Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum ke 11 Hari/Tanggal : Selasa/08 November 2022

MK. Biokimia Nutrisi Tempat Praktikum: Laboratorium Biokimia,


Fisiologi dan
Mikrobiologi Nutrisi
Asisten Praktikum: 1. Siti Nur Istiqomah
2. Dhea Sapta Latifah D.

ENZIM AMILASE

Abdurrahman Shiddiq
D2401211140
Kelompok 1/P1

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Enzim adalah benda tak hidup yang diproduksi oleh sel hidup yang
menyusun sebagian besar total protein dalam sel. Enzim berperan sebagai biokatalis
pada reaksi-reaksi biokimia di dalam tubuh seperti konversi energi, metabolisme
nutrisi, pertumbuhan sel, komunikasi antar sel, hingga konversi sifat keturunan
(Anwar 2013). Enzim memiliki beberapa sifat yaitu enzim hanya mengubah laju
reaksi, bukan produk akhir, enzim adalah protein yang kinerjanya tergantung pada
suhu optimum, dan enzim kehilangan aktivitasnya ketika pH terlalu asam atau
terlalu basa, panas yang terlalu tinggi menyebabkan denaturasi enzim, enzim
bekerja secara bolak-balik dan reaksi yang dikendalikan enzim dapat berbalik
enzim memecah senyawa menjadi senyawa lain dan sebaliknya (Saputra dan Santri
2022). Enzim sangat bermanfaat untuk diaplikasikan dalam bidang pangan,
kesehatan, farmasi, energi alternatif, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan enzim
dalam kehidupan sehari-hari menuntut adanya produksi enzim secara komersial.
Sumber enzim dapat diperoleh dari tanaman, hewan, dan mikroorganisme. Sebagai
contoh, salah satu enzim yang tugasnya memecah pati adalah enzim α-milase (α-
1,4-glukan-glukanodidrolase).
Enzim amilase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis amilum dan
menghasilkan glukosa. Enzim amilase dapat dihasilkan oleh semua makhluk hidup
untuk mengkatalis reaksi biokimia, sehingga reaksi-reaksi tersebut dapat
berlangsung lebih cepat (Istia’nah et al. 2020). Amilase terdapat pada air liur
manusia atau pada hewan. Enzim amilase bertugas memecah zat pati atau
karbohidrat menjadi gula (glukosa) sehingga dapat digunakan oleh tubuh. Saat
makanan yang mengandung karbohidrat dikunyah, kelenjar liur di dalam mulut
akan menghasilkan amilase. Setelah tertelan, makanan tersebut akan dicerna lebih
lanjut di usus halus oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh pankreas (Ariandi
2016). Enzim ini juga dikenal juga sebagai enzim ptialin dari jenis α-amilase yang
merubah karbohidrat menjadi glukosa dan maltosa. Selain karbohidrat, enzim ini
tidak dapat mengkatalitis senyawa lain. Jadi enzim amilase hanya bisa mengkatalis
karbohidrat saja. Enzim amilase terdapat dua jenis yaitu alpha amilase dan beta
amilase. Alpha amilase lebih cepat aktif dibandingkan beta amilase. Alpha amilase
adalah kalsium metaloenzim, yang tidak dapat berfungsi tanpa adanya kalsium.
Pada hewan enzim amilase adalah enzim utama pada pencernaan yang memiliki pH
optimum 6,7 -7,0.
Sumber enzim dapat diperoleh dari tanaman, hewan, dan mikroorganisme.
Sebagai contoh, salah satu enzim yang tugasnya memecah pati adalah enzim α-
milase (α-1,4-glukan-glukanodidrolase). Enzim amilase juga biasa ditemukan pada
khamir dan fungi berfilamen. Pada khamir, sebagian besar berupa enzim α-amilase
dan glukoamilase. Khamir C. famata dan C. kefyr yang merupakan kapang
Aureobasidium pullulans, menghasilkan α-amilase dan glukoamilase di dalam
medium yang mengandung gandum. (Algofar et al. 2021). Pada hewan amilase
merupakan enzim pencernaan, yang dihasilkan oleh pankreas dan kelenjar ludah,
yang kemudian akan dimanfaatkan untuk memecah pati dalam makanan sehingga
mereka dapat digunakan oleh tubuh. Amilase juga dapat ditemukan dalam tanaman
khususnya pada proses sintesis dalam buah tanaman yang biasa digunakan selama
pematangan, yang akan menyebabkan buah menjadi lebih manis (Ariandi 2016).
2.1 Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui kecepatan optimum (waktu) enzim
amilase dari air liur sapi dan saliva buatan (Mc Dougall) dalam menghidrolisis
amilosa dan pengaruh suhu terhadap aktifitas enzim amilase.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim Amilase


Enzim amilase merupakan enzim yang mampu mengkatalis proses hidrolisa
pati untuk menghasilkan molekul lebih sederhana seperti glukosa, maltosa, dan
dekstrin. Proses hidrolisa pati tersebut dilakukan melalui tiga tahapan yaitu
gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi (Nangin dan Sutrisno 2015). Enzim ini
bertugas memecah zat pati atau karbohidrat menjadi gula (glukosa) sehingga dapat
digunakan oleh tubuh. Saat makanan yang mengandung karbohidrat dikunyah,
kelenjar liur di dalam mulut akan menghasilkan amilase. Setelah tertelan, makanan
tersebut akan dicerna lebih lanjut di usus halus oleh enzim amilase yang dihasilkan
oleh pankreas (Ariandi 2016).
2.2 Saliva Manusia
Cairan mulut kompleks yang dikenal sebagai air liur terdiri dari berbagai
sekresi yang dihasilkan oleh kelenjar ludah utama dan kecil di rongga mulut. Air
liur bisa menjadi asam atau basa akibat makanan. Fungsi saliva dipengaruhi erat
oleh bakteri, pH, viskositas, dan kandungannya. Fermentasi karbohidrat oleh
berbagai jenis bakteri mulut memberikan air liur kemampuan untuk berfungsi
sebagai larutan penyangga atau buffer. Air liur memiliki peran protektif yang
menjaga kesehatan gigi dan mulut selain berfungsi sebagai alat bantu pengunyahan.
Air liur melindungi jaringan di rongga mulut dengan membersihkannya secara
mekanis, menutupi setiap jaringan, bertindak sebagai penyangga, dan memiliki efek
antibacterial (Sawitri dan Maulina 2021).
2.3 Saliva Mc Doughall
Saliva merupakan cairan yang berada di dalam rongga mulut yang memiliki
fungsi melindungi jaringan di dalam rongga mulut (Handajani et al. 2010). Saliva
buatan McDougall dibuat dengan komposisi dan sifat yang menyerupai saliva
rumen yang terdapat karbondioksida dalam jumlah besar sebagai bikarbonat.
Bikarbonat bersama fosfat dengan kadar tinggi berfungsi menjadikan buffer fluida
untuk pencernaan bakteri yang terjadi di dalam rumen (McDougall 1948). Saliva
McDougall berperan sebagai buffer yang bepengaruh terhadap nilai pH rumen
(Ramadhani et al. 2017).
2.4 Larutan Amilosa
Larutan amilosa atau lebih dikenal dengan larutan pati merupakan larutan
yang dihasilkan dari pelarutan pati menggunakan aquadest atau pelarut lainnya. Pati
merupakan polimer tidak larut dari residu glukosa yang dihasilkan oleh sebagian
besar jenis tumbuhan tingkat tinggi sebagai cadangan makanan bagi jenis tumbuhan
(Bunga et al. 2017). Komponen pati yang memiliki rantai lurus dan dapat larut di
dalam air disebut amilosa. Amilosa tersusun atas rantai lurus D-glukosa yang
berikatan dengan α-1,4. Amilosa dapat larut di dalam air dipengaruhi oleh ikatan
hidrogen yang terjadi antra gugus OH pada amilosa dengan gugus OH atau H pada
air (Oktavia et al. 2013).
2.5 Larutan I2 dalam KI
KI merupakan senyawa garam yang tersusun dari logam Kalium dan
Iodium. KI merupakan senyawa yang stabil dan tidak miudah rusak (Nisa et al.
2013). Senyawa iodida sering terbentuk ketika KI ditambahkan ke dalam larutan
yang melebihi zat pengoksidasi. Karena jumlah I2 yang dihasilkan sama dengan
jumlah oksidator yang diberikan, kalium dari KI akan melepaskan I 2, yang
kemudian akan berikatan dengan pati dan memberikan warna biru (Sawitri dan
Maulina 2021). Fungsi larutan KI yang mengandung I2 adalah untuk meningkatkan
kelarutan dan mengurangi penguapan iodine yang sukar larut dalam air dan agak
larut dalam ion iodida (Refinel et al. 2011).
III MATERI DAN METODE

3. 1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah wadah plastik, tabung
reaksi, termometer, waterbath, lemari es, spoit 1 ml, dan stopwatch. Bahan yang
digunakan pada praktikum yaitu air liur sapi atau manusia, salia buatan (Mc
Dougall), larutan amilosa 1 %, dan larutan I2 dalam KI.

3.2 Metode
Praktikum ini terdiri dari dua metode yaitu perlakuan waktu dan perlakuan
suhu. Untuk perlakuan waktu hal pertama yang harus dilakukann adalah tabung
reaksi disiapkan sebanyak lima buah, kemudian setiap tabung dimasukan larutan
amilosa 1% sebanyak 3 ml. Masing-masing tabung reaksi ditetesi saliva sapi
sebanyak 2-3 tetes kemudian stopwatch dihidupkan. Pengamatan dilakukan per 5
menit. Adanya amilosa diidentifikasi sesuai dengan waktu yang ditetapkan dengan
diteteskan larutan I2 dalam KI sebanyak 1-2 tetes. Penilaian kecepatan dapat dilihat
dari intensitas warna yang dihasilkan yaitu biru sampai violet. Prosedur dilakukan
kembali untuk bahan saliva McDougall. Untuk perlakuan suhu, tabung reaksi
disiapkan sebanyak lima buah, kemudian setiap tabung dimasukan larutan amilosa
1% sebanyak 3 ml. Masing-masing tabung reaksi ditetesi saliva sapi sebanyak 2-3
tetes kemudia setiap tabung diberi label 0ºC, 30ºC, 50ºC, dan 70ºC. Masing-masing
tabung disimpan pada temperature yang ditentukan selama 15 menit kemudian
disimpan sampai keadaan suhu ruang. Tabung yang sudah mencapai suhu ruang
ditetesi I2 dalam KI dan diamati. Apabila terbentuk warna biru atau violet berarti
masih terdapat amilosa. Prosedur dilakukan kembali untuk bahan saliva
McDougall.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1 menyajikan hasil pengamatan aktivitas enzim amilase pada saliva
manusia dan saliva buatan Mc Dougall dengan perlakuan waktu yang berbeda.
Perubahan terjadi setelah diteteskan larutan I2 dalam KI dan perlakuan waktu
masing-masing yaitu 3 menit, 6 menit, 9 menit, 12 menit, dan 15 menit.
Tabel 1 Aktivitas enzim amilase pada perlakuan waktu yang berbeda
Perlakuan Waktu Air Liur Mc Dougall
3 Menit - +
6 Menit - ++
9 Menit - +++
12 Menit - +
15 Menit - +++
Keterangan: (-) bening, (+) biru bening, (++) biru muda, (+++) biru tua, (++++) biru pekat

Tabel 2 menyajikan hasil pengamatan aktivitas enzim amilase pada saliva


manusia dan saliva buatan Mc Dougall dengan perlakuan suhu yang berbeda.
Perubahan terjadi setelah diteteskan larutan I2 dalam KI dan perlakuan suhu
masing-masing yaitu 0ºC, 30ºC, 50ºC, dan 70ºC.
Tabel 2 Aktivitas enzim amilase pada perlakuan waktu yang berbeda
Perlakuan Suhu Air Liur Mc Dougall
0ºC - +
30ºC - ++++
50ºC - ++
70ºC - +
Keterangan: (-) bening, (+) biru bening, (++) biru muda, (+++) biru tua, (++++) biru pekat

4.2 Pembahasan
α-amilase merupakan enzim yang mengkatalisis hidrolisis polisakarida pati
menjadi oligosakarida untuk kemudian dicerna lebih lanjut menghasilkan glukosa
(Nursamsiar et al. 2020). α-amilase merupakan kelompok enzim endoamilase.
Enzim ini bekerja pada bagian dalam dari amilosa maupun amilopektin dengan
memutuskan ikatan α 1,4 glikosidik (Daud 2019). Mekanisme kerja enzim α-
amilase terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama degadasi amilosa menjadi
maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degadasi ini terjadi sangat cepat
dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi
pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Keduanya
merupakan kerja enzim α-amilase pada molekul amilosa. Pada molekul amilopektin
kerja α-amilase akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri α-limit dekstrin,
serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa yang mengandung
ikatan α-1,6-glikosidik (Ariandi 2016).
Suhu, pH keasaman, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, konsentrasi
aktivator, konsentrasi inhibitor, dan lain-lain semuanya mempengaruhi seberapa
baik suatu enzim bekerja. Menurut pernyataan Wardani et al. (2022), jika suhu
lingkungan enzim turun, maka efisiensi enzim akan berkurang. Enzim juga rentan
terhadap denaturasi jika suhu sekitarnya terlalu tinggi. Pada tingkat pH tertentu,
yang biasanya dalam kisaran 6-8, enzim juga akan berfungsi dengan baik. Saat ini
terjadi, laju reaksi enzim akan meningkat seiring dengan turunnya konsentrasi
substrat. Pada penelitian yang dilakukan Yoretina et al. (2021) dinyatakan bahwa
dibandingkan dengan air liur alami manusia dan air liur yang diproduksi oleh
mukosa, air liur buatan lendir ikan lele memiliki nilai keasaman (pH) yang lebih
rendah. Klaim ini menunjukkan variasi antara pH air liur manusia dan air liur
sintetis. Selain itu, ada perbedaan antara zat organik yang ada dalam air liur buatan
dan yang ditemukan dalam air liur yang sebenarnya. (Adi et al. 2015).
Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Energi kinetik substrat dan
enzim meningkat dengan naiknya suhu, yang berdampak pada laju reaksi. Ikatan
yang menyusun struktur tiga dimensi enzim akan putus ketika suhu naik melebihi
suhu optimal enzim karena adanya peningkatan energi. Oleh karena itu enzim tidak
aktif dan terdenaturasi. Selain itu, kenaikan suhu berpotensi mengubah sifat dan
menonaktifkan substrat. Aktivitas enzim dapat diperlambat oleh suhu rendah
(Phieter et al. 2020). Selain itu waktu juga mempengaruhi kerja enzim. Menurut
Ardiansyah et al. (2018), Salah satu elemen yang mempengaruhi seberapa baik
kinerja enzim selama proses hidrolisis pasien adalah waktu respons. Efisiensi kerja
enzim akan meningkat seiring dengan lamanya waktu reaksi. Namun, kerja enzim
akan berkurang setelah mencapai tingkat ideal.
Hasil praktikum menunjukan bahwa waktu dan suhu dapat mempengaruhi
aktivitas enzim amilase. Kecepatan enzim amilase pada saliva manusia dan saliva
buatan (Mc Dougall) berbeda. Berdasarkan tabel 1 amilase pada saliva manusia
bekerja secara optimum mulai dari setelah penetesan hingga seluruh rentang waktu
perlakuan. Sedangkan pada saliva buatan (Mc Dougall) enzim amilase bekerja
optimal pada 9 menit dan 15 menit setelah penetesan, hal ini dibuktikan dari
indikasi warna yang berubah. Kedua data ini masih berbeda dari literatur yang
ditemui. Menurut literatur dapat diketahui bahwa waktu optimum saliva manusia
dalam menghidrolisis pati yaitu 45 menit (Permatasari dan Muliasari 2022)
sedangkan menurut pernyataan Ardiansyah et al. (2018) dalam penelitiannya ia
menyimpulkan bahwa waktu optimum bagi larutan Mc Dougall adalah setelah 12
menit semenjak enzim bekerja. Hal ini dapat disebabkan karena pati yang
terkandung dalam larutan telah terhidrolisis oleh enzim alpha amilase menjadi
glukosa (Ariandi 2016). Hasil praktikum pada perlakuan suhu yang menggunakan
saliva buatan (Mc Dougall) aktivitas enzim lebih rendah dan lebih sensitif terhadap
suhu dibandingkan dengan menggunakan saliva manusia. Pada saliva manusia
terlihat bahwa semua perlakuan suhu 0ºC, 30ºC, 50ºC, dan 70ºC warna larutan yang
dihasilkan bening yang menandakan tidak adanya amilum dalam larutan tersebut.
Sedangkan pada saliva buatan (Mc Dougall) warna larutan yang dihasilkan terlihat
lebih homogen dengan menunjukkan data larutan biru muda atau biru tua dan hanya
satu menunjukkan biru pekat yaitu pada suhu 30ºC. Hal ini menandakan bahwa
masih banyak amilum yang belum diuraikan oleh enzim amilase. Menurut Isti’anah
et al. (2020) menyebutkan bahwa enzim amilase berada pada suhu optimum 37ºC.
Pada suhu optimum tumbukan antara enzim dengan substrat sangat efektif,
sehingga pembentukan kompleks enzim substrat semakin mudah dan produk yang
dihasilkan meningkat. Diketahui bahwa enzim amilase mulai aktif bekerja pada
kisaran suhu 25-95ºC. Dari perlakuan suhu dapat diketahui bahwa aktivitas enzim
akan semakin tinggi beriring dengan tingginya suhu, tetapi aktivitas enzim paling
optimum terjadi pada suhu 37ºC.
V SIMPULAN

Enzim amilase terdapat pada system pencernaan manusia maupun hewan


yang berfungsi untuk mengubah amilum menjadi glukosa agar dapat di gunakan
untuk melakkukan aktivitas. Enzim amilase dapat bekerja maksimal pada suhu dan
reaksinya membutuhkan beberapa waktu agar dapat bekerja maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Adi P, Puspitasari A, Ukhuwah M. 2015. Pengaruh konsentrasi rebusan kelopak


bunga rossella terhadap ph saliva buatan. Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia. 1(2): 156-160. DOI: https://doi.org/10.22146/majkedgiind.9234.
Algofar MAA, Rosmansyah HF, Rum IA, Muhsinin S, Fatmawati F. 2021. Artikel
review: study α-amilase dari mikroba serta pemanfaatanya dalam pembuatan
maltodekstrin. Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal. 6(1):
102–117. DOI: https://doi.org/10.52447/inrpj.v6i1.4517.
Anwar YAS. 2013. Prospek enzim tanase dalam pengembangan industry di
Indonesia. Jurnal Pijar MIPA. 8(1): 32-36. DOI:
https://doi.org/10.29303/jpm.v8i1.58.
Ardiansyah A, Nurlansi N, Musta R. 2018. Waktu optimum hidrolisis pati limbah
hasil olahan ubi kayu (Manihot esculenta crantz var. lahumbu) menjadi gula
cair menggunakan enzim α-amilase dan glukoamilase. Indonesian Journal of
Chemical Research. 5(2): 86-95. DOI: https://doi.org/10.30598//ijcr.2018.5-
ard.
Ariandi. 2016. Pengenalan enzim amilase (Alpha-amilase) dan reaksi enzimatisnya
menghidrolisis amilosa pati menjadi glukosa. Jurnala Dinamika. 7(1): 74-82.
Bunga SM, Jacoeb AM, Nurhayati T. 2017. Karakteristik pati dari buah lundur dan
aplikasinya sebagai ediblefilm. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 20(3): 446-455.
Daud MAK, Juliani J, Sugito S, Abrar M. 2019. α-amylase and α-glucyosidase
inhibitors from plant extracts. Jurnal Medika Veterinaria. 13(2): 151-158.
DOI: https://doi.org/10.21157/j.med.vet..v13i2.13819.
Handajani J, Puspita RM, Amelia R. 2010. Pemakaian kontrasepsi pil dan suntik
menaikkan pH dan volume saliva. Dental Journal. 15(1): 1-5.
Istia’nah D, Utami U, Barizi A. 2020. Karakterisasi enzim amilase dari bakteri
Bacillus magaterium pada variasi suhu, pH dan konsentrasi subtrat. Jurnal
Riset Biologi dan Apllikasinya. 2(1): 11-17. DOI:
https://doi.org/10.26740/jrba.v2n1.p11-17.
Jayanti RT. 2011. Pengaruh ph, suhu hidrolisis enzim α-amilase dan konsentrasi
ragi roti untuk produksi etanol menggunakan pati betakol [Skripsi].
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Muliasari H, Permatasari L. 2022. Studi awal uji aktivitas enzim amilase dari
tumbuhan secara kualitatif berdasarkan perbedaan suhu dan konsentrasi
substrat. Journal of Agrotechnology and Food Processing. 2(1): 29-34. DOI:
https://doi.org/10.31764/jafp.v2i1.9338.
Nangin D, Sutrisno A. 2015. Enzim amilase pemecah pati mentah dari mikroba.
Jurnal Pangan Dan Agroindustri. 3(3): 1032-1039
Nisa AZ, Sulistiarti H, Atikah. 2013. Penentuan kadar iodide secara
spektofotometri berdasarkan pembentukan kompleks iod-amilum
menggunakan oksidator persulfate. Kimia Student Journal. 1(1): 85-90.
Nursamsiar N, Mangande MM, Awaluddin A, Nur S, dan Asnawi A. 2020. In silico
study of aglycon curculigoside a and its derivatives as α-amilase inhibitors.
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology. 7(1): 29-37.
DOI: https://doi.org/10.24198/ijpst.v7i1.23062.
Oktavia AD, Idiawati N, Destiarti L. 2013. Studi awal pemisahan amilosa dan
amilopektin pati ubi jalar (ipomoea batatas Lam) dengan viariasi konsentrasi
n-Butanol. Jurnal Kimia Khatulistiwa. 2(3): 253-156.
Permatasari L, Muliasari H. 2022. Kecambah: agen penghidrolisis pati yang
potensial. Sasambo Journal of Pharmacy. 3(2): 111-114. DOI:
https://doi.org/10.29303/sjp.v3i2.174.
Phieter AC, Chrisnasari R, Pantjajani T. 2020. Karakterisasi enzim pemecah pati
dari malt serelia. KELUWIH: Jurnal Sains dan Teknologi, 1(1): 38-48. DOI:
https://doi.org/10.24123/saintek.v1i1.2773.
Ramadhani A, Muktiani A, Harjanti DW. 2017. Pengaruh pemberian ekstrak daun
papaya (Carica Papaya Linn) dan kunyit (Curcuma domestica) terhadap
fermentabilitas rumen sapi perah in vitro. Jurnal Peternakan. 1(1): 1-11.
Refinel, Kahar Z, Sukmawita. 2011. Transpor iondin memlalui membran klorofrom
dengan teknik membran cair fasa buah. Jurnal Riset Kimia. 5(1): 53- 59. DOI:
https://doi.org/10.25077/jrk.v5i1.181.
Saputra EA, Santri A. 2022. Peran enzim dalam metabolisme berdasarkan al-qur’an
dan hadist. Journal of Development and Research in Education. 2(1): 27-35
Sawitri H, Maulina N. 2021. Derajat ph saliva pada mahasiswa Program Studi
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh yang
mengkonsumsi kopi tahun 2020. AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Malikussaleh. 7(1): 84–94. DOI:
https://doi.org/10.29103/averrous.v7i1.4729.
Wardani KA, Kurniawan, Anita, Sakati SN, Rafika, Sulami N, Syahrir NM,
Mursalim, Kanan M. 2022. Teori Mikrobiologi. Aceh: Yayasan Penerbit
Muhammad Zaini.
Yoretina ZS, Dewi AH, Susanto H, Yulianto HDK. 2021. Kemampuan pembasahan
saliva buatan dengan kandungan ekstrak mukus lele (Clarias batrachus).
Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada. 23(2): 133-136. DOI:
https://doi.org/10.22146/jfs.62571.
LAMPIRAN

Gambar 1 Laporan hasil sementara praktikum

Anda mungkin juga menyukai