi, n.d.) menjelaskan
bahwa tradisi pa’raga merupakan kegiatan pertunjukkan yang dilakukan dalam
acara pelantikan raja atau Somba (dalam bahas Bugis Makassar). Dalam tradisi
Bugis dipercayai bahwa tradisi pa’raga ditemukan oleh seseorang yang bernama
“To manurung” dari kayangan dengan bola yang tebuat dari bahan emas. Seiring
berjalannya waktu, eksistensi pa’raga berlanjut dengan ditemukannya lokasi
kampung pa’raga di daerah dusun Kaemba (desa ujung buloa) Maros. Sampai
saat ini tradisi pa’raga masih sering ditampilkan dalam beberapa kegiatan-
kegiatan adat di masyarakat bugis. Dilangsir dalam kompas.com, menjelaskan
bahwa pertunjukan pa’raga biasanya dilakukan oleh 6 orang menggunakan bola
takraw diiringi dengan musik khas Bugis. Olahraga ini tetap digeluti oleh
beberapa kalangan masyarakat meskipun terbilang minoritas, sehingga masih
layak dinyatakan eksis di Sulawesi-Selatan. Hal ini didukung oleh masih terlihatya
aktifitas pelatihan oleh beberapa komunitas pa’raga di Kota Makassar. Dipantai
losari patung miniatur patung pa’raga ditampilkan melalui visualisasi adegan tiga

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


95
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

orang dengan memainkan bola takraw. Melalui kesan patung yang dramatik
memberikan daya tarik untuk diabadikan dalam sebuah foto.
Selain karya seni patung pa’raga yang ditampilkan di pantai losarai, di
anjungan Mandar terdapat karya seni patung seorang perempuan dengan
adengan mebuat tenun sutera. Tardisi tenun sebenarnya tidak hanya berasal dari
Bugis namun juga terdapat dibeberapa suku di Indonesia. Bahkan berdasarkan
berberapa oppini penelitian menegaskan bahwa tenun merupakan warisan
budaya China yang masuk ke Indonesia. Melalui fakta dari data yang ditemukan,
dapat dijelaskan bahwa keberadaan patung adegan tenun dipantai losari semata-
mata hanya berupaya menampilkan eksistensi peremupuan tenun mandar.
Hampir semua kesukuan bugis baik makassar, bone, wajo, mandar dan lainnya
memiliki tradisi tenun. Bahkan selain mandara, suku bugis wajo (sengkang) juga
terkenal dalam produksi tenun suteranya sejak dulu. Di Anjungan pantai losari
justru yang ditampilkan adalah tradisi tenun versi Bugis Mandar. Suku Bugis
Mandar mengenal kegiatan tenun dengan istilah pattene, perempuan Mandar
sejak dulu dikenal sebagai pattene yang sangat kuat dan handal. Dalam
penelitian Widya Kartika (Widya Kartia, 2016) menjelaskan bahwa tradisi tenun
Oleh suku Bugis Mandar merupakan penyumbang terbesar dalam produksi hasil
tenun di Indonesia sejak dahulu. Kehadiran dan pemilihan patung perempuan
mandar di anjungan patai losari (khususnya anjungan mandar) berupaya
merepresentasikan perempuan Bugis secara umum. Dilangsir dari sejarah bahwa
kegiatan tenun oleh masyarakat Bugis memang diperuntukkan bagi perempuan
untuk menjaga kehormatan mereka. Suku bugis dikenal sangat ketat dalam
menjaga kehormatan perempuan dengan tradisi meyimpan anak gadis dalam
ruangan tersendiri. Diruangan itulah perempuan menghbiskan waktunya dengan
kegiatan tenun agar terhindar dari pandangan lelaki Bugis.

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


96
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

Gambar 3. Patung Miniatur Pa’Tennung


(Sumber: Google image http://wartatimur.com)

Dianjungan toraja, terdapat beberapa icon miniatur patung seperti


kerbau albino, penari toraja dan rumah tongkonan. Bebeda dengan anjungan
lainnya baik bugis maupun mandar, dominasi icon rpresentasi tentang toraja
lebih terlihat menonjol. Hal ini berkaitan dengan kekuatan suku toraja yang
sangat kental sampai saat ini. Tradisi mereka dikenal dengan “hidup berdam-
pingan dengan kematian” yang dapat disetarakan dengan zaman Ghotic di
daratan Barat. Eforia mereka tentang kematian melebihi kehidupannya yang
dijalaninya, sehingga kebanyakan masyarakat suku Bugis toraja menghbiskan
hidupnya mencari nafkah untuk persiapan kematian. Dalam upacara mem-
peringati kematian seseorang di Suku Bugis toraja diadakan pesta dengan
mengorbankan kerbau pilihan. Untuk keluarga yang memilki derajat yang lebih
tinggi biasanya menggunakan kerbau albino dengan harga yang cukup mahal.
Kerbau albino merupakan hewan yang sangat identik dengan kebuudayaan suku
Bugis Toraja. Eksistesni patung kerbau albino di Anjungan pantai losari menjadi
saksi dan bukti indentifikasi keberadaan tradisi toraja.
Rumah tongkonan dan tari toraja juga merupakan salah satu tradisi dan
arsitekstur yang patut untuk dilestarikan oleh Masyarakat Bugis. Paslnya, rumah
tongkonan telah menjadi icon rumah adat sulawesi-selatan sejak dulu kendati
tidak sumua masyarakat suku bugis menggunakannya. Pada dasarnya rumah
adat di Sulawesi selatan memiliki beragam kosntruksi tergantung daerah dan
kesukuan Bugisnya. Berkaitan dengan anjungan toraja, maka pilihan icon

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


97
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

asitektur rumah tongkonan mejadi representasi yang sesuai. Sedangkan patung


penari toraja ditampilkan sosok perempuan dengan gestur tari serta pakaian
adat khas toraja. Di Anjungan toraja terdapat tiga icon miniatur sebagai identitas
dan visual identifikasi budaya yakni kebudayaan tradisi tari, arsitektur, dan
kerbau .

Gambar 4. Patung Icon kerbau albino, tongkonan, dan penari toraja


(Sumber: Google image Kumparan.com, Google image travel.detik.com, Google image
Tribunnews.com)

Hal menarik lainnya adalah, diantara beberapa ikon dengan konteks


tradisi dan kebudayaan Bugis, terdapat beberapa karya seni patung dengan
konteks profesi pekerjaan masyarakat di Makassar. Berbeda dengan perahu
phinisi yang telah dikenal sejak dahulu becak merupakan salah satu warisan alat
trasportasi tertua makassar. “daeng becak” merupakan julukan yang sangat
lazim didengar dikalagan masyarakat Makassar. Julukan ini diberikan bagi orang-
orang yang memiliki profesi sebagai tukang becak. Daeng Becak merupakan
sebuah profesi pekerjaan yang sejak dulu ada di makassar. Kemiripan ini dapat
dilihat di Kota Yogyakarta yang memilki budaya becak yang sama. Kehadiran
miniatur ikon becak dihadirkan sebagai bentuk penghargaan bagi “daeng becak”
Makassar sebagai salah satu kendaraan yang fenomenal di Makassar. “julukan
daeng becak” menjadi iconic dikalangan masyarakat Makassar, tentunya sebagai
bentuk representasi yang patut untuk dipertimbangkan.

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


98
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

Gambar 5. Patung Miniatur Becak Makassar


(Sumber: Google image Tribunnews.com, http://www.bennyrhamdani.com)

Branding kota juga telah menjadi kebutuhan dalam dunia Pariwisata,


beberapa penelitian telah membahas hal tersebut, salah satunya Berdasrakan
jurnal Bambang Widodo dan Mite Setiansah (Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi
FISIP Unsoed Purwokerto (dalam judul jurnal STRATEGI PENCITRAAN KOTA (CITY
BRANDING) BERBASIS KEARIFAN LOKAL (Studi Kasus di Kota Solo, Jawa Tengah
dan Kabupaten Badung, Bali). Peneitian ini menemukan bahwa kota solo
perlahan telah melakukan branding kota melalui selogan untuk menampilkan visi
kota mereka. Selogan tentang visi menjadi “the wish image” bagi kota solo yang
mampu memberikan citra bagi yang mendengar dan melihatnya. Branding kota
solo dalam selogan dikenal dengan “Solo. The Spirit of Java” (Jiwa jawa) yang
ditulis dalam dokumen sosialisasi Identitas daerah Subosukawonosraten. Citra ini
dibentuk untuk memberikan pemahaman bahwa kota Solo merupakan jiwa dari
Jawa. Penelitian ini menjelaskan bahwa berdasarkan prinsip branding, Solo telah
membentuk sebuah upaya citra sebagai indentitas yang dapat dipahami oleh
Masyarakat. Berbeda dengan kota Bandung, selogan yang ditamoilkan adalah
“Melangkah Bersama Membangun Badung yang Shanti dan Jagadhita
Berdasarkan Tri Hita Karana”, semangat ini merupakan upaya dalam mebangun
citra tentang Kota Badung yang dapat menyelaraskan tiga bentuk kehidupan
yang harmonis baik Manusia dan Tuhan, manusia dan sesama, dan Alam).
Berdasarkan penelitian tersebut menjadi bahan diskusi bahwa Icon Makassar
sebagai bentuk identifikasi menampilkan citra visual sedangkan solo dan
Bandung menampilkan melalui selogan.

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


99
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

Konsep teoriktik branding city Kavaratzis menjelaskan bahwa, pada


prosesnya, komunikasi dalam branding kota (city) dapat dilakukan dengan tiga
proses maupun tahapan yakni (1) Komunikasi Primer, (2) Komunikasi Sekunder,
(3) dan Komunikasi Tersier.

“Konsep komunikasi Primer dalam branding city meliputi komunikasi


yang ditampilkan melalui konteks Desain, Arsitektur, Ruang Publik, dan
Pertunjukan Seni. Dengan behavior (kualitas pelayanan, peristiwa,
insentif finansial, dan peluang yang tersedia), infrastructure
(aksesibilitas, fasilitas budaya dan pariwisata) serta organizational
structure (budaya internal, komunitas lokal, sinergi, dan partisipasi
warga kota)”.

Berdasarkan teori dan konsep Kavaratis dalam jurnal Bambang Widodo


memiliki relasi dalam konsep pembangunan citra budaya icon miniatur patung
dipantai losari sebagai branding Budaya. Melalui konsep komunikasi oleh
Kavaratis, icon patung miniatur di Pantai Losari adalah wujud dari komunikasi
maupun identifikasi tentang budaya-budaya yang dimilki di beberapa Daerah di
Sulawesi Selatan. Identitas ini dibentuk dari konteks kategori tradisi budaya
pertunjukan, Arsitektur, budaya rutinitas popular. Dari segi arsitektur suku suku
bugis khususnya Bugis Toraja tercermin dalam icon miniatur rumah tongkonan,
sedangkan pertunjnukan dapat dilihat adegan patung Pa’Raga, dan Penari toraja.
Sedangkan citra daerah lainnya ditampilan dengan budaya rutinitas populer
masyarakat Makassar seperti perempuan tenun mandar, daeng becak makassar
dan phinisi (pelaut) .
Bentuk citra Budaya yang ditampilkan dalam icon miniatur patung di
Pantai losari dapat terjelaskan melalui obejek-objek yang dipilih dan ditampilkan
dalam kesenian patung. Pada dasarnya icon patung di Pantai losari berupaya
menarasikan keanekaragaman Budaya suku bugis. Suku Bugis memiliki banyak
jejak tradisi yang terbilang unik dibeberapa Daerah. Inilah yang menjadi
penelusuran dan pertimbangan pengambilan keputusan objek identitas yang

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


100
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

dapat mewakilkan sebuah tempat dan budaya subsuku dalam Bugis.


Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya bahwa suku bugis terdiri dari
subsuku seperti Bugis mandar, bugis Makassar, Bugis Wao, Bugis Luwu, bugis
toraja.
Bentuk kesukuan yang dimiliki oleh bugis yang beragam melahirkan
beberapa cerminan budaya yang berbeda-beda. Untuk itu, di anjungan pantai
Losari menampilkan identitas kesukuan tersebut melalui kanekaragaman budaya
disetiap subsuku. Bentuk Citra yang dibangun kota Makassar di anjungan pantai
Losari tidak dihadirkan dalam bentuk selogan maupun taglaine seperti kota solo
dan bandung, namun ditampilkan dengan komunikasi Visual dengan muatan
identifikasi budaya. Menariknya adalah, melihat konteks budaya media sosial
saat ini Kota Makassar memiliki peluang besar dalam segi promosi Wisata.
Kontes budaya media sosial saat ini mejadi motivasi eksistensi bagi tiap
orang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, orang-orang yang
berkunjuang pada sebuah tempat tentu menginginkan adanya penanda.
Hadirnya icon dengan konteks mengenalkan budaya suku Bugis dalam bentuk
patung tentu saja menjadi strategi yang menarik. Orang-orang yang berkunjung
tentu saja akan menjadi agen-agen promosi melalui rekaman foto di media sosial
mereka. Secara praktis citra dan branding kota Makassar melalui visualisasi
budaya dapat eksis dengan mudah.
Strategi komunikasi visual memiliki komponen prinsip yakni adanya
target, kreatifitas komunikasi, kreatifitas visual dan kemampuan memilih media
distibusi yang sesuai. Dalam branding kota (City Branding) juga menganut prinsip
strategi komunikasi visual. Menurut Hendra pada dasarnya city branding dapat
dipahami sebagai upaya dalam menciptakan identitas kota atau sebuah daerah
agar dapat dikenal, baik tourist, investo, talent, event (target pasar). Untuk
melakukan branding kota sebagai identitas dapat dilakukan dengan
menggunakan strategi icon, slogan, pameran, kegiatan-kegiatan, komunitas dan
posisi yang relevan. Sebagai bentuk strategi sebuah kota harus memiliki

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


101
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

pemikiran analitik dalam melihat target-target pasar dan menentukan media


promosi.
Upaya mencitrakan sebuah kota bagi masyarakat khususnya target
sasaran sebagai tujuan, metode city branding merupakan salah satu pendekatan
strategi yang dapat dilakukan. Melalui city branding, posisionig kota dapat diatur
sedemikian rupa sehingga mampu mencapai tujuan yang ingin dicapai. city
branding merupakan strategi sebuah kota atau daerah yang digunakan untuk
mengungkap sebuah identitas kota, melalui keunggulan dan keunikan yang
dimiliki oleh kota atau daerah tersebut dan dapat tertanam dibenak khalayak
melalui sebuah nama, logo, simbol, produk layanan, karya seni, desain dan lain
sebagainya.
Makassar merupakan salah satu kota yang telah berupaya melakukan
branding kota yang tercermin dalam ikon representasi (melalui karya seni)
budaya di Anjugan Pantai Losari. Berdasarkan pemaknaan, strategi city branding
yang terterap adalah pendekatan branding citra melalui penggambaran Budaya
dan sejarah Makassar. Menariknya, media yang digunakan adalah patung
miniatur sebagai bentuk penyampaian pesan. Lepas dari apakah itu merupakan
upaya strategi atau bukan, namun pesan tentang budaya kesukuan di Sulawesi-
selatan dapat didistribusikan, minimal dipertanyakan. Keberadaan patung-
patung miniatur di pantai losari menjadi pengetuk Mnemonic Device (objek
dengan muatan memory pengalaman) bagi masyarakat setempat. Selain itu,
keberadaan patung tersebut menjadi sarana bagi pengunjung untuk mengenal
dan mempertanyakan kebudayaan Suku Bugis. Posisi pantai losari secara
strategis menjadi tempat yang sangat relevan bagi distribusi maupun transaksi
kebudayaan melalui media seni dan visual. Melalui patung miniatur sebagai icon
representasi kebudayaan suku-suku bugis Sulawesi selatan, menjadi akses
(jembatan) pengetahuan bagi masyarakat setempat dan pengunjung. Tidak
hanya sekedar menjadi akses pengetahuan namun juga sebagai akses branding
kota melalui agen-agen dokumentasi pengunjung.

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


102
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

PENUTUP
Terlepas dari adanya upaya Strategi citra dan branding Budaya melalui
karya seni patung di pantai losari, dapat dimaknai bahwa pada dasarnya
kehadiran patung tersebut telah menjadi bentuk komunikasi primer dengan
pendekatan (1) Konteks tradisi budaya (2) Arsitektur rumah adat, (3.) rutinitas
populer. Ketiga pemaknaan pendekatan ini secara sadar menjelaskan tentang
terjadinya sebuah proses strategi yang baik, lepas dari terkonsep maupun tidak.
Lokasi strategis Pantai Losari menawarkan mediasi pertukaran pengetahuan yang
memudahkan promosi Kebudayaan Suku Bugis dan Identitas Kota Makassar.
Secara langsung, keberadaan patung sebagai icon sekaligus visual komunikasi
dengan mudah terdistribusi melalui agen-agen pengunjung dimedia sosial.
Pemanfaatan motivasi eksisteni masyarakat dalam tradisi media sosial
memberikan peluang besar bagi branding Kota Makassar dan Budaya tradisi
Bugis. Antara Kota, sejarah peninggalan, kebudayaan, tradisi, budaya populer
adalah komponen mutualisme yang akan daling mendukung dalam konteks
branding kota. Setiap Kota memiliki masyarakat, setiap masyarakat pasti ada
dalam lingkup keukuan, setiap suku memilki sejarah peninggalan dan
kebudayaan. Untuk itu Kota yang memiliki kemenarikan yang baik adalah kota
yang memiliki modal sejarah dan budaya yang dapat dibranding dengan Baik.

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


103
Irfandi Musnur IMAGINARIUM Vol. 1 No. 1 – Februari 2020
Mustika Syarifuddin

KEPUSTAKAAN
Gallagher & Kirk. (1986). Educating Exceptional Chi1dren (5th editio). Houghton Mifflin
Company.
Harwandi. (n.d.). “Permainan Paraga Sebagai Olahraga Tradisional Masyarakat Suku
Bugis Makassar Di Sulawesi Selatan. Universitas Sebelas Maret.
Kavaratzis, M. (2004). From City Marketing to City Branding: Towards a Theoritical
Framework for Developing City Brands. Place Branding, Vol.1 No.1.
Pelras, C. (2006). Manusia Bugis, Diterjemahkan dari Bahasa Inggris: The Bugis oleh
Abdul Rahman Abu, Hasriadi, dan Nurhady Sirimorok. Nalar.
Widya Kartia. (2016). “Peran Perempuan Penenun Kain Mandar (Panette) Terhadap
Kesejahteraan Keluarga Di Desa Karama Kecamatan Tinambung Kabupaten
Polewali Mandar.” Uin Alauddin Makassar.

https://2.bp.blogspot.com/-.
---. http://www.bennyrhamdani.com/2016/01/menikmati-karya-seni-di-pantai-
losari.html.
---. CLtwissto9E/VpybLGiz8FI/AAAAAAAAJ_A/nKrTGsuvsh8/s1600/DSC_1576.
---. https://kumparan.com/kumparannews/foto-menikmati-pagi-di-pantai-losari-
1rYp9WA5N7u.
---. https://travel.detik.com/dtravelers_photos/u-3953947/belum-ke-makassar-kalau-
belum-ke-sini/5.
---. https://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/Replika-becak-makassar.jpg.
---. http://wartatimur.com/tentang-anjungan-toraja-dan-mandar-di-losari.html.

Copyright © 2020, Jurnal IMAGINARIUM, P-ISSN:2716-215X


104

Anda mungkin juga menyukai