Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Metode pengembangan moral dan agama

Dosen pengampu: Aris Sandi,M.pd

Disusun oleh:
Anggun permata sari
Nim: 2021.04.11.002

Program studi pendidikan islam anak usia dini

Fakultas ilmu tarbiyah


INSTITUT AGAMA ISLAM AL-AZHAR MURATARA
TAHUN AJARAN 2021/2022

Kata Pengantar

Pertama-tama saya ucapkan puji dan syukur kepada Allah Swt, karena berkat rahmat dan karunia-
Nyalah saya dapat menyelesaikan makalah ini tepatpada waktunya. Tak lupa sholawat dan salam saya
limpahkan kepada NabiMuhammmad SAW, pada para sahabatnya, keluarganya sampai kepada kita
umat-Nya.Alhamdulillah makalah yang saya buat ini berjudul metode Perkembangan Moral dan agama
pada Anak Usia Dini. Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam matakuliah Perkembangan Anak
Usia Dini. Makalah ini tersusun tak lepas dari bimbingan aris sandi m.pd Oleh karena itu saya
mengucapkan terima kasih atas bimbingan beliau. Saya menyadari makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu saya berharap kritik dan saran dari semua pihak guna sempurnanya
makalah ini.Akhirnya saya berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
dunia pendidikan. Amin

Penulis

Anggun permata sari


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I.PENDAHULUAN

II.rumusan masalah

BAB II.PEMBAHASAN

A. Konsep dasar metode pengembangan agama dan efektif

B.teori pendididkan efektif

C.pendekatan dan metode pengembangan Nilai nilai melalui amalan praktis,nyanyian

relegius untuk anak usia dini

D.permasalahan dalam pengembangan dan solusi dalam pembelajaran afeksi pada anakk usia dini

BAB III.KESIMPULAN

BAB IV.PENUTUP
BAB

I. PENDAHULUAN

Perkembangan rohani si anak dikembangkan sejak dari rumah. Pelajaran agama memang telah diajarkan
disekolah. Namun dasar pelajaran paling kuat yaitu orang tuanya. Bagaimana orang tua menanamkan
pendidikan agama pada kehidupan anak dirumah?

Untuk anak-anak sediakan secara kusus yang bersifat agama, yaitu buku-buku cerita. Bacakanlah buku-
buku cerita itu pada saat tertentu. Usahakan buku agama jangan diperlakukan dengan buku yang lain
yang dapat diambil dengan sembarang waktu. Tanamkan sejak dini rasa hormat dan menghargai dalam
diri anak itu terhadap buku bacaan agama melebihi dari buku bacaan yang lain.

Dengan dikenalkanya konsep- konsep keagamaan kepada anak maka otomatis akan mempengaruhi segi
perkembangan afektifnya, kemudian anak akan akan mempunyai sikap yang baik dalam melakukan
keseharianya. Anak- anak pun akan mengetahui hal apa yang harus dilakukan, dan menjauhi perbuatan
yang negative

II. RUMUSAN MASALAH

A. Konsep dasar metode pengembangan agama dan afektif

B. Teori pendidikan afektif

C. Pendekatan dan metode pengembangan nilai- nilai agama melalui amalan praktis, doa, nyanyian
religius untuk anak usia dini

D. Permasalahan dalam pengembangan dan solusi dalam pembelajaran afeksi pada anak usia dini
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Konsep dasar metode pengembangan agama dan afektif


Pendidikan adalah tejadinya pergaulan antara orang dewasa dengan anak-anak. Pergaulan yang
dimaksud adalah pergaulan yang dapat menolong anak menjadi orang yang kelak dapat dan sanggup
memenuhi tugas hidupnya atas tanggungjwab sendiri[1].

Sedangkan pendidikan juga bisa disebut bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam
perttumbuhan jasmani, rohani, akhlak maupun kepribadian diberikan dengan sengaja kepada anak
dalam pertumbuhan jasmani ini, rohani, akhlak maupun kepribadian untuk mencapai tingkat
kedewasaan disini yang menonjolkan adalah pemberian bantuan secara sengaja atau secara sadar
kepada anak dengan tujuan agar anak tersebut dapat mencapai tingkat kedewasaannya.

Jika pendidikan itu ditinjau dariu sudut hakekatnya, maka dapat dikatakan bahwa : hakekatnya
pendidikan agama adalah usaha orang tua dewasa secara sadar untuk membimbing dan
mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan agama,
formal dan nonfomal.

Perkembangan agama pada anak dapat melalui beberapa fase, yakni:

1. the fairy tale stage( tingkatan dongeng)

pada tingkat ini dimulai pada usia 3-6 tahun. Pada anak dalam tingkatan ini konsep mengenai ketuhanan
lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.konsep ini sesuai tingkat perkembangan intelektualnya.

2. the realistic stage( tingkatan kenyataan)

tingkat ini dimulai sejak SD hingga keusia adolesense( masa usia). Pada masa ini ide ketuhanan anak
sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada kenyataan. Konsep ini timbul melalui
lembaga keagamaan dan pembelajaran agama.

3. the individual stage( tingkatan individu)

pada tingkat ini anak memiliki kepekaan emosi yang tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.
Ada beberapa alasan mengenalkan nilai- nilai agama kepada anak usia dini, yaitu anak mulai punya
minat, semua perilaku anak membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi positif diri, sebagai
individu makhluk social dan hamba allah. Agar pengembangan agama pada anak tumbuh subur, harus
dilatih dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa terpaksa dalam melakukan kegiatan[2].

Sesuai cirri yang anak miliki, ide keagamaan anak hamper sepenuhnya autoritas, maksudnya konsep
keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh factor dari luar diri mereka.bagi mereka sangat mudah
untuk menerima ajaran dari orang dewasa walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran
tersebut.

Perilaku adalah cerminan kepribadian seseorang yang tampak dalam perbuatan dan interaksi terhadap
orang lain dalam lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, masa usia dini adalah masa yang peka untuk
menerima pengaruh dari lingkungan

Penekanan perkembangan afektif adalah pada bagaimana perasaan anak, bukan pada apa yang
dirasakan oleh anak. Dengan kata lain yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana perasaan atau
emosi berubah atau bagaimana afeksi ditransformasikan dalam perkembangan . Dengan demikian
pendekatan yang dipakai adalah lebih bersifat pedagogis (melihat dari bagaimana metode
pengajarannya), karena mengutamakan aspek transfer of values.

Para ahli dan praktisi dalam bidang pendidikan semakin menyadari betapa pentingnya peranan
pendidikan afektif, supaya tujuan pendidikan yang sebenarnya dapat tercapai. Tujuan tersebut ialah
bahwa subjek didik mampu dan mau mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan
dalam kehidupan sehari-hari.

Rasional/ pengajuan alasan bagi kurikulum dengan pengutamaan pengembangan sikap didasarkan
pada”kematangan normative” atau pandangan analisis kejiwaan (psikoanalitik) tentang perkembangan
anak, dan filosofi humanistic pendidikan. Karya para ahli- ahli seperti Sigmun Frued, Anna Frued, Erik
Erikson, Arnold Gessell, dan Jonhn Dewey, telah mempengaruhi perkembangan pendekatan ini yang
mengtamakan ranah (domain)afektif.[3]

Pusat pendekatan ini ada empat area dasar perkembangan individual: kekuatan ego, kemandirian
(otonom), kreatifitas, dan komunikasi antar pribadi. Pembentukan pencitraan diri yang kuat dan positif
secara langsung berhubungan dengan kekuatan ego. Tiap anak harus memperhatikan kemampuan-
kemampuanya sebagai anak-anak yang benar abasah, sehingga ia dapat menggunakan kemampuan-
kemampuanya itu dalam bekerja dan bermain dengan anak- anak sesamanya.

Hubungan langsung akan kesadaran ego ini adalah kesadaran dirinya selaku pribadi sebagai suatu yang
unik, berperasaan, berpikiran, pribadi yang responsive. Ini mencakup kemampuan tiap individual anak
untuk bertindak secara otonom.

Dengan pengembangan afektif maka anak akan mengembangkan konsep diri yang positif, anak akan
mengembangkan kreatifitasnya, anak akan mengembangkan kesadaran dan akan menerima perbedaan-
perbedaan individual anak- anak. Komunikasi merupakan sumber pengertian kesamaan perassaan dan
konflik antar manusia, demikian juga sebagai alat untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman.

B. Teori pendidikan afektif


1. classical conditioning theory

teori kondisi klasik ini memandang bahwa belajar adalah perubahan perilaku. Belajar pada prinsipnya
mengikuti suatu hokum yang sama untuk semua manusia, bahkan semua makhluk hidup. Meskipun
diakui ada makhluk hidup yang dapat belajar lebih baik dari makhluk hidup yang lain. Teory ini
dikembangkan melalui observasi terhadap perilaku belajar yang tampak( observable behavior). Pencetus
teori ini ialah Ivan P. Pavlove( 1849-1936). Pavlove seorang berkebangsaan Rusia. Ia memberi daging
secara periodic pada anjing yang didahului dengan membunyikan bel. Setiap kali daging akan diberikan
bel dibunyikan. Setelah beberapa lama setiap kali bel dibunyikan anjing mengeluarkan air liur. Ketika bel
dibunyikan tanpa membunyikan bel anjing juga mengeluarkan air liur. Kesimpulanya ialah anjing mampu
menghubungkan bunyi bel dengan daging ketika mendengar bunyi bel, anjing membayangkan
datangnya daging sehingga air liurnya keluar. Proses keluarnya air liur seperti itu disebut belajar[4].

Bagaimana aplikasi dari teori ini dalam pembelajaran? Banyak hal yang dapat diterangkan dengan teori
tersebut, terutama yang berkaitan dengan perilaku, penanaman disiplin, dan sikap. Dalam menanamkan
aturan, disiplin, dan moral hendaknya dipasangkan dengan suatu ganjaran dan hukuman. Setiap
memperkenalkan aturan hendaknya diperkenalkan pula hadiah juga sangsinya. Misalnya untuk
menanamkan disiplin tepat waktu, anak-anak diberi tahu harus masuk tepat waktu, missal jam 07.00.
bagi anak yang tiga kali datang tepat waktu diberi hadiah permen gratis sedangkan yang terlambat tiga
kali sanksinya disuruh menyanyi. Dengan demikian anak akan dating tepat waktu bias karena hadiah
atau hukumannya. Dengan demikian pula perlahan anak- anak akan datang tepat waktu karena telah
terbiasa.

2. operant conditioning theory

Edward L. Thorndike (1874-1949) merupakan salah satu pencetus teori belajar ini. Ia melakukan
percobaan menggunakan seekor kucing yang diletakan didalam kotak. Kucing mencari jalan keluar dari
kotak dengan cara mencoba- coba. Menurutnya, binatang dan manusia tidak selalu memecahkan
masalah dengan cara memikirkan caranya secara algoritmik, tetapi banyak pula yang memecahkan
masalah dengan cara mencoba- coba( trial and eror). Hasil penelitian melahirkan apa yang disebut law
of effect( hokum akibat), yaitu apabila sesuatu respons dari sesuatu stimulus diikuti dengan kepuasan,
maka respon tersebut cenderung diulang. Sebaliknya suatu respon yang diikuti hal yang tidak
menyenangkan, respon tersebut tidak dilaukan lagi. Dengan begitu konsekuensi memegang peranan
penting terhadap muncul atau tidaknya suatu respon.

Hasil kerja Torndike dilanjutkan oleh Clark L. Hulk(1884-1952)dan Burrhus Frederic Skinner (1904- 1990).
Menurut Hull, teori SR (setimulus respon) ditentukan oleh kondisi individu, sehingga menjadi S-O-R. S
adalah stimulus, R adalah respons, dan O adalah kondisi internal organisme. Jadi pada intinya individu
melakukan proses berfikir terlebih dahulu sebelum menentukan respon dari suatu stimulus.

Sejalan dengan hull, bf. Skinner menerjemahkan konsekuensinya yang dimaksud dengan teori torndik
sebagai hadiah dan hukuman. Jika suatu perilaku mendapat hadiah, perilaku itu cenderung diulang dan
meningkat, sebaliknya jika perilaku itu mendapat hukuman , perilaku tersebut cenderung ditinggalkan
atau menurun.

Pada teori ini , meskipun konsekuensi penting, tetapi organisme memegang peranan lebih penting
terhadap munculnya suatu perilaku. Perilaku bukan semata- mata dintentukian oleh konsekuensinya,
tetapi bagaimana individu tersebut memandang konsekuensi tersebut. Konsekuensi bias berubah
hadiah atau hukuman. Dalam teori ini perilaku bukan semata ditentukan oleh stimulus, tetapi
bagaimana individu memandang bentuk hadiah dan hukuman tersebut. Seorang siswa yang nakal
akhirnya dihukum oleh gurunya keluar kelas karena tidak mau mengerjakan tugas. Apakah ia akan
menghentikan perilku buruknya? Belum tentu. Karena hal itu sangat tergantung siswanya. Bagi siswa
yang masih ingin belajar ia mungkin tidaka mau lengah lagi, ia mungkin akan selalu mengerjakan tugas
karena takut dikeluarkan dari kelas. Bagi siswa yang ingin keluar kelas, ia akan dengan senang hati
mengulang kesalahanya yaitu tidak mengerjakan tugas, karena ia berharap dikeluarkan dari kelas
sehingga dapat bermain diluar. Jadi sesuatu yang oleh guru dianggap hukuman, boleh jadi dianggap
hadiah bagi siswa. Oleh karenanya muncul istilah hadiah positif dan hadiah negative, serta hukuman
positif dan hukuman negative. Bagi siswa pertama hukuman tersebut bersifat negative karena
membuatnya jera dan bagi siswa kedua hukuman tersebut bersifat positif karena membuatnya senang.

C. Pendekatan dan metode pengembangan nilai- nilai agama melalui amalan


praktis, doa, nyanyian religius untuk anak usia dini
Pendidikan harus diberikan sejak dini oleh orang tua, seperti sabda nabi Muhammad SAW, tuntutlah
ilmu sejak dari buaian sampai keliang lahat. Selanjutnya memori yang dimiliki seorang anak masih sangat
jernih belum dipenuhi berbagai macam pikiran ataoupun pertimbangan seperti layaknya seorang
dewasa, daya ingat seorang anak sangat luar biasa, tidak mudah lupa walaupun hafalan tersebut belum
disertai pemahaman.[5]

1. Doa dan dzikir

Bagaimana cara mengajarkan anak berdoa? Mendidik anak saat berdoa sangat penting karena kita
sendiri sudah menanamkan manfaatnya berdoa. Oleh karena itu, perlu dibiasakan dari kecil untuk
berdoa. Pertama- tama, yang perlu kita perhatikan adalah contoh dari orang tua. Meskipun anak-anak
tidak mengerti berdoa, berkata- kata terhadap sesuatu pribadi yang tidak kelihatan langsung, tetapi
sikap berdoa mungkin itu yang perlu diajarkan.

Yang penting orang tua menamkan sikap berdoa dulu sedari kecil. Dan ada baiknya ketika anak- anak
mulai bisa berkomunikasi dan berkata- kata, anak diajak untuk menghafal doa. Mulanya, barang kali
menghadapi hambatan, sebab anak masih dalam proses perkembangan. Jadi biasakan anak berdoa
dengan kata-kata yang sederhana dirumah. Disekolah guru juga mengajarkan sikap doa yang dan dilatih
untuk maju kedepan memimpin doa secara bergiliran agar anak tidak merasa minder. Orang tua harus
membiasakan anak untuk berdoa secara bebas.

Kemudian perlu ditegaskan pada anak bahwa tuhan( allah) sangat mengasihi anak- anak. Dengan
demikian anak- anak yang polos selalu berdoa dengan kejujuran, hatinya merasa dikuatkan, dan anak
akan lebih berani untuk mengucap doa, meskipun dengan kesalahan harus dimaklumi.

Jangan tertawa bila anak salah mengucap doa, sebab celaan akan menyebabkan anak tidak mau
memimpin doa lagi. Anak selalu diajarkan untuk selalu bersyukur dan berterima kasih. Dan anak jadi
menyadari selain membangun hubungan antar sesama anak juga harus berkomunikasi dengan yang
diatas(allah)

Seperti doa hendak makan, masuk kamar mandi, hendak tidur, bangun tidur, naik kendaraan dan
bacaan- bacaan salat seperti sujud, rukuk, serta dzikir dipagi hari dan sore hari. Inilah yang selalu
dihafalkan oleh para sahabat dan salihin diwaktu kecil mereka. Syair- syair yang manis yang
menenangkan hati adalah cara yang cukup efektif untuk membantu anak dalam memahami banyak hal.

Kemudian menurut Arnol Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan. Perasaan
ini sangat memegang peranan penting dalam diri pribadi anak seiring dengan perkembangan kognisi,
emosi dan bahasa anak.

Maka untuk membantu perkembangan kesadaran beragamanya, salah satunya yaitu orang tua harus
mengenalkan konsep- konsep atau nilai- nilai agama kepada anak melalui bahasa seperti (1) pada saat
memberi makan atau menyusui, memandikan, membedaki, dan memakaikan pakaian kepada anak,
bacakanlah basmalah(bismillahirrahmaanirrohiim= dengan menyebut nama allah yang maha pengasih
lagi maha penyayang) pada saat mulainya dan bacakanlah hamdalah( alhamdulillaahirabbil’alamiin=
segala puji bagi allah tuhan sekalian alam) pada saat selesai;( 2) pada saat menggendongnya atau
meninabobokanya menjelang tidur, bacakanlah kalimat toyibah( dzikir kepada allah), yaitu bacaan tasbih
( subhanallah= maha suci allah),( alhamdulillah= segala puji bagi allah), (allahu akbar= allah maha
agung), dan tahlil( lailahaillallah= tiada tuhan selain allah). Juga memberikan contoh mengamalkan
ajaran agama secara baik. Meskipun anak belum mampu meniru perbuatan itu secara utuh, namun
perilaku orang tua diatas merupakan iklim yang sangat kondusif bagi perkembangan kesadaran
beragama anak[6].

 Nyanyian religius

Bekerjasama sambil berdendang sudah menjadi kebiasaan para sahabat pada zaman rasullullah SAW
baik dalam sebuah perjalanan, perang maupun dalam acara pernikahan. Rasullullah juga membolehkan
anak- anak perempuan untuk menyanyi seperti disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa rasullullah
pernah melihat seorang anak perempuan yang mendendangkan sebuah lagu pada hari raya sambil
memukul rebana dan beliau tidak melarangnya. Bahkan ketika anak tersebut bernadzar untuk memukul
rebananya lagi jika beliau pulang dari medan pertempuran dengan selamat, maka beliau mengijinkannya
untuk melakukan nadzar itu[7].

Sebagian besar anak kecil cenderung untuk menyukai lagu- lagu yang indah dan suara yang merdu,
terutama jika menggunakan kata- kata yang mudah dihafal. Lagu- lagu tersebut dapat diperoleh dengan
cara lisan atau melalui kaset. Adapun tema dari lagu tersebut adalah tema- tema yang dapat membantu
dan memudahkan sianak dalam memperoleh pengetahuan, seperti kisah yang terdapat dalam alqur’an,
dan perbuatan- perbuatan yang baik seperti jujur, membaca alqur’an dan ketulusan.

Akan tetapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah lagu tersebut harus menggunakan nada yang enak
didengar dan kata- kata yang sesuai dengan usia maupun akal mereka[8].

D. Permasalahan dalam pengembangan dan solusi dalam pembelajaran afeksi


pada anak usia dini
Anak datang dari berbagai macam lingkungan keluarga, masyarakat dengan pola sikap orang tua dan
anak yang berbeda pula. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan tingkah laku anak.
Terkadang anak menunjukan tingkah laku yang menyimpang, misalnya ada yang selalu menyendiri,
membuat keributan, agresif, dan bosan bermain. Jadi harus dicari penyebabnya jika demikian.

Anak memiliki dasar atau bibit sifat perilaku yang sangat beragam. Jika tidak diarahkan secara tepat, bisa
saja bibit mendasar itu berubah menjadi sifat negative dan nanti akan merubah sikap anak menjadi hal
yang negative pula, seperti pemalas cuek, dan egois.

Mengenali lebih dini bibit sifat itu memudahkan orang tua dan pendidik dalam mengarahkan anak untuk
mengembangkan diri kearah yang lebih positif.

Beberapa sikap anak yang perlu diluruskan sejak dini.

 Anak egois
Hal utama yang terlihat dari anak seorang yang egois adalah sikap keras kepala. Biasanya, orang
cepat cepat kehilangan kesabaran saat menghadi anak seperti ini. Anak cenderung ingin menang
sendiri, tidak mau mendengarkan orang lain dan harus dituruti keinginanya. Bila tidak, biasanya
anak akan mengeluarkan berbagai ancamanya, seperti mogok makan, menangis, berteriak-
teriak, berguling- guling dan ada yang membenturkan dirinya sendiri misalnya membenturka
badan dan kepalanya. Jika menemukan hal ini bagamana cara menanganinya?

Janganlah panic saat anak berulah. Hadapilah anak secara sabar. Hal yang penting yang ingin didapatkan
oleh anak seperti itu adalah perhatian. Jadi saat ia berubah pastikan saja bahwa anak sedang
diperhatikan.

 Anak perajuk
Sikap yang seperti ini adalah cepat ngambek dan cenderung cengeng. Hamper mirip dengan anak egois.
Hanya saja, anak perajuk tidak menunjukan sikap yang keras. Padahal ini disebabkan karena anak
merasa tidak mendapat perhatian dari orang tuanya. Jadi untuk menghadapinya orang tua dan guru
harus memperhatikanya.

 Anak pemalas

Adalah anak yang enggan melakukan kewajibanya. Anak cenderung mengendalikan orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya. Cara mengatasinya yaitu memberikan contoh sekaligus pengertian secara
konsisten. Beri ia tanggung jawab sejak dini. Contoh, merapikan mainan.

 Anakm pendendam

Pada usia dini, anak yang bersifat pendendam cenderung terlihat membalas perlakuan padanya secara
kasar demi memuaskan kekesalanya. Jika tidak ditangani secara tepat, sikap yang seperti ini bisa
terbawa hingga dewasa dan anak merasa hal yang dilakukan itu benar

 Pemalu

Cirri anak pemalu adalah jarang memulai pembicaraan sebelum diajak berbicara, anak pemalu
cenderung menutup diri, sehingga sulit ditebak keinginanya selain itu anak terkesan kurang sosialisasi.
Sebagai pendidik, kususnya diusia dini harus dengan sabar melatih anak agar tidak takut mengemukakan
pendapatnya. Ajaklah anak untuk berpartisipasi setiap kegiatan diluar rumah sehingga terbuka peluang
bagi anak[9

BAB IV

KESIMPULAN

Perkembangan agama pada anak dapat melalui beberapa fase, yakni:

 the fairy tale stage( tingkatan dongeng)


 the realistic stage( tingkatan kenyataan)
 the individual stage( tingkatan individu)

Jadi metode pengembangan agama dan afektif merupakan suatu cara untuk mengembangkan anak didik
melalui pendekatan nilai-nilai agama dan afektif( sikap). Jika agamanya kuat maka perilaku yang
ditunjukanpun akan baik.

classical conditioning theory, teori kondisi klasik memandang bahwa belajar adalah perubahan perilaku.
Belajar pada prinsipnya mengikuti suatu hokum yang sama untuk semua manusia, bahkan semua
makhluk hidup. Operant conditioning teory yaitu apabila sesuatu respons dari sesuatu stimulus diikuti
dengan kepuasan, maka respon tersebut cenderung diulang.

Kemudian seorang anak hendaknya diberikan pendekatan agama juga melalui doa, dzikir, dan nyanyian
religius. Kerena pada saat usia itu anak kecil mempunyai ingatan yang tajam, hingga akan mudah untuk
mengajak anak untuk berdoa, dzikir dan bernyanyi.

Anak memiliki dasar atau bibit sifat perilaku yang sangat beragam. Jika tidak diarahkan secara tepat, bisa
saja bibit mendasar itu berubah menjadi sifat negative dan nanti akan merubah sikap anak menjadi hal
yang negative pula, seperti pemalas cuek, dan egois. Untuk menanggulanginya kita harus memberikan
perhatian yang baik.

BAB V

PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah yang kami buat. Maka dari itu kami mengharap saran dan kritik dari para pembaca
sekalian untuk perbaikan makalah kami kedepanya. Semoga apa yang kami sampaikan dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Mansur, MA, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2009

Imam Chousman, M. Ed, Pendekatan- pendekatan Alternative Pendidikan Anak Usia Dini, PT Rineka
Cipta, Jakarta, 2011

Syamsu Yusuf LN, M. Pd, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, PT Remaja Rosdakarya, Bandung
2010

Muhammad Sa’id Mursy, Seni Mendidik Anak, Arroyan, Jakarta 2001

Danar Santi, Pendidikan Anak Usia Dini Antara Teory Dan Praktek, PT Indeks, Jakarta Barat 2009

Anda mungkin juga menyukai